Share

BAB 4

Penulis: Tika Pena
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-22 12:34:28

"Eh, eh, mau dibawa ke mana makanannya?" 

Langkah Ayra terhenti di hadapan Bu Dita. Bingung mesti menjawab apa. Tadinya dia mau memberikan ke orang lain makanan yang tidak jelas pemberian siapa. Meski lapar meski membutuhkan, Ayra tidak mau sembarangan memakan. 

"Bu Dita tau tidak siapa yang gantungin kantong makanan ini di depan pintu kontrakan saya?" 

"Dari hamba Allah." 

"Hamba Allah?" 

"Iya. Saya juga dikasih. Nih." Bu Dita menunjukkan kantong yang sama di sampingnya memindahkan di meja. "Gak tau siapa. Orangnya langsung pergi." 

Siapa? Ayra semakin penasaran. 

"Makan aja, gak usah ragu. Saya juga mau dimakan nih. Orang sedekah, jangan nolak rejeki." 

Ayra mematung melihatnya membuka bingkisan itu dan melahap makanan tersebut. "Ketopraknya enak banget. Eh, ada bakwan juga." Mulutnya sibuk mengunyah. 

"Udah, kamu jangan bengong. Makan nanti keburu dingin." 

"Ah, iya." Ayra pun memilih berputar arah masuk dalam kontrakan kembali. 

Duduk membuka bingkisan tersebut di lantai. Menepis keraguan karna bukan hanya dia yang diberi. Membuka tutup botol air mineral meneguk sedikit lalu menyantap ketoprak. Rasa lapar membuatnya memakan lahap.

Entah siapa yang memberi Ayra sangat berterimakasih. Perutnya kini kenyang dengan sebungkus ketoprak dan tiga bakwan. Sisa roti untuk nanti. Lumayan tidak perlu mengeluarkan uang untuk beli sarapan. 

***

Menjelang siang Ayra kembali mengembara di jalan. Melangkah tak tentu arah. Mencari pekerjaan. Hanya itu yang dipikirkan. Sudah bertanya-tanya ke tetangga sampai di tepi jalan seperti ini pun belum menemukan lowongan pekerjaan. 

Jaga toko, jadi pembantu, jadi pengasuh, apa saja dia mau jika ada. Jika melamar di perusahaan atau pabrik, untuk saat ini tidak bisa. Kartu identitas diri dan ijazah ditahan Haris. 

Mungkin nanti dia akan mengambil paksa karna itu miliknya. Sekaligus mengurus akta cerai. Saat ini status cerainya baru secara agama. Akan dia bereskan. Sampai menyandang status janda secara resmi. 

Dirinya jadi janda? Menyedihkan. Tapi inilah garis tangan yang mesti dia terima. Ayra berharap hidupnya setelah ini bisa lebih bahagia. Lebih tenang tanpa kasih yang terbagi. 

Peluh di dahi dia usap. Ayra memutuskan berhenti berjalan duduk di bawah trotoar. Memperhatikan kendaraan berlalu lalang. 

"Sesusah apapun kamu sekarang, jangan sampai jadi gelandangan, Mbak." Ayra mendongak lantas berdiri. Melihat Tisa melongok dari kaca jendela mobil yang baru berhenti di hadapannya. 

"Saya bukan gelandangan!" 

"Mbak pasti butuh uang kan? Ini, Mbak, terima." Tisa mengeluarkan uang lima puluh ribu. 

"Setelah ini jangan jadi pengemis, ya, Mbak." 

"Jangan sembarangan kamu ngomong. Saya tidak perlu belas kasihmu!"

"Jangan gengsi. Terima saja." Tisa melemparkan uang itu ke hadapannya, Ayra melolot tidak senang. 

"Tidak punya etika! Di mana Mas Haris? Didik istrimu ini!" 

"Pak Sopir, jalan lagi, ya." Tisa abai dengan kemarahan mantan kakak madunya itu. Dengan santai menyuruh supir membawa mobil. Dia pun berlalu. 

"Astagfirullah." Ayra mengusap dada menyingkirkan sesak. Sangat menyebalkan orang itu. Bahkan setelah pisah pun. 

Sesusah apapun dia, tidak sudi jika harus memakai uangnya. Apalagi diberi secara tidak hormat dan tak seberapa jumlahnya. Uang itu dibiarkan, Ayra melangkah perlahan. 

"Neng, ini uangnya?" Ayra menoleh, seorang pemulung perempuan tua dengan karung dekil di tangannya memegang uang itu. 

"Ambil saja buat Ibu." 

"Boleh, Neng?"

"Tidak apa-apa, ambil saja." Ayra menjawabnya seraya tersenyum. Lebih baik uang itu disedekahkan. 

"Terimakasih, Neng. Terimakasih." Si ibu sangat senang dengan matanya yang berkaca-kaca. Ayra terenyuh. Orang itu lebih membutuhkan. 

"Ya Allah, ke mana lagi aku harus mencari pekerjaan? Kalau bisa dekat tempat tinggal sekarang. Sebelum nanti bekalku habis." Ayra bermonolog saat kembali ke kontrakan. Duduk di pembatas depan dan memperhatikan sekitar. Setelah dapat kerjaan nanti dia ingin mencicil membeli perabotan. Terutama peralatan memasak dan tempat tidur. 

Menyesal selama ini hanya berpangku tangan pada Haris, terlena dengan pemberiannya. Juga terlalu penurut. Haris melarang bekerja selama menjadi istrinya. Namun, seiring berjalannya waktu semua berubah. Takdir membawa lelaki itu menjauh. Baru ia sadari betapa pentingnya perempuan mandiri. Andainya dia mempunyai penghasilan sendiri, pasti tidak akan sesulit ini. 

Ayra menghela napas panjang nenyingkirkan sesak. Benar-benar dia telat melangkah. 

.

Hari tak terasa sudah malam. Saat lapar terpaksa Ayra membeli makanan lagi di warung berikut air minum. Menikmati sendirian dalam hening. Lalu tidur dengan tidak nyaman. Bukan di tempat empuk seperti biasanya. 

Ditemani asap obat nyamuk bakar yang baunya membuat engap dada. Tetapi Ayra mencoba menikmatinya demi mengusir serangga penghisap darah itu. Tidur pun bisa nyenyak walau dalam keadaan memprihatinkan. 

Dan ketika pagi tiba, kantong makanan itu ada lagi di pintu. Terheran Ayra mengambilnya. Melihat isi. Kali ini terdapat nasi uduk, gorengan, roti bakar. Juga sebotol sedang air mineral. 

Ayra melihat pada teras rumah Bu Dita, dia sedang menyantap makanan dengan wadah yang sama. 

"Makan, Ayra!" ujarnya. 

Ayra yang ragu jadi tersenyum karna Bu Dita pun sama diberi lagi. "Iya, Bu." Lalu masuk dalam kontrakan untuk menyantap sarapan yang diberikan hamba Allah itu. 

Selesai makan, selesai membersihkan kontrakan juga beres menjemur baju, Ayra pergi lagi mencari pekerjaan. Pada siapapun dia bertanya, ingin mendapat pekerjaan secepatnya. 

Namun, sampai sore nihil tiada hasil. Ayra termenung terdiam lagi dalam kontrakan. Memikirkan bekal yang menipis karna terus dibelikan makanan. 

Besoknya masih seperti itu, juga besoknya lagi. Ayra belum menemukan pekerjaan. Perempuan itu dilanda pusing. Uangnya semakin sedikit. 

Tetapi setiap pagi selalu menjumpai makanan di depan pintu dengan menu berbeda-beda. Ayra sangat bersyukur di tengah kesulitan ada orang baik mau berbagi. Sangat membantu meringankan biaya pengeluaran. 

Membeli makanan dibatasi hanya sekali saat sore atau malam hari. Itu pun hanya dengan lauk saja atau sayur saja supaya murah, terkadang hanya dengan kuahnya saja. 

Sampai seminggu kemudian keadaannya masih seperti itu. Belum mendapat pekerjaan dan semakin menghemat. 

Sehabis solat subuh Ayra sengaja tidak tidur ingin tahu siapa orang yang memberikan makanan. Ingin melihat dan mengucapkan terimakasih sudah bersedekah padanya. Ayra penasaran karna ibu pemilik kontrakan pun tidak tahu saat ditanya. 

Sengaja wirid berlama-lama. Melafazkan kalamullah menghitung dengan jari-jari tangan karna tidak ada tasbih. Juga solawat-solawat dia lantunkan. 

Ketika terdengar suara derap langkah kaki di luar Ayra cepat-cepat beranjak, membuka pintu dan terkejut melihatnya. 

"Ka-kamu!" 

Dia sama terkejut dipergokinya. "Ha-Hai ... Ayra." 

