Sebulan sudah bisnis dengan Doni aku jalani dan semua berjalan dengan lancar, tanpa kendala yang berarti. Sementara bisnis abon ikan yang dikelola Naya pun, semakin banyak permintaan dari para konsumen. Sekarang Naya semakin sibuk dibuatnya. Awalnya abon ikan belum terkenal. Namun lama kelamaan katanya abon ikan buatan Naya enak dan jadi laris manis.Di tambah promosi dari mulut ke mulut yang dilakukan ibu - ibu pekerja dan tetangga dekat kami. Kadang perhari permintaan mencapai 1500 kadang juga sampai 5000 paket yang ukuran 250 gram. Yang jelas semakin membuat para ibu pekerja menjadi kewalahan dalam memproduksinya. Seperti hari ini kami terpaksa mencari tambahan pekerja karena ada yang memesan sampai 3000 paket untuk di bawa keluar negeri, sebagai oleh-oleh katanya.Saat ini kami mengandalkan pekerja hanya ibu-ibu tetangga sebelah rumah saja. Kata mereka usaha kami sangat membantu perekonomian keluarga mereka.Naya hanya meracik bumbunya saja tetapi dalam hal pembuatan sudah dis
"Pak Irawan? Apa kabarnya." Tanyaku sambil mengulurkan tangan untuk menyalami beliau. Aku juga tersentak kaget melihat kedatangan pak Irawan. Sudah sepuluh tahun tidak berjumpa dengan beliau. Tidak menyangka akan bertemu disini. Kangenku lumayan terobati tetapi hati ini sedih, melihat sahabat bapak terlihat kurus dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Semoga saja beliau sedang tidak menderita suatu penyakit. Aku berharap beliau sedang melakukan program diet. "Baik, Bay. Kamu sendiri bagaimana kabarnya?" tanya lelaki yang walaupun sudah berumur lebih enam puluh tahun itu, masih tetap gagah dan berwibawa."Alhamdulillah baik juga, Pak," ujarku sambil mengamit tangan beliau untuk masuk ke dalam tokoku yang masih seadanya."Ayo masuk, Pak," ajakku lagi."Kamu ngapain disini, Bay? Jangan bilang ini usaha baru kamu ya, karena itu akan membuat aku semakin iri dengan keberhasilanmu." kelakar pak Irawan terkekeh."Iya, Pak. Ini sebenarnya usaha istri saya. Saya hanya sekali-kali saja datang ke
Namanya Brahma sadewa, dia merupakan sahabatku sewaktu masa sekolah dulu. Aku gak menyangka dia bisa seganteng ini. Padahal zaman sekolah dulu dia sangat kurus dan juga kami sering memanggilnya dengan sebutan cungkring.Dia anak yang baik dan selain dikenal karena kesederhanaannya dia juga tidak pernah berbuat sesuatu hal yang neko-neko.Sekarang dia sudah menjadi pengusaha sukses. Aku salut melihat perjuangannya untuk bisa berada di posisi ini. Seorang anak petani miskin yang selalu menjadi bahan bullyan berhasil sukses diusia yang sangat muda.Selain ganteng dia juga nampak lebih berwibawa dan berkelas saat ini.Ternyata harta dan kekayaan bisa merubah segalanya. Salah satunya Brahma, dia telah menjadi pria gagah dan ganteng. Tetapi itu semua tidak membuat dia sombong atau tinggi hati."Bay, sejak kapan kamu suka bertani? Setauku dari dulu kamu sukanya dagang." Tanya Brahma membuyarkan lamunanku."Emang gak boleh ya beralih profesi? Lagian sekarang aku juga masih dagang kok. Bertani
Aku jadi tertarik untuk membeli rumah kos kosan yang berada di kota. Letaknya sangat strategis, jadi pasti akan di cari para mahasiswa dan para pekerja kantoran. Buktinya rumah itu tidak pernah kosong selalu saja terisi. Jika penyewa lama sudah tidak menyambung lagi, dan sudah habis masa kontraknya pasti dengan cepat akan ada penggantinya. Makanya aku sangat antusias untuk memiliki kos tersebut. Apalagi ada lahan kosong disebelah rumah tersebut dan juga akan di jual. Rencanaku aku buka toko atk dan jasa foto copy."Bagaimana Dek, setuju gak kalau kita membeli rumah kos tersebut. Bisa buat investasi jangka panjang. Pun jika anak-anak kelak kuliah tidak perlu kita memikirkan tempat tinggalnya. Dan juga dari bulanan kos tersebut bisa menutupi kebutuhan walaupun sedikit tetapi selalu ada dan lancar," ujarku menyakinkan Naya."Adek setuju-setuju aja sih, Mas. Yang penting surat menyuratnya lengkap dan tidak bermasalah.""Ya enggaklah. Mana mungkin Mas membeli tanah bermasalah. Kita kan
