Aku memeluk dan mencium leher bagian belakang Adhi yang tidur lelap . Badannya miring menghadap dinding, aroma sabun mandi dan shampoo anti septik membelai hidungku. Aku membelai lengannya, halus sehalus sutera, putih tanpa cela. Selama ini dia dirawat dengan baik dan penuh kasih sayang.Aku belum mendengar cerita masa kecilnya bersama Herlina, apakah Herlina mencintainya dan merawatnya seperti anaknya sendiri? Batinku, mengalihkan tanganku ke kepalanya membelai rambutnya yang ikal.Merasakan belaianku, Adhi membalik membuka matanya lalu memejamkannya kembali. Aku perhatikan gestur wajahnya, baik pinang dibelah dua seperti ayahnya. Tidak heran kalau opanya, ayah oom Bulus menyayanginya dan berkeinginan menjadikannya pewaris utama.“Nak, kamu akan menjadi mangsa mereka yang haus akan harta. Oom mu si bangsat dan keluarga lainnya tentu sangat ingin menjadi pewaris utama.Mama tidak ikhlas, lebih baik kita melepaskannya daripada kamu harus menjadi tumbal papamu.” Bisikku lirih.Karena lel
Aku merenggangkan badanku di tempat tidur, rasa lelah karena perjalanan dari Jakarta ke Bogor, kemudian ke villa dan perbincangan dengan oom Bulus yang masih menyimpan kemisteriusan bagiku.Tawarannya jika aku menikan dengannya, aku langsung sebagai ibu biologis Adhi, kemudian dia menceraikanku dan aku boleh kembali ke LA membawa Adhi.Menurutku tawarannya sangat tidak masuk akal, menikah dengannya lalu menceraikanku.Apakah dia merencanakan sesuatu dibalik ketidak tahuanku? Benaknya psarat dengan pertanyaan yang tidak bisa dijawab, hanya oom Bulus yang bisa menjawabnya.“Mungkin besok pagi aku tanyakan padanya apa yang berkelebat dalam benakku. Ada rasa penasaran.” Kataku bermonolog sendiri.Aku kemudian menarik selimut ketika merasakan udara dari sejuk berubah menjadi dingin, mematikan AC , memejamkan mataku untuk memaksakan agar diriku tertidur. Aku terbangun dari tidur ketika mendengar suara di halaman. Oom Herkules dan oom Bulus sedang membicarakan sesuatu.Terdengar kegelisahan dala
Kata-kata Oom Bulus yang menggerutu ketika melenggang keluar , memikirkan sebab dan akibat yang ada pada keluarganya meninggalkanku begitu saja seolah-olah sekedar menginformasikan kepadaku yang sebenarnya tidak kumengerti maksud dibalik kata-katanya.Apakah ada hubungannya dengan tawarannya? Batinku.Aku mengacuhkan apa yang terpikir, aku mencari Adhi yang sedang menangis dibujuk oleh ibu pengurus villa.Aku memandang ibu pengurus yang sedang membujuk dan menenangkan Adhi. Aku memandang lurus ke arah ibu pengurus villa yang berjongkok di depan Adhi yang sedang duduk di kursi taman. Jarak mereka denganku agak dekat tapi aku berlindung di balik pilar sehingga mereka tidak tahu keberadaanku.“Papamu tidak bisa membawa den Bagus, papa harus ngurus penguburan bapak tua.”“Adhi ingin melihat opa, kapan lagi Adhi bisa melihat opa?” .“Bukankah den Bagus sudah melihat bapak tua sebelum berangkat ke villa?” tanya ibu pengurus villa.“Iya waktu itu opa masih hidup kasih Adhi uang, sekarang opa
