Beranda / Horor / BABI NGEPET di Kampungku / 1 (Gadis Muda yang Gila)

Share

BABI NGEPET di Kampungku
BABI NGEPET di Kampungku
Penulis: Renti Sucia

1 (Gadis Muda yang Gila)

Penulis: Renti Sucia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-22 09:46:19

Langit bergemuruh di atas kepalanya. Tapi ia tak peduli dan terus berlari. Hujan tampaknya akan turun, tapi ia tak beralas kaki, memijaki jalan-jalan batu hitam besar yang tidak rata.

Kakinya terluka, tapi ia tetap lari menembus gelapnya malam.

Dia Afifah. Gadis muda berusia dua puluh tahun yang akhir-akhir ini dikatakan gila. Orang tuanya selalu mengurungnya di satu ruang yang dipagari besi-besi. Afifah tak jarang dirantai atau dipasung jika berulah, jika dia mencoba menyakiti keluarganya.

Badannya yang dulu cukup berisi, kini kurus kerontang seakan dagingnya menyusut hilang.

"Tiara, Harsa ... tolong aku!"

Tapi anehnya, Afifah yang disebut gila masih saja ingat dengan nama-nama orang desa, terutama Tiara yang merupakan sahabatnya, serta Harsa yang merupakan mantan pacarnya.

Dan tujuan Afifah malam ini adalah ke rumah Harsa. Karena Tiara masih di Jakarta bekerja. Afifah pun tahu itu, bahkan saat kepergian sahabatnya, dia turut mengantar hingga ke terminal angkutan umum di ujung desa.

Dia seperti normal, hanya tingkahnya saja yang berubah aneh ketika dihadapkan dengan keluarganya.

Karena gosip gilanya mencuat begitu cepat, Harsa dipaksa untuk mengakhiri hubungannya dengan Afifah oleh keluarganya, serta keluarga Afifah juga. Sejak Harsa mendengar kabar Afifah tidak waras, pemuda itu tak pernah lagi diizinkan untuk bertemu. Sekalipun dia ingin dan selalu berusaha datang ke rumahnya. Tapi kedatangan Harsa ditolak mentah-mentah.

Namun kali ini ... usai tujuh bulan berlalu, Afifah memiliki kesempatan untuk lari dari kurungan besi sialan itu. Karena adiknya Nurmaya lengah, ketika gadis yang dua tahun lebih muda dari pada dia datang untuk mengolok seperti biasa, Afifah memukul kepalanya dengan kekuatan yang dipunya, lalu mencekik leher adiknya dengan rantai yang mengikat dua tangannya.

Sampai Nurmaya hampir kehabisan napas dan pingsan. Saat itulah Afifah lari dari ruangan yang sudah mengurungnya berbulan-bulan.

Tertatih-tatih Fifah bangkit saat tak sengaja terpeleset dan jatuh. Dia terus berjuang melewati bentang-bentang sawah agar sampai ke rumah Harsa.

"Harsa ...." Dengan tangis tertahannya, Fifah beringsut di teras rumah Harsa.

Dari dalam, ibu Harsa keluar memeriksa. Kebetulan Bu Amina masih terjaga malam itu. Dan ia benar-benar kaget ketika melihat siapa yang datang.

"Bu ...." Mata Afifah berlinang air mata. Dan ia menangkap kaki Bu Amina, memeluk sambil memohon. "Tolong Fifah, Bu." Dengan tangisnya yang mengudara.

"Nak Fifah." Bu Amina jelas risau atas kedatangan Afifah si gadis gila. Dia segera melepaskan pelukan tangannya, dan menahan napas sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri menatap mata mengerikan Afifah.

Mata yang memerah karena tangis dan warna darah. Dia seperti gadis yang baru disiksa. Tapi Bu Amina tak ingin tahu, dia terlalu takut menghadapinya.

"Kamu nga-ngapain ke sini, Nak? Pu-pulanglah sebelum bapakmu mencarimu."

Afifah menggeleng kepala. "Fifah takut pulang, Bu. Tolong izinkan Fifah tetap di sini. Tolong, Bu," mohonnya dengan isak tangis yang begitu mengganggu.

Keringat dingin mulai membasahi dahi Bu Amina. Bagaimana pun baginya Fifah adalah wanita gila. Dia tidak mau berurusan lagi dengannya.

"Saya lebih takut padamu. Pergilah, pergi!"

"Fifah mohon, Bu. Fifah tidak gila, sumpah. Fifah tidak gila, tolong percayalah."

