Ketika handphone miliknya berdering, maka Sandisc segera mengambil benda tersebut yang ditaruh di atas kasur. Ia pun membuat posisi duduknya lebih sensual.
Kedua kaki saling disilangkan. Bagian bawah lingerie diangkat ke atas guna menampakkan paha-paha putihnya. Dengan tujuan menunjukkan keseksiannya pada Gerack Brown.
"Aku sudah sampai, Sayang. Kau di mana?"
"Aku di kamar." Sandisc menjawab dengan nada biasa saja.
Kontras dengan senyuman lebar yang terpatri di wajahnya. Bayangan sosok gagah Gerack pun sudah memenuhi benaknya.
Memperkuat rasa rindu Sandisc. Dan, ingin segera berjumpa langsung pria itu pula.
"Tunggu aku, Sayang."
Tidak dilontarkan balasan apa-apa. Bahkan, sambungan telepon langsung diakhiri.
Memberikan kesan tak terlalu antusias akan kedatangan Gerack. Justru sebaliknya.
"Wow, kau cantik sekali, Sayang."
Diukirkan senyum yang lebih lebar sebagai balasan atas lontaran pujian teman tidurnya, Gerack Brown. Dan, ditatap pria itu dengan cukup lekat.
Dapat dilihat bagaimana sepasang mata Gerack nyala akan bara gairah. Reaksi yang telah dirinya prediksi. Jadi, tidak terlalu heran menyaksikan.
Tentu, muncul keinginan untuk menunjukkan lagi sensualitas kepada Gerack. Senang rasanya dapat menggoda pria itu. Apalagi, hasrat Gerack.
"Aku yakin tidak salah melihat."
Sandisc tertawa cukup kencang. Tatapan semakin memikat ditunjukkan pada sang tamu istimewa. Gerack pun membalas tak kalah lekat.
"Salah melihat apa?" Sandisc pura-pura belum paham.
"Salah melihat kau, Sayang."
"Tapi, kau benar-benar nyata aku lihat, malam ini. Bukan delusiku saja."
Gerack menambah seringai. "Kau sangat seksi dengan lingerie ini."
"Kau membeli di mana?"
"Baru pertama kali kau pakai lingerie ini, Sayang? Benar-benar cantik."
Sandisc tak segera menjawab. Ia memilih untuk turun dari tempat tidur.
Berjalan dengan langkah anggun mendekati Gerack yang berjarak tak jauh darinya. Terus dipertahankan senyum lebar.
"Kemari cepat, Sayang."
"Beri aku ciuman selamat datang. Kau tahu aku sangatlah merindukanmu."
Sandisc kembali terkekeh. Tetap berjalan ke arah Gerack. Sedangkan, kedua tangan pria itu sudah merentang. Siap menyambut.
Lima detik kemudian, dirinya sudah berada dalam rengkuhan erat dan posesif Gerack.
Dan ketika menengadahkan kepala, ia menerima ciuman ganas pria itu bibir.
Balasan dengan pagutan lembut yang bisa diberikan. Soal mencumbu hebat hingga mampu membangkitkan gairah, diserahkannya pada Gerack.
Sedikit rasa kesal menyergap, saat pria itu menghentikan ciuman. Namun, segera digantikan keterpesonaan karena dirinya disuguhkan senyuman menawan.
Bukan sebuah rahasia lagi jika Gerack punya paras tampan dengan rahang wajah persegi yang tegas.
Lalu, kedua mata berwarna biru, hidung mancung, bibir merah tebal. Tinggi tubuh menjulang dengan tubuh perkasa.
Gambaran sempurna.
Bahkan sudah dibayangkan bagaimana nanti calon bayinya bisa mewarisi kelebihan fisik dari Gerack Brown.
Tentu, sangat berharap gen pria yang akan dominan dari dirinya jika melahirkan buah hati laki-laki.
"Kau sedang memikirkan apa?"
Sandisc memperlebar senyuman. Dekapan pada Gerack semakin dieratkan juga. "Aku?"
"Hmm, memikirkan seberapa besar gairah sedang kau tahan," lanjut Sandisc santai.
"Aku sangat menginginkanmu."
Sandisc tertawa pelan. "Benarkah? Memang selama kau di sana, kau tidak pergi bersama wanita lain?" Sengaja diloloskan sindiran.
"Aku hanya menginginkanmu saja."
