Amelia tersenyum cerah. “Lupakan, anggap saja hubungan kita selalu baik-baik saja.”“Mei, aku tidak tahu bagaimana caranya berterimakasih pada kamu.” Seolah Nitara sangat tulus dan menyesali semua perbuatannya.“Sudahlah, kita kan sahabat ....” Senyuman Amelia tidak pernah pudar.‘Apa aku bilang, mudah sekali aku mendapatkan maaf dari kamu!’ Seringai puas Nitara. “Bagaimana kabar kamu dan Kenzo?”“Aku baik-baik saja, Kenzo juga. Kenzo mempunyai pertumbuhan yang sangat baik, semenjak bersama mama berat badan Kenzo naik pesat,” kekeh bahagia Amelia sebagaimana seorang ibu yang menyayangi putranya.“Syukurlah ..., aku ikut senang mendengarnya. Lain kali ajak aku bertemu Kenzo, aku ingin memeluknya dan meminta maaf karena sempat membencinya.” Lagi, wajah penyesalan tampak.“Iya, atur saja waktunya. Aku akan mempertemukan kalian.”Nitara mengusap ujung matanya seolah basah oleh air mata haru. “Aku sudah melupakan masa lalu kalian. Aku sudah menerima masa lalu kamu dan William dan juga mene
Nitara terisak. “Mei ..., aku bingung bagaimana harus menceritakannya sama kamu ..., apalagi sama William ....”“Sssttt, tenang dulu ya ....” Amelia beringsut, kini dirinya duduk di sisi Nitara untuk memberikan pelukan hangat nan tulus, ditambah dengan usapan lembut di punggung sahabatnya, “semua masalah ada solusinya kok ....”Wajah Nitara menyeringai. ‘Aku harap solusinya kamu!’ Kebetulan seringai licik Nitara disaksikan oleh sopir yang mengantarnya, dengan setia menunggu majikannya hingga selesai. Namun, ekspresi nyonya muda membuatnya berpikir jika hati Nitara tidak seindah sosoknya.Pelukan Amelia berakhir, kini tatapannya mengarah pada Nitara dengan penuh rasa peduli. “Kamu bisa bercerita semua ke aku, dan semoga aku bisa membantu.”Nitara terisak, anehnya, air mata keluar secara alami bahkan dirinya tidak mengerti kenapa bisa seperti itu? Tapi ini adalah keuntungan untuknya. “Mei, kamu bisa menyimpan rahasia ini dari semua orang kan, apalagi dari William?”“Tentu. Aku akan meny
“A-apa retoran ini milik Tio?”“Betul, Nona.” Pelayan memberikan jawaban dengan sangat ramah.Amelia segera celingak-celinguk. “Apa Tio di sini?” Dia harap tidak karena waktunya sangat tidak tepat.“Mohon maaf, Nona. Tuan Tio sedang tidak di sini.”“Oh ....” Datar Amelia.“Silakan dicicipi, Nona. Hidangan spesial dari chef kami.”“I-ya ....” Senyuman kecil Amelia. Nafsu makannya hilang, bagaimana bisa dirinya bisa memakan ini, tetapi Amelia memaksakan dirinya menyantap hidangan untuk menghargai kerja keras chef yang diduga mendapatkan perintah khusus dari Tio. Saat ini, makanan enak itu sangat hambar di lidahnya karena isi kepalanya sedang terombang-ambing oleh fakta menyakitkan yang dikatakan Nitara. “Bagaimana sekarang, apa aku harus membicarakannya dengan Erland atau memberi tahu William? Tapi ... pasti William akan marah besar pada Nitara. Ahk sudahlah.” Amelia menggelengkan kepalanya, “biarkan Erland saja yang menyampaiakannya setelah kami membicarakannya, tapi semoga saja Erland