"Tidak, pergilah."

Bu Amina ingin tinggalkan Fifah di luar. Tapi Harsa yang terbangun karena keributan itu muncul. Dia tertegun di ambang pintu melihat sosok yang selama ini selalu ingin dia temui.

"A-Afifah?"

"Harsa!"

Keduanya terlibat saling tatap cukup intens. Tapi tatapan itu penuh dengan keterkejutan dan kesedihan yang begitu membekukan.

'Apa yang terjadi padamu selama ini, Fah?' Hanya hati yang mampu bertanya. Harsa melihat banyak perubahan terhadap mantan pacarnya. Afifah terlihat kacau dan menyedihkan.

'Harsa, tolong aku. Tolong aku!' Sementara Afifah sendiri memohon pertolongannya dari tatapannya.

"Harsa masuk. Ini sudah malam. Ibu akan urus wanita tak waras ini segera. Cepat!" Namun Bu Amina mendorong tubuh Harsa hingga pemuda itu tak lagi berdiri di ambang pintu.

"Tidak, Bu. Fifah mohon! Tolong Fifah sekali ini saja. Fifah tidak ingin dikurung lagi. Fifah ...." Dia seperti kesulitan bernapas tiba-tiba. Tangannya mencekik leher sendiri.

Dan hal itu mengejutkan Bu Amina serta Harsa.

"Fifah, apa yang kamu lakukan?" Harsa sudah ingin mendekat padanya.

"Harsa! Biarkan! Namanya juga orang gila! Cepat masuk!" Namun ibunya segera menghalang-halangi.

Harsa menolak, bagaimana mungkin ibunya tega mengatakan hal seperti itu? Bahkan di saat Afifah seperti tengah tersiksa. Harsa yakin itu bukan karena Afifah gila. Tapi ... entahlah, dia pun tak yakin.

"AFIFAH! DI SINI KAMU TERNYATA!"

Di saat Harsa memaksa ibunya agar menyingkir, tiba-tiba suara menggelegar muncul. Semuanya menoleh ke sumber suara. Ternyata itu Pak Zakaria, ayah Afifah yang terlihat begitu marah.

"Bawa dia pulang sekarang juga dan kembalikan dia ke dalam kurungannya. Jangan lupa dirantai yang kuat dan jangan biarkan siapa pun masuk lagi ke ruangannya. Terutama Maya!" titah pria berkumis tebal itu pada dua orang suruhannya di belakang punggung.

Afifah gemetaran. Menggeleng pelan. Kemudian menoleh pada Harsa dan memohon agar ia diizinkan masuk untuk sembunyi.

"Jangan coba-coba, Harsa. Dia gila." Namun tepat ketika Harsa hampir menggapai tangannya, Pak Zakaria menghentikan. Saat itu Afifah diseret paksa di hadapan Harsa.

Tangis serta teriaknya menguap memenuhi langit desa yang gelap gulita. Tiada bulan atau bintang, adanya auman anjing-anjing dan cicit hewan pengerat yang menjijikkan.

Suara Afifah membangunkan beberapa warga. Sehingga ketika Afifah diseret paksa, mereka yang keluar melihatnya menjadi kasihan dan takut di saat bersamaan.

Besok mungkin akan geger kabar tentang Afifah si gadis gila yang kabur ke rumah mantan pacarnya. Itu sudah pasti!

***

KLAANG!

"Jangan pernah berpikir untuk kabur lagi, anakku yang gila!" Sorot mata Pak Zakaria menampakkan kemarahan yang begitu besar ketika ia berhasil membawa Afifah kembali ke kamar besinya.

"Tolong hentikan, Pak. Ampun, Pak. Lepaskan Fifah. Fifah tidak mau lagi mel—"

PLAAAK!

"Kamu jangan ngatur! Kalau bukan kita yang berkorban, adik-adikmu mana bisa hidup. Ibumu juga! Jadi berhenti mengeluh dan segera mandi dan berias! Suami kamu akan segera datang!"

Pak Zakaria melemparkan pakaian putih polos ke wajah Afifah. Dengan sangat kasar.

Afifah sendiri kini hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang porak-poranda. Ia meremas pakaian itu penuh kekesalan dan amarah. Namun sialnya, amarah hanya menjadi air mata sia-sia. Sebab penderitaannya terasa tiada akhir.

Mau tak mau Afifah bangun. Dengan kaki yang masih dirantai, ia ke kamar mandi. Melucuti pakaian berdarahnya, lalu mandi.