“Selamat pagi mama,”sapa Adhi yang melihatku ke luar dari kamar tidur menuju ruang makan.“Selamat pagi sayang,” sapaku juga.Oom Bulus menatap kami bergantian,”Mama?” tanyanya.“Mama itu keren lho, Adhi ajar main games, cepat sekali mama ngerti. Juga mama pandai cerita dongeng sebelum tidur.”“Oh, ya. Siapa yang lebih keren papa atau mama?” tanya oom Bulus memancing persaingan antara dia dan aku.“Dua-duanya keren! “ kata Adhi lalu mengajakku duduk di sampingnya.Oom Bulus menyandarkan tubuhnya pada bahu kursi menatapku, “ Aku hanya mengajarkan dia tentang menghargai orang lain, meluangkan dari waktu yang tinggal sedikit bermain games dengannya dan menemani makan malam jika tidak ada makan malam bisnis dan menemaninya tidur. Sejak keluar dari rumah prodeo waktuku lebih banyak dengannya. Itulah dia selalu mengatakan papaku keren.”“Mama juga keren, kata mama dia tidak akan tinggalkan Adhi dan papa. Mama bilang cinta suami isteri bisa hilang, cinta ayah dan ibu pada anaknya tidak bisa h
Aku tidak teringat berapa lama aku tertidur lelap.Aku membuka mataku menatap ke langit-langit, mengitari sekelilingnya, udara dingin menerpa tubuhku yang telanjang, melihat diriku telanjang aku baru teringat akan permainan panas dari pagi sampai siang. Kami beberapa kali melakukannya, seluruh permainan di dominasi oleh dia. Kata-katanya kembali terngiang di telingaku.”Aku menuntut rapel, selama lima tahun aku hanya melakukan sendiri dengan bayangan dirimu. Sekarang bukan bayangan, tubuh hangatmu terasa di tubuhku, gelenjarmu menyengat tubuhku membuatku ingin terus menikmati yang sudah lama tidak kunikmati.”Aku menarik selimut, suasana kamar temaram, hanya mengandalkan sisa matahari yang sebentar lagi akan terbenam, menarik badanku yang terasa ngilu ,di bawah sana berdenyut menyisakan rasa perih, nikmat, aku menggelinjang ketika selimut tidak sengaja masuk ke dalam bukit indah di bawahku.“Kemana dia?” kataku berbicara sendiri.“Aku di sini.” Terdengar suara berat, terdengar gesekan s
Kami tidur bertiga, Adhi di tengah memelukku erat ditatap papanya dengan senyum bahagia.“Dia menerimamu,” bisiknya.“Aku cinta mama,” terdengar suara Adhi.Kami berdua tersenyum,” Papa sudah dilupakan?” tanya papanya.“No, still love you dad,” bisiknya.“Kenapa papa tidak dipeluk?”“Mama enak dipeluk baunya harum, telapak tangan mama halus jika membelaiku.”“Hmmhh.”Dengus papanya.Aku membelai rambutnya, mengelus jidadnya yang menonjol.“Jidadnya milikmu.” Bisik papanya, menggapai tanganku yang membelai jidad Adhi.“I love you,” bisikku ketika Adhi membuka separuh matanya.“I love you too mom,” bisiknya kemudian memejamkan matanya.Papanya tidak mau kalah, berbisik di telinga Adhi,” I love you my boy.”“I love you dad,” terdengar suara Adhi semakin lirih.Tidak lama terdengar dengkuran halus, aku mencium bibirnya yang kemerahan diikuti oleh papanya memberi kode kepadaku menunjuk ke arah pavilyun.“Tunggu, sampai dia betul-betul terlelap,” bisikku lirih.“Aku menunggumu di pavilyun, a
Sejak kami menjalin kembali hubungan yang terputus selama lima tahun, Oom Bulus semakin romantis, aku berusaha mengimbangi keromantisannya. Malam semakin larut, aku yang berbaring tak berdaya disampingnya,merasakan rasa tidak nyaman di bawah karena beberapa kali aku mengeluarkan cairan bercampur dengan cairan yang dikeluarkan Oom Bulus.Oom Bulus dan profesor mempunyai hasrat seksual yang tinggi, bersama mereka hasrat seksualku terkontiminasi, disentuh bagian sensitifku ,membuatku melenjit ingin dipuaskan. Seperti yang baru kami lakukan, kontak fisik yang dilakukan Oom Bulus berakhir dengan percintaan yang semakin membara.Aku menarik diri dari pelukan oom Bulus, merasakan ada gerakan oom Bulus membuka matanya.“Mau kemana?” bisiknya parau.“Membersihkan .”“Kita lakukan bersama,” katanya lalu bangun, duduk di pinggir tempat tidur,menunjukkan tangannya agar aku memeluknya dari belakang.Kedua tangannya yang kokoh mengangkatku , aku menyender pada pundaknya, digendongnya aku menuju ke
