Sandisc melangkah dengan cukup cepat dan tak sabaran, setelah keluar dari lift. Ia tidak masalah berjalan dengan laju yang kencang, walau memakai sepatu hak tinggi.
Ruangan khusus restoran tengah ditujunya masih berjarak lima meter lagi. Terletak di paling ujung lantai tiga.
Sandisc terus menambah kecepatan. Ia pun bertekad hitungan beberapa detik lagi akan sampai di sana. Masuk ke dalam guna temui Gerack yang sudah menunggunya.
Sandisc tak dikatakan telat datang. Mereka sepakat acara makan malam akan dimulai pukul tujuh. Tapi, Gerack datang tiga puluh menit lebih awal.
Saat menerima pesan dari pria itu, Sandisc sedang di jalan. Jadi, ia pun mengemudikan mobilnya dengan laju yang lebih cepat juga.
"Hai."
Sandisc langsung berhenti melangkah, saat di depan pintu ruangan yang telah dipesan, Gerack berdiri menjulang. Pria itu kenakan kemeja putih dengan celana jeans.
Sandisc mengukir senyuman. "Hai juga," balasnya dengan ramah dan ceria.
"Maafkan aku datang lebih lama darimu. Kau pasti kesal menungguku sendiri, ya?"
Gerack menggeleng dua kali. Lalu, diraih cepat tangan Sandisc untuk digenggamnya. Barulah menjawab, "Tidak."
"Untuk apa aku kesal? Lagi pula, kau akan tetap datang ke acara makan malam kita."
"Aku pasti datang." Sandisc pun menanggapi dalam nada sedikit menggodanya.
"Aku ingin tahu hasil tesmu." Ditambahkan jawaban. Menekankan maksud.
"Haha. Baik. Baik. Aku rasa kau akan suka."
Mata Sandisc lebih berbinar. Cara Gerack berbicara, sudah jelas membuatnya menjadi menyimpulkan akan ada kabar baik.
Sandisc sudah tidak sabar ingin tahu, ia pun menarik tangan Gerack. Jari-jari tangan mereka pun ditautkan oleh pria itu, ketika berjalan beriringan ke dalam ruangan.
"Wow, bagus." Sandisc memuji.
Suka akan penataan meja makan. Dua vas bunga besar berisi bunga-bunga segar dan beberapa lilin juga menyala. Kesan romantis yang tidak bisa dihindari.
"Aku tahu kau akan suka pilihanku."
Sandisc tak bisa menghindari pelukan dari Gerack. Terlalu sayang untuk melepaskan dekapan hangat pria itu. Ia pun memberi rengkuhan tidak kalah erat.
Mereka lantas berciuman. Gerack tentu yang memulai lebih dulu. Pagutan lembut. Dapat membuat Sandisc seketika terlena.
Bahkan, tidak disadari Gerack mengangkat tubuhnya. Hanya didapati diri yang sudah duduk di atas pangkuan pria itu.
Cumbuan mereka pun berakhir, tak lama kemudian. Gerack menyudahi lebih dulu.
"Kalau kita terus lanjutkan, aku tidak bisa jamin kita akan makan di sini atau malah bercinta. Dan, opsi kedua harus dihindari."
Sandisc terkekeh. Lalu, mengecup kembali bibir Gerack. Kilat saja. Mata mereka masih saling bersitatap dengan sama-sama lekat.
Namun saat Gerack menyerahkan ponsel, yang entah kapan diambil. Sandisc pun mengalihkan atensi dari pria itu.
"Aku sudah melakukan pemeriksaan. Dan, hasilnya sudah aku dapatkan."
Sandisc segera mengambil handphone milik Gerack. Memberikan seluruh perhatiannya ke layar guna membaca dokumen yang tertera di sana. Dibaca dengan saksama.
"Aku tidak punya masalah. Aku sehat."
"Kata dokter, tingkat kesuburanku bagus. Hanya perlu lebih banyak makan yang bergizi untuk tetap menjaga."
Sandisc melebarkan senyumannya kembali sembari memeluk erat Gerack. Ia senang bukan main dengan kabar pria itu.
Proses dalam memiliki bayi, tidaklah lagi hanya keinginan belaka tanpa usaha yang dilakukan. Kini, ia punya kesempatan untuk mewujudkan. Sungguh menyenangkan.
"Kau resmi menjadi calon ayah bayiku, ya."
Sandisc menangkupkan kedua tangan pada wajah tampan Gerack. "Aku akan siapkan semua. Kau hanya perlu mengikuti saja."
"Maksudku, kau cuma harus menyiapkan dirimu sesering mungkin bercinta denganku agar bayi kita segera hadir."
