"Apa?" Suara Mas Zaki terdengar lirih. Aku menggenggam tangannya, tetapi ditampik kasar."Kamu jangan salah paham, Zaki. Sungguh ini di luar kehendak Nona Tyas. Ada banyak masalah yang dia alami si sana, jadi tolong jangan langsung menuduhnya yang tidak-tidak." Maria menghela napas. "Aku Maria, pelayan yang selalu mendengarkan keluh kesah Nona Tyas. Kalau kamu minta, bisa aku–""Tidak ada yang perlu dijelaskan. Aku hanya ingin bertanya, benar Tyas itu bekerja sebagai istri simpanan Tuan Edbert?" Mas Zaki menatap tajam padaku. Di bola mata itu ada luka yang sangat dalam."Benar." Tuan Edbert yang menjawab. Mas Zaki menunduk dalam, aku memberi kode pada ibu mertua untuk membawa Lia ke kamar."Baik Edbert atau pun istri kamu, semuanya tidak bisa disalahkan karena mereka berdua tertipu. Kamu tahu, Bayu bahkan hadir di hari pernikahannya. Edbert mengira Tyas adalah adik kalian ternyata bukan," jelas Maria."Stop!" Mas Zaki mengangkat tangan, lalu bertanya dengan ketus, "kamu yakin dirimu s
"Ya itu salah kamu sendiri lah!"Dengan mudahnya Mbak Utami menjawab demikian. Dia berani berbuat, tetapi takut bertanggung jawab. Selama ini terlalu angkuh, kini seperti ketakutan."Utami, ya?" Tuan Edbert mengerutkan kening. "Ah ya, aku sampai lupa kamu datang ke rumahku bersama seorang teman demi Tyas, kan? Ada kebohongan saat itu.""Apa? Aku tidak pernah ke rumah Anda, Tuan.""Dengan Sarah kalau tidak salah ingat. Kamu menjelaskan siapa yang minta bukti kalau Tyas memang bekerja sebagai pelayan, makanya melakukan video call. Hari itu Tyas bilang Bu Septi sementara kamu menyebut Sarah." Tuan Edbert menoleh pada Mas Zaki lantas bertanya, "hari itu siapa yang meminta bukti?""Bu Septi." Mas Zaki menjawab singkat, aku senang dia membela. Akan tetapi, senyum tipis di bibirku kembali sirna kala dia melanjutkan, "tetapi keduanya berbohong.""Maksud kamu apa, Mas?" tanyaku ragu."Ya, hari itu kamu bilang bekerja sebagai pelayan nyatanya istri simpanan. Hebat sekali sandiwara kalian dan ya
POV ZAKI"Meyra siapa, Bu?" tanya Tyas setelah menyadari sebuah nama yang asing di telinganya.Sebenarnya aku ingin menerima Tyas kembali, tetapi luka menyapu sekujur tubuh. Jangankan mendengarnya tidur dengan lelaki lain, saling menatap mesra saja hati terbakar api cemburu.Ratusan hari setiap fajar menyingsing aku selalu menatap pintu kamar berharap Tyas muncul dari sana. Bahkan tidak jarang aku sengaja menunggu di depan rumah walau tahu itu tidak mungkin terjadi.Mencintai Tyas sepenuh hati adalah hal tidak terduga dalam hidupku. Sekalipun tahu dia telah menikah lagi, sengaja atau jebakan, hati ini masih menaruh cinta padanya.Aku tidak tahan menahan rindu dan ingin mendekapnya lama, tetapi egoku melarang itu. Entah kenapa luka di hati membuatku muak mendengar semua penjelasannya.Sekarang sudah telat untuk menerima karena ibu berdiri di sisinya. Aku menunduk merasa bersalah karena masa lalu yang selalu menjadi rahasiaku dengan Tuhan."Zaki pernah selingkuh di belakangmu dengan per
Raga terpaku di ambang pintu, tetapi pikiran meraja lela. Teringat masa lalu di mana aku melakukan satu kesalahan besar dengan berusaha menghadirkan sosok Meyra dalam hati dan pikiran.Kala itu dua tahun lalu, aku tidak sengaja menubruk seorang perempuan. Dia cantik dan terlihat menawan, ke mana-mana selalu memakai mobil pribadi.Sebuah perkenalan singkat yang berujung cinta. Cinta yang salah tepatnya karena Meyra juga punya kekasih saat itu. Kami sama-sama mengetahui, tetapi hati meminta melanjutkan hubungan terlarang itu."Aku senang bisa pacaran sama kamu, Sayang," tuturku seraya mengelus lembut punggung tangannya.Meyra tersenyum malu, wajahnya merona. "Kenapa gitu, Mas?""Karena kamu selalu memberi perhatian lebih sama aku. Berbeda dengan Tyas, sejak melahirkan dia sudah cuek bahkan kadang tidak menjawab ketika aku tanya. Pakaian dibiarkan menumpuk, rumah pun tidak lagi disapu. Ibuku yang melakukan itu semua.""Kalau kita menikah, aku yang akan melakukan itu untukmu, Mas.""Eh, j
