Latifa mengerjapkan kedua matanya secara perlahan, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah kamar bernuansa putih dengan aroma obat-obatan yang sangat menyeruak di hidungnya.
“Aduh kepalaku” ringisnya karena merasa ngilu di bagian kepala.“Nyonya, apa nyonya merasa sangat sakit? kalau gitu saya panggilkan dokter dulu yah?” ucap Ina yang bersiap untuk pergi memanggil dokter namun dengan segera Latifa mencegahnya."Jangan bi, aku tidak apa-apa"“Tapi nyonya, kondisi nyonya saat ini-”“Tidak apa-apa bi, di-dimana anakku?” tanya Latifa yang baru saja menyadari jika perutnya sudah mengecil.“Ada di ruang perawatan bayi baru lahir nyonya, kemungkinan setelah ini akan diantar ke kamar Nyonya.” jelas ina membuat Latifa menganggukkan kepalanya.“Bi, dimana Candra?” tanya Latifa penasaran karena sejak dari tadi ia tidak menemukan keberadaan Candra.“Tuan Candra-” Ina terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu, namun Latifa sudah memahami apa yang akan dikatakan oleh Ina.“Tidak apa-apa bi, aku paham kok, kamu tidak perlu khawatir karena memang sejak awal kita tidak seharusnya menikah” ucapan Latifa membuat Ina merasa kasihan sekaligus bersalah karena ia tidak mampu untuk membantu nyonya nya kalau soal Candra.“Permisi, ini saatnya antara bayi dan ibunya untuk bertemu” ucap suster sembari menggendong bayi yang diyakini adalah anak dari Latifa.Suster tersebut mendekat kearah Latifa lalu memberikan secara perlahan sosok makhluk yang kecil dan sangat rentan tersebut.Latifa sangat terharu melihat makhluk kecil yang tadinya bersemayam di perutnya itu, ia tidak menyangka jika bisa merawat makhluk tersebut di dalam perutnya.“Kamu cantik, polos dan berkilau seperti mutiara, aku akan menamaimu, Mutiara”***7 tahun berlalu.Tidak banyak berubah terkait kehidupan yang Latifa alami, Candra makin sering mabuk-mabukan bahkan mulai berani untuk membawa wanita panggilan kerumah.Namun poin positifnya, ipar-ipar sekaligus ibu mertua Latifa tidak lagi Candra izinkan untuk kerumahnya entah apa alasannya yang jelas ipar-iparnya dan ibu mertuanya tersebut sudah tidak pernah lagi kelihatan selama 7 tahun terakhir ini.“Tiara, kamu harus belajar yang pinter ya nak, nanti biar bisa jadi orang yang sukses” ucap Latifa sembari membenarkan atribut seragam Tiara.“Iya ma, Tiara janji, kalau nanti Tiara udah gede, kakak-kakak kasar itu akan Tiara tendang dari rumah” perkataan Tiara membuat hatinya pilu, karena anak sekecil itu harus melihat tingkah laku ayahnya yang buruk.“Yaudah mama mau pergi dulu yah, banyak pekerjaan rumah yang perlu mama benahi, ingat, harus nurut apa kata ibu guru, kamu paham?”Tiara mengangguk kan kepalanya lalu mencium punggung tangan Latifa, setelah itu berlari memasuki ruang kelasnya.Latifa menghela nafas pelan lalu memasuki mobil dan beranjak pergi dari depan gerbang sekolah.***“Latifa seperti biasa yah, kamu bersihkan kamarku dan bantu perempuan itu bersiap untuk pergi dari rumah ini” Suruh Candra seraya melenggang pergi begitu saja.Sebenarnya Latifa sudah terbiasa melakukan itu, Latifa juga memahaminya karena hasrat sensual Candra tidak mampu Latifa berikan.“Apakah kau istri laki-laki itu?” Tanya wanita tersebut kepada Latifa yang sibuk mengemasi barang-barang yang terjatuh di lantai.“Iya, apa kau membutuhkan sesuatu?” Tanya balik Latifa seraya berhenti sejenak untuk mendengarkan permintaan apa yang akan wanita tersebut minta.