Share

Bab 92

Penulis: Bintu Hasan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pov Tyas Aryani

Sesampainya di rumah ibu, aku terkejut bukan main karena rumah hangus terbakar tidak menyisakan apa pun. Aku yakin ini pasti kejadian yang sangat disengaja, entah siapa pelakunya.

Ibu berdiri di antara tetangga yang menatap nanar rumah itu, sementara sebagian lainnya malah sibuk berbisik seraya menatap sinis. Aku yakin mereka membicarakan kami karena penampilanku yang sangat terkesan mewah bak sultan.

Mbak Utami menangis di pelukan Mas Bayu, padahal tadi mereka sempat cekcok sampai main tangan. Bagaimana tidak, ijazah dan surat penting mereka ada di dalam kamar yang kini tinggal kenangan.

Aku juga sedih karena kenangan bersama Mas Zaki semua ada di sana sejak awal pernikahan kami. Apalagi Lia yang masih proses pencarian oleh orang suruhan Tuan Edbert.

"Cantik banget, Tyas. Kok penampilannya sama Utami kayak majikan sama pelayan?" Maya dan tiga orang lainnya menghampiri kami.

Bisa-bisanya dia menanyakan masalah penampilan saat kami dalam keadaan berduka. Aku tidak niat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 93

    "Hei, apa maksud Anda, Nona?""Tidak usah mengelak, Sarah. Aku tahu kamu yang menculik Lia karena Bayu menghamili kamu, kan? Katakan di mana dia?!" teriakku sangat marah."Aku tidak menculik Lia."Baru saja aku ingin mengancam lagi, tiba-tiba mata menangkap sosok bertubuh mungil dalam gendongan Tuan Edbert. Dia Lia anak yang aku cari-cari."Sarah, aku tutup teleponnya!" kataku tanpa menunggu jawaban.Tuan Edbert membuka pintu mobil, aku lekas ke luar dan merentangkan tangan penuh haru. Lia berlari kecil menyambutku, kami saling memeluk erat.Syukurlah tidak ada lecet ditubuhnya ketika aku cek. Bahkan Lia tidak menangis atau mengadu karena dibentak. Penculik ini sepertinya punya tujuan lain.Setelah Lia masuk mobil dijaga oleh salah satu pelayan yang memang ikut dengan orang suruhan Tuan Edbert, aku melebarkan langkah menuju bangunan itu."Lepaskan aku!""Aluma?""Ya, itu aku. Kenapa?" Walau tangan dalam keadaan diikat di belakang, tetap saja Nyonya Aluma mampu menatap tajam padaku.Ka

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 94

    "Pesan aja makanannya, nanti kita belanja besok!" perintah ibu mertua.Dia melangkah mendekat seraya merebut Lia dariku. Gadis kecil itu dibaringkan di pahanya, lalu memanggilku untuk mendekat tepat di karpet merah marun."Bagaimana perasaanmu, Tyas? Ibu rasa kamu memendam sesuatu."Aku menunduk berusaha menahan tetes air mata sekalipun pipi berubah hangat. Luka dalam hati kembali menganga hingga bibir tak lagi mampu mengeluarkan sepatah kata pun.Terlalu berat masalah rumah tangga yang menimpa hingga melibatkan perkara haram dalam agama. Aku duduk di sini, berselimut dosa mengharap ampunan dari Tuhan."Katakan saja, Tyas. Itu jika kamu masih menganggap ibu sebagai mertua setelah semua kejahatan yang ibu lakukan. Kamu juga sudah tahu kalau ibu ini bukan ibu kandung Zaki," lanjut ibu berhasil mengiris hati yang memang sudah berdarah-darah."Justru karena ibu, aku memberi maaf padamu. Ibu memang memaksaku bekerja sebagai istri simpanan dulu, tetapi bisikan hati memintaku memberi maaf ka

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 95

    Satu tahun sudah aku terkurung di rumah Tuan Edbert dengan banyaknya rintangan karena Nyonya Aluma sering berkunjung ke sini. Sudah berpuluh kali pula aku hampir meregang nyawa oleh beberapa pelayan yang merupakan suruhan iblis itu.Lia sudah punya adik, dia laki-laki dan sangat mirip Tuan Edbert. Umurnya sudah empat bulan. Entah kenapa aku enggan menganggapnya anak, tetapi masih menyusui laiknya seorang ibu."Dia tidak salah, anakmu harus mendapat haknya!" imbuh ibu mertua dulu ketika aku terus menolak melihatnya.Abel Addison nama anak itu. Rambutnya kecokelatan dengan kulit putih kemerah-merahan. Sekalipun tampan seperti diciptakan sesuai keinginannya, tetap saja aku lebih menyayangi Lia.Saat kelahiran Abel, Tuan Edbert langsung menghadiahiku mobil pajero. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya, juga tidak mau menerima dan menganggap itu hadiah untuk anak sendiri.Besok Mas Zaki sudah tiba di bandara, aku harus segera pergi dari sini. Masalah Abel biar saja diurus sama baby sit

