Share

BAB 10

Penulis: Tika Pena
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-27 17:08:25

"Udah, biarin. Gak usah dilihat." Satria terus melaju dan semakin dipercepat. Menyisakan Haris yang geram melihat mereka menjauh tanpa mempedulikannya. Lelaki itu hendak menemui Ayra lagi tapi keburu pergi. Dan gagal.

Ayra terdiam resah. Takut Haris berpikiran macam-macam. Dan membenarkan lagi tuduhannya selama ini. Ayra jadi menyesali sudah mau naik motor Satria. Seharusnya dia menolak.

Satria menyadari Ayra jadi tidak tenang setelah dilihat mantan suaminya itu. Menoleh padanya yang terdiam. "Gak usah dipikirin. Biarin aja."

"Nanti Mas Haris menuduh kita macam-macam seperti dulu."

"Terpenting kenyataannya tidak seperti itu. Suatu saat semua akan terbongkar kebenarannya." Ayra tidak membalas lagi memilih diam kembali. Masih tidak tenang.

Satria memberhentikan motor di depan warung bubur ayam yang baru buka. Ayra lekas turun, memberikan ongkos yang diambil dari tasnya.

"Tidak usah. Simpan buat kamu saja." Lelaki itu cepat pergi lagi. Tidak ingin menerimanya. Menjadi tukang ojek h
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Andi Andriani
lanjuut bagus ceritanya thor . semangat yaa :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 11

    "Kalian salah paham." Ayra berbicara dengan tenggorokkan serasa tercekat. Tiba-tiba tempatnya didatangi orang-orang ini. Memergokinya bersama Satria. Dilirik lelaki itu, masih melongo atas apa yang didengarnya. Memberi tatapan tajam atas apa yang sudah dia perbuat sampai disangka yang tidak-tidak. "Benar. Kami tidak melakukan apa-apa dan tidak ada hubungan apa-apa." Dia membela diri. Tidak seperti dulu saat di rumah Haris malah mengakui. "Saya hanya membantu Ayra yang lagi sakit." "Alasan. Jelas-jelas tadi kami melihatmu berpelukan." Warga tidak mempercayainya. "Kalian mengaku saja jangan cari-cari alasan," sahut yang lain. "Kita bawa saja ke Pak RT!""Ya, kita bawa lalu nikahkan!"Ayra menggeleng-geleng tidak menyangka semua itu bisa menimpanya. Dia jelas tidak bersalah. Lagi-lagi, semua karna ulah Satria. Seharusnya lelaki itu tidak menemaninya, sampai ikut tidur bersama dan beraninya memeluknya. Dia yang setengah kesadarannya hilang akibat demam tidak begitu menyadari, yang di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 12

    Haris sudah rapi bersiap ke kantor. Sudah menyelesaikan sarapan yang disediakan Marni. Sedangkan Tisa tidak terlihat batang hidungnya. "Tisa kok belum pulang sih, Ris? Perempuan hamil besar seharusnya jangan bepergian sendiri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?" Marni terlihat cemas tapi juga tak suka Tisa lama pergi. Perempuan itu sering bepergian keadaan hamil pun. "Katanya sebentar. Tapi dari kemarin sampai sekarang belum pulang. Kamu telepon coba, Ris. Jangan sering kelayapan. Mana lagi hamil besar." Tanpa menimpali ibunya, Haris segera menghubunginya. Namun Tisa tidak menerima telepon. Tak kunjung diangkat. "Dia tidak bisa dihubungi." "Ya ampun. HPL-nya sudah lewat, harusnya dia hawatir dan harus sudah bedres di rumah." Haris pun merasa kesal. Sudahlah ditinggal Ayra sekarang istri mudanya juga sering tidak ada. "Aku akan menjemputnya sebelum ke kantor." "Bawa pulang dan kamu tegasi dia untuk jangan begitu lagi, Ris." "Baik, Bu." Haris beranjak ke luar rumah diikuti Marni

