Beranda / Romansa / BABY FOR WE (Little Space) / 3. Aku Bukan Orang Tuanyaw

Share

3. Aku Bukan Orang Tuanyaw

Penulis: Lightmoon
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-02 12:28:02

PART 3 *Aku Bukan Orang Tuanya*

Sippy cup, diapers, oniesie, box bayi ah tepatnya ranjang besar dengan penyangga di kanan kirinya, dan berbagai peralatan bayi tertata di sebuah ruang yang semula adalah kamar tidur kosong. Kamar tidur itu bersebelahan dengan kamar tidur calon anak kami. 

Jangan tanya kapan ia membeli barang-barang ini, apalagi box bayi berukuran besar itu. Aku tebak ini pasti dibeli saat kami menjemput Bara lalu melayap ke supermarket. Iya, aku bilang melayap karena bukan hanya sekedar berbelanja tapi juga bermain di lantai atas. Kami melayap cukup lama hingga tak terasa saat keluar dari supermarket hari sudah gelap.

"Wahh kamalnya bagus pa...!" Sorak Bara saat membuka ruangan yang langsung terasa sejuknya.

"Ehe, ini kamarmu sayang, mulai hari ini kamu tidur disini," jawab Chan. 

"Sendilian?"

"Iya sayang." Entah faktor little atau bagaimana, Bara tiba-tiba saja memurungkan wajahnya, bibirnya menekuk seperti kerucut hingga menyisakan tanya pada Chan, "ada apa?" Tanya lembut.

"Takut—" 

Aku hampir bersuara jika saja aku tak ingat yang kuhadapi saat ini adalah balita berusia 4 tahun. Tapi sungguh, suatu hal baru untukmu melihat sosok remaja begini dengan polosnya membentuk wajah imut, sekalipun dia manis. 

"E-" Akhirnya aku bisa melihat raut bingung Chan saat hendak menanggapi pernyataan Bara. Dia pasti bimbang. Salahmu sendiri tak berdiskusi apapun dulu denganku! 

Ku akui cara mereka menata ruangan kamar itu memang terlihat sangat rapi dan indah. Tapi, ketidakterbukaan Chan dengan alasan entah apa membuat aku kesal dengan semua yang terjadi.

Tapi mau bagaimana lagi? Apa yang harus aku lakukan? Bertengkar dengan Chan bukanlah jawaban tepat saat ini, ingat kami punya anak. Entah anak itu mengenalku sebagai apa, tapi aku akan berusaha menyebutnya sebagai anak kami.

"Ajak tidur dikamar kita aja, ruangan kamarnya juga masih bau cat, kurang baik untuk dihirup." Usulku sembari membuang muka ke gelas minum. Aku sengaja berbicara tanpa melirik ataupun menghadap Chan, "aku akan tidur disini, toh aku lagi tidak bersahabat dengan dingin AC. Jadi, lebih baik tidur di luar," bohongku. Padahal aku baik-baik saja dengan AC, maaf AC!

"Erm, okey." Singkatnya. Kurang ajar bukan? Tidak ada apresiasi bahkan kata terimakasih dari Chan atas pengorbananku. Anak itu juga sama saja, diam dan hanya diam ketika denganku. 

Aku berlalu ke kamar untuk mengambil bantal dan selimut. Ku letakan kedua benda itu ke sofa, lalu berlalu ke dapur untuk memasak nasi. Sedangkan Chan dan Bara tengah ada di kamarnya berunding, bercanda, tertawa. 

"Papa keluar bentar, ya sayang?" 

"Otay!" 

Sabar, sabar, sabar. Mungkin ini salah satu karma dari dosaku dengan anakku dulu. Merasa gemas dan kesal secara bersamaan. Aku gemas dengan sosok manis Bara, tapi aku juga kesal dengan bagaimana dia berinteraksi. Little space? Hm.. Aku masih tak percaya jika anak itu mengalami sydrome itu, jika ku perdalam lagi pikiranku, itu seperti mimpi dan tipuan. Aku masih kadang berpikir jika anak ini tidak serius begini. 

Tapi masa iya riwayat medis berbohong?

"Kenapa masak nasi malam-malam?" Aku agak terkejut mendapati suamiku bertanya.

"Oh, ini antisipasi aja kalau aku telat bangun," jawabku sambil mengelap tangan.

"Tumben kepikiran?" Ujarnya lalu meninggalkanku dengan seribu pertanyaan terkait pernyataannya tadi. Benarkah?

