Home / Pernikahan / BANGKITNYA SANG MENANTU HINA / Bab 56. Bertemu Sahabat Lama

Share

Bab 56. Bertemu Sahabat Lama

Author: Trinagi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Namanya Brahma sadewa, dia merupakan sahabatku sewaktu masa sekolah dulu. Aku gak menyangka dia bisa seganteng ini. Padahal zaman sekolah dulu dia sangat kurus dan juga kami sering memanggilnya dengan sebutan cungkring.

Dia anak yang baik dan selain dikenal karena kesederhanaannya dia juga tidak pernah berbuat sesuatu hal yang neko-neko.

Sekarang dia sudah menjadi pengusaha sukses. Aku salut melihat perjuangannya untuk bisa berada di posisi ini. Seorang anak petani miskin yang selalu menjadi bahan bullyan berhasil sukses diusia yang sangat muda.

Selain ganteng dia juga nampak lebih berwibawa dan berkelas saat ini.

Ternyata harta dan kekayaan bisa merubah segalanya. Salah satunya Brahma, dia telah menjadi pria gagah dan ganteng. Tetapi itu semua tidak membuat dia sombong atau tinggi hati.

"Bay, sejak kapan kamu suka bertani? Setauku dari dulu kamu sukanya dagang." Tanya Brahma membuyarkan lamunanku.

"Emang gak boleh ya beralih profesi? Lagian sekarang aku juga masih dagang kok. Bertani
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 57. Berkunjung ke Rumah Pak Irawan

    Aku jadi tertarik untuk membeli rumah kos kosan yang berada di kota. Letaknya sangat strategis, jadi pasti akan di cari para mahasiswa dan para pekerja kantoran. Buktinya rumah itu tidak pernah kosong selalu saja terisi. Jika penyewa lama sudah tidak menyambung lagi, dan sudah habis masa kontraknya pasti dengan cepat akan ada penggantinya. Makanya aku sangat antusias untuk memiliki kos tersebut. Apalagi ada lahan kosong disebelah rumah tersebut dan juga akan di jual. Rencanaku aku buka toko atk dan jasa foto copy."Bagaimana Dek, setuju gak kalau kita membeli rumah kos tersebut. Bisa buat investasi jangka panjang. Pun jika anak-anak kelak kuliah tidak perlu kita memikirkan tempat tinggalnya. Dan juga dari bulanan kos tersebut bisa menutupi kebutuhan walaupun sedikit tetapi selalu ada dan lancar," ujarku menyakinkan Naya."Adek setuju-setuju aja sih, Mas. Yang penting surat menyuratnya lengkap dan tidak bermasalah.""Ya enggaklah. Mana mungkin Mas membeli tanah bermasalah. Kita kan

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 58. Keluarga Bahagia

    "Biasanya Arkan pun jarang di rumah. Hari ini entah kenapa anak itu cepat sekali pulang kantor. Entah angin apa yang membawa dia secepat itu pulang ke rumah," ucap bu Ratna ketus. "Ada apa sih, Ma. Kenapa marah-marah gak jelas gitu. Nanti Mama cepat tua, loh," ejek Arkan seraya mengalihkan pandangan mata yang sedari tadi tertuju ke ponselnya. Arkan berusaha tersenyum, karena tidak mau dianggap anak yang tidak berakhlak dan durhaka kepada orang tuanya. "Siapa yang peduli sama Mama? Mau Mama tua atau mau Mama sakit pun, apa kalian akan peduli? Gak 'kan? Anak ku tidak ada yang akan peduli lagi dengan wanita tua yang tidak berguna ini lagi," lirih bu Ratna. Aku dan Naya saling berpandangan melihat mereka beradu argumen. "Kenapa sih Mama kok tiba-tiba marah sama Arkan?" tanya Arkan sambil memijat kaki bu Ratna. "Jangan pegang - pegang Mama. Ayo Daffa kita lihat ikan di kolam. Eyang malas lihat wajah lelaki tua yang gak laku itu," ucap bu Ratna. Beliau berjalan seakan di kejar saja. Ent