“Tidak ada, aku hanya salut dengan ketangguhan mu, kenapa kau masih tetap mau dengan lelaki brengsek macam suamimu itu? padahal pastinya bukan hanya kali ini dia membawa wanita seperti ku untuk bermain di rumahnya”“Apa perlu kamu mengetahuinya? jika tidak ada yang kamu mau, aku akan membuatkanmu teh hangat, sebentar” ucap Latifa seraya berjalan cepat untuk keluar dari kamar itu, namun dengan cepat wanita itu mencegah Latifa.“Tunggu!” seru wanita tersebut membuat langkah Latifa terhenti.“Aku benar-benar tidak bermaksud untuk itu, namaku Linda, sebenarnya aku bukan wanita panggilan suami mu, kebetulan kita bertemu di club dan yah kita mabuk lalu berakhir disini”Latifa menoleh bingung kearah wanita yang bernama Linda tersebut.“Aku…Hanya, ingin mengenal perempuan yang baik sepertimu, apakah kau mau berteman denganku, mungkin suatu saat aku bisa membantumu jika kamu mengalami kesulitan.” rayu Linda seraya menunjukkan puppy eyes nya yang membuat Latifa merinding.“T-terserah kau saja” putus Latifa lalu segera benar-benar meninggalkan kamar tersebut karena ia merasa tidak nyaman dengan tingkah laku Linda yang menurutnya paling berbeda dari wanita-wanita yang dibawa Candra sebelumnya.***“Sudah kau urus wanita tadi?” tanya Candra ketika baru sampai dari kantornya.“Iya” jawab Latifa dengan singkat sembari membantu Candra untuk membawakan tas kerjanya.“Besok aku mau mengadakan party di rumah ini, kamu atur masakan yang cocok yah nanti” pintah Candra namun membuat Latifa terkejut.“Apa? party? bagaimana bisa kamu melakukan itu? apa kamu tidak ingat dengan adanya Tiara disini?” protes Latifa.“Tinggal kau kunci rapat-rapat kamarnya saja, ribet banget sih jadi orang!” bentak Candra membuat Latifa sedikit terkejut.“Tapi tetap saja mas, tidak bagus jika anak seusia Latifa mendengar kebisingan yang mungkin mengarah ke hal-hal negatif” Latifa masih berusaha untuk membujuk Candra berharap laki-laki itu mau mendengarkannya.“Kau pikir aku peduli? mengkhawatirkan anak-”Candra menahan ucapannya karena menurutnya sudah terlampau jauh dalam ia bertindak.“Ah tau dah! pokoknya aku mau besok ketika teman-temanku datang, semua makanan harus sudah tersaji!”Setelah itu Candra meninggalkan Latifa begitu saja, Latifa hanya mampu menghela nafas besar dan meratapi nasibnya saja, karena walau bagaimanapun, Tiara sejak awal bukan anak dari Candra.Candra sendiri sudah mau berbaik hati untuk menampungnya, jika ia berbuat semena-mena Latifa takut akan diusir dari rumah dan nasib Tiara akan buruk.“Tahan Latifa, demi Tiara, kamu harus kuat” Lirihnya seraya mengelus dadanya yang merasa sesak.***“Aku telah berhasil melakukan misi pertama” Ucap seseorang yang baru sama memasuki sebuah ruangan khusus teruntuk salah satu posisi yang paling tinggi yaitu CEO.“Apa kau sudah mendapatkan data-data yang aku butuhkan waktu itu?” tanya seseorang yang diyakini adalah CEO di perusahaan tersebut.“S-sayangnya masih belum pak, target anda lumayan pintar menutupi hal-hal yang menurutnya privasi”Terdengar helaan nafas yang berasal dari mulut CEO itu.“Lantas apa yang kau bawakan kepadaku? data yang paling gampang saja tidak bisa, lalu yang kau bawa itu apakah menurutku penting ketika kau menunjukkan nya?”Seseorang tadi tersenyum lalu berani mendekat kearah CEO tersebut dengan memberikan sesuatu yang dari tadi ingin ia tunjukkan.CEO tadi yang awalnya cemberut menjadi kembali sumringah.“Bagus! bagaimana kau bisa mendapatkan ini?”