Tapi setelah ku pikirkan lagi, emang iya sih. Aku jarang sekali kepikiran nyicil nyediain sarapan kayak gini. Kenapa ya?

"Jangan terlalu kering, Bara lebih suka nasi lembek."

Aku mendengus mendengar hirauan Chan dari kamar mandi. Untung saja panci nasi ini belum mendaratkan pantatnya, dan siap ku masak. 

Dia tak tahu ya kalau aku tidak terlalu suka nasi lembek? Huh, mengalah, sekarang aku punya 'bayi'.

"Udah?" Tanya Chan keluar dari kamar mandi. Aku mengangguk sambil berjalan ke sofa, "Oke!" Katanya sekian sembari memasuki kamar. 

"Oke..." Lirihku mengikutinya. Seolah meledeknya, sembari memgangguk-angguk, aku menata bantal dan merebahkan diriku dengan nyaman menyambut waktu tidur. Kamar juga mulai tenang, ku pikir mereka juga sudah tertidur. 

Aku langsung kepikiran tentang bsgaimana aku melaksanakan hari besok sebagai ibu? Chan akan ke kantor, dan otomatis anak itu akan ditinggal di rumah bukan? Dan otomatis aku yang menjaga. So? Apa yang harus ku lakukan untuk mengusir kecanggungan, besok?

"Ah, masih besok, pikir besok..." Tenangku lalu menutup mata.

****

"Mam..." 

Ia berbicara meminta makan dengan Chan. Dengan sendok dan garpu, ia tersenyum menunggu Chan mengambilkan nasi. Chan hanya terkekeh.

"Sayang, papa suapin, ya?" Anak itu mengangguk. Chan pun duduk di dekat Bara.

Aku? Aku sedang menyeduh teh untuk aku dan Chan. Sesekali aku melirik Chan yang tengah membarakan aura 'papaable'-nya.  Chan tidak bisa menipu dan menyembunyikan ekspresi senang sedihnya. Aku bisa membedakan dan merasakannya. Ketika ia bersama atau sekedar mengobrol denganku, rasanya sangat dingin dan penuh mendung. Beda cerita jika itu Bara.

Tidak aku tidak cemburu. Justru aku sedih karena aku tak bisa mewujudkan harapan Chan untuk bersama dan menyambut kelahiran anaknya. Hingga sikap kebapakannya tersebut muncul dengan sendirinya pada orang lain yang sudah ia angkat.

"Susu untuk Bara, biar aku aja yang bikin." Aku mendengus kasar mendapati titah Chan yang hobi mendadak. Untung aku belum menuangkan susunya.

"Ya," balasku lalu membawa nampan berisikan dua cangkir teh hangat untuk aku dan Chan. Sesampai di meja makan, Chan yang bergantian ke dapur, menyiapkan susu Bara. 

"Berapa sendok, sih?"

"2." Aku mengangguk paham dan mulai mengambil nasi. Sesekali aku melihat bagaimana Chan mengolah susu bubuk itu. Sungguh, wajah serius Chan seperti menggambarkan ketampanan sendiri. Aura keayahan yang terpancar dari gerak-geriknya menjadikan bibir ini menyungging sendiri. 

Ini baru perhatian dengan anak orang, bagaimana jika Bara itu anak kandungnya? Huh.

Aku melirik Bara sekarang, melihatnya melahap makanan dengan enaknya. Anak itu melihatku dan reflek aku menyapanya dengan lambaian, jangan lupa senyuman agat terlihat lebih manis. 

Tahu responnya apa?

Ya, hanya diam saja. Haha..

Aku pun kembali memakan makananku. Disinilah aku kepikiran dengan harus dikemanakan anak ini, jika Chan bekerja.

"Chan, Bara dirumah atau-?" Tanyaku.

"Ikut aku."

Hah? Dia nggak lagi asal ngomong, kan? Dari perkataannya sih nggak asal ngomong. Tapi bagaimana bisa anak ini ikut ke kantor, apa tidak merepotkan? Tapi kalau aku banyak omong, bukannya mendapat apresiasi atau minimal simpati, justru mungkin akan tersembur api.

Jadi aku memilih diam.

"Bala ikut papa, iya?" Tanya anak itu. Gimana dek? Mau ikut saya?