Bab terkait

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 5

    "Satria? Jadi kamu orangnya?!" Ayra tidak menyangka. Yang setiap pagi memberikan makanan padanya ternyata mantan ipar. "Ya ... dari aku." Satria sudah tenang kembali mencoba tersenyum. "Untuk apa kamu lakuin itu?" "Pengen aja berbagi sama kamu.""Gak usah. Aku tidak butuh bantuan orang yang sudah fitnah aku. Bawa kembali makanan itu." "Ayra maaf ... karna itu aku merasa bersalah dan mau nebus kesalahan itu.""Dengan memberi makanan? Itu tidak bisa mengembalikan harga diriku!" Ayra hendak menutup pintu tapi ditahan. "Pergi kamu. Jangan ke sini lagi!" "Ayra, aku minta maaf. Aku tahu kamu membutuhkan bantuan. Ambil apa yang sudah aku bawa ini." Satria kembali menyodorkan kantong makanan itu. "Bawa pulang saja. Dan untuk semua makanan yang kamu beri dan sudah aku makan, aku akan menggantinya!" "Tidak usah diganti, Ayra."Ayra berusaha menutup pintu dan kali ini berhasil. Dia bersandar pada pintu tersebut. "Ayra!" "Pergi atau aku akan teriak!" Lelaki itu menunduk tidak memaks

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-22
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 6

    "Minum." Satria memberi botol minuman teh dingin. Namun, Ayra malah melengos. Menatap pemandangan di luar kaca. "Yasudah, kalau tidak mau." Satria menghadap depan lagi. Menaruh minuman itu. Deni menggaruk pelipis, terus menyetir dengan perasaan bingung terhadap keduanya. "Kamu boleh kerja yang lain asal jangan jadi pemulung." Satria berujar lagi dari depan. Sungguh, dia tidak tega melihatnya dan tidak suka. Ternyata Ayra bisa senekat itu saat terdesak. "Ngatur-ngatur. Kamu pikir siapa?" balas Ayra ketus. Dia terpaksa masuk mobil untuk diantarkan pulang. Uang pemberian Satria dikembalikan tidak mau menerima begitu saja, sebagai gantinya lelaki itu meminta ia berhenti mulung dan pulang. Sudah lumayan jauh Ayra melangkah, Satria kasihan. "Loh, kan pacarnya? Sebagai pacar yang baik, Satria tidak mau melihat kamu mulung." Deni menimpali dengan terheran-heran. Ayra melotot mendengar itu. Pacar?! Sementara Satria di sebelah lelaki itu mulai tidak enak diam. Deni percaya begitu saja sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-23
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 7

    "Jadi, benar ya Mbak Tisa, Kalau Mbak Ayra selingkuh dengan Mas Satria, dengan adek ipar sendiri?" "Betul. Itu kenapa Mbak Ayra dicerai Mas Haris dan dua-duanya diusir dari rumah." Ayra mundur tidak jadi melangkah ke depan rumah Haris saat mendengar suara itu. Berdiam di pojok garasi melihat dengan geram beberapa Ibu-ibu tengah membicarakannya bersama Tisa. Sambil memilih sayur di pedagang mobil losbak kecil. Tisa begitu bersemangat menggosipkannya. "Gak nyangka, ya, tampang alim begitu bisa selingkuh.""Mangkannya jangan hanya terkesan dengan penampilan Bu-ibu, bisa menipu." Tisa terus mengompori. "Pantas Mas Haris marah langsung menceraikan," timpal Ibu-ibu lain. "Dua-duanya tega dan tidak tahu diri. Sudah enak tinggal di rumah bagus begini, malah buat ulah." "Lebih tidak tahu diri lagi si Ayra, sudah mandul malah selingkuh. Padahal Mas Haris baik, gak ada bersyukurnya." Tisa tersenyum senang dan puas mendengar respon Ibu-ibu itu. Mereka ikut membenci Ayra. Sesuai yang dihara

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-24
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 8

