Aku merenggangkan badanku di tempat tidur, rasa lelah karena perjalanan dari Jakarta ke Bogor, kemudian ke villa dan perbincangan dengan oom Bulus yang masih menyimpan kemisteriusan bagiku.Tawarannya jika aku menikan dengannya, aku langsung sebagai ibu biologis Adhi, kemudian dia menceraikanku dan aku boleh kembali ke LA membawa Adhi.Menurutku tawarannya sangat tidak masuk akal, menikah dengannya lalu menceraikanku.Apakah dia merencanakan sesuatu dibalik ketidak tahuanku? Benaknya psarat dengan pertanyaan yang tidak bisa dijawab, hanya oom Bulus yang bisa menjawabnya.“Mungkin besok pagi aku tanyakan padanya apa yang berkelebat dalam benakku. Ada rasa penasaran.” Kataku bermonolog sendiri.Aku kemudian menarik selimut ketika merasakan udara dari sejuk berubah menjadi dingin, mematikan AC , memejamkan mataku untuk memaksakan agar diriku tertidur. Aku terbangun dari tidur ketika mendengar suara di halaman. Oom Herkules dan oom Bulus sedang membicarakan sesuatu.Terdengar kegelisahan dala
Kata-kata Oom Bulus yang menggerutu ketika melenggang keluar , memikirkan sebab dan akibat yang ada pada keluarganya meninggalkanku begitu saja seolah-olah sekedar menginformasikan kepadaku yang sebenarnya tidak kumengerti maksud dibalik kata-katanya.Apakah ada hubungannya dengan tawarannya? Batinku.Aku mengacuhkan apa yang terpikir, aku mencari Adhi yang sedang menangis dibujuk oleh ibu pengurus villa.Aku memandang ibu pengurus yang sedang membujuk dan menenangkan Adhi. Aku memandang lurus ke arah ibu pengurus villa yang berjongkok di depan Adhi yang sedang duduk di kursi taman. Jarak mereka denganku agak dekat tapi aku berlindung di balik pilar sehingga mereka tidak tahu keberadaanku.“Papamu tidak bisa membawa den Bagus, papa harus ngurus penguburan bapak tua.”“Adhi ingin melihat opa, kapan lagi Adhi bisa melihat opa?” .“Bukankah den Bagus sudah melihat bapak tua sebelum berangkat ke villa?” tanya ibu pengurus villa.“Iya waktu itu opa masih hidup kasih Adhi uang, sekarang opa
“Selamat pagi mama,”sapa Adhi yang melihatku ke luar dari kamar tidur menuju ruang makan.“Selamat pagi sayang,” sapaku juga.Oom Bulus menatap kami bergantian,”Mama?” tanyanya.“Mama itu keren lho, Adhi ajar main games, cepat sekali mama ngerti. Juga mama pandai cerita dongeng sebelum tidur.”“Oh, ya. Siapa yang lebih keren papa atau mama?” tanya oom Bulus memancing persaingan antara dia dan aku.“Dua-duanya keren! “ kata Adhi lalu mengajakku duduk di sampingnya.Oom Bulus menyandarkan tubuhnya pada bahu kursi menatapku, “ Aku hanya mengajarkan dia tentang menghargai orang lain, meluangkan dari waktu yang tinggal sedikit bermain games dengannya dan menemani makan malam jika tidak ada makan malam bisnis dan menemaninya tidur. Sejak keluar dari rumah prodeo waktuku lebih banyak dengannya. Itulah dia selalu mengatakan papaku keren.”“Mama juga keren, kata mama dia tidak akan tinggalkan Adhi dan papa. Mama bilang cinta suami isteri bisa hilang, cinta ayah dan ibu pada anaknya tidak bisa h
Aku tidak teringat berapa lama aku tertidur lelap.Aku membuka mataku menatap ke langit-langit, mengitari sekelilingnya, udara dingin menerpa tubuhku yang telanjang, melihat diriku telanjang aku baru teringat akan permainan panas dari pagi sampai siang. Kami beberapa kali melakukannya, seluruh permainan di dominasi oleh dia. Kata-katanya kembali terngiang di telingaku.”Aku menuntut rapel, selama lima tahun aku hanya melakukan sendiri dengan bayangan dirimu. Sekarang bukan bayangan, tubuh hangatmu terasa di tubuhku, gelenjarmu menyengat tubuhku membuatku ingin terus menikmati yang sudah lama tidak kunikmati.”Aku menarik selimut, suasana kamar temaram, hanya mengandalkan sisa matahari yang sebentar lagi akan terbenam, menarik badanku yang terasa ngilu ,di bawah sana berdenyut menyisakan rasa perih, nikmat, aku menggelinjang ketika selimut tidak sengaja masuk ke dalam bukit indah di bawahku.“Kemana dia?” kataku berbicara sendiri.“Aku di sini.” Terdengar suara berat, terdengar gesekan s
Kami tidur bertiga, Adhi di tengah memelukku erat ditatap papanya dengan senyum bahagia.“Dia menerimamu,” bisiknya.“Aku cinta mama,” terdengar suara Adhi.Kami berdua tersenyum,” Papa sudah dilupakan?” tanya papanya.“No, still love you dad,” bisiknya.“Kenapa papa tidak dipeluk?”“Mama enak dipeluk baunya harum, telapak tangan mama halus jika membelaiku.”“Hmmhh.”Dengus papanya.Aku membelai rambutnya, mengelus jidadnya yang menonjol.“Jidadnya milikmu.” Bisik papanya, menggapai tanganku yang membelai jidad Adhi.“I love you,” bisikku ketika Adhi membuka separuh matanya.“I love you too mom,” bisiknya kemudian memejamkan matanya.Papanya tidak mau kalah, berbisik di telinga Adhi,” I love you my boy.”“I love you dad,” terdengar suara Adhi semakin lirih.Tidak lama terdengar dengkuran halus, aku mencium bibirnya yang kemerahan diikuti oleh papanya memberi kode kepadaku menunjuk ke arah pavilyun.“Tunggu, sampai dia betul-betul terlelap,” bisikku lirih.“Aku menunggumu di pavilyun, a
Sejak kami menjalin kembali hubungan yang terputus selama lima tahun, Oom Bulus semakin romantis, aku berusaha mengimbangi keromantisannya. Malam semakin larut, aku yang berbaring tak berdaya disampingnya,merasakan rasa tidak nyaman di bawah karena beberapa kali aku mengeluarkan cairan bercampur dengan cairan yang dikeluarkan Oom Bulus.Oom Bulus dan profesor mempunyai hasrat seksual yang tinggi, bersama mereka hasrat seksualku terkontiminasi, disentuh bagian sensitifku ,membuatku melenjit ingin dipuaskan. Seperti yang baru kami lakukan, kontak fisik yang dilakukan Oom Bulus berakhir dengan percintaan yang semakin membara.Aku menarik diri dari pelukan oom Bulus, merasakan ada gerakan oom Bulus membuka matanya.“Mau kemana?” bisiknya parau.“Membersihkan .”“Kita lakukan bersama,” katanya lalu bangun, duduk di pinggir tempat tidur,menunjukkan tangannya agar aku memeluknya dari belakang.Kedua tangannya yang kokoh mengangkatku , aku menyender pada pundaknya, digendongnya aku menuju ke
Kembali ke Jakarta, kami bertiga dengan Oom Herkules sebagai supir. Adhi tidak henti-hentinya mengoceh, apa saja ditanyakan, Aku dengan sabar menjawab dan menjelaskannya, kadang-kadang papanya ikut nimbrung. Kami singgah di rest area untuk istirahat, makan siang kemudian melanjutkan perjalanan. Adhi sudah terlelap karena kelelahan, kepalanya di pahaku dan tubuhnya yang lain di paha Oom Bulus. Tidurnya Adhi saat yang dinantikan Oom Bulus, dia merengkuh pinggangku.“Jangan macam-macam, oom Herkules bisa melihat kita.”“Dia fokus ke jalan raya, tidak mungkin dia menoleh ke belakang.”“Dia bisa lihat dari kaca spion. Kendalikan dirimu,”bisikku.Oom Bulus membalas dengan senyum kecil di bibir. Aku memejamkan mataku, rasa kantuk yang luar biasa sulit kutahan, tanpa sadar aku merebahkan kepalaku di bahu Oom Bulus yang membiarkan bahunya termpat kepalaku bersandar cantik di bahunya yang sudah terlihat kokoh. Perjalanan dari Puncak ke Jakarta berjalan dengan lancar, kami tiba di apartemen Boug
Kami berangkat ke bandara, oom Herkules mengantar kami ke bandara. Besok dia , isterinya menyusul ke Surabaya untuk menghadiri pernikahan kami. Setelah merasa pasti bahwa aku akan dilamar oom Herkules, aku menelpon mama bahwa aku akan ke Surabaya.“Kamu balik ke Surabaya, ada apa nak?” tanya mama.“Aku mau dilamar ma,”“Eh..apa dilamar? Tidak dengar kamu pacaran , kok tiba-tiba dilamar?”“Iya ma, tapi mama jangan repot-repot. Besok pagi aku sudah sampai di Surabaya.” Kataku.“Mau dijemput?”“Tidak usah ma,mama siapkan saja makanan kesukaanku. Aku ke sana dengan pacarku.”Kataku.Aku tidak ingin mengatakan ke mama, bahwa aku balikan dengan Oom Bulus.Pasti mama tidak setuju, mama mengira ketidak hadiran oom Bulus selama dua tahun ke Surabaya karena sudah rujuk dengan isterinya. Tugas beratku menjelaskan ke mama agar mama bisa menerima Oom Bulus . Mengenai Adhi biar itu surprise tersendiri.Pesawat mendarat dengan aman ,Oom Bulus sudah pesan mobil untuk disewa selama kami di Surabaya. Kami