Senyum di wajah yang sempat merekah indah bagai bunga di musim semi seketika pudar laiknya daun kering yang jatuh meninggalkan pohon. Bukan tanpa sebab, semua terjadi karena Maria.Dia melanjutkan kalimat tadi, "tetapi Anda jangan langsung senang dulu, Nona. Kita belum bisa memastikan kapan waktunya untuk membawa Anda keluar dari sini.""Kenapa?""Bertindak ceroboh sama saja menusuk belati di jantung sendiri."Sekalipun memutar otak memaksa untuk paham, aku tidak bisa. Kaki melangkah cepat menghampiri Maria dan membawanya ke ruangan kosong tempatku dikurung dulu atau Nyonya Aluma akan mendengar pembicaraan kami jika dia kembali.Setelah sampai, aku memaksa Maria menjelaskan apa maksudnya ingin membantu, tetapi belum tahu kapan akan bergerak."Anda tidak merasakan aura Nyonya Aluma?""Aku merasakannya. Memang ada apa?""Dia bisa membunuh Anda kapan saja. Nyonya Aluma perempuan yang berani bertindak tanpa rasa takut bahkan ketika Tuan Edbert selingkuh dengan anak seorang pejabat, Nyonya
Louis kembali masuk dengan Nyonya Aluma, aku terkesiap khawatir terjadi sesuatu. Dalam keadaan sekarang, tidak ada yang bisa dilakukan selain tunduk patuh padanya. "Jambak rambutnya!" perintah Nyonya Aluma. Louis langsung menarik rambutku ke kanan, lalu kiri secara bergantian. Ingin rasanya aku muntah apalagi sejak tadi perut belum terisi makanan. Sakit semakin mendominasi ketika Louis menendangku hingga tersungkur ke belakang bersama kursi. Lengan pastilah lebam karena terbentur kasar di lantai. Nyonya Aluma tertawa puas. "Bagus! Aku suka cara kerjamu. Sekarang panggil Maria ke sini!" "Baik, Nyonya!" Nyonya Aluma mendekat, matanya menyalak tajam. Di sana seperti ada semburan api yang siap melahap habis diriku. Tidak ada seulas senyum di bibir manisnya. "Selama ini kamu menikmati uang Edbert, tetapi bukan itu yang membuatku marah!" ketusnya, lalu melempari wajahku dengan uang yang diambil dari tas mahal yang dibawanya. "Uang sebanyak itu cukup untuk membelimu. Pergilah dari sin
"Apa yang sudah terjadi?""Nyonya Aluma memaksa kami untuk mengikat Nona Tyas di ruang bawah tanah, Tuan," jawab Maria cepat."Lalu malam nanti para pelayan diminta untuk meniduri Nona Tyas satu per satu. Kami tidak tahu harus berbuat apa karena takut melawan, makanya aku meminta Maria mengabari Anda," tambah Louis.Pergerakan tangannya begitu lincah melepas tali yang mengikatku di kursi. Rasa sakit akibat ditendang dan dijambak tadi masih terasa, tetapi aku tidak menyimpan dendam pada mereka berdua.Di luar dugaan ternyata niat membantu hanya saja posisinya di rumah ini lemah untuk seorang Nyonya Aluma. Mereka berani sekali mengambil resiko bahkan tidak mengabariku lebih dulu, mungkin agar aktingnya terlihat alami.Perfect! pujiku dalam hati.Sialnya Tuan Edbert malah membawaku dalam pelukannya. Jantung lelaki itu bertalu cepat sekali, hanya saja aku lebih fokus pada Maria yang seketika membuang pandangan."Ed." Aku berusaha melepas pelukannya. Nihil, malah semakin erat."Biarkan sep
"Dia siapa, Ed?!" desakku tidak sabaran. Lelaki itu mematung beberapa saat dengan tatapan kosong. Pekerjaan yang memuakkan adalah apabila menunggu jawaban, tetapi zonk. "Dia Aluma." Tebakanku rupanya benar. Tentu saja perempuan itu yang mengirim foto Verial dan William agar lelaki idamannya percaya. Sekarang aku juga yakin kalau kejadian itu adalah jebakan dan tentang perselingkuhan hanya tuduhan palsu. "Sekarang rahasiamu sudah terbongkar, Ed. Aku pun tidak bisa lagi menyembunyikan rahasiaku lebih lama. Namun, sebelum itu aku ingin bertanya lagi." Tuan Edbert diam. "Apa kamu menyadari bahwa Maria adalah Verial?" "Tentu saja. Tepat pada hari di mana Maria memelukku dari belakang, cerita dan juga tuduhannya di ruang kerjaku. Selama ini aku memang merasa familiar dengan wajahnya, ketika ingatan itu pulih aku semakin sadar, tetapi lebih baik dianggap mati!" "Dia tidak selingkuh, aku bisa menjamin itu. Kedatangannya ke sini dan bekerja sebagai pelayan adalah untuk mencari tahu tent