Ketika handphone miliknya berdering, maka Sandisc segera mengambil benda tersebut yang ditaruh di atas kasur. Ia pun membuat posisi duduknya lebih sensual.Kedua kaki saling disilangkan. Bagian bawah lingerie diangkat ke atas guna menampakkan paha-paha putihnya. Dengan tujuan menunjukkan keseksiannya pada Gerack Brown."Aku sudah sampai, Sayang. Kau di mana?""Aku di kamar." Sandisc menjawab dengan nada biasa saja.Kontras dengan senyuman lebar yang terpatri di wajahnya. Bayangan sosok gagah Gerack pun sudah memenuhi benaknya.Memperkuat rasa rindu Sandisc. Dan, ingin segera berjumpa langsung pria itu pula."Tunggu aku, Sayang."Tidak dilontarkan balasan apa-apa. Bahkan, sambungan telepon langsung diakhiri.Memberikan kesan tak terlalu antusias akan kedatangan Gerack. Justru sebaliknya.
"Hei, bangunlah."Tidak ucapan lembut Sandisc yang menyebabkan Gerack langsung terjaga. Namun, sentuhan halus telapak tangan kekasih barunya itu di lengan kiri.Ketika mata sudah membuka secara penuh, wajah menawan Sandisc dengan ekspresi kesal menjadi pemandangan utama yang dapat diabadikan. Ia beranjak dari posisi berbaring. Duduk di dekat Sandisc."Aku sudah bangun, Sayang." Gerack berucap dalam nada ceria."Ada apa membangunkanku?"Tak menunggu jawaban dilontarkan oleh Sandisc, tengkuk wanita itu segera diraihnya.Bibir mereka tak lama kemudian menyatu. Diberi pagutan yang lumayan cepat sembari memejamkan mata.Saat Sandisc tidak membalas, ciuman pun diakhiri Gerack. Dipandang sang kekasih dengan tatapan heran.Kedua tangannya sudah menangkup wajah wanita itu. Mata mereka saling bersirobok."Apa yang membuatmu terganggu?" tanyanya lagi. Jelas merasa penasaran.Semua hal menyangkut Sandisc ada
"Kenapa kau terlambat sekali? Aku kira kau tidak akan jadi datang kemari."Sandisc mendapatkan sambutan pertanyaan bernada kesal dari sang kembaran, ketika Selena membukakan pintu rumah untuknya.Sandisc menyengir dengan ekspresi yang tak bersalah. "Aku terlambat 30 menit.""Kau bilang di pesan, kau hanya akan datang terlambat paling lama lima belas menit.""Yang penting aku sudah datang bukan? Kau cerewet sekali." Sandisc berujar dengan santai, tidak terpancing kekesalan Selena.Kedua kaki dilangkahkan semakin cepat agar bisa berjalan di samping Selena. Mudah dilakukan sebab sang kembaran melangkah dengan begitu santai, bahkan pelan."Harusnya kau senang aku jadi ke sini. Ka--""Iya, iya. Kau sudah datang."Sandisc tak akan pernah bisa menolak permintaan dari Selena untuk bertemu. Ia pun berupaya mengatur jadwal. Pekerjaan segera diselesaikan.Sekitar pukul lima sore, Sandisc sudah berhasil menuntaskan semua yang harus
Gerack merasakan debaran jantungnya yang kian kencang, seiring dengan tombol bel apartemen Sandisc Mikkler dipencetnya.Gerack sangat tegang. Berdiri kaku sembari memegang sebuah buket bunga mawar.Pandangan begitu tertuju lurus ke depan. Tepat pada pintu apartemen Sandisc yang belum dibuka juga oleh wanita itu.Sandisc ada di dalam. Sudah dikonfirmasi setengah jam lalu lewat pesan dikirimkan ke wanita itu. Tinggal ditunggu Sandisc keluar.Setiap detik berjalan terasa begitu cepat bagi Gerack. Tidak terasa sudah lima menit ia menanti sambutan Sandisc.Tak berniat menekan kembali bel supaya wanita itu segera membukakan pintu untuk dirinya. Gerack rela menanti lebih lama.Waktu yang ada, dimanfaatkannya untuk menyusun sejumlah kalimat sapaan dan pertanyaan nantinya pada Sandisc.Otak Gerack tidak bisa diajak memikirkan kata-kata puitis yang romantis. Ia jela
