Amelia terkesiap oleh kedatangan ibunya. “Itu ....” Handphone dipandangi, tetapi ternyata panggilan sudah terputus. “Tadi Amei sedang menonton video di internet.” Senyuman lebar dipasang.Sopia sedikit mengintip pada layar handphone, tetapi sudah tidak ada yang bisa dilihatnya. “Jangan mempertontonkan tayangan tidak layak pada Kenzo, itu tidak baik,” nasihat penting selayaknya seorang nenek yang menginginkan cucunya tumbuh dengan baik berkat didikan baik dari ibunya.“Tadi Kenzo melihat edukasi, Ma ...,” alasan Amelia dengan sikap tenang supaya dustanya tidak terbongkar.“Iya, memang harus begitu. Tapi ... Mama heran sepertinya tadi Mama melihat pria kurus yang wajahnya mirip William.” Dahi Amelia berkerut, tetapi hatinya tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.“Mama salah lihat ..., tadi Amei menunjukan film animasi sama Kenzo.”“Iya sudah ....” Sopia tidak ambil pusing, dirinya segera meraih Kenzo yang sudah minta digendong, “sarapan dulu sebelum pergi. Oh iya, hari ini Mama juga ha
Amelia tersenyum cerah. “Lupakan, anggap saja hubungan kita selalu baik-baik saja.”“Mei, aku tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih pada kamu.” Seolah Nitara sangat tulus dan menyesali semua perbuatannya.“Sudahlah, kita kan sahabat ....” Senyuman Amelia tidak pernah pudar.‘Apa aku bilang, mudah sekali aku mendapatkan maaf dari kamu!’ Seringai puas Nitara. “Bagaimana kabar kamu dan Kenzo?”“Aku baik-baik saja, Kenzo juga. Kenzo mempunyai pertumbuhan yang sangat baik, semenjak bersama mama berat badan Kenzo naik pesat,” kekeh bahagia Amelia sebagaimana seorang ibu yang menyayangi putranya.“Syukurlah ..., aku ikut senang mendengarnya. Lain kali ajak aku bertemu Kenzo, aku ingin memeluknya dan meminta maaf karena sempat membencinya.” Lagi, wajah penyesalan tampak.“Iya, atur saja waktunya. Aku akan mempertemukan kalian.”Nitara mengusap ujung matanya seolah basah oleh air mata haru. “Aku sudah melupakan masa lalu kalian. Aku sudah menerima masa lalu kamu dan William dan juga mene
Nitara terisak. “Mei ..., aku bingung bagaimana harus menceritakannya sama kamu ..., apalagi sama William ....”“Sssttt, tenang dulu ya ....” Amelia beringsut, kini dirinya duduk di sisi Nitara untuk memberikan pelukan hangat nan tulus, ditambah dengan usapan lembut di punggung sahabatnya, “semua masalah ada solusinya kok ....”Wajah Nitara menyeringai. ‘Aku harap solusinya kamu!’ Kebetulan seringai licik Nitara disaksikan oleh sopir yang mengantarnya, dengan setia menunggu majikannya hingga selesai. Namun, ekspresi nyonya muda membuatnya berpikir jika hati Nitara tidak seindah sosoknya.Pelukan Amelia berakhir, kini tatapannya mengarah pada Nitara dengan penuh rasa peduli. “Kamu bisa bercerita semua ke aku, dan semoga aku bisa membantu.”Nitara terisak, anehnya, air mata keluar secara alami bahkan dirinya tidak mengerti kenapa bisa seperti itu? Tapi ini adalah keuntungan untuknya. “Mei, kamu bisa menyimpan rahasia ini dari semua orang kan, apalagi dari William?”“Tentu. Aku akan meny
“A-apa retoran ini milik Tio?”“Betul, Nona.” Pelayan memberikan jawaban dengan sangat ramah.Amelia segera celingak-celinguk. “Apa Tio di sini?” Dia harap tidak karena waktunya sangat tidak tepat.“Mohon maaf, Nona. Tuan Tio sedang tidak di sini.”“Oh ....” Datar Amelia.“Silakan dicicipi, Nona. Hidangan spesial dari chef kami.”“I-ya ....” Senyuman kecil Amelia. Nafsu makannya hilang, bagaimana bisa dirinya bisa memakan ini, tetapi Amelia memaksakan dirinya menyantap hidangan untuk menghargai kerja keras chef yang diduga mendapatkan perintah khusus dari Tio. Saat ini, makanan enak itu sangat hambar di lidahnya karena isi kepalanya sedang terombang-ambing oleh fakta menyakitkan yang dikatakan Nitara. “Bagaimana sekarang, apa aku harus membicarakannya dengan Erland atau memberi tahu William? Tapi ... pasti William akan marah besar pada Nitara. Ahk sudahlah.” Amelia menggelengkan kepalanya, “biarkan Erland saja yang menyampaiakannya setelah kami membicarakannya, tapi semoga saja Erland
