Share

Bab 76. Kebakaran

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Aku masih penasaran dengan siapa yang telah mengintai rumah kami. Semoga saja tidak mempunyai maksud jahat.

Malam ini Daffa sangat bahagia karena di rumah ramai dan dia merasa banyak yang menyayangi. Karena paling kecil jadi perhatian semua tertuju kepadanya.

Sehingga membuat Daffa menjadi cengeng dan manja.

Rumah terasa riuh dengan tingkah anak semata wayang kami. Cucu satu - satunya. Dia sangat bahagia. Apalagi neneknya sudah mulai ceria lagi karena anaknya sudah berkumpul kembali seperti dahulu walaupun sudah tidak punya apa-apa lagi.

Malam ini Daffa tidur dengan nenek dan tante Melly. Daffa sangat senang bisa bermain dengan tantenya. Ditambah tante Melly juga sangat menyukai anak-anak. Mungkin juga dia sudah sangat merindukan kehadiran anak dalam kehidupan rumah tangganya tapi apa daya suaminya lebih memilih wanita lain di bandingkan dirinya.

Mungkin inilah yang terbaik untuk kak Melly daripada hidup dengan benalu sangat menyakitkan hati maka lebih bagus berpisah saja.

Di sepe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 77. Saksi Kunci

    Aku berfikir untuk menempati salah satu rumah kos yang berada tidak jauh dari toko kami dan juga tidak seberapa jauh dari rumah pak Herman. "Bagaimana pak Bayu? Kamar di rumah saya ada yang kosong. Bisa Bapak tempati untuk sementara waktu bersama keluarga," tawar pak RT. Beliau menawari kami sekeluarga untuk menempati rumahnya. "Gak apa - apa, Pak. Besok kami berencana mau menempati rumah kos yang terletak di kota, jadi kalau pun mau ke toko tidak terlalu jauh. Maaf, Pak. Bukan maksud untuk sombong tidak mau menerima bantuan, Pak. Buat apa kami meratapi semua ini toh gak ada gunanya juga kan? Saya sama istri harus bangkit kembali dari keterpurukan ini," ujarku memberi penjelasan kepada pak RT. Semoga saja mereka tidak tersinggung dengan penolakan ini. "Oh ya udah gak apa - apa, pak Bayu. Saya malah bangga sama Bapak sekeluarga. Masih muda sudah sukses. Jadi walaupun ada musibah begini masih ada rumah lain yang bisa di tempati. Beda dengan saya, Pak. Jika rumah saya terbakar entah ke

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 78. Pelaku Pembakaran

    Kebakaran yang kami alami membuat trauma yang amat dalam. Tidak dapat aku bayangkan apa yang terjadi jika aku tidak terbangun malam itu. Seandainya Allah berkehendak dan mengambil kami, mungkin hari ini kami tidak bisa lagi melihat matahari bersinar. Alhamdulillah ya Allah, semua ini memang milik Mu. Dan Engkau ambil jika Engkau Berkehendak. Aku bersyukur Engkau masih memberikan waktu untuk kami menghirup oksigen di alam semesta Mu. Terima kasih Ya Allah, Engkau masih berikan kami waktu untuk beribadah dan bertaubat. "Oke karena waktu sudah mau masuk subuh kami permisi dulu. Nanti akan kami kerahkan anggota saya untuk mengamankan keluarga Bapak, ya." Ucap pak Abdi dan aku mengangguk pasti tanda setuju. "Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan yang Bapak dan anak buah Bapak berikan. Tapi Pak ... untuk sementara waktu kami tidak tinggal disini dulu. Mungkin besok baru menempati rumah kos kosan yang berada di kota. Kebetulan ada dua pintu rumah yang belum ada penyewanya. Satu p

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 79. Haris Masuk Penjara

    "Kenapa harus saya, sih? Masalah saya sudah terlalu banyak. Saya ingin ketenangan!" ungkap kak Melly dengan nada tidak suka. "Kenapa memang kalau saya yang bonceng, Mbak? Ada yang salah?" tanya polisi tersebut seakan dia tidak mengetahui status kak Melly saat ini. "Saya ini janda, nanti tidak enak dilihat warga sini. Walau saya tau itu tugas Bapak tapi alangkah baiknya saya jalan sendiri saja, tidak berboncengan dengan lelaki manapun," ujar kak Melly. "Kalau kita ikutin omongan tetangga, gak ada habisnya!" Memang ada benarnya apa yang dikatakan polisi tersebut. Jika mengikuti omongan tetangga tidak akan selesai-selesai. Semua yang kita lakukan ada saja yang salah dimata mereka. "Maaf, Pak. Bukan saya mau berlagak sombong, sok cantik, sok di sukai orang sampai manolak tawaran bapak untuk boncengan ke kantor polisi. Bukan karena itu. Saya pun tau diri siapalah diri ini janda kampung yang dekil. Justru karena status saya sebagai janda makanya saya menolak berboncengan sama bapak. Saya

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 80. Haris Melancarkan Aksinya

    "Dek, tega banget kamu! Gak sayang lagi kamu sama Mas? Kamu jangan begitu, walau bagaimanapun kita ini pernah saling menyayangi dan saling mencintai. Kalau sudah tak sayang lagi cukup dalam hati saja. Janganlah terlalu membenci. Sampai kamu memasukkan Mas kedalam penjara atas dosa yang tidak pernah Mas lakukan," ujar Haris menghiba. Biasalah ular. Jika sudah mulai kejepit mencari bantuan, menghiba seolah - olah dia adalah korban yang tertindas. Coba kalo dia sedang berkuasa semua akan di hancurkan. "Apa maksudmu atas dosa yang tidak kamu perbuat? Yang kamj lakukan terhadap keluargaku selama ini apa masih kurang banyak? Apa kamh gak sadar telah menghancurkan hidup aku? Dan adikku juga engkau zalimi. Kurang zalim bagaimana lagi kamu itu hah?" Emosi kak Melly semakin menjadi - jadi. Mungkin batas kesabarannya sudah habis. "Zalim bagaimana sih, Dek? Jangan mengada - ngada. Itu semua fitnah, supaya Adek membenci Mas. Mungkin mereka menginginkan kita hancur. Rumah tangga yang sudah berce

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 81. Musibah Lagi

    "Ikan gurame dari kolam kamu, ini ya?" tanya pak Abdi sambil menyeruput jus wortel. "Kayaknya iya, Pak. Karena cuma saya sendiri pemasok ikan-ikan segar ke restoran bu Hamidah ini. Setiap pagi sesudah subuh saya sudah bergerak mengais rejeki, Pak. Mencari sesuap nasi." "Ah kamu bisa aja. Terlalu merendah itu namanya. Padahal sebenarnya mencari sesuap nasi dan dapatnya segenggam berlian ya kan?" seloroh pak Abdi. "Ah gak juga, Pak. Kalo tiap hari dapat segenggam berlian, sudah kaya mendadak," ujarku merendah. "Cuma enaknya buka usaha sendiri, kita tidak dimarah-marahi atasan. Mau datang terlambat atau mau jungkir balikpun tidak akan ada yang marahin. Intinya bisa sesuka hati," ujarku lagi. Pak Abdi hanya manggut - manggut saja. "Ah ... nanti kalau saya pensiun mau juga berbisnis. Ajari saya ya!" "Dengan senang hati, Pak. Sekarang pun saya bersedia mengajari bapak berbisnis. Di desa suka tani banyak juga anggota polisi yang kerja sampingannya bertani. Bahkan ada juga tentara. Kata

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 82. Pak Abdi Ikut Tanam Modal