"Iya sayang, kamu ikut papa," anak itu langsung seperti menyorakkan kata "yes" dengan lirih. Melihat itu, Chan terkekeh dengan tangan yang mengudak susu dalam dot. 

"Nti, beli boleh pelmen, pa?" 

"Boleh..."

Anak itu kembali bersorak tanpa menggemborkan suara. Melihat aksi gemas Bara, Chan nampak terkikik. Aku? Ya, biasa saja. Duduk dan tersenyum kecil sembari membawa sendok dan garpu di kedua tangan.

"Nanti papa beliin permen juga es krim, tapi Bara jsnji nggak nakal, ya?" Sambung Chan sembari memberikan botol dot itu ke Bara. Entah karena haus atau bagaimana, anak itu langsung menyahut dan mengulum dotnya.

Ketahuilah, aku berada di posisi geli dan gemas saat ini. 

Ingin ku tanyakan tentang bagaimana jika aku saja yang mengurus anak ini, tapi rasanya percuma. 

- Wait For Next Chapter

Bab terkait

  • BABY FOR WE (Little Space)   4. Aku Punya Peran

    PART 4 *Aku Punya Peran*Aku melambaikan tangan saat mobil Chan melaju membawa dua orang di dalamnya. Aku tersenyum dengan kehundahan hati atas apa yang terjadi kamarin, hari ini, besok dan seterusnya."Karma mungkin," kataku sembari masuk ke dalam rumah. Sejenak aku berdiri di bibir pintu, menghadap ruang di dalam yang sepi. Entah mengapa setelah kepergian janin 3 bulan dari rahim ini aku jadi merasakan sesuatu yang hampa, tidak ada semangat, tidak ada hal yang bisa membuatku hidup seperti matahari.Padahal ya sebelumnya, rumah ini memang selalu sepi jika aku hanya sendiri. Tapi entah sekarang berbeda. Lebih terlihat sepi, sunyi, bahkan agak tak bernyawa kalau saja Bara tidak ada.Ya, anak itu menjadikan rumah ini setidaknya punya suara dan hidup."Papa, Bara boleh nonton tv?""Papa, Bara mau mam cokelat, boleh?""Papa baik deh, i love you..."Aku jarang berbicara bahkan tidak dengan Bara. Tapi telinga

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • BABY FOR WE (Little Space)   5. Hariku Di Mulai?

    "Suhu badannya sekitar 38° C, yups benar ada alergi yang ia derita, kulitnya kemerahan." Kata Dokter Davi yang merupakn dokter keluarga Chan."Jika ingin mengetesnya lebih lanjut, kalian bisa membawanya ke rumah sakit." Lanjutnya."Ah, tidak perlu. Kami sebenarnya sudah tahu. Hanya saja kelalaian kami jadi alerginya kambuh," kata Chan yang diangguki dokter. Sejenak dokter itu menyobek secarik kertas dan menuliskannya."Tebus ini di apotik besok, ini adalah obat untuk mengatasi alergi dan menurunkan demam. Untuk saat ini saya akan berikan obat penurun demam dan vitamin," kami mengangguk bersama, "jangan lupa untuk memberinya banyak minum, jangan sampai ia dehidrasi.""Baik Dok, terimakasih banyak," seruku. Dokter Davi berdiri dari bangkunya bersiap untuk pulang."Biar saya antar ke depan," sahutku sambil membuka pintu kamar yang hampir benar-benar tertutup. Kami pun berjalan keluar meninggalkan Chan dan Bara di kamar.Usai m

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • BABY FOR WE (Little Space)   6. Berbincang

    "Ahahaha..." Aku ikut tertawa saat lelaki yang ku sadari bukan berusia remaja lagi tertawa dengan tayangan kartun televisi di hadapannya. Ia nampak sedikit terhibur rupanya. Dan entah bagaimana aku merasa ikut senang juga melihatnya sedikit terhibur. Ku rasa ia bukan sosok anak atau mungkin bisa disebut Little yang manja dan terlalu bergantung. Buktinya saja saat ini ia bisa berbaur denganku, padahal sebelumnya kami jarang bicara. Oh, aku bukan baru menyadarinya tapi baru merasakannya. Aku sudah tahu jika anak ini bukanlah tipe yang manja dan sangat bergantung pada papanya atau siapapun yang mengasuhnya. Ia cenderung tenang dan pendiam, mungkin juga pemalu. Ingat kan bagaimana ia bertemu denganku untuk kali pertama? Hanya mata dan ekspresi yang berbicara, tapi ia terlihat diam. Aku pikir saat itu, itu karena ada Suster Dara. Tapi saat satu bulan kami tinggal bersama, aku tahu tenang adalah sifat alaminya.bisa dibilang