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-29
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 13

    "Mas Haris?" Ayra membelalak, lantas menoleh pada Satria yang tampak biasa saja. Sama sekali tidak ada sorot takut terhadap kakaknya itu. "Hina apanya? Kami tidak berbuat seperti itu." Dia bicara lugas dan tegas. "Justru kamu yang lebih hina, tidak bisa melihat kebenaran," tambahnya. Seketika membuat Haris mengha-jar wajahnya. Ayra menjerit. Terlebih, Haris melakukannya tidak sekali dengan gerakkan cepat. Lelaki itu tidak dapat menahan diri lagi. "Cukup. Hentikan. Jangan pukul Mas Satria!" Haris melihat padanya. "Mas Satria?" ujarnya tersenyum sinis. "Karna sekarang dia suamimu jadi memanggil seperti itu, begitu? Kamu senang, hah? Akhirnya bisa berkumpul dengan teman zinamu ini?" Bugh! Belum sempat Ayra menjawab Satria gantian mengha-jar wajahnya. Lelaki itu memekik dan sedikit mundur. Menyentuh sudut bibirnya yang berdarah. Sama seperti dirinya, dia bahkan lebih dari satu di pelipis dan hidung. Haris hendak membalas tersulut emosi, tapi kali ini Satria menahannya. "Pergi da

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-30
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 14

    Ayra mengerem langkah kaki begitu menginjak halaman rumah Haris. Ragu, takut juga enggan. "Tidak usah takut. Kamu tidak sendiri sekarang. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu." Satria menenangkan. Meyakinkan semua akan baik-baik saja. Ayra sempat melarangnya. Tapi dia tetap mau pergi. Perbuatan Haris kemarin tidak membuatnya kapok, juga tidak merasa terancam. "Ayo." Dia menggamit tangannya mengajak masuk. Satria mengucap salam. Tapi tidak ada yang menjawab. Pintu dia buka sendiri. Di dalam ruangan tampak lengang. Tak ada seorang pun. Dia terus melangkah pelan tak henti memegang tangan Ayra. "Kita langsung ke kamar Ibu." Istrinya itu hanya diam saja. Semua terserah padanya. "Heh, seenaknya kalian masuk rumah orang. Kaya maling aja." Keduanya berhenti mendengar suara Tisa. Perempuan hamil besar itu menuruni tangga dengan payah. Menghampiri mereka. "Beraninya kalian datang ke sini."Ayra hendak menjawab dicegah Satria menggelengkan kepala. Bibirnya yang terbuka mengatup

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-31
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 15

    "Jangan pernah lagi panggil Satria anak haram, Ibu sudah peringatkan!" Bercucur air mata Marni. Tidak hanya Satria yang sakit hati atas ucapan Haris, dirinya juga merasakan hal sama. Lebih-lebih sebagai ibunya. "Benarkan yang aku katakan? Dia itu anak di luar nikah!""Tidak. Kamu salah Haris." "Anak hasil hubungan gelap Ibu dengan orang lain!" "Bukan ... Ya Allah, itu semua tidak benar. Sudah Ibu bilang berkali-kali sejak dulu. Ibu mengandung Satria sesudah menikah." "Aku tidak percaya!" Ayra menghampiri ibu mertua yang menangis sesenggukan. Dia tak mengerti, fakta ini baru diketahui. Perseteruan yang memanas, membuat Haris bersikap seperti itu. Bahkan terhadap ibunya sendiri. "Pergi kamu dari sini anak hasil selingkuhan!" Satria memukul bibir lelaki itu telah bicara seenaknya dan menarik kerah bajunya. "Mas sudah menyakiti Ibu. Sudah membuat Ibu menangis. Mas durhaka!" sentaknya. "Kalau benci aku, cukup benci aku saja, Mas. Tidak usah bawa-bawa Ibu!" Haris keterlaluan. Satria