Kembali ke Jakarta, kami bertiga dengan Oom Herkules sebagai supir. Adhi tidak henti-hentinya mengoceh, apa saja ditanyakan, Aku dengan sabar menjawab dan menjelaskannya, kadang-kadang papanya ikut nimbrung. Kami singgah di rest area untuk istirahat, makan siang kemudian melanjutkan perjalanan. Adhi sudah terlelap karena kelelahan, kepalanya di pahaku dan tubuhnya yang lain di paha Oom Bulus. Tidurnya Adhi saat yang dinantikan Oom Bulus, dia merengkuh pinggangku.“Jangan macam-macam, oom Herkules bisa melihat kita.”“Dia fokus ke jalan raya, tidak mungkin dia menoleh ke belakang.”“Dia bisa lihat dari kaca spion. Kendalikan dirimu,”bisikku.Oom Bulus membalas dengan senyum kecil di bibir. Aku memejamkan mataku, rasa kantuk yang luar biasa sulit kutahan, tanpa sadar aku merebahkan kepalaku di bahu Oom Bulus yang membiarkan bahunya termpat kepalaku bersandar cantik di bahunya yang sudah terlihat kokoh. Perjalanan dari Puncak ke Jakarta berjalan dengan lancar, kami tiba di apartemen Boug
“Oom Herku bangunlah, Tuhan masih menjaga anakku, Adhie sudah selamat,”Ujarku.Adhie sudah berhenti menangis, menatap Oom Herku, “Adhie yang salah Oom, Adhie maksa Oom Darman jalan kaki ke gerai ayam goreng,”Ucap Adhie , melepaskan pelukannya berlari ke Oom Herkules, mengajaknya berdiri Ada rasa aku diabaikan ketika Adhie langsung memeluk Oom Herku, aku berusaha tahu diri. Sejak kecil Adhie sudah dalam asuhan Oom Herku, bukan aku. Dissat dia membutuhkan kekuatan dua orang yang dicarinya, daddy dan Oom Herkles. ”Kok Adhie bisa diculik, diculik di sekolah?” tanya Oom Herkules dengan lembut. “Oom Darman dan aku diculik ketika kami akan ke restoran ayam goreng sambil menunggu Oom Herkules jemput kami. Tiba-tiba ada mobil berhenti di depan kami, beberapa orang turun menyergap Oom Darman yang langsung pingsan. Ada satu orang lagi ingin menyergap Adhie tapi Adhie tendang selangkangannya seperti yang daddy ajar, lalu lari sekencang-kencangnya sambil berteriak ,penculik!penculik! Akhirny
Sidang ibu Dewitasari sudah berlangsung demikian juga sidang ujaran kebencian dan pencemaran nama baik masih berlangsung, aku hadir sebagai korban. Kedua sidang menjadi viral di media sosial dan media elektronik karena menyangkut dua nama perusahaan yang terkenal , nama keluarga Hadipranoto yang terkenal sebagai pengusaha sukses yang mampu membuat dua perusahaan diakui keberadaannya.Sidang penghinaan dan pencemaran nama baik terungkap bahwa postingan ibu Kasmawati menyebut jika korban merupakan wanita yang tidak terhormat dan perebut suami orang. Dakwaan jaksa dibantah ibu Kasmawati,” Bukan saya yang mengatakan, saya korban, handphone saya yang dipakai oleh Sari.”Sempat terjadi kericuhan dalam sidang karena dua terdakwa saling menyalahkan. Akhirnya sidang ditunda selama seminggu.Demikian juga sidang ibu Dewitasari, fakta persidangan diketahui bahwa korban, sekuriti PT.Mecu Banun Persada mengalami luka tusukan karena melindungi isteri pemilik PT.Mercu Bangun Persada sehingga pungg
