Share

BAB 3

Author: Tika Pena
last update Last Updated: 2023-11-22 12:33:55

"Kontrakan di sini penuh." Untuk kedua kali Ayra kecewa mendengar pemilik petakan kontrakan. Ternyata mencari tempat tinggal dalam waktu cepat tidaklah mudah. 

"Gitu, ya, Pak. Terimakasih." Ayra pamit. Berjalan kembali. Lesu tubuhnya ingin segera istirahat. Sesekali mengusap peluh di dahi. Selama bersama Haris tidak pernah melakukan jalan kaki sejauh ini. 

Satria masih mengikuti. Rela masuk dalam gang dan memberhentikan motor dari agak jauh. Mengotak atik ponsel yang dikeluarkan dari saku. Sementara Ayra terus berjalan. Berharap bisa cepat menemukan tempat bermalam. 

"Mau ke mana, Mbak?" tanya seorang pemuda tiba-tiba menghampiri. Langkah Ayra terhenti. 

"Saya cari kontrakan." 

"Ada dekat sini. Kalau Mbak minat saya tunjukkan." 

"Benar, Mas?" Seketika mata Ayra berbinar. 

"Iya. Boleh ikut saya, Mbak." 

"Baik, Mas." Ayra mengikuti. Senang mendengar kabar tersebut. Membuatnya semangat lagi. 

Pemuda itu menunjukkan deretan kontrakan yang dimaksud. "Deretan kontrakan itu ada yang kosong. Itu rumah pemiliknya." Dia menunjukkan rumah besar di sebelahnya. 

Ayra mengucap terimakasih dan menghampiri rumah pemilik kontrakan tersebut. Pemuda ramah itu berbalik pergi setelah memperhatikan cukup lama. 

"Gue udah nunjukkin tempatnya." Saat tiba dirumah dia menghubungi Satria. 

"Baguslah, thank's udah bantu." Satria tengah berada dalam minimarket memilih minuman dingin. Mengambil botol air mineral dan menutup kembali pintu lemari pendingin itu. 

"Seriusan itu cewek lo?" 

"Kenapa?" 

"Kok lain?"

"Apanya yang lain?" 

"Biasanya sama yang terbuka." 

"Gak usah bilang macem-macem." 

"Ketemu di mana, Bro? Mau dong, cewek cakep alim begitu." 

"Cari di pesantren banyak. Udah, gue otw rumah lo sekarang." Satria mematikan sambungan telepon begitu saja. Menuju kasir membayar minuman. 

Ayra sudah mengobrol dengan pemilik kontrakan. Sudah saling memperkenalkan diri. Diberi kunci setelah deal dengan harga sewa. "Terimakasih, Bu." 

"Kamu bisa bersihkan di dalam berdebu." Bu Dita juga meminjamkan sapu. Ayra menerima. Perempuan itu kemudian berlalu. 

Pintu kontrakan paling ujung dibuka, Ayra masuk ke dalamnya. Menekan saklar di samping jendela. Hingga ruangan terang. 

Ayra merasa lega telah menemukan tempat berteduh. Tapi juga bingung tidak ada apa-apa. Bagaimana ia tidur sedangkan tidak ada kasur? Juga tidak ada perabot apa pun. Ruangan ini kosong. Tiba-tiba hati Ayra dilanda pilu kembali. Cairan bening itu merembes di pipi. 

Apa keputusan mengontrak salah? Apa sebaiknya pulang kampung? Tapi Ayra tidak mau membebani ibunya, juga tidak betah adanya ayah tiri. Ada pengalaman buruk pernah dilecehkannya. Dipertemukan dan menikah dengan Haris adalah anugrah besar, bisa terbebas dari neraka di rumah sendiri. Tetapi itu dulu, sekarang ia telah kehilangan pangeran itu, telah berpaling pada putri lain. 

Ayra memutuskan membersihkan ruangan, mengalihkan rasa sesak di hati. Semua sudah terjadi, tiada guna mengeluh apa lagi meratap terus menerus. Dia harus kuat, harus bisa menghadapi semua. Ayra terus menguat-nguatkan hati sembari menyapu. 