Setelah selesai. Afifah memakai pakaian bersih putih itu dan duduk di atas ranjangnya putus asa. Menyisir rambut hitam legamnya yang rontok.

Malam jumat ini, suami siluman babinya akan segera tiba.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
si fifah kayaknya jadi tumbal ni
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BABI NGEPET di Kampungku   2 (Kabar Kematian si Gadis Gila)

    [Mbak Afifah meninggal, Kak Tiara. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, mbak Afifah ingin sekali ketemu Kak Tiara.]Tiara sedang diomeli Bian—bos yang menolak dipanggil bapak—saat terlihat notifikasi chat di aplikasi hijau menampakkan pesan itu di poni layar.Hal itu membuat Tiara terguncang dan gagal fokus, tubuhnya merosot jatuh ke lantai karena lemas. Astagfirullah, innalillahi ... hatinya nyebut berulang kali. Afifah ... dia adalah teman karib Tiara di kampung. Baru saja Nurmaya—adik Afifah—yang mengabarkan kematiannya."Astaga Tiara! Aku sedang bicara, kenapa kamu malah duduk santai di lantai?!"Tiara menahan napasnya sejenak, lalu menatap bosnya ragu. Namun, hal yang membuat Tiara jengkel ialah Bian malah lebih peduli pada lantai ketimbang bertanya apakah Tiara baik-baik saja atau tidak. Bian memang bos yang sangat galak dan menyebalkan untuk seluruh pekerja di sana. Jika saja bukan karena gajinya naik terus tiap tahun, mana mau Tiara terus bekerja di sana."Ma-maaf, Mas Bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-22
  • BABI NGEPET di Kampungku   3 (Kepulangan yang Ditolak)

    Langit sudah berisik diwarnai suara gemuruh yang membuat tengkuk Bian meriang. Meski hanya sekilas, itu membuat ia jadi kebelet pipis.“Rumahmu yang mana, Ra? Astaga aku sudah tidak tahan mau numpang ke kamar mandi!” Antara kesal dan lelah, di malam buta begini malah kebelet banget.Tiara meringis jijik. Jijik jadi memikirkan sesuatu yang mengotori pikirannya. Dalam hati ia ngedumel, ngapain, sih pake jujur banget? Kan, ngeri! Bikin otak travelling!Tapi Bian tidak menyadari ekspresi itu. Dia sibuk melihat ke luar jendela mobil yang sudah masuk ke area perkampungan, di mana rumah-rumah berderet dengan lampu kuningnya.“Bentar lagi, Mas. Sabar. Tinggal maju, belok kiri ....” Tiara berusaha menahan diri agar tidak emosi lagi, walau inginnya menghantam bos-nya ini. “Lagi pula kita tidak akan langsung pulang ke rumah saya, tapi langsung melayat,” tambahnya. Wajah Tiara tampak kesal, sesekali melirik bos muda itu dengan tatapan yang menusuk.Bian pun menahan diri, menahan kebeletnya juga d

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-28
  • BABI NGEPET di Kampungku   4 (Pemakaman Afifah)

    “Kembali ke kota? Bu, kami baru sampai. Bahkan Mas Bian belum selesai di kamar man—”“AAAARGGGGHH!” Belum Tiara tuntaskan ucapannya, suara jeritan Bian mengudara memenuhi gendang telinga Tiara dan ibunya.Seketika Tiara dan Bu Rafat lari menuju ke belakang rumah yang hanya bercahayakan lampu kuning lima watt.“Astagfirullah, Mas Bian!” Tiara kaget setengah mati melihat Bian terduduk di antara batu-batu pijakan. Batu hitam yang dipasang di antara tanah-tanah menuju jamban. Tiara cepat-cepat menghampiri dan membantunya untuk berdiri.Wajah Bian pucat pasi. Dia menunjuk ke arah yang gelap gulita dan mulai meracau tak jelas. "Ra! Ra! A-ada babi! Gede banget!" Tergagap sesekali.Tiara hanya bisa mangap kala mendengarnya.“Mas, Mas Bian sepertinya lelah, ya sampai berkhayal tentang babi. Walau kampung, di sini mana ada babi.” Seolah tak percaya dengan kata-kata Bian, Tiara memasang wajah kesal. Ada-ada saja bos-nya ini.“Tapi, Ra. Beneran ada babi.” Sambil melirik-lirik pada wanita paruh ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-31
  • BABI NGEPET di Kampungku   5 (Babi yang Mengintip di Jendela Kamar)

