Karan yang awalnya tengah membujuk Arcelia supaya tidak marah lagi, kini jadi memasang wajah datar nan dingin."Atas dasar apa, Tante marah-marah? Tante tidak punya kuasa untuk urusan kantor."Mona semakin tidak terima, wanita itu melangkah mendekat dengan wajah yang memerah padam."Fela adalah karyawan yang berada di bawah naungan mas Budi. Kamu tidak berhak memecatnya!""Kalau begitu bawa saja kembali dia ke temat papa," ujar Karan santai."Tidak bisa! Dia harus tetap di sini!"Arcelia yang sudah muak pun beranjak dari duduknya. "Biarkan wanita dan wanita yang berbicara," katanya pada Karan."Apakah Tante mertua takut kalau Fela akan menggoda papa mertua kalau dipindah ke sana?" Tanya Arcelia menohok."Apa maksudmu?" Mona berpura-pura tidak tahu."Harusnya aku yang bertanya, mengapa Tante mertua semarah itu Fela dipecat?" Ingat sisa kemarahan Arcelia masih ada, melampiaskan untuk berdebat adalah cara yang sangat menyenangkan."Karena dia kompeten dalam bekerja, perusahaan ini memerl
Seperti tidak memiliki pekerjaan, Ethan tetap berada di kantor Karan hingga sore hari.Sepasang mata Karan terus mengawasi Ethan yang duduk di depan Arcelia, keduanya memang tidak berdekatan. Tetapi, dapat Karan lihat Ethan terus mengajak istrinya berbicara. Membuatnya tidak konsentrasi bekerja."Arche, ada apa denganmu? Mengapa aku merasa seperti virus yang harus dijauhi? Apa karena gosip kurang ajar itu?" Ethan bertanya dengan wajah sedih. Sebab Arcelia terus mengambil jarak darinya."Tidak seperti itu, Kak. Mana mungkin aku akan terus menempel pada Kak Ethan seperti saat masih kecil," jelas Arcelia.Karena hal buruk yang dilakukan Bryan, Arcelia jadi risih berdekatan dengan laki-laki lain. Meski ia mengenal Ethan sedari kecil, tetapi tetap saja mereka tidak memiliki aliran darah yang sama.Sejenak Ethan terdiam, ia menangkap sesuatu yang tidak biasa. Menghela napas berat, laki-laki bule itu kemudian melirik sinis pada Karan. "Pasti gara-gara dia," dumelnya."Urusan kita sudah seles
"Alena!" Noah mencekal pergelangan tangan Alena. Sebab gadis itu berjalan celat mengejar Karan. Keduanya kini sudah keluar dari dalam privat room."Lepas! Aku mau ikut kak Karan, siapa yang berani mengganggu waktunya sampai dia pergi tidak perduli denganku!" Marahnya dengan mata yang berkaca-kaca.Harapannya agar bisa terlihat sebagai wanita dewasa, tidak dianggap sebagai adik seakan gugur begitu saja.Menghela napas berat, Noah tidak melepaskan Alena. "Karan memiliki kehidupan pribadi, tidak seharusnya aku maupun kamu perlu mengetahuinya. Sekarang kita pulang.""Tidak! Aku tidak mau pulang kalau kak Karan tidak ikut!"'Tidak ada cara lain selain bermain drama, dasar bocah merepotkan!' Dumel Noah dalam hati.Noah lantas melepaskan pergelangan tangan Alena, ia menatap kecewa pada gadis itu. "Jadi seperti itu, ya? Kamu hanya menganggap Karan? Kamu tidak menganggap keberadaanku?" "Kak Noah, bukan seperti itu." Alena jadi merasa bersalah. Dibanding Karan, memang Noah yang lebih banyak m