Setelah kembali berpakaian, aku duduk termangu di tepi tempat tidur. Sejak tadi takut mengeluarkan suara karena Tuan Edbert juga diam. Amarah yang memuncak ternyata bisa merubah kita jadi singa kelaparan.Dosa ini semoga menjadi kali terakhir dalam hidupku. Tuan Edbert awalnya tidak kusalahkan karena mengira aku adalah miliknya. Akan tetapi, setelah kejadian tadi ... dia juga mementingkan ego demi kepuasan sendiri."Temani aku menemui Maria. Dia harus mendapat penjelasan."Aku mengangkat wajah. "Benarkah?"Tuan Edbert yang memang sejak tadi berdiri di depanku mengangguk. Dia mensejajarkan wajah kami hingga kecupan lembut kembali mendarat di dahiku.Kami melangkah beriringan mencari Maria. Tidak terlalu lama karena dia berdiri di dekat tangga. Tuan Edbert mendekat, aku mengekor di belakang."Ikut aku!" perintahnya.Kaki bergerak cepat menuruni anak tangga satu per satu. Tepat di ruang kerja Tuan Edbert, perempuan itu ditarik dalam pelukannya seolah aku tidak melihat mereka."Maafkan ak
"Apa?" Suara Mas Zaki terdengar lirih. Aku menggenggam tangannya, tetapi ditampik kasar."Kamu jangan salah paham, Zaki. Sungguh ini di luar kehendak Nona Tyas. Ada banyak masalah yang dia alami si sana, jadi tolong jangan langsung menuduhnya yang tidak-tidak." Maria menghela napas. "Aku Maria, pelayan yang selalu mendengarkan keluh kesah Nona Tyas. Kalau kamu minta, bisa aku–""Tidak ada yang perlu dijelaskan. Aku hanya ingin bertanya, benar Tyas itu bekerja sebagai istri simpanan Tuan Edbert?" Mas Zaki menatap tajam padaku. Di bola mata itu ada luka yang sangat dalam."Benar." Tuan Edbert yang menjawab. Mas Zaki menunduk dalam, aku memberi kode pada ibu mertua untuk membawa Lia ke kamar."Baik Edbert atau pun istri kamu, semuanya tidak bisa disalahkan karena mereka berdua tertipu. Kamu tahu, Bayu bahkan hadir di hari pernikahannya. Edbert mengira Tyas adalah adik kalian ternyata bukan," jelas Maria."Stop!" Mas Zaki mengangkat tangan, lalu bertanya dengan ketus, "kamu yakin dirimu s
"Ya itu salah kamu sendiri lah!"Dengan mudahnya Mbak Utami menjawab demikian. Dia berani berbuat, tetapi takut bertanggung jawab. Selama ini terlalu angkuh, kini seperti ketakutan."Utami, ya?" Tuan Edbert mengerutkan kening. "Ah ya, aku sampai lupa kamu datang ke rumahku bersama seorang teman demi Tyas, kan? Ada kebohongan saat itu.""Apa? Aku tidak pernah ke rumah Anda, Tuan.""Dengan Sarah kalau tidak salah ingat. Kamu menjelaskan siapa yang minta bukti kalau Tyas memang bekerja sebagai pelayan, makanya melakukan video call. Hari itu Tyas bilang Bu Septi sementara kamu menyebut Sarah." Tuan Edbert menoleh pada Mas Zaki lantas bertanya, "hari itu siapa yang meminta bukti?""Bu Septi." Mas Zaki menjawab singkat, aku senang dia membela. Akan tetapi, senyum tipis di bibirku kembali sirna kala dia melanjutkan, "tetapi keduanya berbohong.""Maksud kamu apa, Mas?" tanyaku ragu."Ya, hari itu kamu bilang bekerja sebagai pelayan nyatanya istri simpanan. Hebat sekali sandiwara kalian dan ya
POV ZAKI"Meyra siapa, Bu?" tanya Tyas setelah menyadari sebuah nama yang asing di telinganya.Sebenarnya aku ingin menerima Tyas kembali, tetapi luka menyapu sekujur tubuh. Jangankan mendengarnya tidur dengan lelaki lain, saling menatap mesra saja hati terbakar api cemburu.Ratusan hari setiap fajar menyingsing aku selalu menatap pintu kamar berharap Tyas muncul dari sana. Bahkan tidak jarang aku sengaja menunggu di depan rumah walau tahu itu tidak mungkin terjadi.Mencintai Tyas sepenuh hati adalah hal tidak terduga dalam hidupku. Sekalipun tahu dia telah menikah lagi, sengaja atau jebakan, hati ini masih menaruh cinta padanya.Aku tidak tahan menahan rindu dan ingin mendekapnya lama, tetapi egoku melarang itu. Entah kenapa luka di hati membuatku muak mendengar semua penjelasannya.Sekarang sudah telat untuk menerima karena ibu berdiri di sisinya. Aku menunduk merasa bersalah karena masa lalu yang selalu menjadi rahasiaku dengan Tuhan."Zaki pernah selingkuh di belakangmu dengan per