Latifa mengamati isi dari kotak tersebut secara detail. “Ini seperti barang-barang untuk anak kecil” gumam Latifa. Isi dari kotak tersebut terdapat sebuah peralatan Tuan putri untuk anak-anak, seperti gaun, mahkota, make-up mainan serta buku dongeng princess. Dan seluruh barang tersebut berwarna ungu, yang merupakan warna kesukaan Tiara. “Mama! Tadi Tiara cari-cari tau!” gerutu Tiara sembari melipat kedua tangannya di dada. Namun raut wajahnya berubah ketika melihat apa yang dibawa Latifa. “Mama… itu apa?” tanya Tiara sembari menunjuk barang yang ada di pangkuan Latifa. “Oh ini-”“Apa itu untuk Tiara!” sela Tiara dengan girang sebelum Latifa menyelesaikan omongannya. Tiara segera mengambil alih barang-barang itu dari tangan Latifa lalu mengamatinya satu persatu dengan mata yang berbinar. “Warna ungu kesukaan Tiara!” serunya sembari memakai mahkota di kepalanya. ‘Sebenarnya siapa yang memberikan ini semua? Dan… bagaimana bisa tau jika Tiara menyukai warna ungu?’Batin Latifa
Latifa memijat dahinya seraya menundukkan kepalanya karena merasa agak pusing. ‘Ini tidak bisa dibiarkan!’Seru Latifa dalam hati. “Maaf pak, ini atas nama siapa yah yang beli?”“Pembeli tidak mengizinkan kami untuk mengungkapkan identitasnya Nyonya, sebaiknya anda tanda tangani saja berkas ini” ucap Staff dealer tersebut kepada Latifa. “Apa anda tidak salah alamat?” tanya Latifa kembali untuk memastikannya. “Tidak Nyonya, ini benar-benar sesuai dengan alamat anda”“Sepertinya saya tidak bisa menerimanya pak, bisa anda kembalikan saja kepada pengirimnya?” “Tapi-”“Latifa… Sebaiknya kamu menerimanya saja, kemungkinan besar ini adalah pemberian dari seseorang yang menganggapmu berharga, apa kamu tidak merasa kasihan jika seseorang tadi sudah berniat yang terbaik buatmu, kamu malah menolaknya secara cuma-cuma?” sela Linda dengan cepat. ‘Semoga saja dengan begini dia akan luluh, karena bagaimanapun, tugas Tuan Erlando kepadaku adalah memastikan jika Nona Latifa mau menerima pemberia
‘Apa-apaan ini? Apa yah sebenarnya yang dia lakukan?!’Batin Latifa bertanya-tanya ketika melihat apa yang telah Erlando lakukan. “Erlando! Apa maksudmu?” tanya Latifa dengan menatap Erlando dengan tatapan yang tajam. “Maksud ku? Aku cuma mau menyambutmu saja, memangnya tidak boleh?” tanya balik Erlando membuat Latifa kesal. “Aku hanya ingin mengembalikan ini darimu, jujur aku tidak membutuhkan ini Erlando” ucap Latifa lalu segera mendekati meja Erlando dan menyerahkan berkas serta kunci mobil. Erlando hanya melihat apa yang diserahkan untuknya tersebut dari Latifa dengan tersenyum. “Apa kamu tidak mengingatnya Latifa?” tanya Erlando tiba-tiba membuat Latifa mengernyitkan dahi. ‘Apa maksudnya?’ Ucap Latifa dalam hati. “Mengingat apa?” tanya Latifa kemudian setelah ia merasa keheranan.Erlando tanpa berkata-kata meraih ponselnya lalu memperlihatkan isi chat antara dirinya dengan Latifa mengenai perjanjian yang sudah ditetapkan.“Apa kau tidak ingat dengan ini?” tanya balik Erl