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 96

    "Tyas, kamu tidak membawa Abel? Dia butuh ASI kamu!" Tuan Edbert mencekal lenganku ketika sibuk mengemas pakaian. "Tidak!" Aku menarik tangan kasar. "Abel biar diurus sama baby sitter, aku sudah memintanya datang ke sini jika Mas Zaki sudah pulang. Ingat, anak itu tidak boleh muncul di hadapan suamiku, Ed." "Bagaimana jika aku melarangmu?" "Tidak ada yang bisa melarangku!" pungkasku kembali melanjutkan aktivitas. Ponsel berdering, aku langsung mengangkat telepon itu. Rupanya Zara. Dia sudah izin pada orangtuanya dan segera menuju ke sini untuk mengurus Abel. Sekilas aku melihat pada bayi mungil yang sedang terlelap itu. Entah kenapa jiwa keibuanku bangkit, segera aku mendekat. Akan tetapi, bisikan lain memintaku menjauh atau rumah tanggaku akan hancur. Jika Abel Addison aku bawa ke rumah, maka amarah Mas Zaki bisa bangkit lagi karena bulan kemarin saat kami teleponan, aku mengaku selama ini ada di rumah bersama Lia dan juga ibu. "Utami, Pak Damar sudah siap?" tanyaku begitu sele

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 97

    Ponsel sejak kemarin ini tidak aku aktifkan karena sibuk mengobati rindu, sekarang pun berkutat di dapur memasak makanan kesukaan Mas Zaki. Katanya dia sudah sangat rindu dengan masakan istri tercinta. Sayur asem memang menjadi kesukaan suamiku sejak dulu, tetapi kali ini aku memasak opor ayam. Makanan yang tidak ada duanya bagi Mas Zaki. Setelah selesai, aku duduk di samping kirinya dan menempatkan nasi di piring serta mendekatkan semangkuk besar opor itu biar dia sendiri yang menakar sesuai keinginannya. "Makan yang banyak biar kuat nanti malem!" bisikku membuat Mas Zaki mengacungkan jempol. Dia pun makan dengan sangat lahap seperti orang lapar selama sebulan. Sementara ibu dan Lia sibuk dengan dunianya sendiri. Hanya butuh waktu lima menit, Mas Zaki sudah kembali menyodorkan piring minta nambah nasi. Aku hanya geleng-geleng kepala lantas meletakkan nasi yang mengepul itu. "Lia Sayang, makan yang banyak juga ya biar cepet besar. Nanti kita ke mall beli boneka besar sama baju ba

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 98

    "Kapan kamu daftar kerja, Mas?" tanyaku basa-basi begitu melihat Mas Zaki keluar dari kamar mandi.Aroma sabun menguar dalam rongga hidung. Aku sampai tergoda, tetapi berusaha menahan. Apalagi baru selesai melahirkan empat bulan kemarin.Untung saja Mas Zaki bukan tipe laki-laki yang tahan sampai dua jam, jadi aku tidak terlalu mengeluh dibuatnya. Lagian dia juga pengertian dan tidak pernah memaksa."Bulan depan saja. Mas mau istirahat dulu bareng kamu yang penting kan ada makan. Nanti mas ngasih modal juga. Intinya kita mulai kerja bulan depan karena harus mesra-mesraan dulu setelah lama LDR," jawab Mas Zaki menaik-turunkan alisnya.Aku hanya senyum-senyum masam melihat tingkahnya yang seperti pengantin baru saja. Mas Zaki sudah selesai mengenakan kaos dan celana bahan, kemudian duduk di dekatku. Kebiasaan kami selama ini adalah saling membantu. Jadi, kalau Mas Zaki selesai keramas, maka aku akan mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Sayang sekali alat itu belum ada di sini, jad