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02
  • BABY FOR WE (Little Space)   7. Day By Day, Kita Akan Bersama

    "HUAAAA.... PAPA...!"Aku hanya bisa duduk mengatur nafas. Sudah ada sekitar 20 menit Bara menangis histeris. Anak itu baru saja terbangun dari tidur lelapnya semalam. Awalnya ia terbangun dengan keadaan baik-baik saja tadi. Namun menjadi kacau saat ia menyadari ketidiadaberadaan Chan di rumah. Anak itu bangun 10 menit setelah Chan pergi dan bertepatan dengan aku yang sedang menyapu.Ia menangis secara bertahap. Dari hanya sesenggukkan sampai kepuncak seperti ini. Histeris tak karuan. Sekarang wajah tampan bangun tidurnya jadi berantakan. Air mata yang bak air terjun, lendir ingus yang tak mau di hapus, rambut dan pakaian yang acak-acakan, serta suara parau yang semakin serak."Ssst, udah dong nangisnya,""Yuk, main yuk!""Bara, kamu kenapa sayang?""Mau aku gendong?"Eh?Iya aku tiba-tiba ngerasa aneh sendiri sama omongan yang begitu saja lolos dari bibirku. Gendong? Cari pegel encok sepertinya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02
  • BABY FOR WE (Little Space)   8. Mungkin Karena Ini

    Pada akhirnya, aku dan Bara berada di eskalator dengan tangan Bara yang terus menggnggam tanganku. Satu tangan menggenggam tanganku, yang satu lagi menggenggam lenganku. Sedari naik, ia menutup matanya rapat-rapat. Pemandangan ini tentu sangat asing di mata orang-orang, itulah mengapa ada banyak mata yang mengarah pada kami. Mungkin mereka berpikir jika laki-laki yang ada di sampingku ini aneh dan norak karena sikapnya tidak sepadan dengan style yang ia pakai. "Bara, buka matamu!" Kataku sedikit berbisik. "Akut... (Takut)" "Nggak papa, sayang. Pemandamgannya bagus lho," rayuku dengan harapan tercapai. "No! Akut!" Katanya kekeh dan semakin menunduk. Aku menghela nafasku sabar. "Lucu deh, kamu kan sering ikut papa ke kantor, disana juga ada liftnya, kayaknya kamu baik-baik aja?" Tanyaku mencoba memecahkan masalah ini. Lebih tepatnya mencari akar permasalahan. "Dicana tuh Ala naik cama banak temen papa cama pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • BABY FOR WE (Little Space)   9. Merangkai Kembali Serpihan

    Drtt.. Drtt... )>Chan : Makan siang, yuk! )> Aku tidak salah baca, kan? Pesan ini sungguhan dari Chan? Habis brtemu bidadari secantik apa dia sampai mengajakky dan tentunya Bara lunch? Sekedar cerita saja, Chan dan aku tak pernah saling makan diluar sebelumnya, ya tepatnya setelah aku dinyatakan keguguran. Bahkan ia selalu menghabiskan waktu istirahatnya di kantor atau pulang sekedar tidur sebentar. Setelah ada Bara pun juga begitu, ia lebih memilih di kantor bersama Bara. Ah, iya, Bara bersamaku. Tentu saja ia akan mengajakku makan siang. Tapi ya sudahlah, mungkin ini bagian dari memperbaiki semua. Aku harap, ia tak hanya mengajakku makan siang karena Bara bersamaku, tapi lebih dari itu. Aku harap ia mulai mengerti dan memahami diriku mulai dari sini. <( Me : Tumben! Oke, dimana? <( )> Chan : Kamu di Golden Build Mall, kan? Di Flovin Cafe di depan mall bagaimana? )> <( Me : Boleh, sih. <(

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • BABY FOR WE (Little Space)   1. Maafkan Aku

