Sharon menghormatinya, namun ia tidak tahu cara menyenangkan orang lain.Sebastian, mungkin hal itu karena mereka berpisah cukup lama, jadi putranya cukup manja. Setelah makan, ia memintanya untuk merakit pesawat dengannya.Sharon sedikit kewalahan. Ia berbaring di sofa di kamar dan tidak ingin bergerak. "Ibu lelah, jadi Ibu hanya akan melihatmu bermain ya."Sebastian menutup bibirnya. “Kalau Ayah ada disini, Ayah akan merakitnya bersamaku.” Mata anak itu berbinar. “Ibu, bisakah Ibu menelepon Ayah untuk tanya kapan dia akan pulang?”Setelah melihat mata memohon dari putranya, Sharon tentu saja tidak tahan untuk menolaknya. Tampaknya ketika jauh dari rumah, Simon dan putranya memiliki ikatan yang cukup baik.Simon kemudian membelikannya telepon baru dan mengajukan kartu SIM baru juga. teleponnya yang hilang tidak dapat diambil lagi."Baik, Ibu telepon ya." Sudah sangat larut dan Simon masih belum kembali. Ia sangat khawatir tentangnya.Dalam daftar telepon baru Sharon, ia cuma pu
“Kami sedang di hotel. Jika Anda ada masalah yang mendesak, saya akan memintanya telepon Anda balik saat ia keluar. ” Nada bicara Rebecca bukanlah nada yang seharusnya digunakan oleh seorang sekretaris.Ekspresi Sharon sedikit berubah, tapi ia berkata, “Nggak perlu. Bukan sesuatu yang mendesak kok. Kamu nggak harus memberitahunya. Itu saja." Sharon buru-buru menutup telepon, tidak ingin mendengar suara Rebecca Lawrence mengucapkan sepatah kata lagi.Mereka berada di sebuah hotel? Simon masih mandi?Apakah ia lembur di tempat seperti itu?Sharon tidak bisa mengendalikan pikirannya sendiri.Mengapa saat ia memikirkan hal-hal ini, dadanya membuatnya tampak sulit untuk bernafas? Juga, ada apa dengan perasaan tidak enak itu?Mengapa ia begitu peduli tentang apakah ia berada di kamar hotel dengan Rebecca?Jika ia benar-benar menghabiskan waktu bersama Rebecca di tempat seperti itu, itu adalah hal yang baik untuk Sharon. Dalam perjanjian yang mereka tandatangani, siapa yang menggugat
Rebecca terus menatapnya sampai ia berbicara baru kemudian tersadar. "Ya ..." Matanya berbinar. Ia baru saja berbohong, jadi ia hanya bisa melanjutkan sekarang.Alis Simon berkerut. "Keluar." Kata-katanya dingin.Melihat ekspresi dingin pria itu, hati Rebecca sakit. Rasa sakit dan marah yang kuat menggenang di hatinya. Sesuatu menghampirinya, dan ia tiba-tiba menerjang untuk memeluk pria itu. “Simon, bisa ga sih kamu nggak bersikap dingin sama aku? Kita udah saling kenal sejak kecil. