Amelia mengerjap. “Maaf, bukan maksud saya memanggil tuan Bagaswara dengan sebutan papa. Tadi ..., saya hanya replek memanggil papa karena merasa dipanggil oleh papa saya. Sekali lagi saya mohon maaf.” Wanita ini memberikan penjelasan dengan sangat santun.Miranda tersenyum hangat. “Saya sudah menduga kalau Nak Amei salah memanggil,” kekehnya sehangat kalimatnya. Amelia mengangguk bersama senyuman kecil.‘Tadi Amei memang salah bicara, Amei terlalu terbawa perasaan padahal Amei bukan menantu karena pernikahan atas dasar restu orangtua. Amei terlalu berharap dianggap sebagai menantu.’Kali ini, pertama kalinya Bagaswara luluh saat melihat reaksi Amelia. ‘Jadi selama ini dia menganggapku sebagai mertua? Jadi selama ini aku yang telah berbuat jahat karena tidak pernah menginginkannya walau dia sudah melahirkan cucuku.’ Embusan udara dibuang. ‘Papa minta maaf Mei, selama ini papa salah menilaimu, papa tidak pernah memandangmu sebagai menantu, tapi ternyata kamu selalu menghargai papa seba
“Apa kau gila!” tatapan William lebih serius lagi. Membidik dengan sangat tajam bak mata pisau yang ujungnya mengkilat-kilat, “bagaimana bisa kau memenjarakan Nitara selama dua tahun. Lihat Tara sekarang, ini baru saja hitungan bulan, tapi peristiwa yang dialaminya sudah fatal. Apa yang akan terjadi pada Tara selama dua tahun. Bahkan besok atau minggu depan pun belum tentu Tara selamat!”“Aku hanya bertanya,” sahutan Erland di luar dugaan William karena saudaranya membalas kalimatnya dengan santai dan seolah tidak terbebani apapun.“Jadi bagaimana. Apa kau setega itu pada Tara?” kekesalan masih dipertontonkan oleh William.“Aku akan membebaskannya asalkan kalian selamat.” Raut wajah Erland tidak terbaca sama sekali oleh William.“Selamat bagaimana maksudmu?” Dahinya berkerut dalam.“Aku tidak mau melihat keluargaku terluka karena memasukan seorang kriminal.” Tatapan Erland kali ini sangat terbaca oleh William. Cinta. Erland sangat mencintai keluarganya.William menarik udara sedalam-d
Sopia segera meralat kata ‘Cupu’ yang diucapkan putrinya. “Kamu tidak cupu. Dan keren itu tergantung masing-masing manusia. Tidak semua orang keren dalam hal yang sama. Kamu jangan berkecil hati hanya karena seorang lelaki!” teguran ditambahkan supaya Amelia tetap memiliki rasa percaya diri.Amelia terkekeh manis, “Kalau dibandingkan dengan wanita itu Amei sangat cupu Ma ..., tapi ... ternyata cupunya Amei membawa perubahan dalam hidup Amei.” Raut wajahnya seakan melukiskan bahwa perubahan itu adalah perubahan baik dan membahagiakan. Seperti niatnya, Amelia tidak ingin kisah tragisnya terdengar begitu miris, kisah itu akan dibungkus dengan manis.“Apa itu?” Sejak tadi Sopia yang selalu menyahut, sedangkan Adhinatha hanya mendengarkan dengan saksama.“Amei bertemu dengan seorang pria tampan!” Garis bibirnya melebar, seolah sedang tersenyum nakal.“Ish, kamu ini Mei. Mama tahu kamu menyukai pria tampan, tapi hati-hati pada pria tampan, lagipula kamu sudah menikah dengan William!” Lagi,
Percakapan ini ditutup dengan restu dari Adhinatha dan Sopia. Kini, pria hebat yang telah berhasil membesarkan seorang putri hingga akhirnya menjadi wanita membanggakan mulai berkata pada calon menantunya, “Mintalah restu dari orangtuamu, adik atau kakakmu. Jika mereka memberikan restu, silakan nikahi putri saya.”“Iya. Erland pastikan keluarga Erland merestui hubungan Erland dan Amei. Erland akan datang melamar secepatnya,” janjinya sebagaimana pria yang akan menggenggam ucapannya. Terlebih, ini tentang keluarga kecilnya, keluarga yang akan membawanya pada kehidupan yang sebenarnya.Kini, Adhinatha dan Sopia harus membiasakan diri menerima Erland, bukan William lagi karena ternyata menantu mereka yang sebenarnya adalah pria di hadapannya ini. Untuk lebih mendekatkan diri pada Erland yang masih sangat asing, keduanya mengajak menantunya menginap, tetapi tentu saja di kamar berbeda karena bagaimanapun Erland dan Amelia belum sah menjadi pasangan suami dan istri. Pasangan ini sempat mer
