Ujung mata Erland meruncing. “Mungkin kau salah lihat.”“Tidak. Aku yakin itu Nitara. Aku sedang menemani Jesica menjenguk kawannya, tetapi ternyata satu sel dengan wanita yang mirip dengan istri saudaramu. Apa aku salah lihat, memangnya Nitara ada di sini?” ceroscos Tio karena tidak sabar ingin mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya.“Iya.” Datar Erland.“Astaga, ternyata aku salah lihat!” Tio seakan syok pada dirinya sendiri. Kini, bahu Erland kembali ditepuk, “baguslah kalau itu bukan Nitara karena jika itu memang benar dia maka William bisa mati berdiri. Dia menikahi rakyat jelata yang dianggapnya berlian, tetapi ternyata kriminal. Aku tidak bisa membayangkan reaksi William andai hal itu terjadi. Hahaha!” Tio tertawa puas karena dia memang selalu suka saat menghina Nitara.Saat ini Erland baru saja mengetahui jika Nitara bisa mendapatkan penghinaan seperti ini, tetapi dia tidak peduli toh kalimat Tio ada benarnya, wanita itu memang kriminal. “Jadi tujuanmu kesini hanya untuk m
Cristy mengakhiri panggilan dengan kesal. “Dia sombong sekali!” Maka, Cristy memutuskan mengunjungi kediaman Bagaswara, tetapi wanita ini belum tahu jika pagar betis di sana tidak akan menginzinkan sembarang orang masuk, apalagi wajahnya baru saja muncul kali ini. Itu tidak terdapat dalam daftar pengunjung. Terdapat sebuah kamera yang menghapal semua wajah manusia yang pernah datang kemari.“Maaf, Nona tidak bisa masuk,” kata salah satu satpam.“Loh, saya temannya Erland. Saya ingin menjenguk Erland!” heran Cristy. Namun, alih-alih mendapatkan izin justru satpam semakin melontarkan kalimat penolakan karena Erland, Bagaswara dan William pernah berpesan untuk tidak meloloskan siapapun yang ingin menemui Erland kecuali Amelia. Pesan itu sudah berlaku sejak Amelia mengetahui si pria saat koma. Cristy dibuat kebingungan dengan sikap berlebihan satpam di sini. “Kalian semua aneh,” cacinya, “katakan pada Erland. Cristy ingin menemuinya.”“Tidak bisa, Nona. Saat ini tuan Erland sedang tidak b
“Jangan katakan itu, aku sudah punya pria yang ingin aku nikahi.” Senyuman bahagia Amelia. Seketika, Cristy dibuat penasaran hingga ke ubun-ubun.“Siapa itu Mei? Beruntung sekali pria itu mendapatkan kamu yang sudah punya sifat keibuan.”“Akan tiba saatnya aku mengumumkannya, tapi bukan sekarang.” Senyuman kecil Amelia.“Kita kan bersahabat Mei ..., apa salahnya sih bilang ke aku.” Cristy tidak sabar ingin mengetahui nama dan rupa pria itu.“Nanti kamu akan tahu.” Bagaimanapun Cristy membujuknya, Amelia tidak akan buka mulut tentang Erland karena memang belum saatnya. Makan siang kali ini sangat menyenangkan karena kehadiran seorang sahabat. Namun, keduanya dipisahkan oleh rutinitas masing-masing. Kini, Amelia sudah kembali duduk di dalam ruangannya. “Satu hari ini hingga ke hari minggu ....” Udara tipis dibuang, “statusku sebagai istri akan berakhir. Rasanya seperti melepaskan seseorang berharga, tetapi dia memang bukan milikku.”Sementara, saat ini William mulai tidak sabar dengan p
Hari yang dinantikan William tiba. Pria ini menggunakan pakaian santai, memandangi dirinya sendiri di hadapan permukaan datar cermin. “Tara, aku akan meninggalkan Amelia. Jadi aku akan kembali menjadi milikmu seorang. Aku juga minta maaf karena pernah menyimpan hati pada Amelia-wanita selain kamu, tapi mulai hari ini aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama,” pamitanya pada bayangan Nitara yang seolah sedang berada di sekitar dirinya.Bagaswara mengetuk pintu kamar putranya, maka William memersilakannya. Dipandanginya William yang sudah sangat siap. “Kamu yakin, Nak?” pertanyaan tiba-tiba Bagaswara karena dirinya ingin jawaban meyakinkan William sebelum akhirnya perpisahan terjadi.“William sangat yakin untuk meninggalkan Amelia.”Bagaswara segera duduk di atas sofa, memandangi putranya yang masih berdiri tegap dan gagah, kini William membelakangi cermin. “Pernikahanmu dan Amelia memang karena Kenzo, tetapi bagaimanapun kalian menikah secara sah, terikat pernikahan sakra