    "Loh, barang-barang saya ke mana, Bu?" Ayra heran sekembalinya ke kontrakan barang yang tadi dikumpulkan tidak ada. "Ada di dalam," jawab Bu Dita. Lalu mendekat padanya yang terdiam kebingungan. "Kamu gak usah pergi. Boleh tinggal di sini." Heran Ayra mendengarnya. "Tapi, Bu, tadi--""Sudah. Gak apa-apa. Kamu bebas tinggal di sini." Dielus lengan janda muda itu berbicara sungguh-sungguh. Serta ramah. Berbeda dengan sebelumnya yang ketus. "Saya belum bisa bayar sewanya, Bu.""Tidak apa-apa, tidak usah pikirkan itu. Maafkan saya Ayra, tadi saya sudah menyuruhmu pergi tanpa memperdulikan keadaan kamu." "I-iya, Bu." Tak enak dan bingung Ayra menanggapinya. Karna tiba-tiba semua berubah. Dirinya diberi kesempatan tinggal lagi di kontrakan tanpa pertimbangan biaya sewa. Bu Dita membebaskannya. "Kamu bisa istirahat di dalam." "Tapi dua orang itu, Bu?""Mereka sudah pergi. Mencari kontrakan lain.""Terimakasih banyak ya, Bu.""Sama-sama. Saya pergi dulu, Ayra." Bu Dita meninggalkannya y

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-25
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 9

    "Tidak sudi." Haris tertegun. Ayra menolaknya. Bahkan, dengan kata-kata sangat tidak enak didengar. Seperti dulu dia pernah melontarkan kalimat itu. Saat ibunya meminta rujuk. Sekarang Ayra mengatakannya. Haris tertohok. Rasanya sesakit itu. "Aku tidak mau rujuk." Dia semakin mempertegas. "Apa?" Haris tak ingin mempercayainya. Dia kira Ayra akan langsung menerima. Dia kira perempuan itu akan senang dia datang. Karna tahu selama ini Ayra sangatlah mencintainya, sampai dia menikah lagi pun mengijinkan. "Aku tidak mau kembali denganmu, Mas." Ayra menatapnya marah juga kecewa atas tuduhannya tanpa bertabayun lebih dulu. Belum lagi kasih sayang yang timpang antara dirinya dan Tisa selama mereka bersama. Sudah teramat sakit hati. Tak ingin merasakan itu lagi. "Kita akan tetap seperti ini. Hanya mantan suami istri." Dengan sendiri seperti ini Ayra merasakan hidup tenang. Merasa lebih baik. Hal yang sudah lama hilang bisa didapatkannya lagi. "Beri aku kesempatan, Ayra." Haris meraih tan

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-26
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 10

    "Udah, biarin. Gak usah dilihat." Satria terus melaju dan semakin dipercepat. Menyisakan Haris yang geram melihat mereka menjauh tanpa mempedulikannya. Lelaki itu hendak menemui Ayra lagi tapi keburu pergi. Dan gagal. Ayra terdiam resah. Takut Haris berpikiran macam-macam. Dan membenarkan lagi tuduhannya selama ini. Ayra jadi menyesali sudah mau naik motor Satria. Seharusnya dia menolak. Satria menyadari Ayra jadi tidak tenang setelah dilihat mantan suaminya itu. Menoleh padanya yang terdiam. "Gak usah dipikirin. Biarin aja." "Nanti Mas Haris menuduh kita macam-macam seperti dulu." "Terpenting kenyataannya tidak seperti itu. Suatu saat semua akan terbongkar kebenarannya." Ayra tidak membalas lagi memilih diam kembali. Masih tidak tenang. Satria memberhentikan motor di depan warung bubur ayam yang baru buka. Ayra lekas turun, memberikan ongkos yang diambil dari tasnya. "Tidak usah. Simpan buat kamu saja." Lelaki itu cepat pergi lagi. Tidak ingin menerimanya. Menjadi tukang ojek h

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 11

    "Kalian salah paham." Ayra berbicara dengan tenggorokkan serasa tercekat. Tiba-tiba tempatnya didatangi orang-orang ini. Memergokinya bersama Satria. Dilirik lelaki itu, masih melongo atas apa yang didengarnya. Memberi tatapan tajam atas apa yang sudah dia perbuat sampai disangka yang tidak-tidak. "Benar. Kami tidak melakukan apa-apa dan tidak ada hubungan apa-apa." Dia membela diri. Tidak seperti dulu saat di rumah Haris malah mengakui. "Saya hanya membantu Ayra yang lagi sakit." "Alasan. Jelas-jelas tadi kami melihatmu berpelukan." Warga tidak mempercayainya. "Kalian mengaku saja jangan cari-cari alasan," sahut yang lain. "Kita bawa saja ke Pak RT!""Ya, kita bawa lalu nikahkan!"Ayra menggeleng-geleng tidak menyangka semua itu bisa menimpanya. Dia jelas tidak bersalah. Lagi-lagi, semua karna ulah Satria. Seharusnya lelaki itu tidak menemaninya, sampai ikut tidur bersama dan beraninya memeluknya. Dia yang setengah kesadarannya hilang akibat demam tidak begitu menyadari, yang di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 12