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-01
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 16

    "Tisa?!"Haris mendapati istrinya itu menangis tak berdaya di bawah ranjang. Merangkulnya. Di IGD Tisa ditangani dokter, Haris bertambah panik karna dia pendarahan dan lemas. Lalu diputuskan untuk secar. Perempuan itu kini di ruang operasi sedang berusaha dikeluarkan bayinya. Haris menanti cemas di ruang tunggu seorang diri. Ya, hanya seorang diri. Marni tidak bisa ikut dan tidak mau diajak ikut. Terpaksa Haris meninggalkannya. Pikirannya terbagi kemana-mana tak tenang. Antara istri dan ibu yang tak baik-baik saja. Perih hati lelaki itu, tak seorang pun menemani di saat momen menegangkan dan menghawatirkan. Keluarga Tisa tidak ada yang bisa dihubungi. Di saat seperti itu ia teringat Ayra, jika saja dia masih bersamanya tentu tidak akan getir sendirian. Biasanya saat perasaannya kacau perempuan itu senantiasa menenangkan dan selalu ada. Rasa menyesal itu mencuat lagi, dia membutuhkan kehadirannya. Pun dengan Satria, meski selama ini mereka tidak dekat cenderung masing-masing. Tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-02
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 17

    Ayra tengah menyuapi bubur ibu mertua. Tidak jauh darinya Satria duduk memperhatikan. Pagi-pagi mereka sudah ke rumah sakit setelah semalam pulang. Malam panas bagi keduanya, namun tanpa ada kegiatan lanjutan. Ayra menolak keinginan suami barunya itu. Kini, ada rasa tak enak hati sudah membuatnya nelangsa menahan hasratnya. Tidak berani melihat, hanya sedikit menggerakkan sudut mata padanya yang terus diam. Kemudian teringat peristiwa itu lagi yang membuat keduanya kini canggung. "Jangan, Mas." Di tengah debar membuncah, Ayra menjauhkan diri. Menyingkirkan tubuh Satria yang sudah berpindah di atasnya. Merunduk hendak mengecup bibir. Seketika, lelaki itu menjadi merebah. "Kenapa Ayra?" tanyanya dengan napas sedikit tersengal. "Aku ... Aku belum siap." Ayra sendiri beranjak duduk. Menunduk. Memberikan alasan itu. "Kamu tidak usah takut Ayra. Aku bisa melakukannya hati-hati. Aku tidak akan menyakitimu." Bukan karna itu ... Ayra membatin. Dia sudah bukan anak gadis, berhubungan i

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-03
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 18

    Sampai di kontrakan Ayra terus memikirkan. Satria tidak hanya membelikan IPhone, tapi juga membelanjakannya baju. Sekarang di kamarnya terdapat beberapa paper bag. Berisi pakaian. Pulang dari mall mereka langsung ke kontrakan menaruh belanjaan. Ayra memperhatikan itu semua di atas tempat tidurnya. Belum lagi kotak ponsel baru di tangannya. Dan mobil yang mereka pakai belum tahu milik siapa. Satria baru selesai mandi. Ayra melihatnya hanya menggunakan handuk sepinggang langsung menunduk. Laki-laki itu kadang memakai baju, kadang seperti itu sehabis keluar dari mandi. Ayra belum terbiasa melihat tubuhnya terbuka. Terus berpaling. Padahal sudah ia ingatkan untuk memakai di kamar mandi saja. Tapi Satria tidak menuruti. Dia cuek saja membuka lemari. Mengambil pakaian ganti. "Aku suamimu, Ra. Kamu gak perlu seperti itu." Dia memakai kaos di hadapannya. Selanjutnya melorotkan handuk begitu saja. "Mas Satria!" Ayra menjerit menutup mata. "Sembarangan!" Lelaki itu masih cuek. Duduk di s

