Kebakaran yang kami alami membuat trauma yang amat dalam. Tidak dapat aku bayangkan apa yang terjadi jika aku tidak terbangun malam itu. Seandainya Allah berkehendak dan mengambil kami, mungkin hari ini kami tidak bisa lagi melihat matahari bersinar. Alhamdulillah ya Allah, semua ini memang milik Mu. Dan Engkau ambil jika Engkau Berkehendak. Aku bersyukur Engkau masih memberikan waktu untuk kami menghirup oksigen di alam semesta Mu. Terima kasih Ya Allah, Engkau masih berikan kami waktu untuk beribadah dan bertaubat. "Oke karena waktu sudah mau masuk subuh kami permisi dulu. Nanti akan kami kerahkan anggota saya untuk mengamankan keluarga Bapak, ya." Ucap pak Abdi dan aku mengangguk pasti tanda setuju. "Kami sangat berterima kasih atas segala bantuan yang Bapak dan anak buah Bapak berikan. Tapi Pak ... untuk sementara waktu kami tidak tinggal disini dulu. Mungkin besok baru menempati rumah kos kosan yang berada di kota. Kebetulan ada dua pintu rumah yang belum ada penyewanya. Satu p
"Kenapa harus saya, sih? Masalah saya sudah terlalu banyak. Saya ingin ketenangan!" ungkap kak Melly dengan nada tidak suka. "Kenapa memang kalau saya yang bonceng, Mbak? Ada yang salah?" tanya polisi tersebut seakan dia tidak mengetahui status kak Melly saat ini. "Saya ini janda, nanti tidak enak dilihat warga sini. Walau saya tau itu tugas Bapak tapi alangkah baiknya saya jalan sendiri saja, tidak berboncengan dengan lelaki manapun," ujar kak Melly. "Kalau kita ikutin omongan tetangga, gak ada habisnya!" Memang ada benarnya apa yang dikatakan polisi tersebut. Jika mengikuti omongan tetangga tidak akan selesai-selesai. Semua yang kita lakukan ada saja yang salah dimata mereka. "Maaf, Pak. Bukan saya mau berlagak sombong, sok cantik, sok di sukai orang sampai manolak tawaran bapak untuk boncengan ke kantor polisi. Bukan karena itu. Saya pun tau diri siapalah diri ini janda kampung yang dekil. Justru karena status saya sebagai janda makanya saya menolak berboncengan sama bapak. Saya
"Dek, tega banget kamu! Gak sayang lagi kamu sama Mas? Kamu jangan begitu, walau bagaimanapun kita ini pernah saling menyayangi dan saling mencintai. Kalau sudah tak sayang lagi cukup dalam hati saja. Janganlah terlalu membenci. Sampai kamu memasukkan Mas kedalam penjara atas dosa yang tidak pernah Mas lakukan," ujar Haris menghiba. Biasalah ular. Jika sudah mulai kejepit mencari bantuan, menghiba seolah - olah dia adalah korban yang tertindas. Coba kalo dia sedang berkuasa semua akan di hancurkan. "Apa maksudmu atas dosa yang tidak kamu perbuat? Yang kamj lakukan terhadap keluargaku selama ini apa masih kurang banyak? Apa kamh gak sadar telah menghancurkan hidup aku? Dan adikku juga engkau zalimi. Kurang zalim bagaimana lagi kamu itu hah?" Emosi kak Melly semakin menjadi - jadi. Mungkin batas kesabarannya sudah habis. "Zalim bagaimana sih, Dek? Jangan mengada - ngada. Itu semua fitnah, supaya Adek membenci Mas. Mungkin mereka menginginkan kita hancur. Rumah tangga yang sudah berce
"Ikan gurame dari kolam kamu, ini ya?" tanya pak Abdi sambil menyeruput jus wortel. "Kayaknya iya, Pak. Karena cuma saya sendiri pemasok ikan-ikan segar ke restoran bu Hamidah ini. Setiap pagi sesudah subuh saya sudah bergerak mengais rejeki, Pak. Mencari sesuap nasi." "Ah kamu bisa aja. Terlalu merendah itu namanya. Padahal sebenarnya mencari sesuap nasi dan dapatnya segenggam berlian ya kan?" seloroh pak Abdi. "Ah gak juga, Pak. Kalo tiap hari dapat segenggam berlian, sudah kaya mendadak," ujarku merendah. "Cuma enaknya buka usaha sendiri, kita tidak dimarah-marahi atasan. Mau datang terlambat atau mau jungkir balikpun tidak akan ada yang marahin. Intinya bisa sesuka hati," ujarku lagi. Pak Abdi hanya manggut - manggut saja. "Ah ... nanti kalau saya pensiun mau juga berbisnis. Ajari saya ya!" "Dengan senang hati, Pak. Sekarang pun saya bersedia mengajari bapak berbisnis. Di desa suka tani banyak juga anggota polisi yang kerja sampingannya bertani. Bahkan ada juga tentara. Kata