Sandisc harus mengakhiri tidur nyenyaknya karena handphone berdering. Ia pun segera beranjak turun dari ranjang dan mengambil ponsel yang diletakkan di meja sofa.Sandisc pun mengenakan jubah tidur untuk membalut tubuh telanjangnya. Tak dipakai bra ataupun celana dalam."Selena? Kenapa dia meneleponku begitu pagi?" gumam Sandisc pelan, setelah dilihat nama sang penelepon di layar ponselnya.Tak cepat diangkat panggilan dari saudara kembarnya itu. Sandisc justru tertarik untuk mengecek pesan dari Selena dulu. Dikirim oleh kembarannya, satu jam yang lalu."Aku hamil." Sandisc membaca dua patah kata dalam chat Selena. Selebihnya diisi oleh wanita itu dengan emoticon penuh senyum.Kemudian, Sandisc tertawa. Ia seperti bisa merasakan kebahagiaan yang menyelimuti saudara kembarnya itu.Tentu, harus dihubungi Selena kembali. Tadi sambungan telepon sudah
"Maafkan aku, Mom, Dad. Suamiku sangat sibuk hari ini. Dia tidak bisa bergabung.""Tidak apa-apa, Nak. Mom mengerti.""Hihi. Trims, Mom." Selena menambah lebih lebar senyuman ke arah sang ibu."Tidak mudah menjadi pengusaha dengan bisnis yang mulai berkembang. Suamimu pasti akan semakin sibuk, Nak."Selena mengangguk. "Iya, Dad. Aku pasti akan selalu mendukungnya.""Kau manis sekali, Sayang."Pujian sang ibu, membuat Selena terkekeh. Ia lalu pamerkan senyum bangga. "Aku ini sudah menikah dan akan segera punya baby, Mom. Aku berhenti menjadi anak manis."Selena melirikkan mata cepat ke arah sang kembaran yang asyik makan. "Mom dan Dad masih punya satu anak perempuan lagi yang manis," candanya sembari tertawa."Dia belum menikah. Jadi, dia masih anak manis Mom dan Dad.""Sebentar lagi, Sandisc akan menikah, Nak. Mom
"Kenapa kau terlambat sekali? Aku kira kau tidak akan jadi datang kemari."Sandisc mendapatkan sambutan pertanyaan bernada kesal dari sang kembaran, ketika Selena membukakan pintu rumah untuknya.Sandisc menyengir dengan ekspresi yang tak bersalah. "Aku terlambat 30 menit.""Kau bilang di pesan, kau hanya akan datang terlambat paling lama lima belas menit.""Yang penting aku sudah datang bukan? Kau cerewet sekali." Sandisc berujar dengan santai, tidak terpancing kekesalan Selena.Kedua kaki dilangkahkan semakin cepat agar bisa berjalan di samping Selena. Mudah dilakukan sebab sang kembaran melangkah dengan begitu santai, bahkan pelan."Harusnya kau senang aku jadi ke sini. Ka--""Iya, iya. Kau sudah datang."Sandisc tak akan pernah bisa menolak permintaan dari Selena untuk bertemu. Ia pun berupaya mengatur jadwal. Pekerjaan segera diselesaikan.Sekitar pukul lima sore, Sandisc sudah berhasil menuntaskan semua yang harus
"Hei, bangunlah."Tidak ucapan lembut Sandisc yang menyebabkan Gerack langsung terjaga. Namun, sentuhan halus telapak tangan kekasih barunya itu di lengan kiri.Ketika mata sudah membuka secara penuh, wajah menawan Sandisc dengan ekspresi kesal menjadi pemandangan utama yang dapat diabadikan. Ia beranjak dari posisi berbaring. Duduk di dekat Sandisc."Aku sudah bangun, Sayang." Gerack berucap dalam nada ceria."Ada apa membangunkanku?"Tak menunggu jawaban dilontarkan oleh Sandisc, tengkuk wanita itu segera diraihnya.Bibir mereka tak lama kemudian menyatu. Diberi pagutan yang lumayan cepat sembari memejamkan mata.Saat Sandisc tidak membalas, ciuman pun diakhiri Gerack. Dipandang sang kekasih dengan tatapan heran.Kedua tangannya sudah menangkup wajah wanita itu. Mata mereka saling bersirobok."Apa yang membuatmu terganggu?" tanyanya lagi. Jelas merasa penasaran.Semua hal menyangkut Sandisc ada
Ketika handphone miliknya berdering, maka Sandisc segera mengambil benda tersebut yang ditaruh di atas kasur. Ia pun membuat posisi duduknya lebih sensual.Kedua kaki saling disilangkan. Bagian bawah lingerie diangkat ke atas guna menampakkan paha-paha putihnya. Dengan tujuan menunjukkan keseksiannya pada Gerack Brown."Aku sudah sampai, Sayang. Kau di mana?""Aku di kamar." Sandisc menjawab dengan nada biasa saja.Kontras dengan senyuman lebar yang terpatri di wajahnya. Bayangan sosok gagah Gerack pun sudah memenuhi benaknya.Memperkuat rasa rindu Sandisc. Dan, ingin segera berjumpa langsung pria itu pula."Tunggu aku, Sayang."Tidak dilontarkan balasan apa-apa. Bahkan, sambungan telepon langsung diakhiri.Memberikan kesan tak terlalu antusias akan kedatangan Gerack. Justru sebaliknya.