Tiga bulan kemudian, aku yang selalu digoda oleh Meyra merasa harus mengakhiri hubungan ini. Perempuan itu bahkan pernah sengaja mencuri cium dariku. Pernah juga dia memasukkan sesuatu yang kuduga obat perangsang dalam minuman yang disuguhkan padaku. Satu keuntungan adalah Meyra mengangkat telepon dari maminya sehingga aku bisa membuang isi gelas tersebut. Tyas sedang tidur siang di kamar, dengan langkah pelan aku menghampiri ibu yang sedang menonton acara televisi dan membawanya masuk kamar. "Bu, aku mau curhat nih!" "Meyra lagi? Kamu sudah mantap menikah dengannya?" Aku menggaruk kepala yang tidak gatal sambil cengengesan. "Bukan, Bu. Mungkin sebaiknya aku menuruti saran Ibu untuk meninggalkan Meyra sebelum perselingkuhan ini diketahui Tyas." "Ya bagus kalau memang benar kamu mau meninggalkan perempuan gatal itu. Sejak dulu ibu tidak suka padanya apalagi pas kamu ngajakin ketemu di cafe, angkuhnya naudzubillah kayak tidak punya Tuhan!" "Tapi kenapa kamu tiba-tiba mau pisah dar
"Satu cara?" Mas Bayu bertanya memastikan.Tuan Edbert mengangguk cepat, lalu minta Maria untuk menjelaskan. Perempuan yang tengah duduk manis itu mengulum senyum."Semua harta Bayu akan disita oleh Tuan Edbert, tentu itu tidak cukup karena sudah beberapa kali meminta untuk dikirimkan uang. Hari pernikahan, setelah itu bahkan jauh hari sebelumnya."Maria melirik pada Mbak Utami sekarang. "Istri Bayu juga memeras Tyas, aku tahu itu sejak dulu karena selalu hadir ketika dia mengirim WhatsApp. Namun, uang yang sangat banyak itu tentu sulit diganti apalagi kami sudah menyatakan menyita harta mereka. Jadi ....""Jadi apa?" tanya Mbak Utami penasaran.Bukan hanya dia, aku pun sama penasarannya. Entah berapa banyak jumlah uang yang mereka habiskan dengan memanfaatkan Tyas—perempuan yang sedang menunduk dalam di sisi kiriku.Maria melirik pada Tuan Edbert seperti bicara dengan bahasa isyarat. Aku semakin bingung dan penasaran dengan keputusan mereka."Bayu dan Utami akan kami bawa ke rumah Tu
"Apa?!" Aku dan Tuan Edbert terkejut bersamaan.Tidak mungkin, seingatku sejak kecil memang tinggal bersama ibu sekeluarga. Lagi pula wajah kami tidak mirip, dia bule sementara aku asli Indonesia.Muhammad Zaki dan Edbert Addison. Ah, itu suatu kemustahilan. Ibu melalukan ini pasti karena ingin mendapat belas kasihan demi anak dan menantunya."Kamu adalah saudara Tuan Edbert. Itu rahasia yang selama ini ibu simpan sesuai amanah ayahmu," kata ibu lagi."Amanah?""Ya, sebenarnya kamu memang bukan anak kandung ibu sama ayah. Kami mengangkatmu sebagai anak karena satu alasan. Amanah mendiang ayahmu adalah agar tidak pernah memberi tahu perkara ini sampai kapan pun. Akan tetapi, ini situasinya darurat.""Maksud Anda apa? Aku hanya dua bersaudara dan tidak ada yang namanya Zaki." Tuan Edbert ikut bersuara.Aku yakin dia juga sama terkejutnya karena tidak pernah tahu hal ini. Jangan sampai ibu hanya bersandiwara berujung penyesalan. Tuan Edbert bisa marah kalau dipermainkan."Aku memang tida
POV AUTHOR-Tahun 1987-Darma sedang sibuk dengan pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga. Dia tinggal bersama seorang majikan yang siap menampungnya dengan suami dan anak sekalian.Suaminya bekerja jadi supir di rumah itu, sementara anaknya sering dibelikan mainan. Hidup Darma berangsur baik selama tiga tahun ini.Yolanda menghampiri Darma yang baru saja selesai menjemur pakaian pada tali yang digantung di belakang rumah sekitar lima meter panjangnya. Perempuan keturunan Skotlandia itu melipat bibir ragu."Bu Yola?" Darma sedikit terkejut ketika perempuan itu memberi sebuah amplop berwarna cokelat. Dia mengira dirinya akan dipecat. "Ini uang apa?"Yolanda menarik tangan Darma melewati pintu dan berhenti di meja makan. Di rumah itu hanya ada mereka berdua karena suaminya pergi ke kantor di antar Santoso sang supir."Kamu tahu suamiku menikah lagi, kan?"Darma mengangguk ragu, dia berusaha menebak apa yang akan disampaikan majikannya itu karena sudah memberi uang yang jumlahnya tidak