    "Aku mau ngangkat anak." Aku terperanjat saat mendengar Chan mengatakan sesuatu yang mengejutkan.Ngangkat anak?"Kamu jangan bercanda, deh!" Sahutku sambil kembali fokus ke majalah yang tengah aku baca. Chan tak menjawab, ia hanya terus fokus meneguk secangkir kopi dan menjelajahi sesuatu di laman ponselnya."Chan?" Aku memanggil suamiku sekali lagi, berharap dia merespon.Bukan merespon, ia malah menunjukkan foto seorang lelaki yang nampak imut dengan poni koma di dahinya. Ah, imutnya!"Ini calon anak kita," katanya masih meneguk kopi."Hah??" Aku memekik dengan segera. Orang ini sedang ngelindur? Mimpi? Sinting? Kok bisa-bisanya ia ingin mengadopsi anak yang kemungkinan sudah remaja atau bahkan dewasa. Ia hanya menaruh gelas sambil tersenyum padaku."Iya, ini anak kita mulai besok."Aku tertawa miris menyadari sempitnya posisiku. Ia langsung memutuskan tanpa ingin berunding denganku. Seperti m

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • BABY FOR WE (Little Space)   2. Orang Tua Baru

    Gleb!Aku menutup pintu mobil sesaat setelah aku keluar dari mobil. Ku lihat sekitar yang nampak sepi. Hanya ada tanaman yang ditata sedemikian rupa agar terlihat rapi bak taman. Udara disini sangat segar, banyak burung beterbangan, kupu-kupu cantik yang hinggap entah dimana pun. Tempat apa ini? Bukankah Chan bilang ingin menjemput calon anak kami, ya?"Rumah Sakit Jiwa Health & Happy? Rumah sakit jiwa?" Ejaku sembari bertanya.Ini aku tidak salah baca papan nama lokasi, kan? Chan membawaku kesini? Untuk apa? Apa jangan-jangan.."Ngapain masih disitu?" Aku langsung menoleh ke arah Chan yang berdiri dengan muka badmoodnya di depan pintu masuk. Aku tak menjawab apapun selain menunjuk papan nama sembari menunjukkan wajah bertanya."Hmm.." Katanya lalu berbalik dan masuk terlebih dahulu. Aku yang masih bertanya-tanya pun kini mengekorinya masuk.Chan bukan manusia kulkas 12 pintu yang suka berdehem untuk menja

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02

Bab terbaru

  • BABY FOR WE (Little Space)   9. Merangkai Kembali Serpihan

    Drtt.. Drtt... )>Chan : Makan siang, yuk! )> Aku tidak salah baca, kan? Pesan ini sungguhan dari Chan? Habis brtemu bidadari secantik apa dia sampai mengajakky dan tentunya Bara lunch? Sekedar cerita saja, Chan dan aku tak pernah saling makan diluar sebelumnya, ya tepatnya setelah aku dinyatakan keguguran. Bahkan ia selalu menghabiskan waktu istirahatnya di kantor atau pulang sekedar tidur sebentar. Setelah ada Bara pun juga begitu, ia lebih memilih di kantor bersama Bara. Ah, iya, Bara bersamaku. Tentu saja ia akan mengajakku makan siang. Tapi ya sudahlah, mungkin ini bagian dari memperbaiki semua. Aku harap, ia tak hanya mengajakku makan siang karena Bara bersamaku, tapi lebih dari itu. Aku harap ia mulai mengerti dan memahami diriku mulai dari sini. <( Me : Tumben! Oke, dimana? <( )> Chan : Kamu di Golden Build Mall, kan? Di Flovin Cafe di depan mall bagaimana? )> <( Me : Boleh, sih. <(

  • BABY FOR WE (Little Space)   8. Mungkin Karena Ini

    Pada akhirnya, aku dan Bara berada di eskalator dengan tangan Bara yang terus menggnggam tanganku. Satu tangan menggenggam tanganku, yang satu lagi menggenggam lenganku. Sedari naik, ia menutup matanya rapat-rapat. Pemandangan ini tentu sangat asing di mata orang-orang, itulah mengapa ada banyak mata yang mengarah pada kami. Mungkin mereka berpikir jika laki-laki yang ada di sampingku ini aneh dan norak karena sikapnya tidak sepadan dengan style yang ia pakai. "Bara, buka matamu!" Kataku sedikit berbisik. "Akut... (Takut)" "Nggak papa, sayang. Pemandamgannya bagus lho," rayuku dengan harapan tercapai. "No! Akut!" Katanya kekeh dan semakin menunduk. Aku menghela nafasku sabar. "Lucu deh, kamu kan sering ikut papa ke kantor, disana juga ada liftnya, kayaknya kamu baik-baik aja?" Tanyaku mencoba memecahkan masalah ini. Lebih tepatnya mencari akar permasalahan. "Dicana tuh Ala naik cama banak temen papa cama pa