    Haris sudah rapi bersiap ke kantor. Sudah menyelesaikan sarapan yang disediakan Marni. Sedangkan Tisa tidak terlihat batang hidungnya. "Tisa kok belum pulang sih, Ris? Perempuan hamil besar seharusnya jangan bepergian sendiri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?" Marni terlihat cemas tapi juga tak suka Tisa lama pergi. Perempuan itu sering bepergian keadaan hamil pun. "Katanya sebentar. Tapi dari kemarin sampai sekarang belum pulang. Kamu telepon coba, Ris. Jangan sering kelayapan. Mana lagi hamil besar." Tanpa menimpali ibunya, Haris segera menghubunginya. Namun Tisa tidak menerima telepon. Tak kunjung diangkat. "Dia tidak bisa dihubungi." "Ya ampun. HPL-nya sudah lewat, harusnya dia hawatir dan harus sudah bedres di rumah." Haris pun merasa kesal. Sudahlah ditinggal Ayra sekarang istri mudanya juga sering tidak ada. "Aku akan menjemputnya sebelum ke kantor." "Bawa pulang dan kamu tegasi dia untuk jangan begitu lagi, Ris." "Baik, Bu." Haris beranjak ke luar rumah diikuti Marni

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29

Bab terbaru

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 87

    "Sasya sudah lahiran. Bayinya laki-laki," ujar Ayra. Satria mengeryit heran dari mana istrinya tahu soal ini? Dia sendiri saja tidak tahu. "Kok kamu tau?""Tau aja." Ayra berkata santai. "Tau dari mana? Temenan aja engga," cecar Satria. Mereka hanya tau wanita itu sakit perut saat di rumah sakit. Tidak tahu jenis kelamin bayi. Tapi Ayra? Entah dari siapa bisa tahu. "Bilang tau dari siapa?" tanya Satria lagi sedikit jengkel karna Ayra tidak mau buru-buru menjawab, malah memakan kue manis di hadapan dengan santainya. "Jawab, Ayra. Jangan buat aku penasaran," tekannya. "Gak mau." Satria menyentak pinggangnya hingga merapat. "Katakan." "Apaan sih, Mas.""Atau aku cium nih." Ayra masih diam saja malah senyum-senyum. Dia tidak takut dicium. "Atau aku melakukannya di sini. Buka baju kamu." Ayra melotot mendengar itu. Ini di ruang tamu. Satria tidak peduli, justru menyeringai dan mencoba membuka kancing bajunya. "Jangan, Mas!" Ayra pun menyingkirkan tangan tersebut. "Bagaimana kal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU    BAB 86

    Sasya kesakitan, terus meraung menangis. "Sakit, Maa." Pada mamanya dia mengadu. "Padahal belum HPL-nya kok perut kamu sudah sakit aja." Mamanya pun heran. Dia sibuk mengusap keringat putrinya itu. Ibu mertua juga mengusap-usap perut Sasya. Alex cemas dan merasa bersalah. Gara-gara dia memaksa pergi tadi, Sasya jadi kesakitan. Dia menunduk memegangi tangan istrinya. Tapi oleh Sasya ditepis. "Pergi!" Bahkan dia diusir. "Sayang, gak boleh begitu," tegur mamanya. "Alex suami kamu. Dia sudah baik mau nemenin kamu periksa kandungan.""Ini semua gara-gara dia, Mama. Perut aku jadi sakit. Dia menyeretku pulang!" "Apa? Kamu benar melakukan itu Alex?" Mama Alex pun tidak diam saja mendengar itu. "Aku minta maaf. Aku cuma ngajak dia jalan cepet tadi.""Harusnya tidak boleh seperti itu, Alex!" Mamanya membentaknya. "Aku tau aku salah. Aku emosi tadi karna Sasya nyentuh pipi Satria." "Kalian bertemu Satria?" tanya Mama Sasya. Alex mengangguk. "Dia dan istrinya juga di sini tadi. Habis c