Pada akhirnya Erlando memesan satu paket chicken crispy untuk Tiara melewati aplikasi delivery food. Yang tidak sampai tiga menit sampai karena Erlando memakai jasa pengantaran prioritas dan juga lokasinya tidak jauh dari sekolah Tiara. “Enak yah?” tanya Erlando ketika melihat Tiara memakan makannya dengan lahap. Tiara memberi respon dengan memberi jempolnya kepada Erlando tanda jika makanan tersebut enak baginya. ‘Apa aku harus pelan-pelan menanyakan terkait kehidupannya saat di sekolah?’‘Aku takut jika anak ini menyembunyikan sesuatu yang Latifa sendiri tidak mengetahuinya’Ucap Erlando dalam hati sembari menatap cemas kearah Tiara. “Nak, apa kamu punya teman?” tanya Erlando kepada Tiara. Tiara menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Tentu punya Om! Dalam satu kelas ada dua puluh orang, jadi pasti Tiara punya teman dong! Beda lagi kalau dalam kelas Tiara gak ada orang sama sekali” jelasnya lalu kembali menyantap makanannya. “Bu-bukan itu Tiara, maksud Om-”“Ssst! Om, Tiar
“Wah! Kalian sudah sampai saja nih” sambut Romlah yang merupakan Ibu Candra. Romlah segera mendekat kearah Candra lalu memeluknya dengan erat. “Ya Allah nak! Kamu kemana saja? Kenapa gak pernah berkunjung ke rumah Ibu?” ucap Romlah sembari mengelus rambut Candra dengan sayang. “Candra banyak kerjaan Bu dan Tiara juga sekolah, kebetulan rumah ibu kan cukup jauh, jadi Candra bisa kesini kalau ada acara saja” jelas Candra. “Yakin begitu? Atau Istrimu itu yang nggak ngebolehin kamu ke rumah ibu? Jujur saja nak, biar Ibu bisa nasehati Istrimu ini” ucap Romlah yang seolah-olah memojokkan Latifa seraya melirik-lirik Latifa dengan Sini. “Latifa, memang mertua mu ini se menyebalkan itu yah?” bisik Linda yang kini mendekat ke arah Latifa. Latifa hanya sedikit berdehem lalu menyenggol Linda agar tidak berbicara aneh-aneh. Linda yang mendapatkan perlakuan tersebut lantas kembali menegakkan postur tubuhnya sembari masih mengolok-olok mertua Latifa dengan pelan. “Apa sih Ibu ku ini, jangan
“Assalamu'alaikum! Bu! Dhini pulang!” seru Dhini yang baru pulang. Dhini merupakan adik kedua Candra yang akan menikah besok. “Wa'alaikumussalam! Kamu inu gimana sih nduk! Besok sudah jadi pengantin kok sekarang malah keluyuran!” tegur Romlah membuat dhini berdecak karena sebal. “Perawatan lah Bu! Biar kulit Dhini bagus, gampang di polesin make up juga karena gak kasar, Ibu ini gimana sih, gak ngerti yang gituan” ucap Dhinu selepas mencium punggung tangan Romlah. “Kamu ini!” tegur Romlah sembari memberi acang-acang untuk memukul Dhini. “Eh siapa ini?” celetuk Dhini ketika melihat Linda yang duduk sebelahan dengan Candra. “Oh, itu sepupunya kakak iparmu, Latifa, dia jauh-jauh ke sini buat nge hadirin acara pernikahan kamu loh”“Oh, ngomong-ngomong mana kak Latifa?” tanya Dhini seraya melihat-lihat sekitar. “Di dapurlah, bantu-bantu namanya juga menantu” ucap Romlah dengan nada sinis. “Oh iya, siapa tadi? Linda? Bisa tidak kalau duduknya agak kejauhan, kak Linda kan juga sudah t