Perjalanan ini terasa panjang untuk Erland karena sepanjang jalan Bagawara dan William hanya membahas seputar Nitara dan kehidupan si wanita di dalam perjara. Ayahnya duduk di sisinya, tetapi obrolan serta tatapannya selalu mengarah pada William yang sedang mengemudi seiring mencurhakan banyak hal tentang istrinya.Bukan maksud Bagaswara memberikan perhatian lebih pada William, tetapi kali ini William sedang banyak mencurahkan kesedihannya. Jadi mana mungkin pria ini mengabaikan keluh kesah putranya. Sementara, Erland tetap bungkam, tidak sepatah kata pun dikatakan selain berbasa-basi, membahas hal lain selain Nitara.“Sebentar lagi sampai.” William mengakhiri keluh kesahnya saat daerah rumah Amelia sudah mulai dijamah.Bagaswara segera berpesan, “Kedatangan kita tidak boleh terlihat hendak memutus hubungan, kita harus tertawa seolah semua baik-baik saja.”“Iya Pa karena sebenarnya William juga tidak tega melihat keluarga Amelia terluka.”“Sudahlah Nak, jika memang ini sudah keputusan
Amelia mulai memandangi William bersama perasaan tidak karuan. ‘Aku menikah, lalu aku diceraikan. Kehidupan pernikahan seperti apa yang sedang aku jalani ini?’ Namun, bagaimanapun perasaannya kini tidak ada yang bisa disalahkan karena semua berawal dari malam itu. Andai dirinya tidak memata-matai Tio maka tidak akan pernah terjadi pertemuan dengan Erland, tidak akan pernah terlahir seorang putra dan hidupnya akan selalu baik-baik saja. Mungkin dirinya hanya akan dipusingkan oleh sederet pelaturan yang dibuat Sopia. Tapi sepusing apapun pelaturan itu, tetap tidak dapat mengalahkan kepalanya yang berdenyut karena kehidupannya setelah memata-matai Tio.William mulai melirik ke arah Amelia, kemudian berkata, “Saya dan Amei sudah membicarakan hal ini sebelumnya.” Tatapan mata keduanya bertemu, saling memandang bersama makna dalam yang isinya hanyalah perpisahan, tetapi Adhinatha dan Sopia salah mengartikan tatapan bermakna dalam keduanya.“Apa akhirnya kalian akan menjalani kehidupan suami
“Semua akan baik-baik saja.” William ingin menenangkan istrinya sekalian menghapus air matanya, tetapi sebenarnya dirinya juga sedang sangat mengkhawatirkan sesuatu hal buruk akan menimpa Nitara. Bagaswara berada di sana begitupun dengan Erland. Pria ini tidak dapat menahan kesedihannya saat mengetahui tragedi yang menimpa menantunya. Maka, dengan cepat dirinya mengajukan permohonan untuk pelaku yang menganiaya Nitara.William tercengang karena kalimat Bagaswara sangat lantang terhadap polisi yang menjaga Nitara padahal secara logoka istrinya tidak akan bisa melarikan diri. Namun, saat ini William mengerti jika pria itu hanya menjalankan tugas. “Pa, tenanglah ....” Suaranya segera bergeser pada sang ayah.“Mana bisa Papa tenang!” Saat ini pikiran Bagaswara sedang tidak karuan karena melihat keadaan menantunya, sekalian dirinya inginkan keadilan untuk menantunya. Wanita yang menyerang Nitara tidak bisa dibiarkan karena mungkin kejadian seperti ini akan terulang.“Mohon maaf, Tuan. Tuan
Amelia mengerjap. “Maaf, bukan maksud saya memanggil tuan Bagaswara dengan sebutan papa. Tadi ..., saya hanya replek memanggil papa karena merasa dipanggil oleh papa saya. Sekali lagi saya mohon maaf.” Wanita ini memberikan penjelasan dengan sangat santun.Miranda tersenyum hangat. “Saya sudah menduga kalau Nak Amei salah memanggil,” kekehnya sehangat kalimatnya. Amelia mengangguk bersama senyuman kecil.‘Tadi Amei memang salah bicara, Amei terlalu terbawa perasaan padahal Amei bukan menantu karena pernikahan atas dasar restu orangtua. Amei terlalu berharap dianggap sebagai menantu.’Kali ini, pertama kalinya Bagaswara luluh saat melihat reaksi Amelia. ‘Jadi selama ini dia menganggapku sebagai mertua? Jadi selama ini aku yang telah berbuat jahat karena tidak pernah menginginkannya walau dia sudah melahirkan cucuku.’ Embusan udara dibuang. ‘Papa minta maaf Mei, selama ini papa salah menilaimu, papa tidak pernah memandangmu sebagai menantu, tapi ternyata kamu selalu menghargai papa seba