Waktu menunjukan pukul delapan malam. “Maaf aku terlambat, tadi Kenzo menangis saat aku tinggalkan.” Kalimat pertama Amelia saat Erland membukakan pintu kamar hotel.“Tidak apa. Lalu bagaimana Kenzo?”“Mama yang gendong terus diajak main sama papa.” Amelia menyimpan tasnya di atas sofa, kemudian duduk di sana, “aku tidak bisa lama karena mungkin Kenzo menangis lagi.” Raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran.Erland mengisi jus pada gelas yang sudah disediakan. “Minum dulu,” sodornya.Amelia mencicipinya sedikit. “Aku harus minta maaf lagi karena sampai membuatmu kesini.”“Tidak apa. Aku selalu suka menemui kamu.” Senyuman bahagia Erland, begitupun Amelia yang membalas dengan senyuman yang sama.“Ada hal penting yang harus aku katakan.” Tatapan Amelia berubah sendu.“Silakan. Katakan saja apapun yang ingin kamu katakan.”“Ini tentang Nitara.”Erland segera merubah erkspresinya, raut wajahnya sangat dingin disertai dengan dendam yang seakan mampu membakar Nitara sekarang juga. “Apa dia
Malam ini lagi-lagi William diserang kebingungan dan sendu sekaligus. Yang dilakukannya hanya memandangi wajah tidur Nitara, tanpa ingin mengganggunya sedikit pun. “Apa alasan kamu menaberak Erland? Kalau memang tidak sengaja, kenapa kamu tidak meminta maaf saja pada Erland.”Pagi harinya William pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan, sedangkan Nitara dilarang untuk ikut karena perjalanannya akan sangat melelahkan. “Tapi aku asisten pribadi kamu. Harusnya aku selalu sama kamu.”“Iya, terimakasih perhatiannya sayang. Pekerjaan kamu juga sangat baik, tapi khusus hari ini kamu tidak perlu menjadi asisten pribadiku. Aku tidak mau melihat kamu kelelahan.” Kecupan hangatnya mendarat cukup lama di dahi Nitara.“Kapan kamu pulang?”“Malam ini.” Senyuman teduh William walau hatinya sedang dicambuk kenyataan. Pun, pola pikirnya berubah total karena alasan kepergiannya hanya ingin menyendiri dan berpisah dari Nitara walau sesaat.“Baiklah ..., hati-hati di jalan ....” Nitara mencoba melepask
William dan Erland berpisah setelah pembahasan ini. Erland segera kembali ke kediamannya, sedangkan William masih menghindari rumah sekaligus menghindari Nitara. Untuk malam ini dia akan membiarkan istrinya bermalam di rumah orangtuanya. Tidak lupa mengatakan salam sayangnya lewat telepon. “Aku akan menyusul besok, Sayang.” Teduh William saat berpamitan.Nitara dicambuk rasa rindu dan kehilangan. Ini sangat menyakitkan, lebih perih dari kalimat Erland. “Aku tidak mau meninggalkanmu, Wil ...,” raungan Nitara yang hanya didengarkan oleh langit-saksi bisu penderitaannya.Di sisi lain, hidup Amelia dipenuhi kedamaian. Nama Nitara tetap terukir bersama kejahatan yang dilakukan sang sahabat yang disebut tanpa sengaja. Namun, Amelia rasa dirinya tidak perlu terlibat terlalu dalam, cukup mengetahui cangkangnya saja karena pasti Erland dan William bisa bersikap bijak menghadapinya dan menyelesaikannya dengan baik.Hari berganti, William menjemput Nitara. Maka, wanita yang melahirkannya memberi
Hari ini petama kalinya Amelia menemui Nitara di balik jeruji besi. “Ini, pakailah ....” Dirinya menyodorkan sebuah cream untuk merawat kulit Nitara, tetapi sahabatnya menolak.“Aku tidak bisa menerimanya karena teman-temanku akan merasa iri, mereka tidak akan membiarkanku memiliki hal seperti ini.”Amelia ingin memeluk Nitara dan menariknya dari tempat ini, tetapi dirinya tidak memiliki hak apapun. Cream kembali ke dalam genggamannya. “Apa kamu percaya pada kebahagiaan setelah ini?”Nitara menatap sendu ke arah Amelia. “Aku percaya, tapi aku tidak tahu kapan itu terjadi ....”“Aku juga tidak tahu karena hanya Erland yang bisa melakukannya, tapi kamu harus tetap optimis, dan tolong jangan membenci Erland.”“Aku harus menunggu maaf dari Erland agar mencabut tuntutannya. Itu kan maksud kamu. Tapi ..., aku tidak yakin Erland akan melakukannya.”“Erland akan melakukannya!” Amelia mencoba menarik keyakinan Nitara karena dirinya yakin akhirnya hari Erland akan luluh, pria itu akan memberika