“Kemana saja kamu?” Linda meringis sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Maaf Tuan, saya kemarin ikut bersama Nona Latifa dan Candra pergi ke rumah orang tuanya” ucap Linda seraya menundukkan kepalanya, namun sesekali melirik Erlando untuk melihat ekspresi wajah Erlando. “Orang Tua siapa?” tanya Erlando kembali. “Candra Tuan” jawab Linda. “Pantas saja tadi ketika aku ke sekolahnya Tiara, Tiara sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.”Linda hanya terdiam, seperti menunggu untuk mendapatkan hukuman karena sudah seenaknya pergi tidak memberikan kabar terlebih dahulu. “Jadi… Apa Latifa mendapatkan ketidaknyamanan di sana?” tanya Erlando kemudian yang membuat Linda menegak salivanya sendiri. “I-iya Tuan” jawab Linda terpatah. “Apa kamu membelanya?”Linda semakin menundukkan kepalanya lalu menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Maafkan saya Tuan, saya tidak ingin terlihat terlalu kentara berada di pihak Nona Latifa, karena itu akan menimbulkan kecurigaan pada Candra,
“Kata Bu guru, lebih cepat lebih baik Om” ucap Tiara membuat Erlando segera bangkit dari duduknya lalu membantu Tiara untuk berdiri juga. “Yasudah, kita sekarang ke kantor gurumu yah” ajak Erlando yang di angguki oleh Tiara. Keduanya berjalan saling gandeng tangan menuju kantor sekolahnya Tiara, suasana koridor sekolah sepi karena para siswa maupun siswi sudah berada di kelasnya masing-masing, karena memang Tiara sedang bolos mata pelajaran. “Permisi” ucap Erlando ketika berada di ambang pintu kantor sekolahnya Tiara. “Iya, ada apa yah pak? Ada yang bisa saya bantu?” tanya guru yang menyuruh Tiara untuk memanggil ibunya, namanya adalah Devi. “Ah, Bapak yang pernah menjemput Tiara waktu itu tanpa sepengetahuan dari Ibu Latifa kan?” tebak Devi, karena Devi sendiri yang waktu itu mengizinkan Tiara untuk pulang bersama dengan Erlando. “Iya saya di sini-”“Tiara! Kamu kenapa membawa orang yang tidak dikenal itu? Apa kamu tidak ingat? Waktu itu Ibumu sampai panik tau!” tegur Arda sera
Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
Beberapa waktu berlalu, akhirnya Erlando kembali dengan lengan bekas infus. “Bagaimana Erlando? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Latifa sembari berlari mendekati Erlando. Erlando hanya mengangguk sebagai jawabannya, namun sebetulnya ada banyak pertanyaan yang muncul di benak Erlando. Namun karena waktu belum tepat untuk ia tanyakan, akhirnya ia memilih untuk diam. “Sini Nak, sepertinya kau pusing karena donor darah itu” ucap Haidah sembari menuntun Erlando untuk duduk di kursi tunggu. “Maaf yah Nak, kamu jadi seperti ini karena harus mendonorkan darah cukup untuk Tiara” ucap Herman kepada Erlando. “Iya Om, saya pun merasa senang, bisa berguna untuk menolong putri kecil Tiaraku” ucap Erlando sembari menekan kata ‘Tiaraku’ dan juga ia memandang Latifa dengan tatapan tajam yang langsung membuat Latifa mengalihkan pandangannya ke arah lain. ‘Ya Allah, aku harus apa setelah ini’ ucap Latifa dalam hatinya. Dan Haidah yang peka akan kondisi Awkward tersebut membuat ia segera me
“Halo sayang, kamu apa kabar?” sapa Candra dari seberang sana.Latifa terkejut ketika mendengar suara Candra, kemudian ia menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya. Namun ternyata nomor tersebut tidak memiliki nama, alias nomor tidak dikenal. Latifa kembali menempelkan ponselnya tersebut kepada telinganya lagi. “Ada apa Candra?” tanya Latifa dengan nada yang kurang bersahabat. “Santai saja sayang, aku hanya ingin menanyai kabarmu saja kok” ucap Candra sembari mengerling nakal. Sementara Latifa bergidik ngeri mendengarnya. “Kalau tidak ada yang penting, sepertinya aku harus menutup telfon-”“Eh jangan Latifa! Sebenarnya ada hal yang ingin aku ungkapkan!” sela Candra dengan cepat yang membuat Latifa menghentikan tindakan untuk mematikan sambungan teleponnya tersebut. “Langsung katakan saja Mas” ucap Latifa to the point. “Apa kamu ingin cerai denganku Latifa?” pernyataan Candra membuat Latifa terdiam. Sebenarnya Latifa masih tidak ingin mendengar kata per
