Chapter: 9. Merangkai Kembali SerpihanDrtt.. Drtt... )>Chan : Makan siang, yuk! )> Aku tidak salah baca, kan? Pesan ini sungguhan dari Chan? Habis brtemu bidadari secantik apa dia sampai mengajakky dan tentunya Bara lunch? Sekedar cerita saja, Chan dan aku tak pernah saling makan diluar sebelumnya, ya tepatnya setelah aku dinyatakan keguguran. Bahkan ia selalu menghabiskan waktu istirahatnya di kantor atau pulang sekedar tidur sebentar. Setelah ada Bara pun juga begitu, ia lebih memilih di kantor bersama Bara. Ah, iya, Bara bersamaku. Tentu saja ia akan mengajakku makan siang. Tapi ya sudahlah, mungkin ini bagian dari memperbaiki semua. Aku harap, ia tak hanya mengajakku makan siang karena Bara bersamaku, tapi lebih dari itu. Aku harap ia mulai mengerti dan memahami diriku mulai dari sini. <( Me : Tumben! Oke, dimana? <( )> Chan : Kamu di Golden Build Mall, kan? Di Flovin Cafe di depan mall bagaimana? )> <( Me : Boleh, sih. <(
Last Updated: 2021-10-30
Chapter: 8. Mungkin Karena Ini Pada akhirnya, aku dan Bara berada di eskalator dengan tangan Bara yang terus menggnggam tanganku. Satu tangan menggenggam tanganku, yang satu lagi menggenggam lenganku. Sedari naik, ia menutup matanya rapat-rapat. Pemandangan ini tentu sangat asing di mata orang-orang, itulah mengapa ada banyak mata yang mengarah pada kami. Mungkin mereka berpikir jika laki-laki yang ada di sampingku ini aneh dan norak karena sikapnya tidak sepadan dengan style yang ia pakai. "Bara, buka matamu!" Kataku sedikit berbisik. "Akut... (Takut)" "Nggak papa, sayang. Pemandamgannya bagus lho," rayuku dengan harapan tercapai. "No! Akut!" Katanya kekeh dan semakin menunduk. Aku menghela nafasku sabar. "Lucu deh, kamu kan sering ikut papa ke kantor, disana juga ada liftnya, kayaknya kamu baik-baik aja?" Tanyaku mencoba memecahkan masalah ini. Lebih tepatnya mencari akar permasalahan. "Dicana tuh Ala naik cama banak temen papa cama pa
Last Updated: 2021-10-30
Chapter: 7. Day By Day, Kita Akan Bersama"HUAAAA.... PAPA...!"Aku hanya bisa duduk mengatur nafas. Sudah ada sekitar 20 menit Bara menangis histeris. Anak itu baru saja terbangun dari tidur lelapnya semalam. Awalnya ia terbangun dengan keadaan baik-baik saja tadi. Namun menjadi kacau saat ia menyadari ketidiadaberadaan Chan di rumah. Anak itu bangun 10 menit setelah Chan pergi dan bertepatan dengan aku yang sedang menyapu.Ia menangis secara bertahap. Dari hanya sesenggukkan sampai kepuncak seperti ini. Histeris tak karuan. Sekarang wajah tampan bangun tidurnya jadi berantakan. Air mata yang bak air terjun, lendir ingus yang tak mau di hapus, rambut dan pakaian yang acak-acakan, serta suara parau yang semakin serak."Ssst, udah dong nangisnya,""Yuk, main yuk!""Bara, kamu kenapa sayang?""Mau aku gendong?"Eh?Iya aku tiba-tiba ngerasa aneh sendiri sama omongan yang begitu saja lolos dari bibirku. Gendong? Cari pegel encok sepertinya.
Last Updated: 2021-10-02
Chapter: 6. Berbincang "Ahahaha..." Aku ikut tertawa saat lelaki yang ku sadari bukan berusia remaja lagi tertawa dengan tayangan kartun televisi di hadapannya. Ia nampak sedikit terhibur rupanya. Dan entah bagaimana aku merasa ikut senang juga melihatnya sedikit terhibur. Ku rasa ia bukan sosok anak atau mungkin bisa disebut Little yang manja dan terlalu bergantung. Buktinya saja saat ini ia bisa berbaur denganku, padahal sebelumnya kami jarang bicara. Oh, aku bukan baru menyadarinya tapi baru merasakannya. Aku sudah tahu jika anak ini bukanlah tipe yang manja dan sangat bergantung pada papanya atau siapapun yang mengasuhnya. Ia cenderung tenang dan pendiam, mungkin juga pemalu. Ingat kan bagaimana ia bertemu denganku untuk kali pertama? Hanya mata dan ekspresi yang berbicara, tapi ia terlihat diam. Aku pikir saat itu, itu karena ada Suster Dara. Tapi saat satu bulan kami tinggal bersama, aku tahu tenang adalah sifat alaminya.bisa dibilang
Last Updated: 2021-10-02
Chapter: 5. Hariku Di Mulai?"Suhu badannya sekitar 38° C, yups benar ada alergi yang ia derita, kulitnya kemerahan." Kata Dokter Davi yang merupakn dokter keluarga Chan."Jika ingin mengetesnya lebih lanjut, kalian bisa membawanya ke rumah sakit." Lanjutnya."Ah, tidak perlu. Kami sebenarnya sudah tahu. Hanya saja kelalaian kami jadi alerginya kambuh," kata Chan yang diangguki dokter. Sejenak dokter itu menyobek secarik kertas dan menuliskannya."Tebus ini di apotik besok, ini adalah obat untuk mengatasi alergi dan menurunkan demam. Untuk saat ini saya akan berikan obat penurun demam dan vitamin," kami mengangguk bersama, "jangan lupa untuk memberinya banyak minum, jangan sampai ia dehidrasi.""Baik Dok, terimakasih banyak," seruku. Dokter Davi berdiri dari bangkunya bersiap untuk pulang."Biar saya antar ke depan," sahutku sambil membuka pintu kamar yang hampir benar-benar tertutup. Kami pun berjalan keluar meninggalkan Chan dan Bara di kamar.Usai m
Last Updated: 2021-09-15
Chapter: 4. Aku Punya PeranPART 4 *Aku Punya Peran*Aku melambaikan tangan saat mobil Chan melaju membawa dua orang di dalamnya. Aku tersenyum dengan kehundahan hati atas apa yang terjadi kamarin, hari ini, besok dan seterusnya."Karma mungkin," kataku sembari masuk ke dalam rumah. Sejenak aku berdiri di bibir pintu, menghadap ruang di dalam yang sepi. Entah mengapa setelah kepergian janin 3 bulan dari rahim ini aku jadi merasakan sesuatu yang hampa, tidak ada semangat, tidak ada hal yang bisa membuatku hidup seperti matahari.Padahal ya sebelumnya, rumah ini memang selalu sepi jika aku hanya sendiri. Tapi entah sekarang berbeda. Lebih terlihat sepi, sunyi, bahkan agak tak bernyawa kalau saja Bara tidak ada.Ya, anak itu menjadikan rumah ini setidaknya punya suara dan hidup."Papa, Bara boleh nonton tv?""Papa, Bara mau mam cokelat, boleh?""Papa baik deh, i love you..."Aku jarang berbicara bahkan tidak dengan Bara. Tapi telinga
Last Updated: 2021-09-02