Selesai membersihkan teras luar Ayra mengembalikan sapu tersebut ke rumah Bu Dita. Selain pemilik kontrakan Bu Dita juga berjualan membuka warung sembako. Di sana ramai. 

Bu Dita berada di teras samping warung berkumpul bersama Ibu-ibu, sedangkan pembeli dilayani anak gadisnya. Ayra menaruh sapu itu disandarkan di dinding. "Bu, mau balikin sapu. Terimakasih." 

"Ke sini kamu." Dia memanggilnya, Ayra mendekat sungkan karna masih orang baru. "Saya jualan baju, ada daster, atasan, rok, celana, sampai daleman pun ada, mau beli gak?" Ayra baru tahu dia jualan pakaian juga. 

"Bisa cash. Bisa kre-dit. Pilih-pilih saja dulu." Ayra pun ikut melihat-lihat seperti Ibu-ibu itu. Mereka penasaran dan bertanya karna baru melihatnya. 

"Namanya Ayra, penghuni baru di kontrakan saya, Bu-ibu." Bu Dita menjelaskan. 

"Sendirian atau sama pasangan, Mbak?" 

"Kerja atau masih kuliah?"

"Kerja di mana?"

"Asalnya dari mana?" 

Mereka saling melontarkan tanya. 

"Saya mengontrak sendirian. Saya tidak punya pasangan." 

"Ooh, berarti belum nikah, ya?" 

"Sudah. Tapi sudah pisah."

"Cerai?" Ayra mengangguk seraya tersenyum pahit. 

"Janda, dong." 

"Udah ya, Bu-ibu gak usah kepo. Jadi ngambil dasternya gak nih?" Bu Dita menginterupsi obrolan, menjajakan lagi dagangan. Mereka pun melihat-lihat lagi. 

"Ayra, kamu juga pilih, mau yang mana?" Perhatian Ayra teralih lagi pada baju. Jujur, dia sangat membutuhkan. Karna tidak membawa satu stel pun pakaian ganti. 

Ada gamis-gamis yang membuat Ayra tertarik, tapi ketika ditanyakan harganya mahal, baik kontan apalagi kre-dit menjadi hampir dua kali lipat. Akhirnya dia memilih daster lengan panjang. Mengambil dua. Dia juga mengambil bra dan dalaman. 

"Mau nyicil apa nggak nih?"

"Kalau bayar lunas berapa?" Bu Dita menghitung total harga barang. 

"Seratus lima puluh deh, biarin." Ayra membuka tas kecil yang sejak tadi belum lepas dari tubuhnya. Ada lima lembar uang merah. Haris tidak tahu dia membawa uang. Untunglah lelaki itu tidak menggeledah isi tasnya saat pergi hanya meminta ponsel saja. Terpaksa Ayra mengambil di lemari kamarnya. Ayra tidak mau mempunyai cicilan, cukup sewa tempat tinggal saja yang ia pikirkan tidak mau banyak beban. 

Selesai membeli baju dengan harga terjangkau, kini dia terbengong lagi di dalam kontrakan. Melihat ruangan yang kosong melompong. Perutnya juga lapar dan haus. Tidak ada perabotan untuk memasak. Tentu harus beli. Ayra dilanda pusing memikirkan hari-hari ke depan. Tanpa Haris ternyata sulit. 

Tidak. Dia tidak boleh mengharapkan laki-laki itu lagi. Yang sudah tidak percaya padanya bahkan mengusir. Dirinya tidak boleh lemah. "Aku pasti bisa melalui semua ini." Ayra menguatkan hati kembali. 

"Aku akan membeli makanan dan secepatnya cari pekerjaan. Apa saja terpenting halal." Dia meletakkan kantong belanjaan baju dan bergegas keluar lagi untuk membeli makanan dan minum. 