Amelia tidak memersalahkan tatapan dan sikap William walau dirinya sempat terkejut. Wanita ini segera memberikan jawaban, “Baiklah. Itu ide yang bagus. Lebih baik kita bercerai sekarang sebelum Nitara mengetahui pernikahan kita karena itu akan lebih menyakitinya.”William segera bangkit dari duduknya. “Ayo bicarakan dengan papa, biar papa yang menentuka pertemuan keluarga!”Amelia semakin terkesiap dengan sikap William yang ini, tetapi dirinya tidak berkomentar. Amelia segera mengikuti langkah kaki William. ‘Kamu sudah seyakin ini ingin berpisah denganku. Sepertinya keadaan Nitara yang membuat kamu melakukannya.’Ruangan Bagaswara diketuk, William masuk sebelum ayahnya memersilakan. Maka, Bagaswara segera memfokuskan tatapan pada putranya. “Ada apa Nak, apa ada keperluan mendesak?”“Iya, Pa. Amelia juga ada di sini.” William segera melebarkan pintu masuk hingga akhirnya sosok Amelia terlihat sangat jelas. Bagaswara membuang udara cukup panjang karena menantu kesayangannya tetaplah Nit
“Eu ... lumayan. Tidak salah kan, Zeel berdekatan sama tantenya.” Saat ini jantung Amelia mulai tidak tenang karena mungkin dirinya salah telah membicarakan hal ini dengan Erland. “Tidak, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah jika terlalu dekat. Jangan sampai Zeel menganggap Tara sebagai ibunya. Kamu tahu sendiri seorang bayi akan mengenali aroma ibunya, jika Tara terlalu dekat dan sering berdekatan dengan Zeel bukankah ada kemungkinan Zeel akan nyaman dengan tubuh Tara dan salah mengenali aroma tubuh tantenya sebagai aroma tubuh ibunya.” Tatapan Erland sangat serius kala membahas hal yang tidak disukainya. “I-ya. Tapi itu tidak akan terjadi.” Senyuman hambar Amelia yang mulai gagap hingga Erland mampu membaca hal tidak beres, tetapi dia tidak akan menginterograsi Amelia karena tidak seharusnya seorang istri yang telah melahirkan anak-anaknya mendapatkan pertanyaan memojokan. Justru Erland memberikan kecupan hangat di dahi Amelia. “Beristirahatlah ..., tapi aku tinggal sebenta
Amanda kembali pada Amelia, tetapi tidak mengatakan apapun walaupun mungkin keputusannya kurang tepat. “Kak?” sapa Amelia yang melihat kebingungan di wajah Amanda, “ada apa? Kakak lagi bingung ya, kenapa? Eh, tapi bukan Amei mau ikut campur ya Kak. Hihi ... tapi Kakak bisa berbagi apapun kok sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda mendesah. “Iya, ada hal yang membuat Kakak bingung. Apa itu terlihat sangat jelas?” Bukan hanya raut wajahnya saja yang mengatakan isi hatinya, tetapi juga tatapan matanya.Amelia terkekeh sebelum berkata, “Iya Kak, terlihat sangat jelas. Apalagi kita sudah sangat dekat, jadi sepertinya Amei bisa melihat hal sekecil apapun dari Kakak. Hihi ....” Kekeh kecilnya ditambahkan, kemudian memandangi Amanda penuh peduli, “Apa itu, Kak? Cerita saja sama Amei. Jangan sungkan.”Amanda kembali mendesah. “Itu ... tentang hal besar Mei. Kakak masih memikirkannya karena Kakak tidak yakin apa prasangka Kakak benar. Tapi ... Kakak rasa memang benar.”“Ikuti saja kata hati Kakak,