Sandisc mengencangkan tawa. Matanya pun menatap dengan tak percaya. Lalu, kepala digeleng-gelengkan.
Respons dirinya yang seperti ini pasti sudah diketahui Gerack, berarti apa. Pria itu punya kepekaan cukup tinggi, di waktu tertentu.
"Aku tidak pernah ditemani wanita siapa pun di sana. Kau tahu betapa aku kesepian?"
"Aku rindu padamu. Dan, aku hanya dapat membayangkanmu, Sayang. Kau percaya?"
Sandisc lekas mengangguk. "Aku percaya. Lagi pula, aku memang bagus dijadikan olehmu sebagai bahan fantasi bukan?"
"Benar sekali, Sayang. Sangat bagus."
Gerack menyeringai. Diembuskan dengan sengaja napasnya di daun telinga kiri milik Sandisc, sebelum lanjut berkata. Tawa geli wanita itu membuat dirinya kian bergairah.
"Kau mau aku ceritakan salah satu fantasiku tentangmu? Tapi, setelah kita bercinta?"
Sandisc mengangguk ringan, lagi. "Baik. Mari malam ini kita bercinta sungguhan."
"Dan, kau bisa merealisasikan seluruh fantasi dalam kepalamu, Ger--"
Tak bisa dilanjutkan ucapan karena dirinya telah diangkat oleh Gerack. Pria itu berjalan cepat dan tergesa-gesa menuju tempat tidur.
Rasa terkejut tidak terlalu menyelimuti, saat Gerack melemparnya ke kasur. Sedetik kemudian, pria itu berada di atasnya. Tidak menindih, menyangga dengan dua tangan.
"Bermain hingga pagi, apa kau siap?"
Kepala Sandisc dianggukan mantap seraya memandang kian lekat sosok Gerack yang tengah berupaya menyingkap lingerie. Tak terlepas. Masih sampai di bagian dada saja.
"Siap, Sayang." Sandisc menjawab mesra.
Ketika Gerack hendak menciumnya, segera diarahkan jari telunjuk ke bibir pria itu.
Tak terjadi cumbuan di antara mereka. Tatapan kebingungan pun dilemparkan Gerack.
"Sebelum kita mulai, aku ingin pastikan suatu hal dulu kepadamu. Tentang ma--"
"Aku sudah memasukkan semua makanan yang kau minta ke daftar menuku setiap hari. Dan, aku rasanya akan bagus, Sandisc."
"Kesuburanku akan meningkat seperti yang kau inginkan, Sayang," ujar Gerack bangga.
Dia memang bisa aku handalkan. Sandisc bersuara senang di dalam hati.
Lantas, kedua mata dipejamkan. Tepat saat Gerack mulai memagut dengan kecepatan yang seakan dikejar oleh waktu.
Pria itu juga sudah menggerilyakan tangan-tangan nakal di tubuhnya. Melakukan gerakan-gerakan sensual yang memicu bangkitkan hasrat.
Sandisc yakin malam ini pergumulan panas akan terjadi kembali. Selalu terasa hebat dan menyenangkan bercinta dengan Gerack.
Puncak yang dahsyat tak hanya memberi kepuasaan biologis, tetapi akan dihasilkan seorang bayi beberapa minggu lagi.