*** 

Hari sudah berganti malam. Ayra tidur meringkuk beralas tikar dan bantal lusuh yang dipinjami pemilik kontrakan. Tubuhnya kedinginan tanpa selimut. Banyak nyamuk, Ayra kerap kali menepuk pipi, tangan dan kaki dari gigitan nyamuk. Tidurnya pun terusik dan beranjak duduk. 

Mengusap wajah didera nelangsa lagi. Malam-malam sebelumnya tidak pernah seterganggu ini. Selalu nyaman. "Besok, aku akan pake obat nyamuk," ucapnya menahan getir. Mengambil daster dari plastik di sisinya, lalu merebah lagi, menyelimutkan daster itu ke tubuhnya untuk mengurangi dingin. 

Memejam mata mencoba tidur lagi. Mengabaikan bising suara nyamuk. Lama-lama bisa terlelap karna kantuk berat. Gigitan-gigitan nyamuk pun menjadi tidak terasa. 

Waktu terus berlalu. Suara azan subuh pun berkumandang. Ayra bangun dengan tubuh terasa pegal karna bukan di kasur. 

Pergi ke kamar mandi berwudhu. Solat memakai mukena berkain sangat tipis masih dari Bu Dita. Menetes air mata saat berdoa, meminta dikuatkan hati dan diberi kesabaran tiada batas. 

Setelahnya Ayra tidur lagi berselimutkan mukena karna masih mengantuk dan tidak tahu harus apa. 

Pagi saat hendak keluar, Ayra mendapati kantong plastik tergantung di hendel pintu. Ayra mengambil melihat isinya. Terdapat ketoprak, gorengan, roti juga botol air mineral. Ayra heran. 

"Makanan dari siapa?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu udah menikah dan biarpun diceraikan pasti ada harta gono gininya.
goodnovel comment avatar
ADella'@Angkasa
assalamualaikum, lam kenal kak othor dan reader disini ......,, baru baca bab 2, awal yg bagus, masih penasaran ngikut dan nyimak...️...️
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 4

    "Eh, eh, mau dibawa ke mana makanannya?" Langkah Ayra terhenti di hadapan Bu Dita. Bingung mesti menjawab apa. Tadinya dia mau memberikan ke orang lain makanan yang tidak jelas pemberian siapa. Meski lapar meski membutuhkan, Ayra tidak mau sembarangan memakan. "Bu Dita tau tidak siapa yang gantungin kantong makanan ini di depan pintu kontrakan saya?" "Dari hamba Allah." "Hamba Allah?" "Iya. Saya juga dikasih. Nih." Bu Dita menunjukkan kantong yang sama di sampingnya memindahkan di meja. "Gak tau siapa. Orangnya langsung pergi." Siapa? Ayra semakin penasaran. "Makan aja, gak usah ragu. Saya juga mau dimakan nih. Orang sedekah, jangan nolak rejeki." Ayra mematung melihatnya membuka bingkisan itu dan melahap makanan tersebut. "Ketopraknya enak banget. Eh, ada bakwan juga." Mulutnya sibuk mengunyah. "Udah, kamu jangan bengong. Makan nanti keburu dingin." "Ah, iya." Ayra pun memilih berputar arah masuk dalam kontrakan kembali. Duduk membuka bingkisan tersebut di lantai. Menepis

    Last Updated : 2023-11-22
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 5

    "Satria? Jadi kamu orangnya?!" Ayra tidak menyangka. Yang setiap pagi memberikan makanan padanya ternyata mantan ipar. "Ya ... dari aku." Satria sudah tenang kembali mencoba tersenyum. "Untuk apa kamu lakuin itu?" "Pengen aja berbagi sama kamu.""Gak usah. Aku tidak butuh bantuan orang yang sudah fitnah aku. Bawa kembali makanan itu." "Ayra maaf ... karna itu aku merasa bersalah dan mau nebus kesalahan itu.""Dengan memberi makanan? Itu tidak bisa mengembalikan harga diriku!" Ayra hendak menutup pintu tapi ditahan. "Pergi kamu. Jangan ke sini lagi!" "Ayra, aku minta maaf. Aku tahu kamu membutuhkan bantuan. Ambil apa yang sudah aku bawa ini." Satria kembali menyodorkan kantong makanan itu. "Bawa pulang saja. Dan untuk semua makanan yang kamu beri dan sudah aku makan, aku akan menggantinya!" "Tidak usah diganti, Ayra."Ayra berusaha menutup pintu dan kali ini berhasil. Dia bersandar pada pintu tersebut. "Ayra!" "Pergi atau aku akan teriak!" Lelaki itu menunduk tidak memaks