"Iya juga ya. Semoga saja selama pak Abdi bergabung usaha kita gak ada yang berani menyenggolnya ya kan pak?" tanya Naya sementara lelaki bermata hazel itu hanya tersenyum saja. Bukan tidak ada modal kami menggantikan kerugian ikan yang mati keracunan. Hanya saja aku tidak tega melihat pak Abdi yang mau ikut menanam modalnya. Kalau aku tolak, pasti beliau kecewa. Dia pun sangat berkeinginan berbisnis seperti aku tetapi modalnya masih sedikit. Pasti tidak akan mencukupi. "Semoga semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan ya. Saya gak bisa menjamin ada atau gak orang yang menyenggol kita nantinya. Berdoa saja semoga di jauhkan dari orang yang iri hati dan dengki terhadap kita," ucap pak Abdi. "Aamiin," ucap kami serentak seperti di komandoi saja. "Iya, Pak. Oh ya Dek buatin minum buat pak Abdi. Masak dibiari aja tamunya." titahku pada mamanya Daffa. "Gak usah sibuk - sibuk. Kalau haus nanti saya ambil sendiri. Lagian kita 'kan barusan makan dan minum tadi. Masak saya mau
"Assalamualaikum. Daffa ada kawan nih. Ayok sini, Nak. Kenalan sama Aldo." Sapa aku sambil berjalan menuju tempat jagoanku bermain mobil-mobilan. Anakku paling anti melihat ayahnya menggendong anak orang lain. Biasanya dia akan cemburu dan menangis. Kita lihat saja bagaimana reaksinya melihat aku menggendong Aldo. "Ayah, sini. Main yok!" ajak bocah berkaos putih itu. Dia tidak terpengaruh sedikitpun melihat ayahnya menggendong anak kecil seumurannya. Malahan dia ikut mengajak Aldo untuk bermain serta. Suatu anugerah juga buat Aldo juga, karena dia tidak di musuhi. Biasanya terjadi oerang dunia jika melihat ayah dan ibunya menggendong anak lain. "Main apa, Nak?" tanyaku seraya berjongkok disebelah permata hatiku. "Main mobil-mobilane, Yah. Ayo sini," ujarnya seraya melambaikan tangannya untuk menyururh Aldo duduk di dekatnya. "Oke Tuan! Hmmm tapi Daffa saja yang main sama Aldo, ya? Ayah mau keluar sebentar." pamitku seraya bangkit setelah mendudukkan Aldo di karpet tempat Daffa b
"Mana ada berdua. Kan ada Aldo! Pokoknya nanti malam tante harus tidur dirumah Aldo!" rengek bocah tiga tahun itu, membuat seisi rumah gelagepan dan bingung bagaimana mau menjelaskannya lagi. "Gak bisa juga, Sayang! Bagaimana kalau Aldo aja tidur di rumah Nenek nanti malam. Tidur bersama nenek dan tante Melly." Mertuaku memberikan pilihan dan tidak juga di terima oleh Aldo. "Gak mau! Gak ada ayah. Pokoknya tante tidur dirumah Aldo. Bersama Ayah dan Aldo. Nanti Aldo tidur ditengah! Apa gak kasihan Tante melihat Aldo tidak ada kawan! Mama pun, entah kenapa cepat sekali pulang ke rumah Tuhan. Gak kasian sama anaknya," ujarnya tergugu. "Nak ... ayah sama tante Melly bukan saudara dan juga bukan pasangan suami istri. Jadi tidak boleh berdua-duaan di dalam rumah!" Pak Abdi berjongkok dihadapan putra semata wayangnya dan menjelaskan kenapa mereka berdua tidak boleh menginap di rumah hanya berdua saja. Walaupun ada ibu pak Abdi dan juga Aldo tetapi tetap tidak boleh juga karena bisa masuk s
"Hei ngapain kamu disitu." Aku menegur seorang anak laki - laki yang sedang mengendap - ngendap menuju ke kandang anak bebeknyang berada di belakang rumahku. Sekarang aku jadi lebih waspada, semenjak bebek-bebek mati tanpa tau apa penyebab yang pasti. Seribu lebih bebek mati padahal sedang bertelur apa tidak stres aku dibuatnya. Kerugian juga tidak sedikit yang aku alami saat itu. Dan disaat aku berusaha bangkit datang lagi orang yang ingin menghancurkan bisnisku. "Anu ... saya sedang mencari kambing saya yang sudah dua hari ini gak pulang - pulang, Pak." Jawab si anak yang ku taksir umurnya sekitar lima belas tahun. "Hmm ... emang rumahmu dimana?" tanya aku dengan penuh selidik. "Ngg ... anu ... Pak. Saya mencari bebek saya yang hilang. Sudah hampir seminggu gak nampak. Saya pikir bebek saya nyasar kemari, Pak." Anak ini ditanyain malah jawabannya tidak ada yang bisa dipegang satupun. Tadi katanya kambingnya tidak pulang-pulang, sekarang malah bebek. Yang mana yang betul. Ditany