Saat ini Nitara sedang menyaksikan Amelia saat bersama dengan Grizelle. Miranda sudah turun lebih dulu, tetapi wanita ini ingin menyaksikan malaikat kecil dari atas sini karena wajahnya begitu manis dan cantik dengan sentuhan kehangatan. Dia menilai jika bayi perempuan itu akan tumbuh menjadi manusia yang sangat ramah. “Sayang ...,” panggilan Miranda saat beberapa anak tangga sudah dipijaknya seiring menggendong Galaxy. “Eu-iya Ma.” Nitara segera bergegas menuju punggung Miranda. Tangga rumah ini cukup luas, bisa langsung dipijak tiga sampai empat orang sekaligus, hanya saja Nitara tetap ingin berada di belakang mertuanya dibandingkan di sisinya supaya tetap dapat menyaksikan wajah Grizelle. ‘Andai kamu menjadi anakku. Bagaimanapun caranya, jadilah anakku.’Kini, Nitara dan Miranda sudah bergabung dengan Amelia dan Sopia yang asik mengasuh Grizelle. Saat Galaxy tiba, tentunya semua orang merasa lebih bahagia. Saat ini Sopia menyisipkan kata pamitannya pada sang besan. “Saya akan pu
Saat ini hati Cristy bergetar, entah mengapa?“Astaga ... sepertinya karena aku sering bertemu Tio jadi sekalinya tidak bertemu akhirnya seperti ini. Aku memikirkannya. Ck!” Cristy tidak menyukai perasaan seperti ini, tetapi terpaksa harus menjalaninya karena sudah menjadi ketentuan alam. Wanita ini sedang merias bunga kertas di rumahnya untuk nantinya sekalian dijajakan di butik. “Tio bisa melibatkanku dalam acara amalnya, tapi aku tidak mau bukan tidak bisa melibatkan Tio dalam kegiatanku, biarkan saja dia beristirahat di masa pemulihannya.” Udara panjang dibuang.Namun, karena isi kepalanya sering mengarah pada Tio akhirnya Cristy mencoba menghubungi saat menuju butiknya. “Hi, apa kabar hari ini?” kekeh kecilnya.Di luar dugaan Cristy, karena Tio terkekeh ceria, “Aku suka mendapatkan panggilan darimu. Jadi sudah dapat disimpulkan jika aku baik-baik saja.”“Ayolah ... yang serius, jangan menggoda. Bukan waktunya!” Cristy tidak luluh karena saat ini dia sedang ingin mendengar kabar p
Bibi tidak meninggalkan kamar Amelia karena Kenzo asik bermain mobilannya di sana. Maka, saat Amelia menyelesaikan mandinya wanita ini kembali bertemu dengan anak sulungnya. “Kenzo lagi apa ... Mama jemput Zeel ya sebentar biar kalian main berdua,” kekeh bahagianya karena kehidupannya penuh warna dan cerita. Amelia segera menuju anak keduanya setelah wanita ini membersihkan diri, tetapi dia belum memompa asi, lagipula Grizelle barusaja menyusu pada Nitara, asinya juga belum terkumpul banyak, terlalu tanggung jika harus dipompa sekarang. Di ambang pintu, dia kembali menyaksikan jika Nitara bersenandung untuk putrinya walaupun Grizelle terlelap sangat nyenyak. Senyuman melengkung. “Sesayang itu Tara sama Zeel ....” Amelia merasa sosok Nitara tidak akan ditemuinya pada diri orang lain. Saat ini Galaxy menangis, maka Nitara segera menyuruh babysitter menggendong putranya sekalian menghangatkan susu. Saat ini Amelia sedikit keheranan karena seharusnya Galaxy bisa menyusu langsung pada ib
Bibi menghampiri Amelia yang sedang bersiap-siap mandi sekalian memompa asi. “Non, sedang sibuk?” tanya santai wanita ini seiring menuntun Kenzo masuk ke dalam kamar Amelia.“Tidak Bi, ada apa, Kenzo rewel mau sama Amei?” tebak Amelia karena bibi tiba bersama putranya walaupun itu tidak aneh, Kenzo adalah tanggung jawab bibi selama dirinya dan keluarganya tidak dapat memerhatikan malaikat kecil satu ini. “Tidak Non. Bibi hanya mau bicara sebentar, apa Non Amei ada waktu?” Sedekat apapun wanita ini dengan nyonya muda Amelia, dia tetap harus mengingat posisinya, dan walaupun dirinya mendapatkan kepercayaan penuh menjaga Kenzo. Maka, sikapnya tidak pernah berlebihan, selalu di dalam batas. “Silakan, Bi ....” Amelia tidak akan pernah menolak kehadiran wanita itu. Maka, kini keduanya duduk bersebelahan di atas sofa yang sama, sedangkan Kenzo anteng bermain di karpet empuk di dekat kaki ibunya. Tidak lupa, wanita ini menjamu bibi. Jadi, keduanya meminum teh bersama. “Apa yang akan bibi bi