Karan sesaat terdiam, ia butuh sedikit waktu berpikir untuk menjawab pertanyaan Arcelia. Apa lagi mengingat saat Arcelia menggila menyerang Fela. Ia jadi khawatir Arcelia akan marah padanya jika sang istri tau ia telah meninggalkannya untuk menemui Alena. Meski ia hanya menganggap Alena adik saja."Dia perempuan, masih kecil. Adik sahabatku yang meninggal itu.""Harusnya anak kecil jangan dibiarkan pergi sendiri, itu berbahaya," ujar Arcelia. Mengira Alena sekecil itu.Berdehem pelan, Karan bingung menjelaskannya. "Saat ini Noah menjaganya. Em, Arche, bagaimana kalau kita pulang ke rumah saja. Di apartemen pun sepertinya kurang aman," ujarnya."Mau di rumah juga tidak aman," gumam Arcelia.Karan mendesahkan napas berat, ia bimbang. Mau keluar dari rumah juga berat.---Brak!Pyar!"Mona, kita sedang tidak berada dalam keadaan harta yang yang melimpah ruah untuk kamu merusak hiasan rumah ini dengan harga yang fantastis!"Menoleh pada asal suara, Mona menatap sang suami dengan pandanga
Arcelia memberikan kotak makan miliknya pada kakek. "Aku tidak tahu Kakek akan kemari. Jadi aku masak seadanya dan hanya membawa sedikit. Semoga Kakek suka," katanya khawatir kakek tidak cocok dengan menu yang ia buat.Melihat hanya tersisa satu kotak, kakek kemudian bertanya, "Karan tidak ada waktu untuk makan bersama?"Arcelia mengangguk dengan senyum tipis, meski sebenarnya ada sedikit rasa kecewa. Ia sempat merasa senang saat Karan membalas pesannya yang katanya hendak makan siang dengannya, tetapi tiba-tiba malah membatalkannya."Jadwalnya sedang sangat padat, Kek," ujar Arcelia. Jemarinya membuka box berwarna biru itu yang awalnya untuk Karan, kini ia makan sendiri.Mendengar itu membuat Azka mendekat, remaja itu menyerobot satu suap sendok yang tadinya hendak Arcelia makan sendiri."Wah, ini lebih enak," kata anak itu tidak tahu diri."Astaga! Kamu sudah makan satu porsi besar, Azka!" Arcelia segera menjauhkan box makan siang itu dari Azka.Sepasang mata Azka menatap penuh mina
Denting ponsel berturut-turut pertanda pesan masuk membuat fokus ke dua orang yang tengah menikmati makan siang itu melirik Karan."Kak Karan sangat sibuk, ya. Waktu untuk makan siang saja mereka tetap mengganggu," gumam Alena."Dia manusia super sibuk," sahut Noah.Karan sendiri tengah memeriksa ponselnya, gerakan mulut yang tadinya sedang memproses makanan supaya lembut kini terhenti kala menatap kedua foto yang dikirim oleh Azka.Hanya melihat foto saja sudah dapat memancing emosinya. Dilanjutkan dengan membaca pesan dari Azka.Duar! Kemarahan Karan menyala sudah."S*than!" Umpatnya tanpa sadar."Ada apa?" Tanya Noah panik. Mereka tadi dibuntuti oleh orang dan kini wajah Karan terlihat dipenuhi oleh Emosi. Noah khawatir.Alena pun jadi ikut panik."Si S*than berulah!" Noah menghela napas lega, jika itu Ethan maka berarti hanya urusan kecemburuan. Noah tidak lagi berminat untuk bertanya lebih dalam, laki-laki itu memilih untuk melanjutkan acara makan dengan damai."Ada sesuatu? Ora
"Sayang, aku kembali," ucap Karan kala baru saja membuka pintu.Meski bibirnya berucap manis, sejurus kemudian kedua mata sipitnya menatap penuh permusuhan pada Ethan.Melewati Ethan tanpa menyapa, Karan lantas menghampiri Arcelia. Laki-laki itu melabuhkan kecupan pada pucuk kepala sang istri.Melihat itu, Azka tersenyum miring. 'Poin sekian. Dia sepertinya benar-benar bucin,' batinnya.Ethan yang berada di dekat Azka pun lantas berbisik. "Jangan tertipu dengan sikapnya. Dia belum lolos uji coba. Awasi dia, kemarin aku menemukan hal janggal, tapi aku sudah menyerahkan pada ahlinya."Sementara itu, kakek tersenyum bahagia. Rasa rindu dan khawatirnya seketika terobati."Kapan kalian akan kembali ke rumah?" Tanya kakek."Kami akan mempertimbangkan dulu, Kek. Tinggal di apartemen aku merasa suasana baru yang cukup nyaman," sahut Karan."Memang di rumah tidak nyaman?" Celetuk Azka."Bukan begitu. Kamu akan mengerti jika sudah menikah. Ah, tidak. Sekarang saja kamu tidak betah di rumah, kan
Orang yang nyaris menabrak Alena adalah Bryan. Laki-laki itu sudah keluar dari dalam mobil. Melihat keadaan yang berbahaya, Bryan lantas menarik Alena.Tetapi, beberapa bodyguard yang sudah berencana menculik Alena menghentikannya."Jika ingin nyawamu selamat menyingkirlah," kata salah satu bodyguard itu.Bryan yang masih dalam kondisi galau dan emosi tidak stabil pun tersenyum sinis. Ia merasa mendapat cara untuk melampiaskan segala emosinya."Tetap di jarak aman," katanya pada Alena.Sepasang mata Bryan mengamati beberapa orang yang mengelilingi mereka. "Kita coba, nyawaku atau nyawa kalian yang akan melayang," ucapnya seraya menggulung lengan kemejanya. Bersiap untuk baku hantam."CK. Bocah ingusan."Buak! Tanpa kata, Bryan memberi tinju pada orang yang meremehkannya."Sialan!"Buak! Duag!Perkelahian pun tak terelakan. Dengan segenap emosi, Bryan memukul membabi buta pada setiap orang yang mendekat padanya.Hanya beberapa menit saja tiga orang sudah terkapar. Telapak kaki Bryan ya
Perkelahian sengit pun terjadi, Aarav benar-benar serius setiap melayangkan serangannya.Kedua laki-laki dewasa itu sudah mendapat lebab di masing-masing bagian tubuh.'Untuk orang yang sangat sibuk mengurus perusahaan raksasa, dia cukup tangguh,' batin Karan.Buk! Karan lengah, wajahnya terkena tinju keras oleh Aarav."CK. Lemah begini jadi suami Arcelia," ejek Aarav mulai menyerang mental Karan.Mulai mengurangi rasa sopan, Karan pun membalasnya, "Meski lemah. Setiap aku pernah menjadi penyelamat istriku." Ingat mental Karan tidak selemah itu."Cih. Sudah lemah, sombong pula. Kau memang menyelamatkannya, tetapi tetap saja akulah hidupnya," ucap Aarav semakin menjadi-jadi.'Sepertinya dia memang tidak beres. Mana ada seorang kakak mengatakan hal seperti itu. Baiklah akan aku buat sadar dengan pukulan ini.'Karan pun berhasil memukul wajah Aarav. "Jelas posisi kita berbeda. Kamu kakaknya, dan aku suaminya yang sekarang bertahta dihati Arcelia. Kamu memiliki batasan, sementara aku ti
Dahi Arcelia berkerut karena mendengar pertanyaan Karan. "Mengapa bertanya seperti itu?""Tidak apa-apa. Hm. Dia sangat positif, ya?"Arcelia terkekeh. "Apa kamu cemburu dengan kakak iparmu sendiri?""Sedikit, kamu terlihat sangat manja padanya."Arcelia tidak habis pikir dengan apa yang Karan katakan, Karan terlalu berlebihan. "Karan. Kak Aarav itu kakak kandungku, kamu memiliki aliran darah yang sama, begitu juga dengan Azka.""Aku lega mendengarnya. Tapi, apa kalian memang sedekat itu?"Arcelia lantas mengangguk. "Jangan berpikir macam-macam. Kami benaran kakak beradik. Kak Aarav adalah malaikat dalam hidupku, aku harap kamu juga bisa dekatnya, layaknya kakak adik."'Tatapanya saja seperti laser padaku. Aku tidak yakin bisa menjadi ipar yang rukun dengannya.' Karan membatin."Dia melarang untuk tidak menggangu waktu kalian. Apa itu tidak terlalu kejam? Aku kan suamimu.""Kami jarang sekali bertemu. Apa lagi semenjak aku pindah ke sini, aku dan kak Aarav bertemu hanya sekitar setah
Kini semuanya berkumpul, duduk di ruang keluarga termasuk Azka.Semua rasa penasaran Karan telah terjawab. Ethan satu circle dengan kakak Arcelia yang bernama Aarav. Dan Karan yakin masih ada lagi orang-orang luar biasa yang mengenal bahkan dekat dengan Arcelia mengingat seorang Aarav adalah kakaknya.Dengan rumah yang bisa dibilang sederhana untuk ukuran konglomerat seperti orang tua Arcelia, orang di luar sana pasti tidak akan menyangka jika keluarga yang berada di dalamnya adalah sultan. Bahkan Karan sendiri sempat menganggap Arcelia kalangan biasa.'Mereka sangat pandai menyembunyikan jati diri. Tidak aku sangka ternyata aku telah menikahi seorang putri.'"Kalian akan menginap, kan?" Tanya Abbas, ayah Arcelia.Arcelia lantas menoleh, ia belum membicarakan ini dengan Karan. "Jika Arcelia menginginkannya. Kami akan menginap, Ayah," jawab Karan.Arcelia mengangguk. "Kita menginap."Abbas tersenyum senang. "Karan, kamu belum mengenal putra pertamaku. Saat kalian menikah dia tidak bis
"Aku benar-benar merindukanmu," katanya kemudian kembali memeluk Arcelia setelah mencium pucuk kepala gadia itu."Bukankah kamu sangat sibuk? Suatu keajaiban kamu pulang," ucap Arcelia.Laki-laki itu memasang wajah sedih. "Dari kata-katamu sepertinya kamu tidak meringankan aku, ya." Arcelia terkekeh pelan, ia kemudian membalas pelukan laki-laki itu. "Mana mungkin aku tidak merindukanmu."Di tempatnya, Noah menahan Karan sekuat tenaga. Laki-laki itu selalu melontarkan kata mutiara supaya Karan tenang."Lihat! Gunakan otak cerdasmu. Kali ini Arcelia memeluknya!" Geram Noah.Karan terdiam membantu, ia seakan dalam mimpi, kebahagiaan yang baru terjadi kini seakan lenyap begitu saja dengan pemandangan yang mengerikan di depan sana.Arcelia mengurai pelukannya, ia tatap laki-laki di depannya dengan senyum yang begitu lebar. "Sekarang mana hadiah untukku?"Laki-laki itu mencibir, kemudian berpura-pura merajuk. "Apa kamu hanya mengharap hadiah dariku?""Tidak sih. Tapi sepertinya kurang leng
Dari balik kaca besar lantai dua, tepatnya di dalam kamar. Mona berdiri,. pandangannya menatap ke bawah di mana ada Arcelia yang tengah mengobrol dengan kakek."Sayang sekali wanita itu tidak berada dipihakku. Keberaniannya akan sangat menguntungkan jika saja Bryan tidak terlambat menjeratnya."Mona akui, sisi berani dan tegas Arcelia sangat cocok untuknya. Akan tetapi karena di kubu yang berbeda dan selalu membuat dirinya naik pitam membuat Mona saat ini begitu geram pada Arcelia."Sekarang kamu masih bisa tertawa dengan pak tua itu. Tunggu saja tanggal mainnya," gumamnya dengan tatapan sinis dan kebencian.Sementara itu di taman bunga.Arcelia tengah menemani kakek meminum teh."Terimakasih Arcelia," ucap Kakek."Untuk apa, Kek? Aku tidak melakukan apa pun," kata Arcelia bingung.Tersenyum tipis, mata tua kakek menatap bunga yang bermekaran di depan mereka. "Kamu telah membuat Karan berwarna dan segar seperti bunga-bunga itu."Terkekeh pelan, Arcelia menggeleng. Dirinya tidak merasa
Arcelia terdiam, dalam benaknya menghitung beberapa teman serta mengingat semua sikap prilaku mereka terhadap dirinya.Sementara itu, Karan menunggu dengan penuh harap."Sepertinya tidak ada yang berlebihan. Diantara mereka memang Bryan yang bersikap sangat perhatian," ucap Arcelia.Karan menghela napas kecewa. Ia pikir akan mendengar cerita tentang malaikat. 'Kalau seperti itu. Apa si malaikat ini orang yang terobsesi dengan Arcelia. Apa mungkin seperti yang Noah bilang kalau yang dimaksud nama malaikat, malaikat pencabut nyawa?'---Esok hari.Arcelia yang suka dengan kegiatan memasak, pagi ini hendak membuat bekal untuk Karan.Dari ambang pintu dapur, ia melihat Mona yang tengah memberi tahu para pekerja untuk memasak."Kalau dilihat sih kayak orang bener, nggak taunya monster," batin Arcelia.Ia mempertahatikan setiap pergerakan Mona, siapa tahu wanita itu akan menyisipkan bubuk aneh ke dalam bahan makanan, sejenis r4cvn, mungkin?"Jangan pakai itu. Bryan tidak suka." Terdengar su
Arcelia masih terdiam di tempatnya, sementara Bryan mulai melangkah masuk ke dapur dengan sepasang mata yang menatap lurus pada Arcelia.Melihat pergerakannya Bryan yang sudah melewati pintu, Arcelia lantas membuang pandangan kemudian melangkah menuju pintu.Saat keduanya hendak saling melewati, Bryan berucap, "Arche, boleh minta waktunya sebentar?"Arcelia berhenti, namun gadis itu diam saja.Bryan berbalik memposisikan diri di depan Arcelia. Reflek Arcelia sedikit melangkah mundur.Pergerakan Arcelia yang menjauh darinya membuat hati Bryan yang masih terluka bagai disiram air jeruk nipis, perih, panas dan sakit sekali.Meski hal yang Arcelia lakukan sangat wajar tetapi rasanya sungguh sangat menyakitkan.Untuk memberi ruang, Bryan mengambil satu langkah mundur. Bryan tersenyum kecut, laki-laki itu pun berucap, "Kamu tidak perlu takut, Arche. Aku hanya ingin meminta maaf untuk hal yang sangat tidak pantas yang telah aku lakukan."Arcelia mengangguk pelan, dirinya bingung harus mengat
Karan menggeleng sangat pelan, laki-laki itu kemudian berbisik, "Ikuti saja alurnya, percaya pada Arcelia, kamu dengar, kan kalau ini menyangkut nyawa. Kesehatan orang itu memang buruk, aku tahu karena pernah melakukan kerja sama dengan beliau.'Noah nyaris berdecih. 'Percaya katanya? Tadi saja jika aku tidak masuk tepat waktu dia akan memukuli laki-laki itu,' gerutu Noah dalam hati.Pertemuan mendadak itu pun berakhir usai mereka mengobrol beberapa menit. Orang tua Irena pamit lebih dulu untuk ke rumah sakit.Sementara Irena saat ini lagi-lagi bersimpuh, kali ini menghadap pada Noah. "Maaf dan terimakasih banyak. Mas dokter sungguh mulia, aku sangat berterima kasih," kata Irena."Kak Noah, maaf. Ini beneran urgent. Kebetulan Kak Noah jomblo, jadi tidak ada salahnya jika mencoba berkenalan dengan temanku ini," ucap Arcelia sedikit terdengar tidak tahu diri di telinga Noah.'Sepertinya dia tertular Karan.' Noah membatin.Noah memijit pelipisnya, ia memang menginginkan pasangan. Tetapi
Napas Karan memburu saat dari sudut pandangnya melihat seorang laki-laki tengah mencium tangan Arcelia.Usai mendorong Dewa, Karan menarik tangan Arcelia. Menaruh sang istri di belakangnya."Karan, kamu salah paham," ucap Arcelia seraya menyentuh lengan laki-laki itu."Salah paham apanya? Dia sudah kurang ajar berani menyentuhmu!" Tekan Karan menggeram. Sepasang mata sipitnya menatap tajam pada Dewa.Sedari malam ia sudah dihantui rasa takut akan kehilangan Arcelia. Setelah tadi Arcelia panik dan terburu-buru datang hanya untuk laki-laki lancang yang baru saja mencium tangan sang istri."Karan, dia-""Teman macam apa yang mencium tangan temanya, Arche?" Potong Karan. Raut wajah laki-laki itu sudah tidak bisa didefinisikan.Kombinasi marah, khawatir, ingin mengamuk menjadi satu.Dewa yang baru saja bangun dari jatuhnya lantas mendekat pada Karan. "Maaf. Anda benar-benar salah paham. Aku tadi tidak mencium tangan Arcelia, hanya sedang memohon-""Memohon agar mau denganmu?" Lagi-lagi Kar