Ponsel sejak kemarin ini tidak aku aktifkan karena sibuk mengobati rindu, sekarang pun berkutat di dapur memasak makanan kesukaan Mas Zaki. Katanya dia sudah sangat rindu dengan masakan istri tercinta. Sayur asem memang menjadi kesukaan suamiku sejak dulu, tetapi kali ini aku memasak opor ayam. Makanan yang tidak ada duanya bagi Mas Zaki. Setelah selesai, aku duduk di samping kirinya dan menempatkan nasi di piring serta mendekatkan semangkuk besar opor itu biar dia sendiri yang menakar sesuai keinginannya. "Makan yang banyak biar kuat nanti malem!" bisikku membuat Mas Zaki mengacungkan jempol. Dia pun makan dengan sangat lahap seperti orang lapar selama sebulan. Sementara ibu dan Lia sibuk dengan dunianya sendiri. Hanya butuh waktu lima menit, Mas Zaki sudah kembali menyodorkan piring minta nambah nasi. Aku hanya geleng-geleng kepala lantas meletakkan nasi yang mengepul itu. "Lia Sayang, makan yang banyak juga ya biar cepet besar. Nanti kita ke mall beli boneka besar sama baju ba
"Kapan kamu daftar kerja, Mas?" tanyaku basa-basi begitu melihat Mas Zaki keluar dari kamar mandi.Aroma sabun menguar dalam rongga hidung. Aku sampai tergoda, tetapi berusaha menahan. Apalagi baru selesai melahirkan empat bulan kemarin.Untung saja Mas Zaki bukan tipe laki-laki yang tahan sampai dua jam, jadi aku tidak terlalu mengeluh dibuatnya. Lagian dia juga pengertian dan tidak pernah memaksa."Bulan depan saja. Mas mau istirahat dulu bareng kamu yang penting kan ada makan. Nanti mas ngasih modal juga. Intinya kita mulai kerja bulan depan karena harus mesra-mesraan dulu setelah lama LDR," jawab Mas Zaki menaik-turunkan alisnya.Aku hanya senyum-senyum masam melihat tingkahnya yang seperti pengantin baru saja. Mas Zaki sudah selesai mengenakan kaos dan celana bahan, kemudian duduk di dekatku. Kebiasaan kami selama ini adalah saling membantu. Jadi, kalau Mas Zaki selesai keramas, maka aku akan mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Sayang sekali alat itu belum ada di sini, jad
Hari beranjak siang, kami sudah duduk di cafe dekat rumah. Konon tempat ini adalah milik teman Mas Zaki, tetapi karena bangkrut akhirnya dipindah tangan kepada orang lain.Tak kusangka cafe yang pernah bangkrut kini kembali berdiri dengan tampilan mewah dan pelayanan yang super sempurna. Tersedia pula makanan china di sini, salah satunya fuyunghai."Dia akan datang?""Iya, Mas. Mungkin sebentar lagi sampai." Aku mengulum senyum, kemudian melirik ke pintu. "Nah, itu Bu Yola," lanjutku seraya mengangkat tangan.Bu Yola melangkah santai mendekati kami, penampilannya kini jauh lebih berwibawa. Walau sudah setengah abad, dia tetap saja terlihat muda sepuluh tahun dari usia aslinya.Saat sudah tiba, dia langsung menatap sendu pada Mas Zaki. Di matanya terpancar binar kerinduan hingga kelopak indah itu berkedip beberapa kali."Bu Yola, ini Mas Zaki.""Benar kamu ini Zaki?""Iya, aku Muhammad Zaki Abdullah," jawab Zaki sekenanya.Aku merasa suamiku itu masih belum terlalu menerima kehadiran B
Sore hari kami baru tiba di rumah, tetapi aku sedikit terkejut melihat sandal perempuan di teras depan. Jika diperhatikan, sandal itu sangat tidak asing.Mas Zaki memicingkan mata, ternyata bukan aku hanya fokus pada sandal tsrsebut. Genggaman tangannya terlepas, kemudian mendekat ke pintu."Hallo, Zaki!"Tiba-tiba Nyonya Aluma muncul dari dalam rumah dengan senyum merekah sempurna. Bibirnya merah semerah delima itu bergerak perlahan tanpa suara, matanya menatap remeh penuh arti.Perempuan itu mengikis jarak masih dengan senyum merekahnya. Tidak dapat disangkal, jantung bertalu cepat karena khawatir rahasia dikuak saat ini juga padahal malam nanti kami harus dinas."Zaki, rupanya kamu sudah bisa berdiri tanpa bantuan tongkat. Aku ucapkan selamat!" Nyonya Aluma mengulurkan tangan kanannya yang seputih pualam.Bukannya menerima uluran tangan itu, Mas Zaki malah menepisnya kasar, lalu tersenyum sinis. "Tentu saja.""Bagaimana kalau kita mengobrol di dalam? Tidak enak dilihat tetangga kal
