Malam ini lagi-lagi William diserang kebingungan dan sendu sekaligus. Yang dilakukannya hanya memandangi wajah tidur Nitara, tanpa ingin mengganggunya sedikit pun. “Apa alasan kamu menaberak Erland? Kalau memang tidak sengaja, kenapa kamu tidak meminta maaf saja pada Erland.”Pagi harinya William pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan, sedangkan Nitara dilarang untuk ikut karena perjalanannya akan sangat melelahkan. “Tapi aku asisten pribadi kamu. Harusnya aku selalu sama kamu.”“Iya, terimakasih perhatiannya sayang. Pekerjaan kamu juga sangat baik, tapi khusus hari ini kamu tidak perlu menjadi asisten pribadiku. Aku tidak mau melihat kamu kelelahan.” Kecupan hangatnya mendarat cukup lama di dahi Nitara.“Kapan kamu pulang?”“Malam ini.” Senyuman teduh William walau hatinya sedang dicambuk kenyataan. Pun, pola pikirnya berubah total karena alasan kepergiannya hanya ingin menyendiri dan berpisah dari Nitara walau sesaat.“Baiklah ..., hati-hati di jalan ....” Nitara mencoba melepask
William dan Erland berpisah setelah pembahasan ini. Erland segera kembali ke kediamannya, sedangkan William masih menghindari rumah sekaligus menghindari Nitara. Untuk malam ini dia akan membiarkan istrinya bermalam di rumah orangtuanya. Tidak lupa mengatakan salam sayangnya lewat telepon. “Aku akan menyusul besok, Sayang.” Teduh William saat berpamitan.Nitara dicambuk rasa rindu dan kehilangan. Ini sangat menyakitkan, lebih perih dari kalimat Erland. “Aku tidak mau meninggalkanmu, Wil ...,” raungan Nitara yang hanya didengarkan oleh langit-saksi bisu penderitaannya.Di sisi lain, hidup Amelia dipenuhi kedamaian. Nama Nitara tetap terukir bersama kejahatan yang dilakukan sang sahabat yang disebut tanpa sengaja. Namun, Amelia rasa dirinya tidak perlu terlibat terlalu dalam, cukup mengetahui cangkangnya saja karena pasti Erland dan William bisa bersikap bijak menghadapinya dan menyelesaikannya dengan baik.Hari berganti, William menjemput Nitara. Maka, wanita yang melahirkannya memberi
Hari ini petama kalinya Amelia menemui Nitara di balik jeruji besi. “Ini, pakailah ....” Dirinya menyodorkan sebuah cream untuk merawat kulit Nitara, tetapi sahabatnya menolak.“Aku tidak bisa menerimanya karena teman-temanku akan merasa iri, mereka tidak akan membiarkanku memiliki hal seperti ini.”Amelia ingin memeluk Nitara dan menariknya dari tempat ini, tetapi dirinya tidak memiliki hak apapun. Cream kembali ke dalam genggamannya. “Apa kamu percaya pada kebahagiaan setelah ini?”Nitara menatap sendu ke arah Amelia. “Aku percaya, tapi aku tidak tahu kapan itu terjadi ....”“Aku juga tidak tahu karena hanya Erland yang bisa melakukannya, tapi kamu harus tetap optimis, dan tolong jangan membenci Erland.”“Aku harus menunggu maaf dari Erland agar mencabut tuntutannya. Itu kan maksud kamu. Tapi ..., aku tidak yakin Erland akan melakukannya.”“Erland akan melakukannya!” Amelia mencoba menarik keyakinan Nitara karena dirinya yakin akhirnya hari Erland akan luluh, pria itu akan memberika
Amelia tidak memersalahkan tatapan dan sikap William walau dirinya sempat terkejut. Wanita ini segera memberikan jawaban, “Baiklah. Itu ide yang bagus. Lebih baik kita bercerai sekarang sebelum Nitara mengetahui pernikahan kita karena itu akan lebih menyakitinya.”William segera bangkit dari duduknya. “Ayo bicarakan dengan papa, biar papa yang menentuka pertemuan keluarga!”Amelia semakin terkesiap dengan sikap William yang ini, tetapi dirinya tidak berkomentar. Amelia segera mengikuti langkah kaki William. ‘Kamu sudah seyakin ini ingin berpisah denganku. Sepertinya keadaan Nitara yang membuat kamu melakukannya.’Ruangan Bagaswara diketuk, William masuk sebelum ayahnya memersilakan. Maka, Bagaswara segera memfokuskan tatapan pada putranya. “Ada apa Nak, apa ada keperluan mendesak?”“Iya, Pa. Amelia juga ada di sini.” William segera melebarkan pintu masuk hingga akhirnya sosok Amelia terlihat sangat jelas. Bagaswara membuang udara cukup panjang karena menantu kesayangannya tetaplah Nit