“Karena saya salah satu bawahan ada yang paling profesional” bangganya membuat CEO tadi mendecih.“Selangkah lagi, aku pasti akan menemuimu”Latifa terlihat sibuk memilih bahan-bahan masakan yang ia beli untuk disajikan saat party suaminya nanti malam.“Nyonya, biar saya yang siapkan saja, lebih baik nyonya istirahat yah di kamar” Bujuk Ina karena melihat banyak sekali tumpukan bahan masakan yang harus diolah hari ini juga.“Tidak apa-apa Bi Ina, profesiku juga sebagai ibu rumah tangga disini, sedangkan kamu tau sendiri kan tugas ibu rumah tangga seperti apa?” Walaupun terdengar miris karena kenyataanya aku dijadikan pembantu oleh suamiku sendiri.Suara pilu yang berasal dari batin Latifa.“Tetap saja nyonya, nyonya di sini juga sebagai nyonya rumah ini, seharusnya nyonya tidak perlu melakukan pekerjaan rumah juga, hanya perlu mengawasi saya dan lainya saja sudah cukup nyonya!” ucap Ina bersih keras.“Tidak Ina, tugas kalian dan para pelayan lain itu untuk membantuku, bukan berarti semuanya harus kalian yang melakukan, aku sebagai ibu rumah tangga di sini juga perlu bekerja” ucap Latifa tak kalah bersih kerasnya.“Tapi nyo
Latifa merasa pilu setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Candra, bahkan ketika Latifa menatap Candra, pria itu langsung mengalihkan pandangannya.“Lantas dimana istrimu Candra?” tanya wanita tersebut lagi dengan nada manja.“Aku, belum memiliki istri” Latifa memejamkan kedua matanya karena merasa perih, yang mana air matanya langsung menetes membasahi pipinya.Sekalipun pengakuan, apakah hal itu sama sekali tidak pantas aku dapatkan?Cetus Latifa dalam hati.“Hei! apa kalian sudah selesai? kalau sudah keluarlah! biar party ini bisa segera dimulai” Sahut salah satu teman laki-laki Candra.Latifa maupun Ina segera keluar dari ruangan tersebut dengan tergesa-gesah, begitu Latifa, Ina serta Tiara keluar, terdengar samar-samar suara riuh yang pertanda party telah di mulai.“Bi Ina, tidurlah, kau pasti kelelahan karena telah menyiapkan semuanya” pintah Latifa, ina tidak mampu berkata apa-apa ia hanya menganggukan kepalanya.Latifa pergi sembari menggendong Tiara menuju ke kamarnya, namu
Erlando yang menyadari keberadaan Latifa lantas langsung berdiri dari tempat duduknya, sembari menatap lekat Latifa. Latifa dengan perlahan mendekati Erlando dengan raut wajah yang datar. Buru-buru Erlando menyingkir lalu memberikan tempat duduk kepada Latifa. “Silahkan duduk” ucapnya mempersilahkan. Latifa hanya melihat saja namun enggan untuk duduk di tempat duduk tersebut. “Tidak perlu” ucap Latifa dengan ketus. Erlando hanya tersenyum memaklumi, dari awal ia yang patut dipersalahkan karena dengan tiba-tiba menghilang tanpa mengabari Latifa terlebih dahulu. “Kenapa kau melakukan semua ini?” tanya Latifa dengan sinis. “Karena hanya ini yang dapat membuat ku bertemu denganmu Latifa, apa kamu tidak merindukanku?” Latifa berdecih ketika mendengar perkataan Erlando, setelah itu ia menatap pria tersebut dengan tajam. “Merindukanku? apa kau tidak ingat? kau yang meninggalkan ku waktu itu, apa kau tidak tau… bagaimana menderitanya aku setelah kau tinggal!” sentak Latifa tanpa sad