Kedatangan mama membuat suasana rumah menjadi hangat.Mama yang lembut dan penyayang membuat Adhie betah tinggal di rumah. Bukan memanjakan, tapi mama sangat telaten mendengar cerita Adhie tentang aktivitasnya di sekolah, di karate dan les piano. Akupun menggunakan kesem patan membicarakan tawaran pak Koswara.“Apakah Jeje menerimanya?” tanya mama.“Sebenarnya…”“Bukan itu jawaban yang mama kehendaki. Ya atau tidak. Setelah itu jelaskan mengapa memilih Ya dan mengapa memilih Tidak.”Kata mama tegas sambil menatap mataku lekat-lekat ,ciri khas mama jika ingin mengetahui apa isi hatiku. Kadang-kadang mama seperti cenayang , belum kuutarakan mama sudah mengetahui isi hatiku.“Hmm, iya. Tawaran yang menarik, sulit untuk Jeje tolak. Ada kesempatan bagi Jeje mengembangkan ilmu yang Jeje peroleh selama kuliah.”“Lalu masalahnya?”“Anak-anak.” Jawabku.“Suamimu?”“Dia malah menyarankan.”“Take it!” Ujar mama.Mama melihat ada yang ingin kusampaikan, tapi berat untuk menyatakannya.“Mama mengata
Menjadi isteri dan ibu bukanlah impianku. Impianku adalah mendapat gelar doktor kemudian menjadi dosen di universitas terkenal.Ketika aku kembali dalam pelukan daddy sugar yang kemudian menjadi suamiku, impianku ternyata tidak terwujud. Gelar doktor hanya menjadi kebanggaan keluargaku karena dengan gelar itu aku terkenal sebagai doktor di kompleks tempat keluargaku tinggal, ditambah lagi aku menikah dengan orang kaya semakin menaikkan derajat mama di kompleks perumahan.Itulah yang menjadi sebab mamanya Sari dan mamanya Wishnu merasa tersaingi oleh gelar doktor yang ditambahkan di belakang namaku dan kemewahan yang diperoleh mama bukan dariku tapi dari suamiku. Dia memanjakan mama dengan membeli rumah minimalis super mewah lengkap dengan perabotannya. Kartu debit yang diberikan kepada mama membuat mama bisa beli apa yang menjadi keinginannya.Akupun tidak luput dari kemanjaan yang diberikan oleh suamiku. Aku tidak suka membeli baju, tas, sepatu dan sandal ber merek. bagiku itu bukan in
Suamiku sungguh pandai memuaskan diriku. Kami melakukannya di sofa tunggal dengan pose yang disukai suamiku. Setelah melepaskan hasrat dan gairah kami, suamiku menggendongku kemudian membaringkanku di ranjang , akupun tertidur pulas.Suara dengkur membangunkanku. Aku menatap wajah yang dekat dengan wajahku. Mata yang terpejam di atas alis yang tebal. Hidungnya yang mancung , bibir tebal yang mampu membuatku mendesah dan meminta lebih. Aku merasakan napasnya bercampur dengan napasku, “Aku mencintaimu Bulu Sriyanto,” bisikku .Aku mengusap dadanya, meletakkan kepalaku di dadanya, jantungnya berdetak perlahan kemudian berdetak kencang, apakah detak jantungku atau detak jantung suamiku yang berdetak kencang ?Aku menatap suamiku yang masih terlelap, kemudian mengarahkan tanganku ke perut roti sobek . Masih berotot karena suamiku rajin berolahraga, batinku bermonolog sendirian sambil terus meraba tubuh suamiku, mengagumi tubuh polos yang tertidur lelap.Setelah mengagumi suamiku akup
Percintaan kami berawal dari hubungan terlarang yang mengobarkan bara api yang sulit dipadamkan malah membuatku semakin terobsesi padanya. Kebohongan membuat bara api cinta terlarangku padam bagaikan disiram air , kamipun berpisah , tanpa saling komunikasi.Jauh dilubuk hati kami masih tersimpan cinta terlarang . Setelah berpisah bertahun-tahun ,hembusan angin sorga menyatukan cinta terlarang kami. Cinta kami sekarang bukan bara cinta terlarang telah berubah menjadi api cinta di dada kami. Aku sangat mencintai suamiku, demikian juga suamiku. Kami sulit dipisahkan apalagi kalau kami sedang melakukan hubungan romantis maupun hubungan non romantis. Di ranjang, di kantor bahkan dimanapun kami berada kami akan menyatukan tangan kami sebagai tanda bahwa kami adalah satu.Keromantisan kami ditanggapi aneka macam tanggapan, ada yang iri, ada yang merasa kami sangat over acting bahkan ada yang mengatakan sebagai pencitraan pasangan bahagia. Kami tidak pusing yang kami tahu kami saling menci