    Sudah semakin malam, hampir jam 2, tapi Tiara belum juga bisa tidur. Ibu bapaknya—Pak Rahman—sudah terlelap di kamar mereka, bahkan mungkin Bian pun sudah ke alam mimpi jauhnya.CETAAAR!Di luar masih hujan deras, geledek dan petir menyambar di mana-mana. Dingin, Tiara memeluk diri. Padahal matanya ngantuk berat, tapi setiap kali mau memejamkan mata, ia merasa sulit tidur. Akhirnya perih sekali matanya, berair.KLOTRAK!Suara seperti gelas jatuh memasuki telinga Tiara. Suara gelas jatuh tapi tak pecah. Apakah ada tikus? Atau kucing? Tiara bertanya-tanya dalam ketakutannya.“Bikin kaget aja. Apa itu, ya?” Ia bergumam, menyingkap selimut tebalnya dan keluar untuk memeriksa.Rumah gelap. Biasanya kalau jam tidur memang dimatikan semua, kecuali lampu di luar rumah. Anehnya kali ini lampu dapur menyala. Tiara membekap mulut, mengira ada maling.Ia mengendap menuju dapur tanpa membangunkan ibu bapaknya. Dan .... “Astaga Mas Bian!” Tiara mendapati Bian sedang makan mie instan tanpa dimasak,

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-31
  • BABI NGEPET di Kampungku   6 (Penampakan Mengerikan)

    Pukul tiga kurang dini hari. Desa yang hening dan gelapnya yang begitu pekat mengantarkan kengerian di tengah perjalanan Tiara dan Bian.Malam pertama kematian Afifah si gadis gila, juga teror sang babi jadi-jadian membuat suasana yang sangat hening itu tambah terasa menegangkan.Saat dekat kuburan, mobil malah tiba-tiba mogok. Mesinnya mati, dan kondisi di luar masih hujan.“Mas, kenapa berhenti?” Dalam hati Tiara menambahkan, di kuburan pula. Matanya mengedar ke luar, ke area sisi pemakaman.“Nggak ngerti tiba-tiba mesinnya mati sendiri.” Sambil masih berusaha menghidupkannya lagi.Tapi setelah beberapa menit berlalu, mobil tak kunjung mau hidup. Bian frustrasi dan akhirnya memuntahkan amarahnya dengan memukul setir mobil.“Astagfirullah ....” Laki-laki di sampingnya ini benar-benar sakit jiwa sepertinya. Tiara memegangi dada, kaget.“Keluar, Ra. Dorong.” Perintahnya kemudian. Membuat mata Tiara melotot besar.‘Dia gila, kah? Nyuruh perempuan turun di tengah malam saat hujan buat me

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-18
  • BABI NGEPET di Kampungku   7 (Serangan Babi Raksasa)

    Mata Bian membelalak besar. Tidak kira-kira denyut jantungnya saat ini. Dia nyaris muntah di tempat kala menyaksikan sesuatu di depan sana sedang melahap jasad yang masih utuh dibungkus kafannya.“HOEEEK!” Dan ia tak lagi dapat menahan diri. Bian muntah sejadi-jadi hingga keberadaannya diketahui oleh sang monster babi.Monster babi itu berhenti menyantap hidangannya. Menatap tajam dengan mata menyala-nyala merah ke arah Bian yang baru selesai muntah.Bian menengadahkan kepalanya, menelan ludah susah payah. Dia ketahuan. Matilah!“GRRRRRGH!” Makhluk itu menggeram seperti hewan liar yang murka. Bersiap-siap menyeruduk Bian di depannya.Bian serasa mati kutu. Kala nyawa terancam akan celaka, kakinya serasa dirantai tak bisa digerakkan. Keringat dingin sudah membasahi wajahnya dengan degup jantung yang semakin bertalu-talu. Dalam hati ia berharap babi itu tetap melanjutkan makan malam menjijikkannya, janganlah datang pada Bian.Akan tetapi, harapan Bian terlalu tinggi. Makhluk mana yang a

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23

Bab terbaru

  • BABI NGEPET di Kampungku   7 (Serangan Babi Raksasa)