Latifa tercengang lalu mengalihkan pandangannya dari Erlando, ia cukup malu ketika Erlando dengan santai menyatakan perasaannya tersebut. “Oh iya Latifa, Kapan kamu siapa untuk… Menceraikan Candra?” tanya Erlando dengan hati-hati karena ia takut jika Latifa akan bersedih. Latifa kali ini terdiam dan berpikir, walau bagaimanapun hal ini terlalu cepat baginya untuk mengakhiri hubungan yang sudah ia jaga selama tujuh tahun. “Aku… Masih belum siap Erlando” jawab Latifa sembari menoleh ke arah Erlando. Erlando menganggukkan kepalanya. “Baiklah Latifa, aku memahami apa yang kamu rasakan, jika kamu sudah siap, jangan lupa untuk memberitahukan ku agar aku segera menguruskan semuanya” ucap Erlando. Latifa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Sebelumnya Erlando memang sudah menguruskan surat cerai antara Latifa dan Erlando, namun Latifa mencegahnya di tengah jalan dengan beralasan belum siap. All hasil, segala yang sudah diurus, berhenti di tengah jalan, namun Erlando bisa
“Bagaimana jika anda menculik anaknya Latifa, agar Latifa bisa kau kendalikan Tuan Candra, dan akhirnya Erlando juga tidak mampu berbuat apapun, karena jika menurut yang saya lihat, Latifa ini tipe perempuan yang bertindak tanpa berfikir” saran Samuel kepada Candra. Candra mengelus dagunya sembari berpikir. “Anda benar juga Tuan Samuel, tapi bagaimana cara saya mencurinya jika setiap hari Erlando menjaga ketat Tiara” ucap Candra membuat Samuel berpikir. Namun tiba-tiba Anak buah Samuel mendekati Samuel lalu membisikkan sesuatu. “Tuan Candra, ternyata Erlando bodoh itu tidak menaruh penjagaan di sekolahnya Tiara saat dia sekolah, mungkin ini bisa kita jadikan peluang untuk menculik Tiara” ucap Samuel. “Baiklah, aku akan mencobanya nanti” ucap Candra kemudian. “Mari kita berjabat tangan untuk tanda partner bisnis” ucap Samuel sembari menyodorkan tangannya kepada Candra. Candra meraih tangan Samuel lalu keduanya berjabat tangan. ***Candra diam dan menunggu Tiara di balik pepohon
Latifa serta yang lainya langsung bergegas untuk melaporkan polisi, namun butuh waktu 24 jam baru Tiara bisa dinyatakan hilang dan masa pencarian baru bisa dilakukan. Pada akhirnya Erlando menyuruh beberapa anak buahnya yang handal untuk mencari keberadaan Tiara dan mencari bukti-bukti yang ada. Latifa sendiri tidak henti untuk menangis karena ia berasumsi jika semua ini adalah ulahnya yang teledor. Karena seharusnya ia memperhatikan Tiara hingga benar-benar masuk kedalam kelasnya dahulu baru di bisa pergi dari sana. “Ini salahku Bu, salahku, padahal sinyal seorang Ibu sudah memperingati aku, namun aku tidak terlalu peka akan hal itu, aku adalah Ibu yang ping buruk di dunia ini!” ucap Latifa disela tangisan pilunya yang kini berada di dekapan Haidah. “Istighfar Nak, dengan kamu yang seperti ini, Ibu takut jika kamu akan jatuh sakit, Ibu yakin, Tiara tidak akan kenapa-kenapa percayalah” tutur Haidah yang mencoba menenangkan Latifa. “Iya Nak, istighfar, yang perlu kita lakukan sek