"Hei, bangunlah."Tidak ucapan lembut Sandisc yang menyebabkan Gerack langsung terjaga. Namun, sentuhan halus telapak tangan kekasih barunya itu di lengan kiri.Ketika mata sudah membuka secara penuh, wajah menawan Sandisc dengan ekspresi kesal menjadi pemandangan utama yang dapat diabadikan. Ia beranjak dari posisi berbaring. Duduk di dekat Sandisc."Aku sudah bangun, Sayang." Gerack berucap dalam nada ceria."Ada apa membangunkanku?"Tak menunggu jawaban dilontarkan oleh Sandisc, tengkuk wanita itu segera diraihnya.Bibir mereka tak lama kemudian menyatu. Diberi pagutan yang lumayan cepat sembari memejamkan mata.Saat Sandisc tidak membalas, ciuman pun diakhiri Gerack. Dipandang sang kekasih dengan tatapan heran.Kedua tangannya sudah menangkup wajah wanita itu. Mata mereka saling bersirobok."Apa yang membuatmu terganggu?" tanyanya lagi. Jelas merasa penasaran.Semua hal menyangkut Sandisc ada
"Kenapa kau terlambat sekali? Aku kira kau tidak akan jadi datang kemari."Sandisc mendapatkan sambutan pertanyaan bernada kesal dari sang kembaran, ketika Selena membukakan pintu rumah untuknya.Sandisc menyengir dengan ekspresi yang tak bersalah. "Aku terlambat 30 menit.""Kau bilang di pesan, kau hanya akan datang terlambat paling lama lima belas menit.""Yang penting aku sudah datang bukan? Kau cerewet sekali." Sandisc berujar dengan santai, tidak terpancing kekesalan Selena.Kedua kaki dilangkahkan semakin cepat agar bisa berjalan di samping Selena. Mudah dilakukan sebab sang kembaran melangkah dengan begitu santai, bahkan pelan."Harusnya kau senang aku jadi ke sini. Ka--""Iya, iya. Kau sudah datang."Sandisc tak akan pernah bisa menolak permintaan dari Selena untuk bertemu. Ia pun berupaya mengatur jadwal. Pekerjaan segera diselesaikan.Sekitar pukul lima sore, Sandisc sudah berhasil menuntaskan semua yang harus
Gerack merasakan debaran jantungnya yang kian kencang, seiring dengan tombol bel apartemen Sandisc Mikkler dipencetnya.Gerack sangat tegang. Berdiri kaku sembari memegang sebuah buket bunga mawar.Pandangan begitu tertuju lurus ke depan. Tepat pada pintu apartemen Sandisc yang belum dibuka juga oleh wanita itu.Sandisc ada di dalam. Sudah dikonfirmasi setengah jam lalu lewat pesan dikirimkan ke wanita itu. Tinggal ditunggu Sandisc keluar.Setiap detik berjalan terasa begitu cepat bagi Gerack. Tidak terasa sudah lima menit ia menanti sambutan Sandisc.Tak berniat menekan kembali bel supaya wanita itu segera membukakan pintu untuk dirinya. Gerack rela menanti lebih lama.Waktu yang ada, dimanfaatkannya untuk menyusun sejumlah kalimat sapaan dan pertanyaan nantinya pada Sandisc.Otak Gerack tidak bisa diajak memikirkan kata-kata puitis yang romantis. Ia jela
Sandisc harus mengakhiri tidur nyenyaknya karena handphone berdering. Ia pun segera beranjak turun dari ranjang dan mengambil ponsel yang diletakkan di meja sofa.Sandisc pun mengenakan jubah tidur untuk membalut tubuh telanjangnya. Tak dipakai bra ataupun celana dalam."Selena? Kenapa dia meneleponku begitu pagi?" gumam Sandisc pelan, setelah dilihat nama sang penelepon di layar ponselnya.Tak cepat diangkat panggilan dari saudara kembarnya itu. Sandisc justru tertarik untuk mengecek pesan dari Selena dulu. Dikirim oleh kembarannya, satu jam yang lalu."Aku hamil." Sandisc membaca dua patah kata dalam chat Selena. Selebihnya diisi oleh wanita itu dengan emoticon penuh senyum.Kemudian, Sandisc tertawa. Ia seperti bisa merasakan kebahagiaan yang menyelimuti saudara kembarnya itu.Tentu, harus dihubungi Selena kembali. Tadi sambungan telepon sudah
"Maafkan aku, Mom, Dad. Suamiku sangat sibuk hari ini. Dia tidak bisa bergabung.""Tidak apa-apa, Nak. Mom mengerti.""Hihi. Trims, Mom." Selena menambah lebih lebar senyuman ke arah sang ibu."Tidak mudah menjadi pengusaha dengan bisnis yang mulai berkembang. Suamimu pasti akan semakin sibuk, Nak."Selena mengangguk. "Iya, Dad. Aku pasti akan selalu mendukungnya.""Kau manis sekali, Sayang."Pujian sang ibu, membuat Selena terkekeh. Ia lalu pamerkan senyum bangga. "Aku ini sudah menikah dan akan segera punya baby, Mom. Aku berhenti menjadi anak manis."Selena melirikkan mata cepat ke arah sang kembaran yang asyik makan. "Mom dan Dad masih punya satu anak perempuan lagi yang manis," candanya sembari tertawa."Dia belum menikah. Jadi, dia masih anak manis Mom dan Dad.""Sebentar lagi, Sandisc akan menikah, Nak. Mom
Sandisc melangkah dengan cukup cepat dan tak sabaran, setelah keluar dari lift. Ia tidak masalah berjalan dengan laju yang kencang, walau memakai sepatu hak tinggi.Ruangan khusus restoran tengah ditujunya masih berjarak lima meter lagi. Terletak di paling ujung lantai tiga.Sandisc terus menambah kecepatan. Ia pun bertekad hitungan beberapa detik lagi akan sampai di sana. Masuk ke dalam guna temui Gerack yang sudah menunggunya.Sandisc tak dikatakan telat datang. Mereka sepakat acara makan malam akan dimulai pukul tujuh. Tapi, Gerack datang tiga puluh menit lebih awal.Saat menerima pesan dari pria itu, Sandisc sedang di jalan. Jadi, ia pun mengemudikan mobilnya dengan laju yang lebih cepat juga."Hai."Sandisc langsung berhenti melangkah, saat di depan pintu ruangan yang telah dipesan, Gerack berdiri menjulang. Pria itu kenakan kemeja putih dengan celana jeans.
