Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
“Selamat bu Latifa, dari hasil tes darah anda menunjukkan bahwa anda positif hamil”Latifa tercengang ketika mendengar kabar yang baru saja ia dengar dari dokter tersebut.“A-apa dok? saya hamil?” tanya Latifa sekali lagi untuk memastikan.“Iya bu, anda sekarang tengah mengandung dan usia kandungannya baru 1 minggu” ucap dokter tersebut sekali lagi.Tangan Latifa gemetar bahkan ketika dirinya menegak salivah juga tidak mampu.“Baik dok terima kasih, selebihnya nanti apa saya bisa menghubungi dokter jika ada pertanyaan tambahan?”“Tentu saja, jangan ragu untuk menghubungi saya kapan saja. Semoga semuanya berjalan lancar. Selamat kepada Anda dan suami anda ya”“Baik dok terima kasih”Latifa beranjak pergi meninggalkan ruang periksa dengan lunglai, entah apa yang akan ia hadapi setelah ini, membayangkan pun Latifa tidak mampu.***“Mohon maaf nona ini siapa yah?” tanya perempuan paruh baya kepada Latifa.“Saya teman dari Erlando bibi, apakah Erlando ada di rumah?” “Tuan Erlando sudah pi
“Kenapa kamu menghindar?” tanya Candra dengan nada lantang di depan muka Latifa yang sedang meringkuk ketakutan.Namun Latifa sempat merasa mual karena mencium aroma alkohol dari mulut Candra yang menandakan jika pria itu sedang mabuk.Karena memang ada pesta alkohol sebagai penutup acara pernikahan tersebut karena itu permintaan dari pihak keluarga Candra dengan alasan tradisi.“Apa yang kurang dariku Latifa! aku bersedia untuk melakukan apapun yang kamu mau, tapi kenapa kamu malah melakukan semua ini kepadaku? kenapa!” Teriak Candra menggelegar seraya melempari barang yang ada di nakas.“C-candra apa kamu mabuk?” tanya Latifa dengan terbatah karena seluruh badanya gemetar.“Masa Bodoh! tau apa kau?” Candra mendekat kearah Latifa lalu mendorong gadis itu hingga terjatuh dan kepalanya membentur sudut ranjang sampai berdarah.“L-latifa? apa kamu baik-baik saja?” tanya Candra khawatir ketika melihat Latifa terbaring lemas dan hampir kehilangan kesadaran.Namun secara perlahan kesadaran
Latifa mengerjapkan kedua matanya secara perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah kamar bernuansa putih dengan aroma obat-obatan yang sangat menyeruak di hidungnya.“Aduh kepalaku” ringisnya karena merasa ngilu di bagian kepala.“Nyonya, apa nyonya merasa sangat sakit? kalau gitu saya panggilkan dokter dulu yah?” ucap Ina yang bersiap untuk pergi memanggil dokter namun dengan segera Latifa mencegahnya."Jangan bi, aku tidak apa-apa"“Tapi nyonya, kondisi nyonya saat ini-”“Tidak apa-apa bi, di-dimana anakku?” tanya Latifa yang baru saja menyadari jika perutnya sudah mengecil.“Ada di ruang perawatan bayi baru lahir nyonya, kemungkinan setelah ini akan diantar ke kamar Nyonya.” jelas ina membuat Latifa menganggukkan kepalanya.“Bi, dimana Candra?” tanya Latifa penasaran karena sejak dari tadi ia tidak menemukan keberadaan Candra.“Tuan Candra-” Ina terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu, namun Latifa sudah memahami apa yang akan dikatakan oleh Ina.“Tidak apa-apa bi, aku paham