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 59. Lunas

    Hari ini rencana pelunasan uang pembelian rumah kos-kosan yang terletak di jalan Munawarman. Setelah pulang dari rumah pak Irawan rencana aku dan Naya akan singgah di rumah pemilik kos tersebut."Mas telpon saja pak Rudi. Nanti udah capek - capek ke rumah beliau, tau - tau orangnya gak ada," saran Naya. "Iya!" jawabku dan mengiyakan saran dari Naya.Ku ambil ponsel di saku celana lalu aku tekan nomor pak Rudi."Assalamualaikum.""Wa alaikum salam," salam dijawab oleh lelaki empat puluh tahun itu. "Maaf pak. Saya mau ke rumah sekalian mau pembayaran. Segala surat menyurat apa sudah Bapak siapkan?" tanya dan pesanku pada pak Rudi. Aku tidak mau mondar mandir mengurus surat menyurat karena bahan yang diperlukan kurang. Sementara pekerjaanku banyak yang harus kukerjakan dalam satu hari."Sudah, Mas. Segala surat menyurat dan para saksi dan juga ahli waris sudah lengkap semua, Tenang aja," jawab pak Rudi. Nampaknya beliau sangat bahagia terdengar dari nada suaranya yang begitu bersemangat

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 60.Naya Kecelakaan

    Aku tidak menyangka padi yang aku tanam sangat memuaskan. Rumpun-rumpun sangat besar dan subur. Begitu juga dengan sayuran tumbuh begitu subur dan hijau-hijau. Bagaimana tidak. Perawatan padi dan sayuran tidak main-main. Bukan Bayu namanya kalau bekerja setengah - setengah. Selama ini aku sempat khawatir dengan perkembangan apalagi seringnya hujan badai membuat padi menjadi tumbang dan ditambah tikus merajalela keluar dimalam hari memakan batang dan juga bulir padi. Siapa sangka hal itu tidak terjadi. Biarpun hujan badai padi tidak tumbang begitu juga tikus tidak datang menggerogoti batang padi. Aku menanam padi dengan metode tumpang sari. Jadi 7 hari setelah padi di tanam aku sebarkan bibit ikan dan akan dipanen saat seminggu lagi padi akan di panen.Dulunya para tetangga dan masyarakat di sekitar merasa aneh dengan apa yang aku kerjakan. Bagi mereka aku ini sudah tidak waras. "Pelihara ikan kok di sawah yang masih ada padinya. Apa gak mati padinya karena akarnya di makani ikan

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 61. Naya Kecelakaan

    Ketika aku akan beranjak pergi tiba-tiba saja suara ponselku berbunyi, ada yang menelponku dari nomor yang tidak di kenal. "Assalamualaikum." Sapaku. Dengan sedikit penasaran siapa gerangan yang menelpon dan dapat darimana nomor telpon ini? Semoga saja masalah bisnis. "Halo selamat siang. Ini dengan keluarga bu Naya?" tanya seseorang dengan suara bariton dari seberang sana. "Iya, Pak. Saya suaminya! Hmmm ... ini dengan siapa, ya? Dan ada apa?" tanyaku penasaran. "Maaf, Pak. Saya dari pihak rumah sakit hanya mau memberitahukan bahwa istri Bapak kecelakaan. Sekarang sedang di rawat di rumah sakit melati. Tapi sayangnya penabrak istri anda kabur melarikan diri." jawabannya memberitahukan istriku mengalami kecelakaan. Tiba-tiba jantung ini seakan berhenti berdetak. Bagaimana tidak, Naya menggendong Daffa, padahal sudah kunasehati tapi tidak dipedulikan. Masih terngiang dalam ingatanku bagaimana tadi pagi Daffa sangat ceria dan dia minta aku gendong dan tidak ingin dilepaskan. Apakah

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 62. Siapa Dalangnya?