“Ma, apa kita harus jalan kaki ya sampai ke jalan raya?” tanya Tiara ketika tengah berjalan kaki bersama Latifa dari rumahnya menuju jalan raya. “Iya sayang, anggap saja lagi olahraga yah, semangat!” ucap Latifa sembari mengepalkan satu tangan dan menunjukkannya kepada Tiara. “Iya! Semangat!” balas Tiara seraya mempraktikkan apa yang ibunya lakukan. Setelah itu mereka berdua melanjutkan untuk berjalan beriringan menuju jalan raya berada. Sekitar 10 menit akhirnya mereka sampai. “Untung kita berangkat lebih pagi yah, kalau tidak, pasti kita akan terlambat” ucap Latifa yang diangguki oleh Tiara. “Setelah ini kita mau kemana Ma?” tanya Tiara dengan penasaran. “Kita menunggu angkutan umum yah di sini, pasti sebentar lagi akan sampai” jawab Latifa sembari mengelus rambut Tiara dengan lembut. “Apa mereka akan menghampiri kita?” tanya Tiara lagi. “Pasti, karena supir angkutan umum dan supir-supir lainya itu mencari penumpang, mereka akan berhenti jika kapasitas yang ada di dalam kend
“Bagaimana usahamu waktu itu Tuan? Apakah ada kemajuan?” tanya Linda kepada Erlando. “Dia masih sama, tadi dia bisa mau ikut aku antar karena bujuk rayu dari Tiara” ucapnya lesu sembari bersandar di meja. “Begitukah?” tanya Linda memastikan sembari duduk di meja Erlando. “Tingkahmu Linda!” peringat tajam dari Erlando membuat Linda buru-buru meminta maaf lalu duduk dengan benar di kursi depan meja Erlando. “Apa kau… sudah menyuruh pria tidak berguna itu untuk mempekerjakan para pelayan yang telah ku siapkan?” “Tentu saja sudah Tuan, dia langsung menurut walaupun aku harus melakukan ewh… bersama dia” ucap Linda sembari bergidik karena merasa jijik. “Kalau kamu tidak kuat untuk melakukan hal itu, jangan dipaksa Linda, kita bisa melakukan cara lain”“Oh ayolah Tuan! Aku sudah melakukan hal ini sebelum bekerja bersama dengan Tuan, Tua yang mengangkat derajatku dengan menjadikan ku asisten di perusahaan ini, dan ini lah saatnya aku membalas budi”“Tapi-”“Sudahlah, orang tidak berguna
Latifa mengamati isi dari kotak tersebut secara detail. “Ini seperti barang-barang untuk anak kecil” gumam Latifa. Isi dari kotak tersebut terdapat sebuah peralatan Tuan putri untuk anak-anak, seperti gaun, mahkota, make-up mainan serta buku dongeng princess. Dan seluruh barang tersebut berwarna ungu, yang merupakan warna kesukaan Tiara. “Mama! Tadi Tiara cari-cari tau!” gerutu Tiara sembari melipat kedua tangannya di dada. Namun raut wajahnya berubah ketika melihat apa yang dibawa Latifa. “Mama… itu apa?” tanya Tiara sembari menunjuk barang yang ada di pangkuan Latifa. “Oh ini-”“Apa itu untuk Tiara!” sela Tiara dengan girang sebelum Latifa menyelesaikan omongannya. Tiara segera mengambil alih barang-barang itu dari tangan Latifa lalu mengamatinya satu persatu dengan mata yang berbinar. “Warna ungu kesukaan Tiara!” serunya sembari memakai mahkota di kepalanya. ‘Sebenarnya siapa yang memberikan ini semua? Dan… bagaimana bisa tau jika Tiara menyukai warna ungu?’Batin Latifa
Latifa memijat dahinya seraya menundukkan kepalanya karena merasa agak pusing. ‘Ini tidak bisa dibiarkan!’Seru Latifa dalam hati. “Maaf pak, ini atas nama siapa yah yang beli?”“Pembeli tidak mengizinkan kami untuk mengungkapkan identitasnya Nyonya, sebaiknya anda tanda tangani saja berkas ini” ucap Staff dealer tersebut kepada Latifa. “Apa anda tidak salah alamat?” tanya Latifa kembali untuk memastikannya. “Tidak Nyonya, ini benar-benar sesuai dengan alamat anda”“Sepertinya saya tidak bisa menerimanya pak, bisa anda kembalikan saja kepada pengirimnya?” “Tapi-”“Latifa… Sebaiknya kamu menerimanya saja, kemungkinan besar ini adalah pemberian dari seseorang yang menganggapmu berharga, apa kamu tidak merasa kasihan jika seseorang tadi sudah berniat yang terbaik buatmu, kamu malah menolaknya secara cuma-cuma?” sela Linda dengan cepat. ‘Semoga saja dengan begini dia akan luluh, karena bagaimanapun, tugas Tuan Erlando kepadaku adalah memastikan jika Nona Latifa mau menerima pemberia