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04

Bab terbaru

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 87

    "Sasya sudah lahiran. Bayinya laki-laki," ujar Ayra. Satria mengeryit heran dari mana istrinya tahu soal ini? Dia sendiri saja tidak tahu. "Kok kamu tau?""Tau aja." Ayra berkata santai. "Tau dari mana? Temenan aja engga," cecar Satria. Mereka hanya tau wanita itu sakit perut saat di rumah sakit. Tidak tahu jenis kelamin bayi. Tapi Ayra? Entah dari siapa bisa tahu. "Bilang tau dari siapa?" tanya Satria lagi sedikit jengkel karna Ayra tidak mau buru-buru menjawab, malah memakan kue manis di hadapan dengan santainya. "Jawab, Ayra. Jangan buat aku penasaran," tekannya. "Gak mau." Satria menyentak pinggangnya hingga merapat. "Katakan." "Apaan sih, Mas.""Atau aku cium nih." Ayra masih diam saja malah senyum-senyum. Dia tidak takut dicium. "Atau aku melakukannya di sini. Buka baju kamu." Ayra melotot mendengar itu. Ini di ruang tamu. Satria tidak peduli, justru menyeringai dan mencoba membuka kancing bajunya. "Jangan, Mas!" Ayra pun menyingkirkan tangan tersebut. "Bagaimana kal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU    BAB 86

    Sasya kesakitan, terus meraung menangis. "Sakit, Maa." Pada mamanya dia mengadu. "Padahal belum HPL-nya kok perut kamu sudah sakit aja." Mamanya pun heran. Dia sibuk mengusap keringat putrinya itu. Ibu mertua juga mengusap-usap perut Sasya. Alex cemas dan merasa bersalah. Gara-gara dia memaksa pergi tadi, Sasya jadi kesakitan. Dia menunduk memegangi tangan istrinya. Tapi oleh Sasya ditepis. "Pergi!" Bahkan dia diusir. "Sayang, gak boleh begitu," tegur mamanya. "Alex suami kamu. Dia sudah baik mau nemenin kamu periksa kandungan.""Ini semua gara-gara dia, Mama. Perut aku jadi sakit. Dia menyeretku pulang!" "Apa? Kamu benar melakukan itu Alex?" Mama Alex pun tidak diam saja mendengar itu. "Aku minta maaf. Aku cuma ngajak dia jalan cepet tadi.""Harusnya tidak boleh seperti itu, Alex!" Mamanya membentaknya. "Aku tau aku salah. Aku emosi tadi karna Sasya nyentuh pipi Satria." "Kalian bertemu Satria?" tanya Mama Sasya. Alex mengangguk. "Dia dan istrinya juga di sini tadi. Habis c

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 85

    Sasya termenung dalam kamar, sambil mengusap perut gendutnya. Sekarang usia kehamilan sudah menginjak sembilan bulan. Pipinya lebih berisi, begitu juga tubuh yang menggendut karna nafsu makan bertambah. Sehari-hari, hanya mengurung diri dalam kamar. Dia tidak mau keluar. Malu sekedar bersapa dengan tetangga. Atau bertemu siapapun.Pintu terbuka. Masuk sosok Alex. Datang membawakan bingkisan makanan. Tersenyum saat melihat istrinya itu. "Sayang, aku bawakan makanan untuk kamu." Diletakkan kantung itu di meja samping ranjang. Sasya melirik. Betapa dia perhatian. Dia juga tidak protes terhadap perubahan di tubuhnya. Tapi meski begitu, Sasya masih tidak cinta. Dulu pacaran dengannya sebatas iseng dan kesenangan semata tanpa niat serius untuk dinikahi. Alex hanya pelampiasan rasa kesepian saja. "Aku bukain ya." Alex membuka bingkisan itu. Kemudian meraih sendok yang ada dalam kotaknya hendak menyuapi Sasya. Tapi Sasya menepis, sampai makanan terjatuh. "Kamu gak usah sok baik. Aku gak