    Last Updated : 2023-11-22
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 6

    "Minum." Satria memberi botol minuman teh dingin. Namun, Ayra malah melengos. Menatap pemandangan di luar kaca. "Yasudah, kalau tidak mau." Satria menghadap depan lagi. Menaruh minuman itu. Deni menggaruk pelipis, terus menyetir dengan perasaan bingung terhadap keduanya. "Kamu boleh kerja yang lain asal jangan jadi pemulung." Satria berujar lagi dari depan. Sungguh, dia tidak tega melihatnya dan tidak suka. Ternyata Ayra bisa senekat itu saat terdesak. "Ngatur-ngatur. Kamu pikir siapa?" balas Ayra ketus. Dia terpaksa masuk mobil untuk diantarkan pulang. Uang pemberian Satria dikembalikan tidak mau menerima begitu saja, sebagai gantinya lelaki itu meminta ia berhenti mulung dan pulang. Sudah lumayan jauh Ayra melangkah, Satria kasihan. "Loh, kan pacarnya? Sebagai pacar yang baik, Satria tidak mau melihat kamu mulung." Deni menimpali dengan terheran-heran. Ayra melotot mendengar itu. Pacar?! Sementara Satria di sebelah lelaki itu mulai tidak enak diam. Deni percaya begitu saja sa

    Last Updated : 2023-12-23
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 7

    "Jadi, benar ya Mbak Tisa, Kalau Mbak Ayra selingkuh dengan Mas Satria, dengan adek ipar sendiri?" "Betul. Itu kenapa Mbak Ayra dicerai Mas Haris dan dua-duanya diusir dari rumah." Ayra mundur tidak jadi melangkah ke depan rumah Haris saat mendengar suara itu. Berdiam di pojok garasi melihat dengan geram beberapa Ibu-ibu tengah membicarakannya bersama Tisa. Sambil memilih sayur di pedagang mobil losbak kecil. Tisa begitu bersemangat menggosipkannya. "Gak nyangka, ya, tampang alim begitu bisa selingkuh.""Mangkannya jangan hanya terkesan dengan penampilan Bu-ibu, bisa menipu." Tisa terus mengompori. "Pantas Mas Haris marah langsung menceraikan," timpal Ibu-ibu lain. "Dua-duanya tega dan tidak tahu diri. Sudah enak tinggal di rumah bagus begini, malah buat ulah." "Lebih tidak tahu diri lagi si Ayra, sudah mandul malah selingkuh. Padahal Mas Haris baik, gak ada bersyukurnya." Tisa tersenyum senang dan puas mendengar respon Ibu-ibu itu. Mereka ikut membenci Ayra. Sesuai yang dihara

    Last Updated : 2023-12-24
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 8

    "Loh, barang-barang saya ke mana, Bu?" Ayra heran sekembalinya ke kontrakan barang yang tadi dikumpulkan tidak ada. "Ada di dalam," jawab Bu Dita. Lalu mendekat padanya yang terdiam kebingungan. "Kamu gak usah pergi. Boleh tinggal di sini." Heran Ayra mendengarnya. "Tapi, Bu, tadi--""Sudah. Gak apa-apa. Kamu bebas tinggal di sini." Dielus lengan janda muda itu berbicara sungguh-sungguh. Serta ramah. Berbeda dengan sebelumnya yang ketus. "Saya belum bisa bayar sewanya, Bu.""Tidak apa-apa, tidak usah pikirkan itu. Maafkan saya Ayra, tadi saya sudah menyuruhmu pergi tanpa memperdulikan keadaan kamu." "I-iya, Bu." Tak enak dan bingung Ayra menanggapinya. Karna tiba-tiba semua berubah. Dirinya diberi kesempatan tinggal lagi di kontrakan tanpa pertimbangan biaya sewa. Bu Dita membebaskannya. "Kamu bisa istirahat di dalam." "Tapi dua orang itu, Bu?""Mereka sudah pergi. Mencari kontrakan lain.""Terimakasih banyak ya, Bu.""Sama-sama. Saya pergi dulu, Ayra." Bu Dita meninggalkannya y