‘Apa-apaan ini? Apa yah sebenarnya yang dia lakukan?!’Batin Latifa bertanya-tanya ketika melihat apa yang telah Erlando lakukan. “Erlando! Apa maksudmu?” tanya Latifa dengan menatap Erlando dengan tatapan yang tajam. “Maksud ku? Aku cuma mau menyambutmu saja, memangnya tidak boleh?” tanya balik Erlando membuat Latifa kesal. “Aku hanya ingin mengembalikan ini darimu, jujur aku tidak membutuhkan ini Erlando” ucap Latifa lalu segera mendekati meja Erlando dan menyerahkan berkas serta kunci mobil. Erlando hanya melihat apa yang diserahkan untuknya tersebut dari Latifa dengan tersenyum. “Apa kamu tidak mengingatnya Latifa?” tanya Erlando tiba-tiba membuat Latifa mengernyitkan dahi. ‘Apa maksudnya?’ Ucap Latifa dalam hati. “Mengingat apa?” tanya Latifa kemudian setelah ia merasa keheranan.Erlando tanpa berkata-kata meraih ponselnya lalu memperlihatkan isi chat antara dirinya dengan Latifa mengenai perjanjian yang sudah ditetapkan.“Apa kau tidak ingat dengan ini?” tanya balik Erl
Semua orang termasuk Latifa dan Erlando terkejut ketika mendengar pernyataan dari Tiara barusa. “Kenapa Tiara bisa berbicara seperti itu Nak?” tanya Latifa dengan lembut. “Kenapa lagi? Om Erlando banyak yang membantu kita Ibu, dibandingkan dengan Ayah, Om Erlando yang terbaik!” seru Tiara membuat Herman dan Haidah tersenyum. “Nak, asalkan kamu tau, Om Erlando sebenarnya adalah Ayah kandungmu” ucapan Latifa membuat Tiara maupun Herman terkejut. “Apa maksud Mama?” tanya Tiara dengan tatapan yang tidak mengerti. “Iya Latifa, apa maksudmu?” sahut Herman yang mau mendekati Latifa namun Haidah dengan segera menahannya. Latifa memejamkan kedua matanya lalu menghela nafasnya secara perlahan. “Jadi, sebenarnya Ayah biologis Tiara adalah Erlando bukan Candra, aku berusaha untuk menyembunyikan ini semua karena aku takut, bahkan Candra sendiri mengetahui semua itu, mangkanya dia berusaha mati-matian untuk mengabaikan ku dan Tiara karena pada dasarnya Tiara bukanlah Anaknya” ungkap Latifa m
Beberapa waktu berlalu, akhirnya Erlando kembali dengan lengan bekas infus. “Bagaimana Erlando? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Latifa sembari berlari mendekati Erlando. Erlando hanya mengangguk sebagai jawabannya, namun sebetulnya ada banyak pertanyaan yang muncul di benak Erlando. Namun karena waktu belum tepat untuk ia tanyakan, akhirnya ia memilih untuk diam. “Sini Nak, sepertinya kau pusing karena donor darah itu” ucap Haidah sembari menuntun Erlando untuk duduk di kursi tunggu. “Maaf yah Nak, kamu jadi seperti ini karena harus mendonorkan darah cukup untuk Tiara” ucap Herman kepada Erlando. “Iya Om, saya pun merasa senang, bisa berguna untuk menolong putri kecil Tiaraku” ucap Erlando sembari menekan kata ‘Tiaraku’ dan juga ia memandang Latifa dengan tatapan tajam yang langsung membuat Latifa mengalihkan pandangannya ke arah lain. ‘Ya Allah, aku harus apa setelah ini’ ucap Latifa dalam hatinya. Dan Haidah yang peka akan kondisi Awkward tersebut membuat ia segera me