  • BABY FOR WE (Little Space)   7. Day By Day, Kita Akan Bersama

    "HUAAAA.... PAPA...!"Aku hanya bisa duduk mengatur nafas. Sudah ada sekitar 20 menit Bara menangis histeris. Anak itu baru saja terbangun dari tidur lelapnya semalam. Awalnya ia terbangun dengan keadaan baik-baik saja tadi. Namun menjadi kacau saat ia menyadari ketidiadaberadaan Chan di rumah. Anak itu bangun 10 menit setelah Chan pergi dan bertepatan dengan aku yang sedang menyapu.Ia menangis secara bertahap. Dari hanya sesenggukkan sampai kepuncak seperti ini. Histeris tak karuan. Sekarang wajah tampan bangun tidurnya jadi berantakan. Air mata yang bak air terjun, lendir ingus yang tak mau di hapus, rambut dan pakaian yang acak-acakan, serta suara parau yang semakin serak."Ssst, udah dong nangisnya,""Yuk, main yuk!""Bara, kamu kenapa sayang?""Mau aku gendong?"Eh?Iya aku tiba-tiba ngerasa aneh sendiri sama omongan yang begitu saja lolos dari bibirku. Gendong? Cari pegel encok sepertinya.

  • BABY FOR WE (Little Space)   6. Berbincang

    "Ahahaha..." Aku ikut tertawa saat lelaki yang ku sadari bukan berusia remaja lagi tertawa dengan tayangan kartun televisi di hadapannya. Ia nampak sedikit terhibur rupanya. Dan entah bagaimana aku merasa ikut senang juga melihatnya sedikit terhibur. Ku rasa ia bukan sosok anak atau mungkin bisa disebut Little yang manja dan terlalu bergantung. Buktinya saja saat ini ia bisa berbaur denganku, padahal sebelumnya kami jarang bicara. Oh, aku bukan baru menyadarinya tapi baru merasakannya. Aku sudah tahu jika anak ini bukanlah tipe yang manja dan sangat bergantung pada papanya atau siapapun yang mengasuhnya. Ia cenderung tenang dan pendiam, mungkin juga pemalu. Ingat kan bagaimana ia bertemu denganku untuk kali pertama? Hanya mata dan ekspresi yang berbicara, tapi ia terlihat diam. Aku pikir saat itu, itu karena ada Suster Dara. Tapi saat satu bulan kami tinggal bersama, aku tahu tenang adalah sifat alaminya.bisa dibilang

  • BABY FOR WE (Little Space)   5. Hariku Di Mulai?

    "Suhu badannya sekitar 38° C, yups benar ada alergi yang ia derita, kulitnya kemerahan." Kata Dokter Davi yang merupakn dokter keluarga Chan."Jika ingin mengetesnya lebih lanjut, kalian bisa membawanya ke rumah sakit." Lanjutnya."Ah, tidak perlu. Kami sebenarnya sudah tahu. Hanya saja kelalaian kami jadi alerginya kambuh," kata Chan yang diangguki dokter. Sejenak dokter itu menyobek secarik kertas dan menuliskannya."Tebus ini di apotik besok, ini adalah obat untuk mengatasi alergi dan menurunkan demam. Untuk saat ini saya akan berikan obat penurun demam dan vitamin," kami mengangguk bersama, "jangan lupa untuk memberinya banyak minum, jangan sampai ia dehidrasi.""Baik Dok, terimakasih banyak," seruku. Dokter Davi berdiri dari bangkunya bersiap untuk pulang."Biar saya antar ke depan," sahutku sambil membuka pintu kamar yang hampir benar-benar tertutup. Kami pun berjalan keluar meninggalkan Chan dan Bara di kamar.Usai m