    "Iya juga ya. Semoga saja selama pak Abdi bergabung usaha kita gak ada yang berani menyenggolnya ya kan pak?" tanya Naya sementara lelaki bermata hazel itu hanya tersenyum saja. Bukan tidak ada modal kami menggantikan kerugian ikan yang mati keracunan. Hanya saja aku tidak tega melihat pak Abdi yang mau ikut menanam modalnya. Kalau aku tolak, pasti beliau kecewa. Dia pun sangat berkeinginan berbisnis seperti aku tetapi modalnya masih sedikit. Pasti tidak akan mencukupi. "Semoga semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan ya. Saya gak bisa menjamin ada atau gak orang yang menyenggol kita nantinya. Berdoa saja semoga di jauhkan dari orang yang iri hati dan dengki terhadap kita," ucap pak Abdi. "Aamiin," ucap kami serentak seperti di komandoi saja. "Iya, Pak. Oh ya Dek buatin minum buat pak Abdi. Masak dibiari aja tamunya." titahku pada mamanya Daffa. "Gak usah sibuk - sibuk. Kalau haus nanti saya ambil sendiri. Lagian kita 'kan barusan makan dan minum tadi. Masak saya mau

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 83. Ada-ada Saja

    "Assalamualaikum. Daffa ada kawan nih. Ayok sini, Nak. Kenalan sama Aldo." Sapa aku sambil berjalan menuju tempat jagoanku bermain mobil-mobilan. Anakku paling anti melihat ayahnya menggendong anak orang lain. Biasanya dia akan cemburu dan menangis. Kita lihat saja bagaimana reaksinya melihat aku menggendong Aldo. "Ayah, sini. Main yok!" ajak bocah berkaos putih itu. Dia tidak terpengaruh sedikitpun melihat ayahnya menggendong anak kecil seumurannya. Malahan dia ikut mengajak Aldo untuk bermain serta. Suatu anugerah juga buat Aldo juga, karena dia tidak di musuhi. Biasanya terjadi oerang dunia jika melihat ayah dan ibunya menggendong anak lain. "Main apa, Nak?" tanyaku seraya berjongkok disebelah permata hatiku. "Main mobil-mobilane, Yah. Ayo sini," ujarnya seraya melambaikan tangannya untuk menyururh Aldo duduk di dekatnya. "Oke Tuan! Hmmm tapi Daffa saja yang main sama Aldo, ya? Ayah mau keluar sebentar." pamitku seraya bangkit setelah mendudukkan Aldo di karpet tempat Daffa b

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 84. Aldo Menginginkan Ibu Baru

    "Mana ada berdua. Kan ada Aldo! Pokoknya nanti malam tante harus tidur dirumah Aldo!" rengek bocah tiga tahun itu, membuat seisi rumah gelagepan dan bingung bagaimana mau menjelaskannya lagi. "Gak bisa juga, Sayang! Bagaimana kalau Aldo aja tidur di rumah Nenek nanti malam. Tidur bersama nenek dan tante Melly." Mertuaku memberikan pilihan dan tidak juga di terima oleh Aldo. "Gak mau! Gak ada ayah. Pokoknya tante tidur dirumah Aldo. Bersama Ayah dan Aldo. Nanti Aldo tidur ditengah! Apa gak kasihan Tante melihat Aldo tidak ada kawan! Mama pun, entah kenapa cepat sekali pulang ke rumah Tuhan. Gak kasian sama anaknya," ujarnya tergugu. "Nak ... ayah sama tante Melly bukan saudara dan juga bukan pasangan suami istri. Jadi tidak boleh berdua-duaan di dalam rumah!" Pak Abdi berjongkok dihadapan putra semata wayangnya dan menjelaskan kenapa mereka berdua tidak boleh menginap di rumah hanya berdua saja. Walaupun ada ibu pak Abdi dan juga Aldo tetapi tetap tidak boleh juga karena bisa masuk s

Bab terbaru

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 105. Selesai

    Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 104. Keinginan Aldo.

    Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 103. Andre Diringkus Kembali

    "Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 102. Ternyata Andre

    "Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 101. Pelakunya Adalah

    "Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 100. Siapa Pelakunya?

    "AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 99. Dijebak

    "Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 98. Fitnah

    "Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 97. Bisnis Baru

    "Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d

DMCA.com Protection Status