“Halo sayang, kamu apa kabar?” sapa Candra dari seberang sana.Latifa terkejut ketika mendengar suara Candra, kemudian ia menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang tengah meneleponnya. Namun ternyata nomor tersebut tidak memiliki nama, alias nomor tidak dikenal. Latifa kembali menempelkan ponselnya tersebut kepada telinganya lagi. “Ada apa Candra?” tanya Latifa dengan nada yang kurang bersahabat. “Santai saja sayang, aku hanya ingin menanyai kabarmu saja kok” ucap Candra sembari mengerling nakal. Sementara Latifa bergidik ngeri mendengarnya. “Kalau tidak ada yang penting, sepertinya aku harus menutup telfon-”“Eh jangan Latifa! Sebenarnya ada hal yang ingin aku ungkapkan!” sela Candra dengan cepat yang membuat Latifa menghentikan tindakan untuk mematikan sambungan teleponnya tersebut. “Langsung katakan saja Mas” ucap Latifa to the point. “Apa kamu ingin cerai denganku Latifa?” pernyataan Candra membuat Latifa terdiam. Sebenarnya Latifa masih tidak ingin mendengar kata per
Latifa tercengang lalu mengalihkan pandangannya dari Erlando, ia cukup malu ketika Erlando dengan santai menyatakan perasaannya tersebut. “Oh iya Latifa, Kapan kamu siapa untuk… Menceraikan Candra?” tanya Erlando dengan hati-hati karena ia takut jika Latifa akan bersedih. Latifa kali ini terdiam dan berpikir, walau bagaimanapun hal ini terlalu cepat baginya untuk mengakhiri hubungan yang sudah ia jaga selama tujuh tahun. “Aku… Masih belum siap Erlando” jawab Latifa sembari menoleh ke arah Erlando. Erlando menganggukkan kepalanya. “Baiklah Latifa, aku memahami apa yang kamu rasakan, jika kamu sudah siap, jangan lupa untuk memberitahukan ku agar aku segera menguruskan semuanya” ucap Erlando. Latifa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya. Sebelumnya Erlando memang sudah menguruskan surat cerai antara Latifa dan Erlando, namun Latifa mencegahnya di tengah jalan dengan beralasan belum siap. All hasil, segala yang sudah diurus, berhenti di tengah jalan, namun Erlando bisa
“Bagaimana jika anda menculik anaknya Latifa, agar Latifa bisa kau kendalikan Tuan Candra, dan akhirnya Erlando juga tidak mampu berbuat apapun, karena jika menurut yang saya lihat, Latifa ini tipe perempuan yang bertindak tanpa berfikir” saran Samuel kepada Candra. Candra mengelus dagunya sembari berpikir. “Anda benar juga Tuan Samuel, tapi bagaimana cara saya mencurinya jika setiap hari Erlando menjaga ketat Tiara” ucap Candra membuat Samuel berpikir. Namun tiba-tiba Anak buah Samuel mendekati Samuel lalu membisikkan sesuatu. “Tuan Candra, ternyata Erlando bodoh itu tidak menaruh penjagaan di sekolahnya Tiara saat dia sekolah, mungkin ini bisa kita jadikan peluang untuk menculik Tiara” ucap Samuel. “Baiklah, aku akan mencobanya nanti” ucap Candra kemudian. “Mari kita berjabat tangan untuk tanda partner bisnis” ucap Samuel sembari menyodorkan tangannya kepada Candra. Candra meraih tangan Samuel lalu keduanya berjabat tangan. ***Candra diam dan menunggu Tiara di balik pepohon
Latifa serta yang lainya langsung bergegas untuk melaporkan polisi, namun butuh waktu 24 jam baru Tiara bisa dinyatakan hilang dan masa pencarian baru bisa dilakukan. Pada akhirnya Erlando menyuruh beberapa anak buahnya yang handal untuk mencari keberadaan Tiara dan mencari bukti-bukti yang ada. Latifa sendiri tidak henti untuk menangis karena ia berasumsi jika semua ini adalah ulahnya yang teledor. Karena seharusnya ia memperhatikan Tiara hingga benar-benar masuk kedalam kelasnya dahulu baru di bisa pergi dari sana. “Ini salahku Bu, salahku, padahal sinyal seorang Ibu sudah memperingati aku, namun aku tidak terlalu peka akan hal itu, aku adalah Ibu yang ping buruk di dunia ini!” ucap Latifa disela tangisan pilunya yang kini berada di dekapan Haidah. “Istighfar Nak, dengan kamu yang seperti ini, Ibu takut jika kamu akan jatuh sakit, Ibu yakin, Tiara tidak akan kenapa-kenapa percayalah” tutur Haidah yang mencoba menenangkan Latifa. “Iya Nak, istighfar, yang perlu kita lakukan sek
