”Kita juga nggak tau, tapi kita menemukan mobil itu dengan kamera pengawas. Mobil itu menuju hutan diluar kota sekarang.”“Kirimkan saya alamatnya sekarang!” Simon langsung menutup telepon dan mengambil kunci mobilnya, dan bergegas keluar rumah.Wajah tampannya dingin dan alisnya mengkerut. Ketika ia mendengar Sharon diculik, ia kehilangan ketenangannya. Ia menemukan dirinya frustasi dan bahkan khawatir.Siapa yang menculiknya? Apakah musuh bisnis Zachary?Ia belum mengumumkan hubungannya dengan Sharon, kalau begitu siapa?Ketika Simon melewati ruang tamu, ia melihat bahwa Sebastian belum tertidur. Anak itu sedang menumpuk batu bata di ruang tamu, terlihat bosan.“Ayah, apakah Ayah juga akan keluar?” Ia melihat ke Simon, bingung.Mata Simon berkedip, namun ia berusaha tenang didepan putranya. “Iya.”Anak itu lari ke Simon dan menarik celana Simon dengan tangannya yang kecil, melihat ke arah Ayahnya.“Ayah, Ibu bilang Ibu akan pulang, kok sekarang sudah tengah malam dan Ibu be
”Sharon…” Simon memanggil namanya lembut, suaranya bergetar. Ia mengerti kalau Sharon tidak sadarkan diri, ia hanya ingin Sharon untuk bangun dan membuka matanya.Ia langsung membuka ikatan Sharon dan melepaskan jaketnya untuk membalut pergelangan tangannya untuk membuat pendarahannya berhenti. Sharon sudah kehilangan banyak darah, bau besi menyebar ke seluruh ruangan.Pelaku itu sungguh tidak berperasaan. Mereka melukai pergelangan tangannya dan membuatnya mati kehabisan darah pelan-pelan!Simon membungkus pergelangan tangannya dan mengangkatnya dengan lengannya, dengan cepat kembali ke mobil. Saat ia sudah menempatkannya di kursi penumpang dan memasang sabuk pengaman, ia melihat wajah pucatnya dan merasakan sakit hati. Sebelum ia menyadarinya, ia mengelus wajahnya. “Kamu nggak boleh mati tanpa persetujuanku!” Lalu, ia menyalakan mobilnya dan pergi menuju rumah sakit di kota dengan kecepatan tinggi.…Para suster keluar masuk ruang gawat darurat. Suasananya sangat menegangkan.S
Sekarang karena sudah disebutkan, Sharon mengingat semua yang terjadi sebelum ia pingsan. Ia pergi untuk menemui Dokter Collins, namun ia diserang oleh seseorang di parkiran mobil. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya.Ia merasakan sakit dari pergelangan tangannya, lalu ia melihat ke tangannya dan melihat pergelangan tangannya dibalut perban putih. Ia mengerutkan keningnya, bertanya dalam bingung, “Tanganku…”“Setelah kamu diculik, penculik lukain pergelangan tanganmu dan ninggalin kamu di gudang yang tidak terpakai. Mereka pengen kamu berdarah sampe meninggal.” Nada Simon tenang, namun ada rasa ingin membunuh di matanya.“Apa?” Sharon melihatnya tidak percaya. Mereka melukai pergelangan tanganku?“Si..Siapa… yang melakukan hal sejahat itu? Hal ini sulit untuk dipercaya bahwa ada orang yang sangat jahat dan tidak berperasaan yang mencoba dan membunuh dia sedemikian rupa.Simon menggelengkan kepalanya, tatapannya sulit dibaca. “Aku nggak tahu.”“Apa kamu menyelamatkanku? Ora
”Suami sah kamu ada disini sekarang. Kenapa kamu minta orang lain?” Dengan kata-kata itu, ia membawa Sharon ke kamar mandi.Sharon menarik nafas panjang, merasa bertentangan. Mereka menikah secara sah, betul, namun ia masih laki-laki dan ia masih seorang wanita…Simon membawanya ke kamar mandi dan secara hati-hati meletakkannya di toilet. Melihat matanya, ia berkata dengan suara pelan, “Kamu bisa sendiri?”Kata-katanya terdengar sugestif di telinganya, namun ia tetap mempertahankan wajah datarnya!Wajahnya memerah. Ia tidak bisa lebih natural seperti Simon, sehingga ia dengan cepat melambaikan tangannya padanya, berkata, “Jangan khawatir, bisa kok.”Simon tidak berusaha mendorong lebih jauh. Ia menegakkan tubuhnya dan berkata, “Ok, hati-hati ya.”Namun, Simon hanya berdiri disana tidak bergerak. Ia tidak membuat tanda-tanda akan pergi juga. Apakah ia akan berdiri disana dan menonton?Sharon sangat malu dengan pikirannya. “Kamu bisa keluar sebentar?”Simon berdiri disana karena