"Kenapa kau terlambat sekali? Aku kira kau tidak akan jadi datang kemari."Sandisc mendapatkan sambutan pertanyaan bernada kesal dari sang kembaran, ketika Selena membukakan pintu rumah untuknya.Sandisc menyengir dengan ekspresi yang tak bersalah. "Aku terlambat 30 menit.""Kau bilang di pesan, kau hanya akan datang terlambat paling lama lima belas menit.""Yang penting aku sudah datang bukan? Kau cerewet sekali." Sandisc berujar dengan santai, tidak terpancing kekesalan Selena.Kedua kaki dilangkahkan semakin cepat agar bisa berjalan di samping Selena. Mudah dilakukan sebab sang kembaran melangkah dengan begitu santai, bahkan pelan."Harusnya kau senang aku jadi ke sini. Ka--""Iya, iya. Kau sudah datang."Sandisc tak akan pernah bisa menolak permintaan dari Selena untuk bertemu. Ia pun berupaya mengatur jadwal. Pekerjaan segera diselesaikan.Sekitar pukul lima sore, Sandisc sudah berhasil menuntaskan semua yang harus
"Hei, bangunlah."Tidak ucapan lembut Sandisc yang menyebabkan Gerack langsung terjaga. Namun, sentuhan halus telapak tangan kekasih barunya itu di lengan kiri.Ketika mata sudah membuka secara penuh, wajah menawan Sandisc dengan ekspresi kesal menjadi pemandangan utama yang dapat diabadikan. Ia beranjak dari posisi berbaring. Duduk di dekat Sandisc."Aku sudah bangun, Sayang." Gerack berucap dalam nada ceria."Ada apa membangunkanku?"Tak menunggu jawaban dilontarkan oleh Sandisc, tengkuk wanita itu segera diraihnya.Bibir mereka tak lama kemudian menyatu. Diberi pagutan yang lumayan cepat sembari memejamkan mata.Saat Sandisc tidak membalas, ciuman pun diakhiri Gerack. Dipandang sang kekasih dengan tatapan heran.Kedua tangannya sudah menangkup wajah wanita itu. Mata mereka saling bersirobok."Apa yang membuatmu terganggu?" tanyanya lagi. Jelas merasa penasaran.Semua hal menyangkut Sandisc ada
Ketika handphone miliknya berdering, maka Sandisc segera mengambil benda tersebut yang ditaruh di atas kasur. Ia pun membuat posisi duduknya lebih sensual.Kedua kaki saling disilangkan. Bagian bawah lingerie diangkat ke atas guna menampakkan paha-paha putihnya. Dengan tujuan menunjukkan keseksiannya pada Gerack Brown."Aku sudah sampai, Sayang. Kau di mana?""Aku di kamar." Sandisc menjawab dengan nada biasa saja.Kontras dengan senyuman lebar yang terpatri di wajahnya. Bayangan sosok gagah Gerack pun sudah memenuhi benaknya.Memperkuat rasa rindu Sandisc. Dan, ingin segera berjumpa langsung pria itu pula."Tunggu aku, Sayang."Tidak dilontarkan balasan apa-apa. Bahkan, sambungan telepon langsung diakhiri.Memberikan kesan tak terlalu antusias akan kedatangan Gerack. Justru sebaliknya.