    Mata Bian membelalak besar. Tidak kira-kira denyut jantungnya saat ini. Dia nyaris muntah di tempat kala menyaksikan sesuatu di depan sana sedang melahap jasad yang masih utuh dibungkus kafannya.“HOEEEK!” Dan ia tak lagi dapat menahan diri. Bian muntah sejadi-jadi hingga keberadaannya diketahui oleh sang monster babi.Monster babi itu berhenti menyantap hidangannya. Menatap tajam dengan mata menyala-nyala merah ke arah Bian yang baru selesai muntah.Bian menengadahkan kepalanya, menelan ludah susah payah. Dia ketahuan. Matilah!“GRRRRRGH!” Makhluk itu menggeram seperti hewan liar yang murka. Bersiap-siap menyeruduk Bian di depannya.Bian serasa mati kutu. Kala nyawa terancam akan celaka, kakinya serasa dirantai tak bisa digerakkan. Keringat dingin sudah membasahi wajahnya dengan degup jantung yang semakin bertalu-talu. Dalam hati ia berharap babi itu tetap melanjutkan makan malam menjijikkannya, janganlah datang pada Bian.Akan tetapi, harapan Bian terlalu tinggi. Makhluk mana yang a

  • BABI NGEPET di Kampungku   6 (Penampakan Mengerikan)

    Pukul tiga kurang dini hari. Desa yang hening dan gelapnya yang begitu pekat mengantarkan kengerian di tengah perjalanan Tiara dan Bian.Malam pertama kematian Afifah si gadis gila, juga teror sang babi jadi-jadian membuat suasana yang sangat hening itu tambah terasa menegangkan.Saat dekat kuburan, mobil malah tiba-tiba mogok. Mesinnya mati, dan kondisi di luar masih hujan.“Mas, kenapa berhenti?” Dalam hati Tiara menambahkan, di kuburan pula. Matanya mengedar ke luar, ke area sisi pemakaman.“Nggak ngerti tiba-tiba mesinnya mati sendiri.” Sambil masih berusaha menghidupkannya lagi.Tapi setelah beberapa menit berlalu, mobil tak kunjung mau hidup. Bian frustrasi dan akhirnya memuntahkan amarahnya dengan memukul setir mobil.“Astagfirullah ....” Laki-laki di sampingnya ini benar-benar sakit jiwa sepertinya. Tiara memegangi dada, kaget.“Keluar, Ra. Dorong.” Perintahnya kemudian. Membuat mata Tiara melotot besar.‘Dia gila, kah? Nyuruh perempuan turun di tengah malam saat hujan buat me

  • BABI NGEPET di Kampungku   5 (Babi yang Mengintip di Jendela Kamar)

    Sudah semakin malam, hampir jam 2, tapi Tiara belum juga bisa tidur. Ibu bapaknya—Pak Rahman—sudah terlelap di kamar mereka, bahkan mungkin Bian pun sudah ke alam mimpi jauhnya.CETAAAR!Di luar masih hujan deras, geledek dan petir menyambar di mana-mana. Dingin, Tiara memeluk diri. Padahal matanya ngantuk berat, tapi setiap kali mau memejamkan mata, ia merasa sulit tidur. Akhirnya perih sekali matanya, berair.KLOTRAK!Suara seperti gelas jatuh memasuki telinga Tiara. Suara gelas jatuh tapi tak pecah. Apakah ada tikus? Atau kucing? Tiara bertanya-tanya dalam ketakutannya.“Bikin kaget aja. Apa itu, ya?” Ia bergumam, menyingkap selimut tebalnya dan keluar untuk memeriksa.Rumah gelap. Biasanya kalau jam tidur memang dimatikan semua, kecuali lampu di luar rumah. Anehnya kali ini lampu dapur menyala. Tiara membekap mulut, mengira ada maling.Ia mengendap menuju dapur tanpa membangunkan ibu bapaknya. Dan .... “Astaga Mas Bian!” Tiara mendapati Bian sedang makan mie instan tanpa dimasak,

  • BABI NGEPET di Kampungku   4 (Pemakaman Afifah)

    “Kembali ke kota? Bu, kami baru sampai. Bahkan Mas Bian belum selesai di kamar man—”“AAAARGGGGHH!” Belum Tiara tuntaskan ucapannya, suara jeritan Bian mengudara memenuhi gendang telinga Tiara dan ibunya.Seketika Tiara dan Bu Rafat lari menuju ke belakang rumah yang hanya bercahayakan lampu kuning lima watt.“Astagfirullah, Mas Bian!” Tiara kaget setengah mati melihat Bian terduduk di antara batu-batu pijakan. Batu hitam yang dipasang di antara tanah-tanah menuju jamban. Tiara cepat-cepat menghampiri dan membantunya untuk berdiri.Wajah Bian pucat pasi. Dia menunjuk ke arah yang gelap gulita dan mulai meracau tak jelas. "Ra! Ra! A-ada babi! Gede banget!" Tergagap sesekali.Tiara hanya bisa mangap kala mendengarnya.“Mas, Mas Bian sepertinya lelah, ya sampai berkhayal tentang babi. Walau kampung, di sini mana ada babi.” Seolah tak percaya dengan kata-kata Bian, Tiara memasang wajah kesal. Ada-ada saja bos-nya ini.“Tapi, Ra. Beneran ada babi.” Sambil melirik-lirik pada wanita paruh ba