Latifa terlihat sibuk memilih bahan-bahan masakan yang ia beli untuk disajikan saat party suaminya nanti malam.“Nyonya, biar saya yang siapkan saja, lebih baik nyonya istirahat yah di kamar” Bujuk Ina karena melihat banyak sekali tumpukan bahan masakan yang harus diolah hari ini juga.“Tidak apa-apa Bi Ina, profesiku juga sebagai ibu rumah tangga disini, sedangkan kamu tau sendiri kan tugas ibu rumah tangga seperti apa?” Walaupun terdengar miris karena kenyataanya aku dijadikan pembantu oleh suamiku sendiri.Suara pilu yang berasal dari batin Latifa.“Tetap saja nyonya, nyonya di sini juga sebagai nyonya rumah ini, seharusnya nyonya tidak perlu melakukan pekerjaan rumah juga, hanya perlu mengawasi saya dan lainya saja sudah cukup nyonya!” ucap Ina bersih keras.“Tidak Ina, tugas kalian dan para pelayan lain itu untuk membantuku, bukan berarti semuanya harus kalian yang melakukan, aku sebagai ibu rumah tangga di sini juga perlu bekerja” ucap Latifa tak kalah bersih kerasnya.“Tapi nyo
Latifa merasa pilu setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Candra, bahkan ketika Latifa menatap Candra, pria itu langsung mengalihkan pandangannya.“Lantas dimana istrimu Candra?” tanya wanita tersebut lagi dengan nada manja.“Aku, belum memiliki istri” Latifa memejamkan kedua matanya karena merasa perih, yang mana air matanya langsung menetes membasahi pipinya.Sekalipun pengakuan, apakah hal itu sama sekali tidak pantas aku dapatkan?Cetus Latifa dalam hati.“Hei! apa kalian sudah selesai? kalau sudah keluarlah! biar party ini bisa segera dimulai” Sahut salah satu teman laki-laki Candra.Latifa maupun Ina segera keluar dari ruangan tersebut dengan tergesa-gesah, begitu Latifa, Ina serta Tiara keluar, terdengar samar-samar suara riuh yang pertanda party telah di mulai.“Bi Ina, tidurlah, kau pasti kelelahan karena telah menyiapkan semuanya” pintah Latifa, ina tidak mampu berkata apa-apa ia hanya menganggukan kepalanya.Latifa pergi sembari menggendong Tiara menuju ke kamarnya, namu
Erlando yang menyadari keberadaan Latifa lantas langsung berdiri dari tempat duduknya, sembari menatap lekat Latifa. Latifa dengan perlahan mendekati Erlando dengan raut wajah yang datar. Buru-buru Erlando menyingkir lalu memberikan tempat duduk kepada Latifa. “Silahkan duduk” ucapnya mempersilahkan. Latifa hanya melihat saja namun enggan untuk duduk di tempat duduk tersebut. “Tidak perlu” ucap Latifa dengan ketus. Erlando hanya tersenyum memaklumi, dari awal ia yang patut dipersalahkan karena dengan tiba-tiba menghilang tanpa mengabari Latifa terlebih dahulu. “Kenapa kau melakukan semua ini?” tanya Latifa dengan sinis. “Karena hanya ini yang dapat membuat ku bertemu denganmu Latifa, apa kamu tidak merindukanku?” Latifa berdecih ketika mendengar perkataan Erlando, setelah itu ia menatap pria tersebut dengan tajam. “Merindukanku? apa kau tidak ingat? kau yang meninggalkan ku waktu itu, apa kau tidak tau… bagaimana menderitanya aku setelah kau tinggal!” sentak Latifa tanpa sad
“Ma, apa kita harus jalan kaki ya sampai ke jalan raya?” tanya Tiara ketika tengah berjalan kaki bersama Latifa dari rumahnya menuju jalan raya. “Iya sayang, anggap saja lagi olahraga yah, semangat!” ucap Latifa sembari mengepalkan satu tangan dan menunjukkannya kepada Tiara. “Iya! Semangat!” balas Tiara seraya mempraktikkan apa yang ibunya lakukan. Setelah itu mereka berdua melanjutkan untuk berjalan beriringan menuju jalan raya berada. Sekitar 10 menit akhirnya mereka sampai. “Untung kita berangkat lebih pagi yah, kalau tidak, pasti kita akan terlambat” ucap Latifa yang diangguki oleh Tiara. “Setelah ini kita mau kemana Ma?” tanya Tiara dengan penasaran. “Kita menunggu angkutan umum yah di sini, pasti sebentar lagi akan sampai” jawab Latifa sembari mengelus rambut Tiara dengan lembut. “Apa mereka akan menghampiri kita?” tanya Tiara lagi. “Pasti, karena supir angkutan umum dan supir-supir lainya itu mencari penumpang, mereka akan berhenti jika kapasitas yang ada di dalam kend