Sandisc melangkah dengan cukup cepat dan tak sabaran, setelah keluar dari lift. Ia tidak masalah berjalan dengan laju yang kencang, walau memakai sepatu hak tinggi.Ruangan khusus restoran tengah ditujunya masih berjarak lima meter lagi. Terletak di paling ujung lantai tiga.Sandisc terus menambah kecepatan. Ia pun bertekad hitungan beberapa detik lagi akan sampai di sana. Masuk ke dalam guna temui Gerack yang sudah menunggunya.Sandisc tak dikatakan telat datang. Mereka sepakat acara makan malam akan dimulai pukul tujuh. Tapi, Gerack datang tiga puluh menit lebih awal.Saat menerima pesan dari pria itu, Sandisc sedang di jalan. Jadi, ia pun mengemudikan mobilnya dengan laju yang lebih cepat juga."Hai."Sandisc langsung berhenti melangkah, saat di depan pintu ruangan yang telah dipesan, Gerack berdiri menjulang. Pria itu kenakan kemeja putih dengan celana jeans.
"Maafkan aku, Mom, Dad. Suamiku sangat sibuk hari ini. Dia tidak bisa bergabung.""Tidak apa-apa, Nak. Mom mengerti.""Hihi. Trims, Mom." Selena menambah lebih lebar senyuman ke arah sang ibu."Tidak mudah menjadi pengusaha dengan bisnis yang mulai berkembang. Suamimu pasti akan semakin sibuk, Nak."Selena mengangguk. "Iya, Dad. Aku pasti akan selalu mendukungnya.""Kau manis sekali, Sayang."Pujian sang ibu, membuat Selena terkekeh. Ia lalu pamerkan senyum bangga. "Aku ini sudah menikah dan akan segera punya baby, Mom. Aku berhenti menjadi anak manis."Selena melirikkan mata cepat ke arah sang kembaran yang asyik makan. "Mom dan Dad masih punya satu anak perempuan lagi yang manis," candanya sembari tertawa."Dia belum menikah. Jadi, dia masih anak manis Mom dan Dad.""Sebentar lagi, Sandisc akan menikah, Nak. Mom
Sandisc harus mengakhiri tidur nyenyaknya karena handphone berdering. Ia pun segera beranjak turun dari ranjang dan mengambil ponsel yang diletakkan di meja sofa.Sandisc pun mengenakan jubah tidur untuk membalut tubuh telanjangnya. Tak dipakai bra ataupun celana dalam."Selena? Kenapa dia meneleponku begitu pagi?" gumam Sandisc pelan, setelah dilihat nama sang penelepon di layar ponselnya.Tak cepat diangkat panggilan dari saudara kembarnya itu. Sandisc justru tertarik untuk mengecek pesan dari Selena dulu. Dikirim oleh kembarannya, satu jam yang lalu."Aku hamil." Sandisc membaca dua patah kata dalam chat Selena. Selebihnya diisi oleh wanita itu dengan emoticon penuh senyum.Kemudian, Sandisc tertawa. Ia seperti bisa merasakan kebahagiaan yang menyelimuti saudara kembarnya itu.Tentu, harus dihubungi Selena kembali. Tadi sambungan telepon sudah
Gerack merasakan debaran jantungnya yang kian kencang, seiring dengan tombol bel apartemen Sandisc Mikkler dipencetnya.Gerack sangat tegang. Berdiri kaku sembari memegang sebuah buket bunga mawar.Pandangan begitu tertuju lurus ke depan. Tepat pada pintu apartemen Sandisc yang belum dibuka juga oleh wanita itu.Sandisc ada di dalam. Sudah dikonfirmasi setengah jam lalu lewat pesan dikirimkan ke wanita itu. Tinggal ditunggu Sandisc keluar.Setiap detik berjalan terasa begitu cepat bagi Gerack. Tidak terasa sudah lima menit ia menanti sambutan Sandisc.Tak berniat menekan kembali bel supaya wanita itu segera membukakan pintu untuk dirinya. Gerack rela menanti lebih lama.Waktu yang ada, dimanfaatkannya untuk menyusun sejumlah kalimat sapaan dan pertanyaan nantinya pada Sandisc.Otak Gerack tidak bisa diajak memikirkan kata-kata puitis yang romantis. Ia jela