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 85

    Sasya termenung dalam kamar, sambil mengusap perut gendutnya. Sekarang usia kehamilan sudah menginjak sembilan bulan. Pipinya lebih berisi, begitu juga tubuh yang menggendut karna nafsu makan bertambah. Sehari-hari, hanya mengurung diri dalam kamar. Dia tidak mau keluar. Malu sekedar bersapa dengan tetangga. Atau bertemu siapapun.Pintu terbuka. Masuk sosok Alex. Datang membawakan bingkisan makanan. Tersenyum saat melihat istrinya itu. "Sayang, aku bawakan makanan untuk kamu." Diletakkan kantung itu di meja samping ranjang. Sasya melirik. Betapa dia perhatian. Dia juga tidak protes terhadap perubahan di tubuhnya. Tapi meski begitu, Sasya masih tidak cinta. Dulu pacaran dengannya sebatas iseng dan kesenangan semata tanpa niat serius untuk dinikahi. Alex hanya pelampiasan rasa kesepian saja. "Aku bukain ya." Alex membuka bingkisan itu. Kemudian meraih sendok yang ada dalam kotaknya hendak menyuapi Sasya. Tapi Sasya menepis, sampai makanan terjatuh. "Kamu gak usah sok baik. Aku gak

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 84

    Mau tidak mau Sasya digiring masuk ke dalam mobil Papanya. Begitu juga Alex, ikut menemani. Mereka meminta maaf atas kegaduhan yang Sasya buat. Mobil itu pun membawa mereka pergi. Satria menghela napas lega. Sekarang, masalahnya benar-benar selesai. Diliriknya Papanya yang ikut hadir di sini. "Terimakasih Papa sudah datang." Dia yang mengajak Papa Sasya untuk melihat kelakuan putrinya. "Akan Papa usahakan supaya pernikahan anak Papa baik-baik saja," jawab lelaki itu tersenyum tenang, sambil menepuk pelan bahunya. Dia tahu prahara yang terjadi dalam rumah tangga anaknya, sebisa mungkin membantu. Satria kemudian melihat Haris. "Terimakasih Mas Haris sudah repot-repot kasih bukti." "Tidak perlu berterimakasih, Satria. Kamu sendiri sudah banyak menolongku. Sudah sewajarnya Masmu membantu." Satria tersenyum mendengar untaian kata-kata sejuk dari sang kakak. Haris jauh lebih dewasa dan lebih bijak. Dengan kesadaran dan keinginannya sendiri dia membantu mencari bukti kebohongan Sasya.

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 83

    "Jangan mengaku-ngaku kamu!" Satria menolak tegas. Yakin itu bukan anaknya. "Usia kehamilanku 6 bulan, tepat setelah kejadian malam itu." "Tidak. Aku yakin aku tidak melakukannya denganmu!" "Kamu harus bertanggung jawab, Mas Satria. Kamu harus nikahin aku. Setelah anak ini lahir aku yakin akan mirip sama kamu." Sasya mengelus-elus kembali perutnya. Lalu melirik Ayra yang masih mematung shock. Matanya memerah dan tampak berkaca-kaca. "Ra, aku rela jadi istri kedua. Ijinkan Mas Satria menikahiku. Kasihan anak ini kalau lahir tanpa Ayah." Sasya memasang wajah memelas. Tidak peduli Ayra yang sakit hati akan kedatangannya, malah meminta berbagi suami. "Selama ini aku diam saja. Aku lalui trimester pertama sendirian. Mual, muntah ... aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi aku tidak bisa terus seperti itu. Aku juga ingin anak ini diakui Ayahnya." Air matanya menetes saat menceritakan itu. Betapa dia ingin bisa bersama Satria. "Aku mencintai Satria. Aku janji akan jadi istri yang baik

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 82

    Tisa sudah ditangani dokter dan kini berada di ruang rawat. Setetes demi setetes cairan terjatuh dari kantung infusan, mengalir lewat selang dan masuk ke tubuh perempuan itu melalui jarum infus. Haris berdiri memperhatikan. Tisa tidak berdaya oleh penyakitnya. Selama ini dia menahan sendirian. Entah bagaimana jadinya jika dia tidak pergi ke kontrakannya. Sepasang matanya yang terpejam akhirnya terbuka secara perlahan. Melihat hanya Haris seorang yang ada di dekatnya. "Mas ...." lirih dia memanggil. "Kamu di rumah sakit. Aku yang membawa ke sini." Mata Tisa berkaca-kaca, dia kira dirinya sudah mati. Tapi ternyata dibawa berobat. "Kamu tidak usah bawa aku ke sini, Mas." "Mana mungkin orang hampir sekarat kubiarkan." Haris tidak setega itu, meski keduanya pernah saling membenci. "Dendy mana, Mas?""Di luar bersama Tia. Anak kecil tidak boleh masuk." "Aku ingin bertemu.""Harus sembuh dulu." Tisa menunduk sedih. Menyesal tidak pergi ke rumah Haris untuk menemui anaknya. Menyesal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 81