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 99

    Hari beranjak siang, kami sudah duduk di cafe dekat rumah. Konon tempat ini adalah milik teman Mas Zaki, tetapi karena bangkrut akhirnya dipindah tangan kepada orang lain.Tak kusangka cafe yang pernah bangkrut kini kembali berdiri dengan tampilan mewah dan pelayanan yang super sempurna. Tersedia pula makanan china di sini, salah satunya fuyunghai."Dia akan datang?""Iya, Mas. Mungkin sebentar lagi sampai." Aku mengulum senyum, kemudian melirik ke pintu. "Nah, itu Bu Yola," lanjutku seraya mengangkat tangan.Bu Yola melangkah santai mendekati kami, penampilannya kini jauh lebih berwibawa. Walau sudah setengah abad, dia tetap saja terlihat muda sepuluh tahun dari usia aslinya.Saat sudah tiba, dia langsung menatap sendu pada Mas Zaki. Di matanya terpancar binar kerinduan hingga kelopak indah itu berkedip beberapa kali."Bu Yola, ini Mas Zaki.""Benar kamu ini Zaki?""Iya, aku Muhammad Zaki Abdullah," jawab Zaki sekenanya.Aku merasa suamiku itu masih belum terlalu menerima kehadiran B

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 100

    Sore hari kami baru tiba di rumah, tetapi aku sedikit terkejut melihat sandal perempuan di teras depan. Jika diperhatikan, sandal itu sangat tidak asing.Mas Zaki memicingkan mata, ternyata bukan aku hanya fokus pada sandal tsrsebut. Genggaman tangannya terlepas, kemudian mendekat ke pintu."Hallo, Zaki!"Tiba-tiba Nyonya Aluma muncul dari dalam rumah dengan senyum merekah sempurna. Bibirnya merah semerah delima itu bergerak perlahan tanpa suara, matanya menatap remeh penuh arti.Perempuan itu mengikis jarak masih dengan senyum merekahnya. Tidak dapat disangkal, jantung bertalu cepat karena khawatir rahasia dikuak saat ini juga padahal malam nanti kami harus dinas."Zaki, rupanya kamu sudah bisa berdiri tanpa bantuan tongkat. Aku ucapkan selamat!" Nyonya Aluma mengulurkan tangan kanannya yang seputih pualam.Bukannya menerima uluran tangan itu, Mas Zaki malah menepisnya kasar, lalu tersenyum sinis. "Tentu saja.""Bagaimana kalau kita mengobrol di dalam? Tidak enak dilihat tetangga kal

Bab terbaru

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 120

    Mas Bayu sudah dibawa oleh pihak berwajib kemarin sementara Tuan Edbert baru saja dimakamkan. Aku tidak tega melihat Nyonya Aluma terus menangis di atas gundukan tanah itu.Akan tetapi, lebih menyakitkan lagi melihat Maria yang tersenyum padahal matanya menampilkan binar luka. Aku tidak sanggup menyaksikan pemandangan ini."Aku harus kembali ke Detroit untuk memulai lembaran baru. Tenang saja, Islam sudah ada dalam hatiku, aku tidak akan melakukan hal yang dilarang dalam agama," tutur Maria.Mendengar itu aku langsung memeluknya penuh haru. Rasa rindu seketika menyeruak dalam dada padahal aku sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan Maria. Dia perempuan baik, mungkin itu yang bisa menjadi alasan."Terimakasih atas bantuan kamu selama ini, Maria!" balasku.Perempuan itu tersenyum, kemudian menaiki mobil alphard hitam dan meninggalkan lokasi pemakaman yang sudah mulai sepi. Mbak Utami tidak ada di sini karena dia pulang ke rumah orangtuanya mengadu nasib di sana.Sementara ibu m

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 119

    "Ya, dia ibu kita, Zaki.""Kenapa ibu seperti itu?""Aku menyandranya di rumah ini karena sudah menduga banyak kemungkinan. Andai kamu tahu dalam beberapa hari saja dia sudah serusak itu karena aku terus menyuntikkan racun dalam tubuhnya yang tua itu!""Apa?""Sekarang kamu harus memilih antara menyelamatkan ibu kandungmu atau melepas Tyas untukku!" Tuan Edbert melipat kedua tangan di depan dada.Setelah itu matanya memberi isyarat yang tidak kami mengerti pada Mas Bayu. Di detik yang sama lelaki yang menjadi suami Mbak Utami itu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya di kepala Bu Yola.Kami semua tercengang. Aku ingin melarang, tetapi bibir terlalu kaku untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Bukan hanya aku, bahkan Mbak Utami pun hanya bisa melotot sembari membekap mulut dengan kedua tangannya."Tidak ada hakmu untuk melakukan ini, Ed! Bu Yola adalah ibumu sementara Tyas adalah istri dari kakak kandung kamu!" sentak Maria dengan emosi yang meluap-luap."Kenapa aku tidak memiliki hak? K