    Last Updated : 2023-12-25
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 9

    "Tidak sudi." Haris tertegun. Ayra menolaknya. Bahkan, dengan kata-kata sangat tidak enak didengar. Seperti dulu dia pernah melontarkan kalimat itu. Saat ibunya meminta rujuk. Sekarang Ayra mengatakannya. Haris tertohok. Rasanya sesakit itu. "Aku tidak mau rujuk." Dia semakin mempertegas. "Apa?" Haris tak ingin mempercayainya. Dia kira Ayra akan langsung menerima. Dia kira perempuan itu akan senang dia datang. Karna tahu selama ini Ayra sangatlah mencintainya, sampai dia menikah lagi pun mengijinkan. "Aku tidak mau kembali denganmu, Mas." Ayra menatapnya marah juga kecewa atas tuduhannya tanpa bertabayun lebih dulu. Belum lagi kasih sayang yang timpang antara dirinya dan Tisa selama mereka bersama. Sudah teramat sakit hati. Tak ingin merasakan itu lagi. "Kita akan tetap seperti ini. Hanya mantan suami istri." Dengan sendiri seperti ini Ayra merasakan hidup tenang. Merasa lebih baik. Hal yang sudah lama hilang bisa didapatkannya lagi. "Beri aku kesempatan, Ayra." Haris meraih tan

    Last Updated : 2023-12-26
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 10

    "Udah, biarin. Gak usah dilihat." Satria terus melaju dan semakin dipercepat. Menyisakan Haris yang geram melihat mereka menjauh tanpa mempedulikannya. Lelaki itu hendak menemui Ayra lagi tapi keburu pergi. Dan gagal. Ayra terdiam resah. Takut Haris berpikiran macam-macam. Dan membenarkan lagi tuduhannya selama ini. Ayra jadi menyesali sudah mau naik motor Satria. Seharusnya dia menolak. Satria menyadari Ayra jadi tidak tenang setelah dilihat mantan suaminya itu. Menoleh padanya yang terdiam. "Gak usah dipikirin. Biarin aja." "Nanti Mas Haris menuduh kita macam-macam seperti dulu." "Terpenting kenyataannya tidak seperti itu. Suatu saat semua akan terbongkar kebenarannya." Ayra tidak membalas lagi memilih diam kembali. Masih tidak tenang. Satria memberhentikan motor di depan warung bubur ayam yang baru buka. Ayra lekas turun, memberikan ongkos yang diambil dari tasnya. "Tidak usah. Simpan buat kamu saja." Lelaki itu cepat pergi lagi. Tidak ingin menerimanya. Menjadi tukang ojek h

    Last Updated : 2023-12-27
  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 11

    "Kalian salah paham." Ayra berbicara dengan tenggorokkan serasa tercekat. Tiba-tiba tempatnya didatangi orang-orang ini. Memergokinya bersama Satria. Dilirik lelaki itu, masih melongo atas apa yang didengarnya. Memberi tatapan tajam atas apa yang sudah dia perbuat sampai disangka yang tidak-tidak. "Benar. Kami tidak melakukan apa-apa dan tidak ada hubungan apa-apa." Dia membela diri. Tidak seperti dulu saat di rumah Haris malah mengakui. "Saya hanya membantu Ayra yang lagi sakit." "Alasan. Jelas-jelas tadi kami melihatmu berpelukan." Warga tidak mempercayainya. "Kalian mengaku saja jangan cari-cari alasan," sahut yang lain. "Kita bawa saja ke Pak RT!""Ya, kita bawa lalu nikahkan!"Ayra menggeleng-geleng tidak menyangka semua itu bisa menimpanya. Dia jelas tidak bersalah. Lagi-lagi, semua karna ulah Satria. Seharusnya lelaki itu tidak menemaninya, sampai ikut tidur bersama dan beraninya memeluknya. Dia yang setengah kesadarannya hilang akibat demam tidak begitu menyadari, yang di