Ia mencium aroma makanan dan tidak tahan untuk menelan. Perutnya juga berbunyi. Simon mendengar semuanya disampingnya. Melihat ke Sharon, ia tersenyum. “Kamu lapar?”Ini merupakan hal yang normal ketika perut berbunyi ketika seseorang lapar. Ia merasa malu saat Simon mendengarnya. Sharon tersenyum. “Iya, aku lapar.”Ia sangat lapar hingga dadanya menekan punggungnya. Ia lupa bahwa ia punya luka di tangannya ketika ia melihat makanan itu. Ketika ia hendak mengambil semangkuk havermut, ia merasakan sakit pada pergelangan tangannya. Tangannya gemetar dan ia hampir menjatuhkan mangkuk itu.Luka tusuk pada pergelangan tangannya dalam dan lebar. Pelaku menginginkan ia mati, maka dari itu mereka sangat kejam. Ia tidak dapat memegang apapun dengan tangan kanannya untuk beberapa waktu.Sementara itu, ada jarum pada tangan kirinya karena ia sedang diinfus.Sangat menjengkelkan ada banyak makanan di depannya, tapi ia tidak bisa memakannya.Pria itu mengangkat alisnya dan mengambil semangkuk
Jari-jarinya terasa dingin. Sikapnya terlalu penyayang dan ia tidak dapat menahan ambiguitas itu.Ia mendorong tangannya perlahan dengan sopan dan tertawa kecil. “Um… Kamu nggak ke kantor? Kamu nggak perlu khawatir denganku, silahkan pergi dan lakukan pekerjaanmu.”Setelah tangannya didorong dan ia melihat sedikit rasa panik di matanya, wajah pria itu menegang. Pesan yang terlihat dari sikapnya kepada Simon bahwa ia masih menolaknya…Simon telah hidup selama 30 tahun. Untuk pertama kalinya, ia memiliki ide untuk menaklukannya. Ia ingin hidup di hatinya dan ingin wanita ini menjadi miliknya, tubuh dan pikirannya.Tapi, ia juga mengerti bahwa beberapa hal tidak dapat diburu-buru. Atau, ia hanya akan menakutinya. Akan lebih baik untuk melakukannya pelan-pelan.Ekspresi pria itu tidak berubah banyak, jadi Sharon tidak dapat membaca apa yang dipikirkannya. Namun, tatapannya terlihat lebih mengintimidasi dari sebelumnya.Setelah beberapa saat, ia berdiri. Terlihat seperti Simon akan ke
Sharon terkagum memikirkan itu. Lalu, telepon pada samping meja berbunyi, menariknya kembali ke realita.Ia melihat telepon itu. Itu adalah telepon pribadi Simon. Ia meninggalkannya untuk Sharon dan memintanya untuk menelepon putranya.Ketika ia melihat bahwa penelepon itu adalah Franky, ia sedikit merengut. Ini adalah telepon Simon, jadi tidak seharusnya ia menjawab. Namun, Franky seperti memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan dan ia terus menelepon.Sharon ragu. Ia harus menjawabnya dan menyampaikan bahwa Simon pergi ke kantor.Segera setelah Sharon mengangkat telepon itu, suara Franky yang bersemangat terdengar. “Presiden Zachary, apa kamu baik-baik saja?”Tidak heran kalau ia terdengar gelisah. Simon jarang sekali membiarkan teleponnya berbunyi terlalu lama.Sharon membersihkan tenggorokannya. “Hm, Franky, ini saya.”Franky terkejut ketika mendengar suara wanita. Mengapa ada seorang wanita mengangkat telepon Presiden Zachary?Setelah ia tersadar bahwa wanita itu ad
Sally berdiri di depan jendela bergaya Paris di kamarnya. Ia sedang berbicara dengan seseorang ketika suaranya meninggi. “Apa yang kamu bilang? Ia tidak mati?”Ada suara berat pria di ujung lain telepon. “Kami sudah melakukannya, namun ia tidak mati dan diselamatkan. Kami juga tidak dapat berbuat apa-apa. Kapan Anda akan bayar kami sesuai janji?”Sally mencengkeram teleponnya dengan erat, tangannya bergetar karena marah. Ia bahkan mengucap sumpah serapah. “Ia tidak mati lalu apa yang kamu lakukan untukku? Masih berani kamu minta uang?”“Kami sudah culik dia sesuai arahan Anda dan memotong pergelangan tangannya. Siapa yang mengira seseorang menyelamatkan ia sangat cepat? Selain itu, saya sudah korbankan dua orang saya. Itu dua nyawa, jadi Anda tidak bisa memberikan kurang dari yang sudah dijanjikan!” Pria itu juga sangat keras.“Urusannya apa sama saya kalau ada dari kalian yang mati? Kalian bahkan tidak bisa eksekusi ini dengan baik, mereka layak mendapatkan ini meskipun mereka mat
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli