Arcelia memberikan kotak makan miliknya pada kakek. "Aku tidak tahu Kakek akan kemari. Jadi aku masak seadanya dan hanya membawa sedikit. Semoga Kakek suka," katanya khawatir kakek tidak cocok dengan menu yang ia buat.Melihat hanya tersisa satu kotak, kakek kemudian bertanya, "Karan tidak ada waktu untuk makan bersama?"Arcelia mengangguk dengan senyum tipis, meski sebenarnya ada sedikit rasa kecewa. Ia sempat merasa senang saat Karan membalas pesannya yang katanya hendak makan siang dengannya, tetapi tiba-tiba malah membatalkannya."Jadwalnya sedang sangat padat, Kek," ujar Arcelia. Jemarinya membuka box berwarna biru itu yang awalnya untuk Karan, kini ia makan sendiri.Mendengar itu membuat Azka mendekat, remaja itu menyerobot satu suap sendok yang tadinya hendak Arcelia makan sendiri."Wah, ini lebih enak," kata anak itu tidak tahu diri."Astaga! Kamu sudah makan satu porsi besar, Azka!" Arcelia segera menjauhkan box makan siang itu dari Azka.Sepasang mata Azka menatap penuh mina
Denting ponsel berturut-turut pertanda pesan masuk membuat fokus ke dua orang yang tengah menikmati makan siang itu melirik Karan."Kak Karan sangat sibuk, ya. Waktu untuk makan siang saja mereka tetap mengganggu," gumam Alena."Dia manusia super sibuk," sahut Noah.Karan sendiri tengah memeriksa ponselnya, gerakan mulut yang tadinya sedang memproses makanan supaya lembut kini terhenti kala menatap kedua foto yang dikirim oleh Azka.Hanya melihat foto saja sudah dapat memancing emosinya. Dilanjutkan dengan membaca pesan dari Azka.Duar! Kemarahan Karan menyala sudah."S*than!" Umpatnya tanpa sadar."Ada apa?" Tanya Noah panik. Mereka tadi dibuntuti oleh orang dan kini wajah Karan terlihat dipenuhi oleh Emosi. Noah khawatir.Alena pun jadi ikut panik."Si S*than berulah!" Noah menghela napas lega, jika itu Ethan maka berarti hanya urusan kecemburuan. Noah tidak lagi berminat untuk bertanya lebih dalam, laki-laki itu memilih untuk melanjutkan acara makan dengan damai."Ada sesuatu? Ora
"Sayang, aku kembali," ucap Karan kala baru saja membuka pintu.Meski bibirnya berucap manis, sejurus kemudian kedua mata sipitnya menatap penuh permusuhan pada Ethan.Melewati Ethan tanpa menyapa, Karan lantas menghampiri Arcelia. Laki-laki itu melabuhkan kecupan pada pucuk kepala sang istri.Melihat itu, Azka tersenyum miring. 'Poin sekian. Dia sepertinya benar-benar bucin,' batinnya.Ethan yang berada di dekat Azka pun lantas berbisik. "Jangan tertipu dengan sikapnya. Dia belum lolos uji coba. Awasi dia, kemarin aku menemukan hal janggal, tapi aku sudah menyerahkan pada ahlinya."Sementara itu, kakek tersenyum bahagia. Rasa rindu dan khawatirnya seketika terobati."Kapan kalian akan kembali ke rumah?" Tanya kakek."Kami akan mempertimbangkan dulu, Kek. Tinggal di apartemen aku merasa suasana baru yang cukup nyaman," sahut Karan."Memang di rumah tidak nyaman?" Celetuk Azka."Bukan begitu. Kamu akan mengerti jika sudah menikah. Ah, tidak. Sekarang saja kamu tidak betah di rumah, kan
Orang yang nyaris menabrak Alena adalah Bryan. Laki-laki itu sudah keluar dari dalam mobil. Melihat keadaan yang berbahaya, Bryan lantas menarik Alena.Tetapi, beberapa bodyguard yang sudah berencana menculik Alena menghentikannya."Jika ingin nyawamu selamat menyingkirlah," kata salah satu bodyguard itu.Bryan yang masih dalam kondisi galau dan emosi tidak stabil pun tersenyum sinis. Ia merasa mendapat cara untuk melampiaskan segala emosinya."Tetap di jarak aman," katanya pada Alena.Sepasang mata Bryan mengamati beberapa orang yang mengelilingi mereka. "Kita coba, nyawaku atau nyawa kalian yang akan melayang," ucapnya seraya menggulung lengan kemejanya. Bersiap untuk baku hantam."CK. Bocah ingusan."Buak! Tanpa kata, Bryan memberi tinju pada orang yang meremehkannya."Sialan!"Buak! Duag!Perkelahian pun tak terelakan. Dengan segenap emosi, Bryan memukul membabi buta pada setiap orang yang mendekat padanya.Hanya beberapa menit saja tiga orang sudah terkapar. Telapak kaki Bryan ya
Memasangkan dasi Karan, adalah kegiatan rutin yang kembali Arcelia lakukan.Dengan sengaja Arcelia merapatkan dirinya pada Karan, ia juga memperlambat gerakan jemarinya saat menyimpul dasi.'Dia diam seperti patung. Apa masih berpikir jika aku takut?'Sementara itu, Karan sendiri tengah menahan diri untuk tidak membelit pinggang Arcelia dan melaksanakan penyerangan sepetit semalam."Selesai." Kedua tangan Arcelia menyentuh kedua sisi jas, tepatnya yang berada di dekat leher, gadis itu kemudian berjinjit guna memberi kecvpan pada pipi Karan.'Ah, sepertinya dia sedang memberi tahu jika memang belum saatnya aku meminta hakku. Jika lampu hijau dia pasti akan memberi kecvpan di bibir." Karan membatin.Kedua telapak tangan Karan meraih wajah Arcelia,. laki-laki itu perlahan mendekatkan wajahnya membuat Arcelia lekas memejamkan mata.'Kan, dia pasti tajuk aku buat sesak napas lagi.' Karan melabuhkan kecvpan hangat pada kening Arcelia.'Loh? Kok bukan bibir.'"Sayang, pagi ini aku nggak sara
Telapak tangan Karan yang awalnya berada di pinggang Arcelia kini berpindah mengusap pucuk kepala sang istri.Dengan tenang, Karan pun menjawab pertanyaan Arcelia, "Biasa, adik temanku kembali berulah. Tapi sekarang sudah aman, dia sudah diantar ke tempat yang seharusnya.""Hm. Anak kecil memang sedang aktif-aktifnya, harus diawasi secara ekstra." Arcelia masih saja menganggap jika Alena masih sangat kecil."Betul." Di mata Karan pun Alena masih kecil.Telapak tangan besar Karan bergerak turun hingga menyentuh dagu kecil Arcelia, laki-laki itu sedikit mengangkatnya guna menatap wajah cantik Arcelia.Sepasang mata sipit Karan menata lembut nan dalam wajah Arcelia. "Apa tadi kamu sangat khawatir? Apakah itu pertanda sudah ada benih-benih cinta di hatimu?" Arcelia lantas memalingkan wajah, ditatap seperti itu membuat kinerja jantung Arcelia jadi tidak wajar. Beberapa menit yang lalu Arcelia resah karena Karan pergi tergesa-gesa. Dan kini jantungnya kembali dibuat berdentum ria dengan ta
DegJantung Karan mencelos usai mendengar suara laki-laki yang memanggil istrinya dengan sebutan istimewa seperti itu.Bahkan dirinya saja belum sempat memberikan panggilan kesayangan pada Arcelia. Dan ada laki-laki lain dengan lancang memanggil Arcelia semesra itu.Sebelumnya ia masih berharap jika si malaikat ini perempuan, sahabat atau bestie Arcelia. Sekarang sudah jelas. Selain Ethan ia memiliki saingan yang tampaknya lebih berbahaya.Bagaimana tidak, Arcelia sampai menamai nomor laki-laki itu dengan nama malaikat. Sudah jelas, mereka memiliki hubungan yang dekat dan mungkin lebih dari itu."Sweet heart, kamu bisa mendengarku, kan?""Jangan menghubungi nomor ini lagi, Arcelia sudah menikah dan aku suaminya."TutKaran mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Meski penasaran, ia mengurung gejolak rasa ingin mengintrogasi laki-laki itu.Kewarasannya menahan, dari pada sakit hati untuk kemungkinan yang buruk, contoh, mungkin dia mantan Arcelia, yang mungkin saja memiliki sejuta kena
Pagi buta, Karan sudah menyuruh Noah datang ke rumah. Di ruang kerja Karan."Apa yang terjadi?" Tanya Noah panik. Kembalinya Karan ke rumah pasti akan ada drama lagi."Duduklah. Tidak perlu panik meski ini sangat berbahaya."Mengingat sisi psik*Pat Bryan kemarin malam, tentu saja membuat Noah jadi khawatir. Masalah perasaan dan hati tidak ada yang bisa menjamin. Apa lagi Bryan terlihat begitu mendamba Arcelia.Bagaimana jika nanti diam-diam Bryan tega membantai Karan? Pikiran Noah sungguh sangat buruk."Cari semua informasi tentang teman dan orang-orang yang dekat dengan Arcelia. Tentunya selain Bryan," perintah Karan.Memiringkan kepalanya, Noah butuh waktu untuk mencerna ucapan Karan. "Apa kamu tidak salah berbicara?"Karan menggeleng. "Cari informasi mengenai orang terdekat atau pun yang sekedar dekat dengan dengan Arcelia." Karan mengulang permintaannya.Menghela napas panjang. Noah menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa."Aku kira ada apa. Karan, aku ini dokter, bukan detektif.