POV Bayu Pukul satu dini hari aku masih belum terlelap juga apalagi tenggelam dalam dunia mimpi. Pikiran yang menerawang jauh menyebabkan aku sulit memejamkan mata. Sejak bekerja di sini, ada banyak yang membuatku tidak betah. Selain pisah kamar dengan Utami juga harus melakukan banyak pekerjaan. Termasuk pekerjaan paling berat dan enggan aku tekuni adalah menjadi suruhan Nyonya Aluma. Ya, dia selalu mengajakku kerja sama selama satu tahun ini. Berulang kali aku harus melakukan percobaan pembunuhan. "Bayu, kamu mau membantu aku, kan?" tanya Nyonya Aluma saat itu ketika aku baru selesai memangkas tanaman menggantikan tugas Ramli karena dia tengah sakit. "Membantu apa, Nyonya?" "Mencelakai Tyas. Nanti aku membayarmu seribu USD untuk satu tugas. Bagaimana?" Aku berpikir keras karena sedang butuh uang banyak. Satu tugas sama dengan 14,938,000 IDR, maka berarti aku bisa menabung dan bebas dari sini dalam waktu singkat. Tuan Edbert butuh ganti rugi, jadi jika sudah memiliki tabungan
"Bu, apa benar Tyas bermalam di rumah Tuan Edbert selama aku di Jerman? Jika ya, apa alasannya, Bu?" cecar Mas Zaki.Aku yang sedang menemani Lia bermain boneka memasang telinga baik-baik agar bisa mendengar pembicaraan mereka. Jarak kami juga lumayan, sekitar dua meteran."E ... itu ...." Ibu mertua menatap padaku seolah meminta jawaban. Akan tetapi, aku hanya diam takut Mas Zaki mendapati kami dan semakin mengurangi kepercayaannya. "Benar.""Alasannya?""Tuan Edbert selalu datang ke sini, dia mengancam akan memisahkan Tyas dari Lia kalau tidak menuruti perintahnya," jawab ibu terdengar ragu.Aku mengembus napas lega begitu mendengar jawaban ibu karena tidak berbanding jauh dengan alasan yang aku beri. Mas Zaki mengangguk berharap benar-benar percaya."Jika sudah ibu yang bilang, maka aku percaya," tukas Mas Zaki."Benarkah, Mas? Jadi selama ini kamu gak percaya sama aku saka sekali? Apa lupa kalau ibu pernah bohongin kamu demi maksa aku kerja di rumah Tuan Edbert? Bukan aku berusaha
Bu Yola pergi setelah puas bermain dengan Lia. Dia terus mengatakan bahwa hanya dia lah cucu satu-satunya. Namun, kalimat itu mengingatkanku pada Abel.Tadi malam saja aku bermimpi sedang menyusui dan menimangnya penuh cinta. Anak itu menangis dalam dekapanku, tetapi tidak lama kemudian kami berpisah."Dek, malam tadi kamu meneriakkan nama Abel lagi saat tidur. Siapa dia?" tanya Mas Zaki seolah tahu apa yang sedang mengusik pikiran."Entahlah, Mas. Aku juga bingung siapa Abel itu," bohongku."Memangnya seperti apa mimpimu?""Tidak jelas, Mas. Aku gak bisa menceritakannya karena hanya berupa bayangan." Lagi dan lagi aku berbohong.Mas Zaki mengangguk, lalu izin duduk di depan rumah karena katanya bosan dalam kamar terus. Tentu saja aku setuju karena membenarkan kalimatnya.Siapa pun akan bosan jika hanya duduk dalam rumah. Tidak ada suasana baru atau burung berkicauan. Bagai dipenjara padahal bisa ke mana saja.Ponsel Mas Zaki yang tergeletak di tempat tidur mengusik perhatian. Aku lan
POV AUTHORSatu purnama telah Zaki lalui, dia berencana untuk mendaftar kembali di perusahaaan tempatnya bekerja minggu depan. Ketika dia duduk di depan rumah karena lelah mengurus usaha yang akan dirintis istrinya, tiba-tiba Nyonya Aluma datang."Zaki, kamu harus ikut aku!" tegasnya."Kenapa aku harus ikut kamu?""Bawa dia!" perintah Nyonya membuat Zaki celingak-celinguk.Tanpa dia duga, dua laki-laki bertubuh kekar ke luar dari tempat persembunyian tepat di belakang mobil Zaki yang diparkir sepuluh menit lalu. Dia dicekal, lalu diseret ke mobil.Lelaki malang itu sudah berteriak meminta tolong, tetapi takdir berkata lain. Di belakang pintu rumah memang ada Tyas, posisinya sedang menggendong Lia. Jadi, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa."Ke mana? Kamu mau membawaku ke mana?!" Zaki geram, apalagi sekarang hanya berdua dengan perempuan licik itu."Ke tempat yang seharusnya!" jawab Nyonya Aluma terkikik geli. Dia menambah kecepatan ketika memasuki tol.Zaki pusing ketika mobi