    "Bu, saya mau menjual rumah kos-kosan yang baru saya beli minggu lalu untuk biaya operasi patah tulang istri saya, Bu." "Jangan dijual, Dit. Sayang dan juga pantang barang yang sudah di beli di jual lagi. Takutnya kamu gak akan bisa membeli lagi nantinya." Jelas bu Ratna panjang lebar. Beliau tidak menginginkan aku dan keluarga kecilku akan menderita, seperti seorang ibu yang tidak menginginkan anaknya susah dan menderita. "Gak apa - apa, Bu. Yang penting anak dan istri saya sehat kembali seperti dulu lagi. Buat apa harta banyak dan berlimpah jika anak istri sakit - - sakitan?" Ku ceritakan segala keluh kesahku pada bu Ratna karena beliau sudah aku anggap seperti orang tua ku sendiri. "Ibu tau bagaiamana perasaanmu saat ini, Bay. Tapi tidak juga karena itu kamu menjual semua. Dari pada kamu jual rumah itu lebih bagus kamu ambil saja uang simpanan Ibu. Nanti kapan ada uang baru kamu bayari." Terlalu banyak sudah bu Ratna sama pak Irawan membantu kami berdua. Aku gak mau membebani pa

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 63. Naya Keluar Dari Rumah Sakit

    "Adek rasa ada orang yang mau melenyapkan kami berdua. Mereka begitu nekat dan tidak memperdulikan orang-orang sekitar," jelas Naya. Dia juga memberi penjelasan sedetailnya. "Maksud Adek bagaimana?" tanyaku penasaran. Mana mungkin Naya bisa melihat dan mengetahui ada orang yang berniat buruk terhadapnya. Paling juga itu hanya ketakutan dia aja. Aku yakin kejadian tersebut murni karena kecelakaan. "Pengendara sepeda motor sengaja menabrak kami berdua, Mas," ucap Naya dengan wajah tertunduk dengan air mata yang semakin menetes membasahi pipinya. "Kita tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain. Yakinlah ini hanya kecelakaan biasa. Murni kecelakaan," ujarku berusaha menenangkan kegalauan hati istriku. Nampaknya istriku sangat ketakutan sehingga untuk melihat orang asing saja dia sudah berfikir yang tidak - tidak. "Kalau tidak percaya. Sekarang coba ke tempat kejadian perkara dan minta mereka untuk memutar cctv kejadian hari kecelakaan itu." tantang Naya. Dia begitu yakin jika

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 64. Musuh Bebuyutan.

    Aku masih penasaran dengan apa yang dikatakan Naya. Jika memang ada seseorang yang hendak melenyapkan istriku, siapa orangnya. Ada masalah apa mereka dengan kami, sehingga mereka nekat ingin menghabisi anak dan istriku. Semoga saja dugaan Naya tidak benar, mungkin saja halusinasi dia saja sehingga berkesimpulan begitu. "Assalamualaikum," ucap pak Irawan memberikan salam. "Wa alaikum salam," jawabku dari dalam dan beranjak dari kursi malas untuk membuka pintu. Ceklek. "Silahkan masuk," ujarku seraya mengulurkan tangan untuk menyalami pak Irawan. "Iya, Bay," jawab lelaki enam puluh tahun itu sambil meraih tanganku dan beliau berjalan menuju ruanag tamu. "Bagaimana kondisi istri dan anakmu? Apa udah baikan?" tanya beliau lagi sambil menghempaskan bobot tubuhnya diatas kursi ruang tamu. "Udah lumayan sih, Pak. Tapi ..." Aku menggantungkan ucapanku karena bingung mau melanjutkan dan harus memulainya dari mana. "Tapi kenapa, Bay?" Tanya pak Irawan seraya menoleh kearahku. Beliau men

Latest chapter

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 105. Selesai

    Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 104. Keinginan Aldo.

    Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 103. Andre Diringkus Kembali

    "Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 102. Ternyata Andre

    "Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 101. Pelakunya Adalah

    "Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 100. Siapa Pelakunya?

    "AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 99. Dijebak

    "Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 98. Fitnah

    "Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 97. Bisnis Baru

    "Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d

DMCA.com Protection Status