Sandisc melangkah dengan cukup cepat dan tak sabaran, setelah keluar dari lift. Ia tidak masalah berjalan dengan laju yang kencang, walau memakai sepatu hak tinggi.Ruangan khusus restoran tengah ditujunya masih berjarak lima meter lagi. Terletak di paling ujung lantai tiga.Sandisc terus menambah kecepatan. Ia pun bertekad hitungan beberapa detik lagi akan sampai di sana. Masuk ke dalam guna temui Gerack yang sudah menunggunya.Sandisc tak dikatakan telat datang. Mereka sepakat acara makan malam akan dimulai pukul tujuh. Tapi, Gerack datang tiga puluh menit lebih awal.Saat menerima pesan dari pria itu, Sandisc sedang di jalan. Jadi, ia pun mengemudikan mobilnya dengan laju yang lebih cepat juga."Hai."Sandisc langsung berhenti melangkah, saat di depan pintu ruangan yang telah dipesan, Gerack berdiri menjulang. Pria itu kenakan kemeja putih dengan celana jeans.
"Maafkan aku, Mom, Dad. Suamiku sangat sibuk hari ini. Dia tidak bisa bergabung.""Tidak apa-apa, Nak. Mom mengerti.""Hihi. Trims, Mom." Selena menambah lebih lebar senyuman ke arah sang ibu."Tidak mudah menjadi pengusaha dengan bisnis yang mulai berkembang. Suamimu pasti akan semakin sibuk, Nak."Selena mengangguk. "Iya, Dad. Aku pasti akan selalu mendukungnya.""Kau manis sekali, Sayang."Pujian sang ibu, membuat Selena terkekeh. Ia lalu pamerkan senyum bangga. "Aku ini sudah menikah dan akan segera punya baby, Mom. Aku berhenti menjadi anak manis."Selena melirikkan mata cepat ke arah sang kembaran yang asyik makan. "Mom dan Dad masih punya satu anak perempuan lagi yang manis," candanya sembari tertawa."Dia belum menikah. Jadi, dia masih anak manis Mom dan Dad.""Sebentar lagi, Sandisc akan menikah, Nak. Mom
Sandisc harus mengakhiri tidur nyenyaknya karena handphone berdering. Ia pun segera beranjak turun dari ranjang dan mengambil ponsel yang diletakkan di meja sofa.Sandisc pun mengenakan jubah tidur untuk membalut tubuh telanjangnya. Tak dipakai bra ataupun celana dalam."Selena? Kenapa dia meneleponku begitu pagi?" gumam Sandisc pelan, setelah dilihat nama sang penelepon di layar ponselnya.Tak cepat diangkat panggilan dari saudara kembarnya itu. Sandisc justru tertarik untuk mengecek pesan dari Selena dulu. Dikirim oleh kembarannya, satu jam yang lalu."Aku hamil." Sandisc membaca dua patah kata dalam chat Selena. Selebihnya diisi oleh wanita itu dengan emoticon penuh senyum.Kemudian, Sandisc tertawa. Ia seperti bisa merasakan kebahagiaan yang menyelimuti saudara kembarnya itu.Tentu, harus dihubungi Selena kembali. Tadi sambungan telepon sudah
Gerack merasakan debaran jantungnya yang kian kencang, seiring dengan tombol bel apartemen Sandisc Mikkler dipencetnya.Gerack sangat tegang. Berdiri kaku sembari memegang sebuah buket bunga mawar.Pandangan begitu tertuju lurus ke depan. Tepat pada pintu apartemen Sandisc yang belum dibuka juga oleh wanita itu.Sandisc ada di dalam. Sudah dikonfirmasi setengah jam lalu lewat pesan dikirimkan ke wanita itu. Tinggal ditunggu Sandisc keluar.Setiap detik berjalan terasa begitu cepat bagi Gerack. Tidak terasa sudah lima menit ia menanti sambutan Sandisc.Tak berniat menekan kembali bel supaya wanita itu segera membukakan pintu untuk dirinya. Gerack rela menanti lebih lama.Waktu yang ada, dimanfaatkannya untuk menyusun sejumlah kalimat sapaan dan pertanyaan nantinya pada Sandisc.Otak Gerack tidak bisa diajak memikirkan kata-kata puitis yang romantis. Ia jela