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 84

    Mau tidak mau Sasya digiring masuk ke dalam mobil Papanya. Begitu juga Alex, ikut menemani. Mereka meminta maaf atas kegaduhan yang Sasya buat. Mobil itu pun membawa mereka pergi. Satria menghela napas lega. Sekarang, masalahnya benar-benar selesai. Diliriknya Papanya yang ikut hadir di sini. "Terimakasih Papa sudah datang." Dia yang mengajak Papa Sasya untuk melihat kelakuan putrinya. "Akan Papa usahakan supaya pernikahan anak Papa baik-baik saja," jawab lelaki itu tersenyum tenang, sambil menepuk pelan bahunya. Dia tahu prahara yang terjadi dalam rumah tangga anaknya, sebisa mungkin membantu. Satria kemudian melihat Haris. "Terimakasih Mas Haris sudah repot-repot kasih bukti." "Tidak perlu berterimakasih, Satria. Kamu sendiri sudah banyak menolongku. Sudah sewajarnya Masmu membantu." Satria tersenyum mendengar untaian kata-kata sejuk dari sang kakak. Haris jauh lebih dewasa dan lebih bijak. Dengan kesadaran dan keinginannya sendiri dia membantu mencari bukti kebohongan Sasya.

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 83

    "Jangan mengaku-ngaku kamu!" Satria menolak tegas. Yakin itu bukan anaknya. "Usia kehamilanku 6 bulan, tepat setelah kejadian malam itu." "Tidak. Aku yakin aku tidak melakukannya denganmu!" "Kamu harus bertanggung jawab, Mas Satria. Kamu harus nikahin aku. Setelah anak ini lahir aku yakin akan mirip sama kamu." Sasya mengelus-elus kembali perutnya. Lalu melirik Ayra yang masih mematung shock. Matanya memerah dan tampak berkaca-kaca. "Ra, aku rela jadi istri kedua. Ijinkan Mas Satria menikahiku. Kasihan anak ini kalau lahir tanpa Ayah." Sasya memasang wajah memelas. Tidak peduli Ayra yang sakit hati akan kedatangannya, malah meminta berbagi suami. "Selama ini aku diam saja. Aku lalui trimester pertama sendirian. Mual, muntah ... aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi aku tidak bisa terus seperti itu. Aku juga ingin anak ini diakui Ayahnya." Air matanya menetes saat menceritakan itu. Betapa dia ingin bisa bersama Satria. "Aku mencintai Satria. Aku janji akan jadi istri yang baik

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 82

    Tisa sudah ditangani dokter dan kini berada di ruang rawat. Setetes demi setetes cairan terjatuh dari kantung infusan, mengalir lewat selang dan masuk ke tubuh perempuan itu melalui jarum infus. Haris berdiri memperhatikan. Tisa tidak berdaya oleh penyakitnya. Selama ini dia menahan sendirian. Entah bagaimana jadinya jika dia tidak pergi ke kontrakannya. Sepasang matanya yang terpejam akhirnya terbuka secara perlahan. Melihat hanya Haris seorang yang ada di dekatnya. "Mas ...." lirih dia memanggil. "Kamu di rumah sakit. Aku yang membawa ke sini." Mata Tisa berkaca-kaca, dia kira dirinya sudah mati. Tapi ternyata dibawa berobat. "Kamu tidak usah bawa aku ke sini, Mas." "Mana mungkin orang hampir sekarat kubiarkan." Haris tidak setega itu, meski keduanya pernah saling membenci. "Dendy mana, Mas?""Di luar bersama Tia. Anak kecil tidak boleh masuk." "Aku ingin bertemu.""Harus sembuh dulu." Tisa menunduk sedih. Menyesal tidak pergi ke rumah Haris untuk menemui anaknya. Menyesal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 81