Aku terus bersujud memohon penampunan atas dosa-dosa masa lampau. Aku membuat perjanjian dengan Tuhan, Tuhan aku berjanji akan menjadi isteri yang baik bagi suamiku jika dia selamat. Menjadi ibu yang baik bagi anak-anak titipanMu kepada ku. Aku dan suamiku berjanji akan menolong orang yang tidak mampu dari rejeki yang Engkau berikan kepada kami. Tuhan, satu permintaanku, selamatkan suamiku. Jangan dulu ambil suamiku. Tuhan, please jangan ambil suamiku. Air mataku terus mengalir , aku tidak menghiraukan kubiarkan saja mengalir, sebagai konsekwensi pilihanku untuk tidak menjerit. Biarlah airmataku saja yang mengalir. Pintu kamar terbuka, mama yang melihatku bersujud di lantai membiarkanku menyelesaikan sembah sujudku ke hadapan Sang Penyelenggara Ilahi. Setelah melihatku tenang dan duduk, mama mendekatiku, membelai punggungku,”Bangunlah , kuatkan dirimu nak,”bisiknya di telingaku. Sekejab aku rasanya tidak mampu bernapas, jantungku berdebar kencang seolah ingin meloncat ke luar dari
Ketika aku sedang menyusui bayiku, ponselku berbunyi, “ Dari nak Sriyanto,”kata mama.Aku bingung menerima atau tidak menerima telepon suamiku, karena sedang menyusui bayiku. Aku mengalami kesulitan karena baru pertama kali aku memberi ASI , dulu Adhie aku tidak menyusuinya karena setelah aku melahirkannya kami dipaksa pisah.“Ma, tolong video call, aku ingin papanya melihat anak kita,”kataku sambil mendekap bayiku dengan menopang tubuhnya pada pangkuanku.Mama membantuku, memasang video call dengan tepat agar suamiku bisa melihat bayi kita. Aku merobah posisi dengan menyandarkan punggung pada sebuah bantal yang disandarkan di sofa Kemudian posisikan kepala bayi sejajar dengan dadaku, bayiku menemukan puting payudara lalu memasukkan bibir kecilnya ke putingku.“Ma, sedang menyusui?” tanya suamiku.“Iya, papa bisa melihat bayi kita?” tanyaku.“Bisa, mmm… rakus banget.” Kata suamiku.Aku menatap ke mama, minta ponselku. Rupanya mama tahu aku ingin bicara pribadi dengan suamiku. Meskipu
Aku terbangun merasakan mulas antara sakit perut biasa atau adanya kontraksi diikuti rasa ingin buang air kecil .Nyeri pada bagian perut, punggung, pangkal paha, dan kram. Dengan susah payah aku bangun ingin buang air kecil di kamar mandi. Sulit rasanya menggerakkan tubuhku , biasanya suami yang mengangkat tubuhku kemudian menggendongku jika akan ke kamar mandi.“Papa…” desisku“Bantu mama….” Kataku ingin rasanya menangis , orang yang kucintai tidak bisa menolongku karena jauh di sana.Butuh perjuangan untuk dapat duduk, aku merasakan celana dalamku basah. Dengan berpegangan pada tembok aku masuk ke kamar mandi, membuka celana . Betapa kagetnya aku melihat lendir kental berwarna agak merah keluar dari v***naku.“Apakah sudah saatnya aku melahirkan?” Bisikku.“Oh Tuhan.Tunda dulu , jangan sekarang, suamiku belum pulang,” bisikku menahan rasa nyeri yang amat sangat.Ketika kembali ke kamar tidur aku merasakan kontraksi lagi. Nyeri di punggung semakin membuatku ingin menjerit.“Tuhan,