Waktu menunjukan pukul delapan malam. “Maaf aku terlambat, tadi Kenzo menangis saat aku tinggalkan.” Kalimat pertama Amelia saat Erland membukakan pintu kamar hotel.“Tidak apa. Lalu bagaimana Kenzo?”“Mama yang gendong terus diajak main sama papa.” Amelia menyimpan tasnya di atas sofa, kemudian duduk di sana, “aku tidak bisa lama karena mungkin Kenzo menangis lagi.” Raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran.Erland mengisi jus pada gelas yang sudah disediakan. “Minum dulu,” sodornya.Amelia mencicipinya sedikit. “Aku harus minta maaf lagi karena sampai membuatmu kesini.”“Tidak apa. Aku selalu suka menemui kamu.” Senyuman bahagia Erland, begitupun Amelia yang membalas dengan senyuman yang sama.“Ada hal penting yang harus aku katakan.” Tatapan Amelia berubah sendu.“Silakan. Katakan saja apapun yang ingin kamu katakan.”“Ini tentang Nitara.”Erland segera merubah erkspresinya, raut wajahnya sangat dingin disertai dengan dendam yang seakan mampu membakar Nitara sekarang juga. “Apa dia
Malam ini lagi-lagi William diserang kebingungan dan sendu sekaligus. Yang dilakukannya hanya memandangi wajah tidur Nitara, tanpa ingin mengganggunya sedikit pun. “Apa alasan kamu menaberak Erland? Kalau memang tidak sengaja, kenapa kamu tidak meminta maaf saja pada Erland.”Pagi harinya William pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan, sedangkan Nitara dilarang untuk ikut karena perjalanannya akan sangat melelahkan. “Tapi aku asisten pribadi kamu. Harusnya aku selalu sama kamu.”“Iya, terimakasih perhatiannya sayang. Pekerjaan kamu juga sangat baik, tapi khusus hari ini kamu tidak perlu menjadi asisten pribadiku. Aku tidak mau melihat kamu kelelahan.” Kecupan hangatnya mendarat cukup lama di dahi Nitara.“Kapan kamu pulang?”“Malam ini.” Senyuman teduh William walau hatinya sedang dicambuk kenyataan. Pun, pola pikirnya berubah total karena alasan kepergiannya hanya ingin menyendiri dan berpisah dari Nitara walau sesaat.“Baiklah ..., hati-hati di jalan ....” Nitara mencoba melepask
William dan Erland berpisah setelah pembahasan ini. Erland segera kembali ke kediamannya, sedangkan William masih menghindari rumah sekaligus menghindari Nitara. Untuk malam ini dia akan membiarkan istrinya bermalam di rumah orangtuanya. Tidak lupa mengatakan salam sayangnya lewat telepon. “Aku akan menyusul besok, Sayang.” Teduh William saat berpamitan.Nitara dicambuk rasa rindu dan kehilangan. Ini sangat menyakitkan, lebih perih dari kalimat Erland. “Aku tidak mau meninggalkanmu, Wil ...,” raungan Nitara yang hanya didengarkan oleh langit-saksi bisu penderitaannya.Di sisi lain, hidup Amelia dipenuhi kedamaian. Nama Nitara tetap terukir bersama kejahatan yang dilakukan sang sahabat yang disebut tanpa sengaja. Namun, Amelia rasa dirinya tidak perlu terlibat terlalu dalam, cukup mengetahui cangkangnya saja karena pasti Erland dan William bisa bersikap bijak menghadapinya dan menyelesaikannya dengan baik.Hari berganti, William menjemput Nitara. Maka, wanita yang melahirkannya memberi
Hari ini petama kalinya Amelia menemui Nitara di balik jeruji besi. “Ini, pakailah ....” Dirinya menyodorkan sebuah cream untuk merawat kulit Nitara, tetapi sahabatnya menolak.“Aku tidak bisa menerimanya karena teman-temanku akan merasa iri, mereka tidak akan membiarkanku memiliki hal seperti ini.”Amelia ingin memeluk Nitara dan menariknya dari tempat ini, tetapi dirinya tidak memiliki hak apapun. Cream kembali ke dalam genggamannya. “Apa kamu percaya pada kebahagiaan setelah ini?”Nitara menatap sendu ke arah Amelia. “Aku percaya, tapi aku tidak tahu kapan itu terjadi ....”“Aku juga tidak tahu karena hanya Erland yang bisa melakukannya, tapi kamu harus tetap optimis, dan tolong jangan membenci Erland.”“Aku harus menunggu maaf dari Erland agar mencabut tuntutannya. Itu kan maksud kamu. Tapi ..., aku tidak yakin Erland akan melakukannya.”“Erland akan melakukannya!” Amelia mencoba menarik keyakinan Nitara karena dirinya yakin akhirnya hari Erland akan luluh, pria itu akan memberika