    "Aku bawain hadiah jam tangan bagus buat kamu." Tanpa mempedulikan Ayra, Sasya mendekat memberi kotak kecil berpita yang dibawanya. "Buka aja. Ini jam tangan mahal. Buat kamu aku ngasih yang spesial." Satria tidak menerima. Dia malah melirik istrinya. Raut wajah Ayra berubah memerah karna marah. "Sayang, aku nggak ngundang dia. Aku nggak tahu dia akan ke sini." Dirinya sibuk menjelaskan. Tidak mau Ayra salah paham lagi. Entah dari mana Sasya bisa tahu acaranya. "Kamu emang nggak ngundang aku. Tapi aku tahu ini hari lahirmu. Tidak seperti istrimu yang lupa. Payah!" Dia menyimak percakapan mereka tanpa diketahui kehadirannya. Dada Ayra bergemuruh dicibir seperti itu. Satria hawatir dia marah besar. "Tidak usah dengerin omongan dia. Ayo, kita pergi saja." Dia pun memutuskan menghindar. Menyudahi acara yang menurutnya sudah kacau. Tapi Ayra bertahan di tempat. Dilepaskan tangan Satria yang memegangnya. "Kamu tidak lupa kejadian malam itu kan, Mas Satria? Aku melihat isi dompetmu. Di

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 80

    "Bagaimana hadiah dariku sudah sampai?" Saysa menghadang langkah Satria yang baru tiba di basement kantor. "Sudah.""Oh, ya? Terus gimana? Istrimu yang alim itu pasti shock." Satria tersenyum sinis menanggapi ucapannya. Dia sengaja berbuat ulah. Seniat itu ingin menghancurkan hubungannya dengan Ayra. "Kamu tidak usah repot-repot mengirim barang seperti itu ke rumahku. Gak usah buang-buang uang untuk mengusikku." "Aku kan sedang memperjuangkan cintaku dan cintamu yang dulu tertunda." "Hanya kamu. Aku tidak!" tegas Satria. Dia tidak menyukainya lagi sejak lama. Justru yang ada membenci sikapnya yang begini. Laki-laki itu lalu pergi. Menjauhi mobil yang sudah terparkir rapi. Sasya mengikuti. Dengan tidak tahu malunya menggandeng tangan mesra. Satria melepaskan, tapi dia meraih lengannya lagi. Satria malu dilihat orang lain dan tidak ingin jadi pusat perhatian atau bahan gosip. Dan tentu bisa menjadi bahan masalah lagi dengan Ayra di rumah. "Kamu itu apaan si!" Sekali lagi dia lep

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 79

    "Ris, kamu jangan ngasih uang sama Tisa kalau dia datang lagi." Saat makan bersama Marni membicarakan itu. Haris berhenti menyendok nasi melirik ibunya. Sementara Tia tetap melanjutkan makan dengan pelan dan terus menunduk. "Iya, Bu." "Nanti jadi kebiasaan. Dia keenakan. Dia harusnya tanggung jawab keluarganya bukan kamu lagi. Kamu kan sudah mengurusi anaknya." Marni tahu semua itu dari Tia yang sudah bercerita. Dia pun tidak setuju dengan sikap putranya yang dirasa berlebihan. "Haris gak akan ngasih lagi kok, Bu." "Jangan seperti itu. Lebih baik uangnya kamu kasih istrimu yang jelas-jelas sedang hamil anakmu." "Iya, Bu. Haris gak akan ngulangin lagi." Tidak cukup sekali Haris meyakinkan ibunya. Marni kesal mengetahui itu. Karna sudah menyakiti hati Tia. "Kalau apa-apa tuh bilang ke istrimu. Jangan main mengambil keputusan sendiri." Haris menarik napas panjang dan menghempaskan karna ibunya terus menyudutkan dan memperingatkan. "Haris juga udah bicarain ini dengan Tia. Ibu

DMCA.com Protection Status