    "Aku bawain hadiah jam tangan bagus buat kamu." Tanpa mempedulikan Ayra, Sasya mendekat memberi kotak kecil berpita yang dibawanya. "Buka aja. Ini jam tangan mahal. Buat kamu aku ngasih yang spesial." Satria tidak menerima. Dia malah melirik istrinya. Raut wajah Ayra berubah memerah karna marah. "Sayang, aku nggak ngundang dia. Aku nggak tahu dia akan ke sini." Dirinya sibuk menjelaskan. Tidak mau Ayra salah paham lagi. Entah dari mana Sasya bisa tahu acaranya. "Kamu emang nggak ngundang aku. Tapi aku tahu ini hari lahirmu. Tidak seperti istrimu yang lupa. Payah!" Dia menyimak percakapan mereka tanpa diketahui kehadirannya. Dada Ayra bergemuruh dicibir seperti itu. Satria hawatir dia marah besar. "Tidak usah dengerin omongan dia. Ayo, kita pergi saja." Dia pun memutuskan menghindar. Menyudahi acara yang menurutnya sudah kacau. Tapi Ayra bertahan di tempat. Dilepaskan tangan Satria yang memegangnya. "Kamu tidak lupa kejadian malam itu kan, Mas Satria? Aku melihat isi dompetmu. Di

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 80

    "Bagaimana hadiah dariku sudah sampai?" Saysa menghadang langkah Satria yang baru tiba di basement kantor. "Sudah.""Oh, ya? Terus gimana? Istrimu yang alim itu pasti shock." Satria tersenyum sinis menanggapi ucapannya. Dia sengaja berbuat ulah. Seniat itu ingin menghancurkan hubungannya dengan Ayra. "Kamu tidak usah repot-repot mengirim barang seperti itu ke rumahku. Gak usah buang-buang uang untuk mengusikku." "Aku kan sedang memperjuangkan cintaku dan cintamu yang dulu tertunda." "Hanya kamu. Aku tidak!" tegas Satria. Dia tidak menyukainya lagi sejak lama. Justru yang ada membenci sikapnya yang begini. Laki-laki itu lalu pergi. Menjauhi mobil yang sudah terparkir rapi. Sasya mengikuti. Dengan tidak tahu malunya menggandeng tangan mesra. Satria melepaskan, tapi dia meraih lengannya lagi. Satria malu dilihat orang lain dan tidak ingin jadi pusat perhatian atau bahan gosip. Dan tentu bisa menjadi bahan masalah lagi dengan Ayra di rumah. "Kamu itu apaan si!" Sekali lagi dia lep

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 79

    "Ris, kamu jangan ngasih uang sama Tisa kalau dia datang lagi." Saat makan bersama Marni membicarakan itu. Haris berhenti menyendok nasi melirik ibunya. Sementara Tia tetap melanjutkan makan dengan pelan dan terus menunduk. "Iya, Bu." "Nanti jadi kebiasaan. Dia keenakan. Dia harusnya tanggung jawab keluarganya bukan kamu lagi. Kamu kan sudah mengurusi anaknya." Marni tahu semua itu dari Tia yang sudah bercerita. Dia pun tidak setuju dengan sikap putranya yang dirasa berlebihan. "Haris gak akan ngasih lagi kok, Bu." "Jangan seperti itu. Lebih baik uangnya kamu kasih istrimu yang jelas-jelas sedang hamil anakmu." "Iya, Bu. Haris gak akan ngulangin lagi." Tidak cukup sekali Haris meyakinkan ibunya. Marni kesal mengetahui itu. Karna sudah menyakiti hati Tia. "Kalau apa-apa tuh bilang ke istrimu. Jangan main mengambil keputusan sendiri." Haris menarik napas panjang dan menghempaskan karna ibunya terus menyudutkan dan memperingatkan. "Haris juga udah bicarain ini dengan Tia. Ibu

DMCA.com Protection Status