"Kak Naya. Apa kabar?" tanya Clara dengan semangat membara dia berhambur ke pelukanku. Kami berdua berpelukan melepaskan rindu yang sudah sangat lama terpendam. Hampir enam bulan setelah sampai di desa sumber sari, baru ini kami berjumpa, biasanya hanya video call saja."Kabar baik, Cla. Kabar kamu sendiri bagaimana?" tanyaku seraya mengurai pelukan kami, aku memegang erat kedua bahunya dan menatap intens kedua bola matanya."Kabar baik dong kak. Kalau gak baik mana sampe Clara kemari," kelakar Clara. Bisa-bisanya dia bercanda padahal air mataku sudah menggenang dipelupuk mata siap keluar karena terharu melihat kedatangan anak-anak pak Herman. Mendengar celoteh Clara, air mata ini tidak jadi keluar mereka masuk lagi ke asalnya. "Ayo ... ayo masuk." Aku menarik lembut tangan gadis dua puluh tahun itu. Pak Arman dan istrinya ikut datang juga menjenguk kami yang sekarang sudah menetap di desa."Ibu ..." Clara berhambur ke dalam pelukan ibunya. Bu Widya sama pak Herman sampai geleng-gele
Hampir setahun kami menjadi warga kelurahan Suka Damai. Usaha toko pertanian kami termasuk lumayan maju karena belum ada yang membuka toko pertanian di desa ini. Bahkan banyak warga dari desa yang lain membeli bahan pertanian di toko kami.Begitu juga dengan hasil padi dan berternak bebek. Dari tiga ratus ekor sekarang sudah aku naikkan jumlahnya menjadi tiga ribu ekor. Ikan juga kami pelihara dikolam yanag dulunya hanya lima ratus ekor sekarang sudah kami naikkan menjadi tiga ribu. Dari ikan lele, gurame dan patin sudah tersedia di kolam kami. Dan juga kami salah satu pemasok ikan segar dan sayur segar ke super market-super market yang berada di kota ini."Mas sudah setahun Adek gak berjumpa dengan ibu. Tadi malam Adek bermimpi seakan ibu menangis. Ada apa ya, Mas? Adek kok khawatir ibu kenapa-kenapa. Khawatir juga bagaimana keadaannya sekarang," ucap Naya sendu. Selama pindah ke Sumatera, Naya tidak pernah berhubungan dengan keluarganya. Apalagi sekarang, kak Melly sudah menikah de
"Bu, kami pulang dulu ya! Ibu baik-baik di rumah. Nanti kalau ada kesempatan ibu kesana, Mengunjungi gubuk kami di desa," pamit Naya dengan berderai air mata."Iya, Nak. Kapan - kapan jika ada waktu, pasti ibu akan ke rumahmu. Kalian baik-baik di sana ya, Nak! Jangan berantem. Ibu disini selalu mendoakan kalian berdua," jawab ibu dengan berpelukan dan mengusap-usap punggung Naya. Setelah pelukan mereka terurai, aku juga mohon pamit kepada ibu mertua."Ibu, Bayu juga minta izin. Jika ibu ada waktu kesana, nanti beritahu kami, biar di jemput. Kalau gak sempat nanti Bayu suruh Jaenal. Pokoknya Ibu kasih tau aja kapan bisa datang," ucapku seraya meraih tangan ibu mertua, menyalaminya dan menciumnya dengan takzim."Iya, Nak. Tolong jaga Naya baik-baik ya, Bay?" pesan ibu. Ada rasa sedikit pedih di relung hati ini melihat mertua ku sekarang. Timbul rasa kasihan dan sayang secara bersamaan melihat beliau yang sangat jauh berbeda dengan ibu mertua dahulu."Iya, Bu. Ibu tenang aja. Kami di des
"Tolong jangan buat keributan di warung saya! Disini tempat orang makan dan beristirahat. Bukan ajang baku hantam! Kalau mau unjuk kehebatan, bukan disini tempatnya. Sana kalian, keluar dari warung saya. Gara-gara kalian pembeli saya pada lari," bentak pemilik warung dengan penuh amarah. Wajarlah beliau marah, gara-gara kami berdua pembeli jadinya tidak ada yang berani masuk. Malah banyak yang sudah masuk dan batal memesan makanan karena keributan antara aku dan Haris."Udah, Mas. Kita keluar saja dari sini. Malu dilihat orang. Kayak preman pasar aja," ujar Naya seraya menarik lenganku seakan dia sedang menyeret anak kecil agar pulang."Woi ... bedebah kau. Gara-gara kau aku dipecat. Dasar penjilat!" teriak Haris dengan penuh amarah. Dia tuduh aku ini penjilat tanpa menyadari apa kesalahan yang sudah dia lakukan dioerusahaan. Dia itu dipecat bukan karena hasutanku, pak Herman pun tidak bodoh. Memecat orang yang mempunyai kinerja baik hanya karena hasutan seorang Bayu? Wow ... hebat