    Last Updated : 2023-12-28

Latest chapter

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 87

    "Sasya sudah lahiran. Bayinya laki-laki," ujar Ayra. Satria mengeryit heran dari mana istrinya tahu soal ini? Dia sendiri saja tidak tahu. "Kok kamu tau?""Tau aja." Ayra berkata santai. "Tau dari mana? Temenan aja engga," cecar Satria. Mereka hanya tau wanita itu sakit perut saat di rumah sakit. Tidak tahu jenis kelamin bayi. Tapi Ayra? Entah dari siapa bisa tahu. "Bilang tau dari siapa?" tanya Satria lagi sedikit jengkel karna Ayra tidak mau buru-buru menjawab, malah memakan kue manis di hadapan dengan santainya. "Jawab, Ayra. Jangan buat aku penasaran," tekannya. "Gak mau." Satria menyentak pinggangnya hingga merapat. "Katakan." "Apaan sih, Mas.""Atau aku cium nih." Ayra masih diam saja malah senyum-senyum. Dia tidak takut dicium. "Atau aku melakukannya di sini. Buka baju kamu." Ayra melotot mendengar itu. Ini di ruang tamu. Satria tidak peduli, justru menyeringai dan mencoba membuka kancing bajunya. "Jangan, Mas!" Ayra pun menyingkirkan tangan tersebut. "Bagaimana kal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU    BAB 86

    Sasya kesakitan, terus meraung menangis. "Sakit, Maa." Pada mamanya dia mengadu. "Padahal belum HPL-nya kok perut kamu sudah sakit aja." Mamanya pun heran. Dia sibuk mengusap keringat putrinya itu. Ibu mertua juga mengusap-usap perut Sasya. Alex cemas dan merasa bersalah. Gara-gara dia memaksa pergi tadi, Sasya jadi kesakitan. Dia menunduk memegangi tangan istrinya. Tapi oleh Sasya ditepis. "Pergi!" Bahkan dia diusir. "Sayang, gak boleh begitu," tegur mamanya. "Alex suami kamu. Dia sudah baik mau nemenin kamu periksa kandungan.""Ini semua gara-gara dia, Mama. Perut aku jadi sakit. Dia menyeretku pulang!" "Apa? Kamu benar melakukan itu Alex?" Mama Alex pun tidak diam saja mendengar itu. "Aku minta maaf. Aku cuma ngajak dia jalan cepet tadi.""Harusnya tidak boleh seperti itu, Alex!" Mamanya membentaknya. "Aku tau aku salah. Aku emosi tadi karna Sasya nyentuh pipi Satria." "Kalian bertemu Satria?" tanya Mama Sasya. Alex mengangguk. "Dia dan istrinya juga di sini tadi. Habis c

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 85

    Sasya termenung dalam kamar, sambil mengusap perut gendutnya. Sekarang usia kehamilan sudah menginjak sembilan bulan. Pipinya lebih berisi, begitu juga tubuh yang menggendut karna nafsu makan bertambah. Sehari-hari, hanya mengurung diri dalam kamar. Dia tidak mau keluar. Malu sekedar bersapa dengan tetangga. Atau bertemu siapapun.Pintu terbuka. Masuk sosok Alex. Datang membawakan bingkisan makanan. Tersenyum saat melihat istrinya itu. "Sayang, aku bawakan makanan untuk kamu." Diletakkan kantung itu di meja samping ranjang. Sasya melirik. Betapa dia perhatian. Dia juga tidak protes terhadap perubahan di tubuhnya. Tapi meski begitu, Sasya masih tidak cinta. Dulu pacaran dengannya sebatas iseng dan kesenangan semata tanpa niat serius untuk dinikahi. Alex hanya pelampiasan rasa kesepian saja. "Aku bukain ya." Alex membuka bingkisan itu. Kemudian meraih sendok yang ada dalam kotaknya hendak menyuapi Sasya. Tapi Sasya menepis, sampai makanan terjatuh. "Kamu gak usah sok baik. Aku gak