Malam ini Amelia mengatakan rencana perpisahannya dengan William pada Erland lewat sambungan di udara. “Hari minggu ini William dan tuan Bagaswara akan datang membahasnya.” Perpisahan, bagaimanapun bentuknya dan siapapun yang mengalaminya pasti sedikit banyak akan merasakan hal tidak nyaman atau perasaan asing yang sulit dijelaskan, itu yang merasuki hati Amelia kini. Perpisahan dengan William memang bukan akhir, tetapi awal baru untuk bersama Erland. Namun, yang wanita ini rasakan seolah dirinya benar-benar akan kehilangan William, bukan hanya raganya saja tetapi perhatiannya walau ini adalah hal yang sangat wajar.“Aku sudah mendengarnya dari papa.” Erland tidak tahu bagaimana perasaan Amelia saat ini, tetapi dirinya mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua hati Amelia miliknya. Maka, perpisahan dengan William tidak akan berpengaruh apapun pada wanitanya.“Apa William tidak mengatakan apapun?” heran Amelia karena seharusnya Erland adalah orang pertama yang mendengarnya karena
Ujung mata Erland meruncing. “Mungkin kau salah lihat.”“Tidak. Aku yakin itu Nitara. Aku sedang menemani Jesica menjenguk kawannya, tetapi ternyata satu sel dengan wanita yang mirip dengan istri saudaramu. Apa aku salah lihat, memangnya Nitara ada di sini?” ceroscos Tio karena tidak sabar ingin mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya.“Iya.” Datar Erland.“Astaga, ternyata aku salah lihat!” Tio seakan syok pada dirinya sendiri. Kini, bahu Erland kembali ditepuk, “baguslah kalau itu bukan Nitara karena jika itu memang benar dia maka William bisa mati berdiri. Dia menikahi rakyat jelata yang dianggapnya berlian, tetapi ternyata kriminal. Aku tidak bisa membayangkan reaksi William andai hal itu terjadi. Hahaha!” Tio tertawa puas karena dia memang selalu suka saat menghina Nitara.Saat ini Erland baru saja mengetahui jika Nitara bisa mendapatkan penghinaan seperti ini, tetapi dia tidak peduli toh kalimat Tio ada benarnya, wanita itu memang kriminal. “Jadi tujuanmu kesini hanya untuk m
Cristy mengakhiri panggilan dengan kesal. “Dia sombong sekali!” Maka, Cristy memutuskan mengunjungi kediaman Bagaswara, tetapi wanita ini belum tahu jika pagar betis di sana tidak akan menginzinkan sembarang orang masuk, apalagi wajahnya baru saja muncul kali ini. Itu tidak terdapat dalam daftar pengunjung. Terdapat sebuah kamera yang menghapal semua wajah manusia yang pernah datang kemari.“Maaf, Nona tidak bisa masuk,” kata salah satu satpam.“Loh, saya temannya Erland. Saya ingin menjenguk Erland!” heran Cristy. Namun, alih-alih mendapatkan izin justru satpam semakin melontarkan kalimat penolakan karena Erland, Bagaswara dan William pernah berpesan untuk tidak meloloskan siapapun yang ingin menemui Erland kecuali Amelia. Pesan itu sudah berlaku sejak Amelia mengetahui si pria saat koma. Cristy dibuat kebingungan dengan sikap berlebihan satpam di sini. “Kalian semua aneh,” cacinya, “katakan pada Erland. Cristy ingin menemuinya.”“Tidak bisa, Nona. Saat ini tuan Erland sedang tidak b
“Jangan katakan itu, aku sudah punya pria yang ingin aku nikahi.” Senyuman bahagia Amelia. Seketika, Cristy dibuat penasaran hingga ke ubun-ubun.“Siapa itu Mei? Beruntung sekali pria itu mendapatkan kamu yang sudah punya sifat keibuan.”“Akan tiba saatnya aku mengumumkannya, tapi bukan sekarang.” Senyuman kecil Amelia.“Kita kan bersahabat Mei ..., apa salahnya sih bilang ke aku.” Cristy tidak sabar ingin mengetahui nama dan rupa pria itu.“Nanti kamu akan tahu.” Bagaimanapun Cristy membujuknya, Amelia tidak akan buka mulut tentang Erland karena memang belum saatnya. Makan siang kali ini sangat menyenangkan karena kehadiran seorang sahabat. Namun, keduanya dipisahkan oleh rutinitas masing-masing. Kini, Amelia sudah kembali duduk di dalam ruangannya. “Satu hari ini hingga ke hari minggu ....” Udara tipis dibuang, “statusku sebagai istri akan berakhir. Rasanya seperti melepaskan seseorang berharga, tetapi dia memang bukan milikku.”Sementara, saat ini William mulai tidak sabar dengan p