  • BABY FOR WE (Little Space)   4. Aku Punya Peran

    PART 4 *Aku Punya Peran*Aku melambaikan tangan saat mobil Chan melaju membawa dua orang di dalamnya. Aku tersenyum dengan kehundahan hati atas apa yang terjadi kamarin, hari ini, besok dan seterusnya."Karma mungkin," kataku sembari masuk ke dalam rumah. Sejenak aku berdiri di bibir pintu, menghadap ruang di dalam yang sepi. Entah mengapa setelah kepergian janin 3 bulan dari rahim ini aku jadi merasakan sesuatu yang hampa, tidak ada semangat, tidak ada hal yang bisa membuatku hidup seperti matahari.Padahal ya sebelumnya, rumah ini memang selalu sepi jika aku hanya sendiri. Tapi entah sekarang berbeda. Lebih terlihat sepi, sunyi, bahkan agak tak bernyawa kalau saja Bara tidak ada.Ya, anak itu menjadikan rumah ini setidaknya punya suara dan hidup."Papa, Bara boleh nonton tv?""Papa, Bara mau mam cokelat, boleh?""Papa baik deh, i love you..."Aku jarang berbicara bahkan tidak dengan Bara. Tapi telinga

  • BABY FOR WE (Little Space)   3. Aku Bukan Orang Tuanyaw

    PART 3 *Aku Bukan Orang Tuanya*Sippy cup, diapers, oniesie, box bayi ah tepatnya ranjang besar dengan penyangga di kanan kirinya, dan berbagai peralatan bayi tertata di sebuah ruang yang semula adalah kamar tidur kosong. Kamar tidur itu bersebelahan dengan kamar tidur calon anak kami.Jangan tanya kapan ia membeli barang-barang ini, apalagi box bayi berukuran besar itu. Aku tebak ini pasti dibeli saat kami menjemput Bara lalu melayap ke supermarket. Iya, aku bilang melayap karena bukan hanya sekedar berbelanja tapi juga bermain di lantai atas. Kami melayap cukup lama hingga tak terasa saat keluar dari supermarket hari sudah gelap."Wahh kamalnya bagus pa...!" Sorak Bara saat membuka ruangan yang langsung terasa sejuknya."Ehe, ini kamarmu sayang, mulai hari ini kamu tidur disini," jawab Chan."Sendilian?""Iya sayang." Entah faktor little atau bagaimana, Bara tiba-tiba saja memurungkan wajahnya, bibirnya menekuk seperti kerucut

  • BABY FOR WE (Little Space)   2. Orang Tua Baru

    Gleb!Aku menutup pintu mobil sesaat setelah aku keluar dari mobil. Ku lihat sekitar yang nampak sepi. Hanya ada tanaman yang ditata sedemikian rupa agar terlihat rapi bak taman. Udara disini sangat segar, banyak burung beterbangan, kupu-kupu cantik yang hinggap entah dimana pun. Tempat apa ini? Bukankah Chan bilang ingin menjemput calon anak kami, ya?"Rumah Sakit Jiwa Health & Happy? Rumah sakit jiwa?" Ejaku sembari bertanya.Ini aku tidak salah baca papan nama lokasi, kan? Chan membawaku kesini? Untuk apa? Apa jangan-jangan.."Ngapain masih disitu?" Aku langsung menoleh ke arah Chan yang berdiri dengan muka badmoodnya di depan pintu masuk. Aku tak menjawab apapun selain menunjuk papan nama sembari menunjukkan wajah bertanya."Hmm.." Katanya lalu berbalik dan masuk terlebih dahulu. Aku yang masih bertanya-tanya pun kini mengekorinya masuk.Chan bukan manusia kulkas 12 pintu yang suka berdehem untuk menja

  • BABY FOR WE (Little Space)   1. Maafkan Aku

    "Aku mau ngangkat anak." Aku terperanjat saat mendengar Chan mengatakan sesuatu yang mengejutkan.Ngangkat anak?"Kamu jangan bercanda, deh!" Sahutku sambil kembali fokus ke majalah yang tengah aku baca. Chan tak menjawab, ia hanya terus fokus meneguk secangkir kopi dan menjelajahi sesuatu di laman ponselnya."Chan?" Aku memanggil suamiku sekali lagi, berharap dia merespon.Bukan merespon, ia malah menunjukkan foto seorang lelaki yang nampak imut dengan poni koma di dahinya. Ah, imutnya!"Ini calon anak kita," katanya masih meneguk kopi."Hah??" Aku memekik dengan segera. Orang ini sedang ngelindur? Mimpi? Sinting? Kok bisa-bisanya ia ingin mengadopsi anak yang kemungkinan sudah remaja atau bahkan dewasa. Ia hanya menaruh gelas sambil tersenyum padaku."Iya, ini anak kita mulai besok."Aku tertawa miris menyadari sempitnya posisiku. Ia langsung memutuskan tanpa ingin berunding denganku. Seperti m

DMCA.com Protection Status