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 84

    Mau tidak mau Sasya digiring masuk ke dalam mobil Papanya. Begitu juga Alex, ikut menemani. Mereka meminta maaf atas kegaduhan yang Sasya buat. Mobil itu pun membawa mereka pergi. Satria menghela napas lega. Sekarang, masalahnya benar-benar selesai. Diliriknya Papanya yang ikut hadir di sini. "Terimakasih Papa sudah datang." Dia yang mengajak Papa Sasya untuk melihat kelakuan putrinya. "Akan Papa usahakan supaya pernikahan anak Papa baik-baik saja," jawab lelaki itu tersenyum tenang, sambil menepuk pelan bahunya. Dia tahu prahara yang terjadi dalam rumah tangga anaknya, sebisa mungkin membantu. Satria kemudian melihat Haris. "Terimakasih Mas Haris sudah repot-repot kasih bukti." "Tidak perlu berterimakasih, Satria. Kamu sendiri sudah banyak menolongku. Sudah sewajarnya Masmu membantu." Satria tersenyum mendengar untaian kata-kata sejuk dari sang kakak. Haris jauh lebih dewasa dan lebih bijak. Dengan kesadaran dan keinginannya sendiri dia membantu mencari bukti kebohongan Sasya.

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 83

    "Jangan mengaku-ngaku kamu!" Satria menolak tegas. Yakin itu bukan anaknya. "Usia kehamilanku 6 bulan, tepat setelah kejadian malam itu." "Tidak. Aku yakin aku tidak melakukannya denganmu!" "Kamu harus bertanggung jawab, Mas Satria. Kamu harus nikahin aku. Setelah anak ini lahir aku yakin akan mirip sama kamu." Sasya mengelus-elus kembali perutnya. Lalu melirik Ayra yang masih mematung shock. Matanya memerah dan tampak berkaca-kaca. "Ra, aku rela jadi istri kedua. Ijinkan Mas Satria menikahiku. Kasihan anak ini kalau lahir tanpa Ayah." Sasya memasang wajah memelas. Tidak peduli Ayra yang sakit hati akan kedatangannya, malah meminta berbagi suami. "Selama ini aku diam saja. Aku lalui trimester pertama sendirian. Mual, muntah ... aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi aku tidak bisa terus seperti itu. Aku juga ingin anak ini diakui Ayahnya." Air matanya menetes saat menceritakan itu. Betapa dia ingin bisa bersama Satria. "Aku mencintai Satria. Aku janji akan jadi istri yang baik

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 82

    Tisa sudah ditangani dokter dan kini berada di ruang rawat. Setetes demi setetes cairan terjatuh dari kantung infusan, mengalir lewat selang dan masuk ke tubuh perempuan itu melalui jarum infus. Haris berdiri memperhatikan. Tisa tidak berdaya oleh penyakitnya. Selama ini dia menahan sendirian. Entah bagaimana jadinya jika dia tidak pergi ke kontrakannya. Sepasang matanya yang terpejam akhirnya terbuka secara perlahan. Melihat hanya Haris seorang yang ada di dekatnya. "Mas ...." lirih dia memanggil. "Kamu di rumah sakit. Aku yang membawa ke sini." Mata Tisa berkaca-kaca, dia kira dirinya sudah mati. Tapi ternyata dibawa berobat. "Kamu tidak usah bawa aku ke sini, Mas." "Mana mungkin orang hampir sekarat kubiarkan." Haris tidak setega itu, meski keduanya pernah saling membenci. "Dendy mana, Mas?""Di luar bersama Tia. Anak kecil tidak boleh masuk." "Aku ingin bertemu.""Harus sembuh dulu." Tisa menunduk sedih. Menyesal tidak pergi ke rumah Haris untuk menemui anaknya. Menyesal