“Bangun Tiara” ucap Latifa sembari menepuk-nepuk tubuh Tiara agar Tiara bangun karena harus bersekolah. Tiara menggeliat lalu mendudukkan dirinya dengan kedua mata yang masih tertutup. “Emangnya sekarang jam berapa Ma?” tanya Tiara seraya menguap. “Jam lima sayang, ayo cepet sholat habis itu mandi dan siap-siap, sekarang dah bisa mandi sendiri kan” ucap Latifa sembari mencari seragam sekolah Tiara dan menata bukunya lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah. “Siapa Mama!” seru Tiara lalu segera turun dari ranjang untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Sekitar satu jam berlalu, kini Tiara tengah ditata rambutnya oleh Latifa dengan Tiara yang asyik memakan sarapannya. Namun entah mengapa, Latifa merasakan firasat aneh, dan hal itu mengarah ke arah Tiara. ‘Ya Allah semoga tidak akan terjadi apa-apa, mengapa aku merasa tidak tenang seperti ini?’Ucap Latifa dalam hatinya. “Ma, kenapa berhenti menyisiri Tiara?” tegur Tiara membuat Latifa tersadar dari lamunannya. “Oh iya lupa, maaf y
Ini adalah hari di mana Erlando, Tiara dan Latifa serta lainnya pergi ke Mall untuk bermain di Time Zone. Mereka sangat antusias, terutama Tiara yang terlihat paling semangat mengajari Nenek dan kakeknya serta Bi Ina untu bermain. Sedangkan Latifa dan Erlando hanya berdiri dan melihat Tiara dan lainya dari jauh. “Kamu tidak ikut Latifa?” tanya Erlando dan kepada Latifa. Latifa hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. ‘Adu! Kenapa aku harus berdiri berdampingan dengan Erlando sih?’Ucap Latifa dalam hati seraya diam-diam melirik Erlando yang terlihat fokus mengawasi Tiara. “Dengarkan aku Latifa, aku akan selalu menerimamu apa adanya apapun kondisimu sekarang ataupun masa lalu” ucap Erlando yang pandangannya masih mengarah ke Tiara. “Erlando, sebenarnya apa maksudmu? Dari kemarin kamu terus menerus berbicara sepatah kata saja, dan dari kata-katamu tadi tidak mendasar membuatku pusing” ungkap Latifa yang membuat Erlando menoleh ke arahnya. “Aku tau semua
“Tiara, apakah menurutmu, Ayahmu itu adalah benar-benar Ayahmu” tanya Erlando membuat Tiara kebingungan. Termasuk Latifa dan Haidah yang kini saling pandang lalu mengangkat kedua bahunya karena tidak mengerti maksud dari Erlando. “Maksudnya Om apa?” tanya Tiara dengan muka polosnya. “Kalau nyatanya Om adalah Ayah Tiara, apa yang Tiara lakukan?”“APA!” dengan spontan Latifa dan Haidah berteriak ketika mendengar pernyataan dari Erlando barusan. “Nenek! Mama! Kenapa kalian ada di semak-semak?” tanya Tiara dengan bingung, karena ia melihat Ibunya serta Neneknya yang berada di tempat yang tidak wajar. Latifa dan Haidah berdiri lalu membersihkan baju dan kerudung mereka dari dedaunan yang berjatuhan ke arahnya. Sedangkan Erlando sendiri salah tingkah karena ia malu, perkataan yang tadi ia katakan tidak seharusnya di dengar Latifa maupun Haidah. “Tadi Nenek sama Mamamu cuma cari-cari tanaman herbal, iya kan Latifa” jawab Haidah sembari menyenggol lengan Latifa. “Ada apa?” tanya Latif