“Aku juga,” balas Amelia hingga keduanya saling memeluk. Saat ini juga Erland kembali melumat bibir Amelia, merasakan semburat manis itu lagi. Dirinya juga sedikit menjamah tubuh bagian atas Amelia. Tubuh si wanita memang terasa sedikit berbeda dibandingkan saat dirinya masih suci, tetapi Erland tidak memermasalahkannya, justru dirinya merasa sangat bangga karena kesucian Amelia menjadi miliknya.Tanpa sadar, kini Erland berada di atas tubuh Amelia, mendekapnya dengan erat. Keduanya sedang mencoba menahan gejolak dalam dada, tetapi ingatan dua tahun lalu meronta inginkan menjejal kepala mereka hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengulang. Permainan serta milik si pria selalu memabukkan. Amelia tidak dapat menahan semua perasaan yang ada, dirinya kembali menikmati masa-masa yang pernah hilang. Begitupun sebaliknya, Erland ikut mengerang karena milik Amelia membuatnya menggila.Desahan bersahutan, keduanya bergerak aktif karena saling menginginkan. Pinggul Amelia tidak dapat berh
‘Apa ini saat yang tepat untuk aku mengatakan jika Kenzo bukan anakku?’ William masih bergeming walau Nitara masih menantikan jawabannya. ‘Tidak. Jangan sekarang karena bukan itu jawaban yang Nitara inginkan saat ini.’“Erland salahpaham sepertimu, dia mengira aku memiliki hubungan spesial dengan Amelia. Padahal hubungan seperti itu tidak pernah ada.” Lagi, William berdusta yang menurutnya demi kabaikan.“Apa urusannya dengan Erland? Bukankah andaikan kamu dan Amelia dekat, itu tidak ada kaitannya dengan Erland.” Nitara sedang diserang curiga karena mungkin dugaannya selama ini benar jika William dan Amelia memiliki hubungan khusus.“Ada. Itu karena Erland menyukai Amelia!” jawaban ini tidak sepenuhnya salah, tetapi dapat berbeda makna jika dikatakan dengan kondisi seperti ini.“Oh ....” Nitara mulai mencoba menghapus kecurigaannya, kemudian memasang wajah penuh penyesalan karena rasa bersalah menggebu dalam hatinya, “aku ... harus meminta maaf pada Erland sekalian berterimakasih ....
Tidak lama Nitara berkumpul dengan keluarga William karena masih membutuhkan waktu istirahat lebih banyak. Kini, dia berbaring ditemani William yang mengusap puncak dahinya. “Aku belum sempat meminta maaf dan berterimakasih pada Erland.”“Tidak apa, lain kali saja. Biarkan dulu Erland menikmati waktunya.” Hatinya meneruskan ‘Bersama keluarganya.’Erland memang sedang diselimuti bahagia, di sisinya terdapat Amelia yang sudah dianggap sebagai istrinya, kemudian ada Kenzo-buah hati mereka, lalu sebagai pelengkapnya terdapat Bagaswara dan Miranda yang mengasuh Kenzo sebagaimana pada seorang cucu. Kini, Erland mengajak Amelia duduk di halaman belakang karena Kenzo sedang tertawa bersama nenek dan kakeknya.“Kami akan mengatakan tentang Kenzo di saat yang tepat. Sabar ya, Mei ... bukan maksud aku sengaja menyembunyikan Kenzo dari mama dan Nitara.” Tangan kanan Amelia digenggam erat bersama tatapan cinta nan sayang. Terdapat rasa takut kehilangan yang sangat besar karena dirinya sudah pernah
Amelia dan Kenzo meninggalkan kediaman Bagaswara setelah makan siang bersama. Kini, Erland mengemudi, mengantarkan keluarga kecilnya. Handphone Amelia berdering. “Hi, ada apa?” Hangatnya apa Cristy.“Kapan kamu akan mengunjungi butik. Ada banyak barang baru yang masuk, apa kamu yakin tidak tertarik. Hihi ...,” goda Cristy sebagai salah satu taktik marketing, tetapi tidak sepenuhnya karena barang-barang yang masuk sangat sesuai dengan Kenzo, semuanya akan terlihat bagus jika dikenakan oleh malaikat kecil.“Hm ..., kapan ya.” Amelia menggoda balik.“Melihat-lihat saja dulu, sekalian aku ingin bertemu Kenzo.” Hangat Cristy yang sedang memerhatikan pekerjaan karyawannya.“Iya sudah, aku akan kesana bersama Kenzo.”“Sip, aku tunggu ya Mei,” riang Cristy.Amelia segera berkata pada Erland, “Aku akan ke butik temanku, aku biasa membeli perlengkapan Kenzo di sana.”“Iya sudah, ayo kesana.” Senyuman teduh Erland yang akan mengabulkan apapun alasan kebahagiaan kedua orang bermakna dalam hidupny