  • BABI NGEPET di Kampungku   3 (Kepulangan yang Ditolak)

    Langit sudah berisik diwarnai suara gemuruh yang membuat tengkuk Bian meriang. Meski hanya sekilas, itu membuat ia jadi kebelet pipis.“Rumahmu yang mana, Ra? Astaga aku sudah tidak tahan mau numpang ke kamar mandi!” Antara kesal dan lelah, di malam buta begini malah kebelet banget.Tiara meringis jijik. Jijik jadi memikirkan sesuatu yang mengotori pikirannya. Dalam hati ia ngedumel, ngapain, sih pake jujur banget? Kan, ngeri! Bikin otak travelling!Tapi Bian tidak menyadari ekspresi itu. Dia sibuk melihat ke luar jendela mobil yang sudah masuk ke area perkampungan, di mana rumah-rumah berderet dengan lampu kuningnya.“Bentar lagi, Mas. Sabar. Tinggal maju, belok kiri ....” Tiara berusaha menahan diri agar tidak emosi lagi, walau inginnya menghantam bos-nya ini. “Lagi pula kita tidak akan langsung pulang ke rumah saya, tapi langsung melayat,” tambahnya. Wajah Tiara tampak kesal, sesekali melirik bos muda itu dengan tatapan yang menusuk.Bian pun menahan diri, menahan kebeletnya juga d

  • BABI NGEPET di Kampungku   2 (Kabar Kematian si Gadis Gila)

    [Mbak Afifah meninggal, Kak Tiara. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, mbak Afifah ingin sekali ketemu Kak Tiara.]Tiara sedang diomeli Bian—bos yang menolak dipanggil bapak—saat terlihat notifikasi chat di aplikasi hijau menampakkan pesan itu di poni layar.Hal itu membuat Tiara terguncang dan gagal fokus, tubuhnya merosot jatuh ke lantai karena lemas. Astagfirullah, innalillahi ... hatinya nyebut berulang kali. Afifah ... dia adalah teman karib Tiara di kampung. Baru saja Nurmaya—adik Afifah—yang mengabarkan kematiannya."Astaga Tiara! Aku sedang bicara, kenapa kamu malah duduk santai di lantai?!"Tiara menahan napasnya sejenak, lalu menatap bosnya ragu. Namun, hal yang membuat Tiara jengkel ialah Bian malah lebih peduli pada lantai ketimbang bertanya apakah Tiara baik-baik saja atau tidak. Bian memang bos yang sangat galak dan menyebalkan untuk seluruh pekerja di sana. Jika saja bukan karena gajinya naik terus tiap tahun, mana mau Tiara terus bekerja di sana."Ma-maaf, Mas Bi

  • BABI NGEPET di Kampungku   1 (Gadis Muda yang Gila)

    Langit bergemuruh di atas kepalanya. Tapi ia tak peduli dan terus berlari. Hujan tampaknya akan turun, tapi ia tak beralas kaki, memijaki jalan-jalan batu hitam besar yang tidak rata.Kakinya terluka, tapi ia tetap lari menembus gelapnya malam.Dia Afifah. Gadis muda berusia dua puluh tahun yang akhir-akhir ini dikatakan gila. Orang tuanya selalu mengurungnya di satu ruang yang dipagari besi-besi. Afifah tak jarang dirantai atau dipasung jika berulah, jika dia mencoba menyakiti keluarganya.Badannya yang dulu cukup berisi, kini kurus kerontang seakan dagingnya menyusut hilang."Tiara, Harsa ... tolong aku!"Tapi anehnya, Afifah yang disebut gila masih saja ingat dengan nama-nama orang desa, terutama Tiara yang merupakan sahabatnya, serta Harsa yang merupakan mantan pacarnya.Dan tujuan Afifah malam ini adalah ke rumah Harsa. Karena Tiara masih di Jakarta bekerja. Afifah pun tahu itu, bahkan saat kepergian sahabatnya, dia turut mengantar hingga ke terminal angkutan umum di ujung desa.

DMCA.com Protection Status