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 118

    "Tidak, kamu salah! Aluma sendiri yang tidak pernah menginginkan anak dariku makanya aku sampai mencari istri simpanan," elak Tuan Edbert."Bagaimana mungkin dia tidak menginginkan anak dari lelaki yang dia cintai, Ed. Apa kamu lupa kalau Aluma merebut kamu dariku?""Dia hanya menginginkan aku, tetapi tidak sampai memiliki anak.""Dia menginginkan anak darimu, Ed. Aluma tidak ingin perempuan lain melahirkan anakmu," selaku.Tuan Edbert membuang pandangan. Dia bersikukuh kalau Nyonya Aluma sama sekali tidak mau melahirkan anak karena bisa merusak postur tubuhnya yang indah.Sementara itu aku terus menentang karena yakin Nyonya Aluma sebenarnya ingin, tetapi Tuan Edbert yang selalu menolak. Bagaimana pun lelaki itu tidak pernah mencintai istrinya.Padahal memang bagus mencintai lelaki yang memikat hati, tetapi lebih bagus lagi mencintai lelaki yang telah menikahi kita. Cinta itu agung dan luas maknanya, tidak boleh disalahgunakan oleh mereka yang hanya mengedepankan ego dan nafsu belaka

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 117

    Kembali aku merasa lega ketika Tuan Edbert kembali ke kamar utamanya. Dia pasti bahagia karena sudah melakukan permainan selama dua jam lebih menurut cerita Nyonya Aluma yang kini bersembunyi di kamar sebelah.Dia mengaku lelah dan lekas tidur, untung saja tadi malam dia tidak ketiduran sampai pagi atau Tuan Edbert akan marah besar. Aku kasihan karena ternyata perempuan itu menunggu fajar.Untung saja Tuan Edbert tidak banyak bertanya ketika melihatku sudah duduk di meja rias padahal baru pukul enam pagi. Aku tidak mandi melainkan hanya mencuci muka saja karena khawatir dia menyusul dan mengulangi permainan tadi malam."Nona, ada seseorang yang mencari Anda!" kata salah seorang pelayan."Siapa?""Aku melihat Maria, Utami dan seorang lelaki, Nona." Pelayan itu menjawab dengan suara pelan.Aku langsung beranjak dari tempat duduk untuk menemui mereka. Tidak butuh waktu lama karena aku menuruni anak tangga dengan langkah tergesa. Mas Zaki sepertinya rindu berat sehingga langsung membawaku

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 116

    PoV Tyas AryaniBahkan hingga matahari sudah berada di ufuk barat pun aku tetap tidak menemukan ide untuk pergi dari sini. Terutama karena Mbak Utami sudah tidak bekerja sebagai pelayan. Ingin mengobrol dengan Mas Bayu juga enggan.Entah Tuan Edbert ada di mana karena sejak tadi aku menolak ke luar kamar ketika dipanggil pelayan untuk makan siang. Mereka malah langsung membawa makanan itu ketika aku perintahkan.Rasa malas beranjak menguasai jiwa. Bahkan untuk menoleh pun aku enggan. Akan tetapi, ketukan di pintu berhasil membuatku terusik."Pergi atau kuhabisi kau!" teriakku penuh emosi."Keluar jika kamu berani!" sentak suara itu.Aku terkejut bukan main. Ternyata Nyonya Aluma kembali datang padahal aku berharap dia sudah meninggal dunia. Kedatangannya ke sini begitu menganggu, dengan cepat aku beranjak melangkah cepat menujunya.Mata kami saling beradu. Kini tidak ada rasa takut dalam jiwa ketika bertemu Nyonya Aluma. Sekalipun dia tetap sekeji dulu, aku tidak akan mundur walau sel