Saat ini yang aku takutkan hanya keselamatan Naya dan Daffa. Haris seorang yang sangat ambisius. Segala keinginannya harus tercapai dan dia tidak pernah mau tahu dengan cara apa dia menggapainya. Apapun dan siapapun yang menghalanginya akan di babat habis."Mas, kita langsung pulang aja. Gak usah singgah makan lagi. Udah kenyang," pinta Naya dengan wajah di tekuk."Kasian Daffa!""Gak apa, Mas. Daffa kan masih minum ASI jadi mau makan atau gak makan dia tetap kenyang," ujar Naya. Aku tahu sebenarnya dia bukan tidak lapar tapi karena kejadian tadi membuat selera makannya hilang dalam sekejab."Kalau adek gak makan, kualitas ASI kamu berkurang. Kasian Daffa jadi kurang gizi." ujarku memberi pengertian kepada Naya."Kekurangan gizi dari mana?" tanya Naya dengan heran."Adek gak makan apa-apa. Kualitas asimu jadi jelek. Bagaimana ada zat gizi, jika tidak ada isinya. Sama saja dia dengan meminum air kosong." ujarku lagi memberi penjelasan."Tapi Adek gak selera makan, Mas." ucap Naya seak
"Tadi Mas jumpa dengan Doni kawan sekolah dulu," ujarku seraya membuka pintu mobil dan menghempaskan bobot tubuhku disamping Naya."Doni mana, Mas. Pengusaha sukses dari kota sebelah?" tanya Naya dengan menautkan kedua alisnya."Loh kok Adek bisa tau. Kenal dimana?" tanyaku pada istriku. Aku heran melihat dia yang serba tahu padahal sangat jarang keluar rumah, kecuali ada hal penting."Siapa gak kenal sama Doni sih, Mas. Apalagi Cintya sering ceritain tentang dia. Katanya Doni lelaki yang baik dan lain sebagainya. Adek malah curiga mereka ada hubungan istimewa. Nampaknya mereka saling menyukai satu sama lain," ujar Naya berspekulasi."Memang iya! Dari zaman sekolah dulu, Doni sudah menyukai Cintya. Dan mereka pasangan yang serasi kok. Sama-sama ganteng dan cantik. Dan satu lagi mereka sama-sama pekerja keras," ujarku. Memang ku akui, diri ini salut pada pasangan itu, tetap bertahan walaupun tidak direstui orang tua kedua belah pihak. Mereka tetap setia dengan status jomlo, padahal usi
Sebulan sudah bisnis dengan Doni aku jalani dan semua berjalan dengan lancar, tanpa kendala yang berarti. Sementara bisnis abon ikan yang dikelola Naya pun, semakin banyak permintaan dari para konsumen. Sekarang Naya semakin sibuk dibuatnya. Awalnya abon ikan belum terkenal. Namun lama kelamaan katanya abon ikan buatan Naya enak dan jadi laris manis.Di tambah promosi dari mulut ke mulut yang dilakukan ibu - ibu pekerja dan tetangga dekat kami. Kadang perhari permintaan mencapai 1500 kadang juga sampai 5000 paket yang ukuran 250 gram. Yang jelas semakin membuat para ibu pekerja menjadi kewalahan dalam memproduksinya. Seperti hari ini kami terpaksa mencari tambahan pekerja karena ada yang memesan sampai 3000 paket untuk di bawa keluar negeri, sebagai oleh-oleh katanya.Saat ini kami mengandalkan pekerja hanya ibu-ibu tetangga sebelah rumah saja. Kata mereka usaha kami sangat membantu perekonomian keluarga mereka.Naya hanya meracik bumbunya saja tetapi dalam hal pembuatan sudah dis
"Pak Irawan? Apa kabarnya." Tanyaku sambil mengulurkan tangan untuk menyalami beliau. Aku juga tersentak kaget melihat kedatangan pak Irawan. Sudah sepuluh tahun tidak berjumpa dengan beliau. Tidak menyangka akan bertemu disini. Kangenku lumayan terobati tetapi hati ini sedih, melihat sahabat bapak terlihat kurus dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Semoga saja beliau sedang tidak menderita suatu penyakit. Aku berharap beliau sedang melakukan program diet. "Baik, Bay. Kamu sendiri bagaimana kabarnya?" tanya lelaki yang walaupun sudah berumur lebih enam puluh tahun itu, masih tetap gagah dan berwibawa."Alhamdulillah baik juga, Pak," ujarku sambil mengamit tangan beliau untuk masuk ke dalam tokoku yang masih seadanya."Ayo masuk, Pak," ajakku lagi."Kamu ngapain disini, Bay? Jangan bilang ini usaha baru kamu ya, karena itu akan membuat aku semakin iri dengan keberhasilanmu." kelakar pak Irawan terkekeh."Iya, Pak. Ini sebenarnya usaha istri saya. Saya hanya sekali-kali saja datang ke
Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.
Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe
"Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s
"Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di
"Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem
"AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui
"Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap
"Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya
"Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d