“Bangun Tiara” ucap Latifa sembari menepuk-nepuk tubuh Tiara agar Tiara bangun karena harus bersekolah. Tiara menggeliat lalu mendudukkan dirinya dengan kedua mata yang masih tertutup. “Emangnya sekarang jam berapa Ma?” tanya Tiara seraya menguap. “Jam lima sayang, ayo cepet sholat habis itu mandi dan siap-siap, sekarang dah bisa mandi sendiri kan” ucap Latifa sembari mencari seragam sekolah Tiara dan menata bukunya lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah. “Siapa Mama!” seru Tiara lalu segera turun dari ranjang untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Sekitar satu jam berlalu, kini Tiara tengah ditata rambutnya oleh Latifa dengan Tiara yang asyik memakan sarapannya. Namun entah mengapa, Latifa merasakan firasat aneh, dan hal itu mengarah ke arah Tiara. ‘Ya Allah semoga tidak akan terjadi apa-apa, mengapa aku merasa tidak tenang seperti ini?’Ucap Latifa dalam hatinya. “Ma, kenapa berhenti menyisiri Tiara?” tegur Tiara membuat Latifa tersadar dari lamunannya. “Oh iya lupa, maaf y
Ini adalah hari di mana Erlando, Tiara dan Latifa serta lainnya pergi ke Mall untuk bermain di Time Zone. Mereka sangat antusias, terutama Tiara yang terlihat paling semangat mengajari Nenek dan kakeknya serta Bi Ina untu bermain. Sedangkan Latifa dan Erlando hanya berdiri dan melihat Tiara dan lainya dari jauh. “Kamu tidak ikut Latifa?” tanya Erlando dan kepada Latifa. Latifa hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. ‘Adu! Kenapa aku harus berdiri berdampingan dengan Erlando sih?’Ucap Latifa dalam hati seraya diam-diam melirik Erlando yang terlihat fokus mengawasi Tiara. “Dengarkan aku Latifa, aku akan selalu menerimamu apa adanya apapun kondisimu sekarang ataupun masa lalu” ucap Erlando yang pandangannya masih mengarah ke Tiara. “Erlando, sebenarnya apa maksudmu? Dari kemarin kamu terus menerus berbicara sepatah kata saja, dan dari kata-katamu tadi tidak mendasar membuatku pusing” ungkap Latifa yang membuat Erlando menoleh ke arahnya. “Aku tau semua
“Tiara, apakah menurutmu, Ayahmu itu adalah benar-benar Ayahmu” tanya Erlando membuat Tiara kebingungan. Termasuk Latifa dan Haidah yang kini saling pandang lalu mengangkat kedua bahunya karena tidak mengerti maksud dari Erlando. “Maksudnya Om apa?” tanya Tiara dengan muka polosnya. “Kalau nyatanya Om adalah Ayah Tiara, apa yang Tiara lakukan?”“APA!” dengan spontan Latifa dan Haidah berteriak ketika mendengar pernyataan dari Erlando barusan. “Nenek! Mama! Kenapa kalian ada di semak-semak?” tanya Tiara dengan bingung, karena ia melihat Ibunya serta Neneknya yang berada di tempat yang tidak wajar. Latifa dan Haidah berdiri lalu membersihkan baju dan kerudung mereka dari dedaunan yang berjatuhan ke arahnya. Sedangkan Erlando sendiri salah tingkah karena ia malu, perkataan yang tadi ia katakan tidak seharusnya di dengar Latifa maupun Haidah. “Tadi Nenek sama Mamamu cuma cari-cari tanaman herbal, iya kan Latifa” jawab Haidah sembari menyenggol lengan Latifa. “Ada apa?” tanya Latif