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 115

    Setelah kepergian Zaki, Utami lekas membuka pintu kamar itu dan menyambar ponsel yang tergeletak manja di nakas. Dia mulai mengotak-atik kontak mencari nama Maria di sana. Tidak lama karena hanya ada sedikit kontak, itu pun tertera dengan nama Veriel Maria. Untung saja nama itu pernah didengar langsung oleh Utami. Dia menyalin kontak Maria ke dalam ponselnya, kemudian melakukan panggilan telepon. Hanya berdering, tanpa ada jawaban. Namun, Utami tidak ingin putus asa sehingga dia terus menelepon. "Halo?" sapa Maria di balik telepon setelah panggilan ke delapan. "Ini Maria, kan? Aku Utami." "Ada apa?" "Kamu harus membantuku menemukan Tyas. Apa kamu bisa ke sini sekarang? Aku tidak bisa menjelaskannya via telepon. Aku mohon." "Ke mana?" "Rumah ibu mertuaku." Sedikit lama mereka berbincang sebelum akhirnya menutup telepon. Utami bernapas lega begitu Maria setuju akan membantu sampai menemukan titik terang. Dua jam menunggu dengan gamang, akhirnya Maria datang juga. Dia cantik sep

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 114

    PoV AUTHORBahkan sudah tengah malam, Haura masih terus berbalas pesan dengan Tyas. Dia memaksa perempuan itu keluar rumah untuk membicarakan hal penting.Awalnya Tyas menolak karena takut diculik, tetapi Haura bilang datang seorang diri diantar Pak Damar. Akhirnya, perempuan malang itu keluar juga.Mereka bertemu di depan rumah, Haura terus mengalihkan perhatian Tyas agar tidak melihat seorang pelayan perempuan menyelinap masuk rumah menuju kamar dan meletakkan secarik kertas di sana.Setelah pelayan itu keluar, Haura tersenyum ramah. "Baiklah, jadi aku harus bilang pada Edbert kalau kamu belum mendapat izin suami?""Betul. Katakan seperti itu saja.""Baiklah. Kalau begitu aku pamit." Haura masuk ke mobil, kemudian meninggalkan Tyas seorang diri.Perempuan itu tersenyum lega, tetapi hanya sesaat karena kini tangannya dicekal kuat oleh seseorang sementara mulutnya dibekap. Dia ingin meminta tolong, tetapi sudah pingsan oleh obat bius.Mereka membawa Tyas pergi dari sana dan tentu saja

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 113

    Mbak, aku gak bisa mengkhianati Mas Zaki untuk kedua kalinya. Kita harus menemukan cara lain untuk bisa lepas dari sini. Kebohongan seapik gimana pun kita sembunyikan, tetap saja akan ketahuan nantinya.""Tidak jika Tuan Edbert campur tangan!""Bagaimana dengan Abel, Mbak? Bukannya kemarin Tuan Edbert campur tangan, kemudian dia sendiri yang membeberkan hal itu pada Mas Zaki? Aku sudah mendapatkan ridha dan kepercayaannya, mana mungkin mau merusak lagi.""Kalau begitu ... kita coba berpikir cara lain. Jika aku bisa membantumu, maka kamu harus membantuku keluar dari sini. Gimana?""Oke."Mbak Utami memutar otak sementara aku merebahkan diri di tempat tidur. Ingin mengabari Mas Zaki, tetapi ponsel tertinggal di rumah. Memang bisa meminjam, tetapi prasangka lain kembali hadir.Kalau aku mengabari Mas Zaki bahwa kemarin itu orang suruhan Tuan Edbert, tentu dia akan semakin marah dan bisa jadi mengira aku telah bersekongkol dengan mereka.Sementara matahari sudah semakin dekat ke peraduan,

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 112

    Sesampainya di rumah sakit, Haura tidak pernah melepas cekalan tangannya. Untung saja tadi aku sempat berganti pakaian sekalipun hanya memakai sandal rumahan. Kami menuju ke ruang perawatan bayi. Beberapa orang melirik kami, mungkin menyangka aku perempuan yang kurang waras karena belum mandi juga tidak menyisir rambut. "Tyas!" Tuan Edbert langsung menarikku dari Haura dan membawa tubuh ini dalam pelukannya. Aku ingin melepaskan pelukan itu, tetapi Tuan Edbert menangis pilu. Rasa iba menyeruak dalam dada hingga aku balas memeluk berusaha menenangkannya. Memang sedikit risih dan takut karena kembali berkhianat, tetapi Tuan Edbert membutuhkan pelukanku. Dia sedang rapuh melihat anak kami sedang dirawat. "Abel sakit apa, Ed?" tanyaku setelah dia mengurai pelukan. Mata yang biasa menyalak tajam itu berubah teduh. Bulir bening tidak berhenti mengalir di sana. Aku bisa merasakan bagaiman sakitnya hati Tuan Edbert kini. "Meningitis," jawabnya pelan. Kedua mataku membola mendengar itu.

DMCA.com Protection Status