"Biasanya Arkan pun jarang di rumah. Hari ini entah kenapa anak itu cepat sekali pulang kantor. Entah angin apa yang membawa dia secepat itu pulang ke rumah," ucap bu Ratna ketus. "Ada apa sih, Ma. Kenapa marah-marah gak jelas gitu. Nanti Mama cepat tua, loh," ejek Arkan seraya mengalihkan pandangan mata yang sedari tadi tertuju ke ponselnya. Arkan berusaha tersenyum, karena tidak mau dianggap anak yang tidak berakhlak dan durhaka kepada orang tuanya. "Siapa yang peduli sama Mama? Mau Mama tua atau mau Mama sakit pun, apa kalian akan peduli? Gak 'kan? Anak ku tidak ada yang akan peduli lagi dengan wanita tua yang tidak berguna ini lagi," lirih bu Ratna. Aku dan Naya saling berpandangan melihat mereka beradu argumen. "Kenapa sih Mama kok tiba-tiba marah sama Arkan?" tanya Arkan sambil memijat kaki bu Ratna. "Jangan pegang - pegang Mama. Ayo Daffa kita lihat ikan di kolam. Eyang malas lihat wajah lelaki tua yang gak laku itu," ucap bu Ratna. Beliau berjalan seakan di kejar saja. Ent
Hari ini rencana pelunasan uang pembelian rumah kos-kosan yang terletak di jalan Munawarman. Setelah pulang dari rumah pak Irawan rencana aku dan Naya akan singgah di rumah pemilik kos tersebut."Mas telpon saja pak Rudi. Nanti udah capek - capek ke rumah beliau, tau - tau orangnya gak ada," saran Naya. "Iya!" jawabku dan mengiyakan saran dari Naya.Ku ambil ponsel di saku celana lalu aku tekan nomor pak Rudi."Assalamualaikum.""Wa alaikum salam," salam dijawab oleh lelaki empat puluh tahun itu. "Maaf pak. Saya mau ke rumah sekalian mau pembayaran. Segala surat menyurat apa sudah Bapak siapkan?" tanya dan pesanku pada pak Rudi. Aku tidak mau mondar mandir mengurus surat menyurat karena bahan yang diperlukan kurang. Sementara pekerjaanku banyak yang harus kukerjakan dalam satu hari."Sudah, Mas. Segala surat menyurat dan para saksi dan juga ahli waris sudah lengkap semua, Tenang aja," jawab pak Rudi. Nampaknya beliau sangat bahagia terdengar dari nada suaranya yang begitu bersemangat
Aku tidak menyangka padi yang aku tanam sangat memuaskan. Rumpun-rumpun sangat besar dan subur. Begitu juga dengan sayuran tumbuh begitu subur dan hijau-hijau. Bagaimana tidak. Perawatan padi dan sayuran tidak main-main. Bukan Bayu namanya kalau bekerja setengah - setengah. Selama ini aku sempat khawatir dengan perkembangan apalagi seringnya hujan badai membuat padi menjadi tumbang dan ditambah tikus merajalela keluar dimalam hari memakan batang dan juga bulir padi. Siapa sangka hal itu tidak terjadi. Biarpun hujan badai padi tidak tumbang begitu juga tikus tidak datang menggerogoti batang padi. Aku menanam padi dengan metode tumpang sari. Jadi 7 hari setelah padi di tanam aku sebarkan bibit ikan dan akan dipanen saat seminggu lagi padi akan di panen.Dulunya para tetangga dan masyarakat di sekitar merasa aneh dengan apa yang aku kerjakan. Bagi mereka aku ini sudah tidak waras. "Pelihara ikan kok di sawah yang masih ada padinya. Apa gak mati padinya karena akarnya di makani ikan
Ketika aku akan beranjak pergi tiba-tiba saja suara ponselku berbunyi, ada yang menelponku dari nomor yang tidak di kenal. "Assalamualaikum." Sapaku. Dengan sedikit penasaran siapa gerangan yang menelpon dan dapat darimana nomor telpon ini? Semoga saja masalah bisnis. "Halo selamat siang. Ini dengan keluarga bu Naya?" tanya seseorang dengan suara bariton dari seberang sana. "Iya, Pak. Saya suaminya! Hmmm ... ini dengan siapa, ya? Dan ada apa?" tanyaku penasaran. "Maaf, Pak. Saya dari pihak rumah sakit hanya mau memberitahukan bahwa istri Bapak kecelakaan. Sekarang sedang di rawat di rumah sakit melati. Tapi sayangnya penabrak istri anda kabur melarikan diri." jawabannya memberitahukan istriku mengalami kecelakaan. Tiba-tiba jantung ini seakan berhenti berdetak. Bagaimana tidak, Naya menggendong Daffa, padahal sudah kunasehati tapi tidak dipedulikan. Masih terngiang dalam ingatanku bagaimana tadi pagi Daffa sangat ceria dan dia minta aku gendong dan tidak ingin dilepaskan. Apakah