William dan Erland tiba bersamaan ke kediaman Bagaswara. Keduanya membawa makanan buah tangan dari restoran milik Tio hingga Amelia dan Nitara antuasias menyambut karena sudah cukup lama keduanya tidak merasakan cita rasa menu dari restoran berbintang itu. “Aku rasa Tio sukses mengguncang dunia kuliner,” kekeh Erland saat berkelakar. Amelia segera menyahut saat menyuap, “Memangnya kenapa, apa restoran Tio menjadi sangat viral?” Kekeh ditambahkan. “Aku rasa hanya Tio yang mengadakan acara amal di restoran. Itu sangat bagus, gerakan yang dilakukannya sangat bermanfaat untuk banyak orang. Apalagi untuk orang-orang jalanan karena Tio tidak pandang bulu saat memberi,” penjelasan terperinci diberikan Erland bersama pujiannya. “Ya, itu bagus sekali.” Pun, Amelia melanjutkan kalimat pujian suaminya, tetapi saat ini terdapat tatapan tidak suka Sopia.‘Kamu ini Mei. Memuji mantan pacar di hadapan suami!’ Ingin sekali segera menyampaikan kalimat itu, tetapi suasana makan tidak boleh dirusak
Sopia barusaja kembali pada sore hari karena kegiatannya hari ini bukan hanya bertemu dengan ibunya Tio saja. Wanita ini menceritakan aksi sosial pemuda itu pada Amelia, tetapi bukan berarti mengagumi, dirinya hanya merasa heran karena Tio membagikan makanan gratis sebanyak itu. Maka, Amelia menyahut sesuai dengan pandangannya. “Bagus kan, Ma. Lagian tidak aneh kok Tio berbagi. Dari dulu Tio memang begitu. Cuma yang Amei tahu tidak sebanyak dan sebesar itu sikap sosialnya.” “Sayang sih kalau menurut Mama. Terlalu mubajir.”“Ya ampun Ma ... tidak ada kebaikan yang mubajir.” Bukan mencerami ibunya, Amelia hanya sedang mengingatkan.Namun, pembahasan Sopia beralih. “Mama jadi khawatir pada pemuda itu. Bukan Mama menyumpahi, hanya saja apakah usianya masih panjang?” ceplosnya bersama keraguan karena kalimatnya cukup kasar.“Ish, Mama. Jangan bilang begitu dong!” Tentu saja Amelia langsung memerotes.“Tiba-tiba saja Mama kepikiran kesana saat mamanya Tio bercerita.” Sopia sudah bisa mene
Acara amal yang diselenggarakan Tio berlangsung sangat lancar, banyak sekali peminat, tetapi semuanya berbaris dengan rapih bahkan tidak sedikit orang yang tidak mendapatkan meja, maka pihak restoran mengemas makanannya dengan sangat rapih.Cukup lama Sopia berada di sana karena ibunya Tio mengajaknya berbicara ini dan itu termasuk menanyakan Amelia, “Bagaimana kabar Amei sekarang dan anak keduanya?”“Baik-baik saja ... Grizelle tumbuh dengan pesat,” kekeh bahagia Sopia.“Syukurlah ... saya ikut senang mendengarnya.”“Sudah beberapa hari ini Amei dan Grizelle tinggal di kediaman mertuanya, jadi kali ini saya dan suami menginap untuk melepas rindu pada kedua cucu kami,” kekeh bahagia Sopia lagi.“Pasti kalian tidak dapat berjauhan dengan cucu,” kekeh wanita ini, “andai Tio sudah menikah, kami juga akan menimang cucu,” desahnya kemudian.Sopia tersenyum kecil. “Mungkin tidak akan lama lagi.”Saat ini tanpa sengaja Jesica mendengar kalimat ibunya. Maka hatinya kembali bersedih. ‘Kalau ka