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 81

    "Aku bawain hadiah jam tangan bagus buat kamu." Tanpa mempedulikan Ayra, Sasya mendekat memberi kotak kecil berpita yang dibawanya. "Buka aja. Ini jam tangan mahal. Buat kamu aku ngasih yang spesial." Satria tidak menerima. Dia malah melirik istrinya. Raut wajah Ayra berubah memerah karna marah. "Sayang, aku nggak ngundang dia. Aku nggak tahu dia akan ke sini." Dirinya sibuk menjelaskan. Tidak mau Ayra salah paham lagi. Entah dari mana Sasya bisa tahu acaranya. "Kamu emang nggak ngundang aku. Tapi aku tahu ini hari lahirmu. Tidak seperti istrimu yang lupa. Payah!" Dia menyimak percakapan mereka tanpa diketahui kehadirannya. Dada Ayra bergemuruh dicibir seperti itu. Satria hawatir dia marah besar. "Tidak usah dengerin omongan dia. Ayo, kita pergi saja." Dia pun memutuskan menghindar. Menyudahi acara yang menurutnya sudah kacau. Tapi Ayra bertahan di tempat. Dilepaskan tangan Satria yang memegangnya. "Kamu tidak lupa kejadian malam itu kan, Mas Satria? Aku melihat isi dompetmu. Di

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 80

    "Bagaimana hadiah dariku sudah sampai?" Saysa menghadang langkah Satria yang baru tiba di basement kantor. "Sudah.""Oh, ya? Terus gimana? Istrimu yang alim itu pasti shock." Satria tersenyum sinis menanggapi ucapannya. Dia sengaja berbuat ulah. Seniat itu ingin menghancurkan hubungannya dengan Ayra. "Kamu tidak usah repot-repot mengirim barang seperti itu ke rumahku. Gak usah buang-buang uang untuk mengusikku." "Aku kan sedang memperjuangkan cintaku dan cintamu yang dulu tertunda." "Hanya kamu. Aku tidak!" tegas Satria. Dia tidak menyukainya lagi sejak lama. Justru yang ada membenci sikapnya yang begini. Laki-laki itu lalu pergi. Menjauhi mobil yang sudah terparkir rapi. Sasya mengikuti. Dengan tidak tahu malunya menggandeng tangan mesra. Satria melepaskan, tapi dia meraih lengannya lagi. Satria malu dilihat orang lain dan tidak ingin jadi pusat perhatian atau bahan gosip. Dan tentu bisa menjadi bahan masalah lagi dengan Ayra di rumah. "Kamu itu apaan si!" Sekali lagi dia lep

  • BAJU ADIKKU DI RANJANG ISTRIKU   BAB 79

    "Ris, kamu jangan ngasih uang sama Tisa kalau dia datang lagi." Saat makan bersama Marni membicarakan itu. Haris berhenti menyendok nasi melirik ibunya. Sementara Tia tetap melanjutkan makan dengan pelan dan terus menunduk. "Iya, Bu." "Nanti jadi kebiasaan. Dia keenakan. Dia harusnya tanggung jawab keluarganya bukan kamu lagi. Kamu kan sudah mengurusi anaknya." Marni tahu semua itu dari Tia yang sudah bercerita. Dia pun tidak setuju dengan sikap putranya yang dirasa berlebihan. "Haris gak akan ngasih lagi kok, Bu." "Jangan seperti itu. Lebih baik uangnya kamu kasih istrimu yang jelas-jelas sedang hamil anakmu." "Iya, Bu. Haris gak akan ngulangin lagi." Tidak cukup sekali Haris meyakinkan ibunya. Marni kesal mengetahui itu. Karna sudah menyakiti hati Tia. "Kalau apa-apa tuh bilang ke istrimu. Jangan main mengambil keputusan sendiri." Haris menarik napas panjang dan menghempaskan karna ibunya terus menyudutkan dan memperingatkan. "Haris juga udah bicarain ini dengan Tia. Ibu

DMCA.com Protection Status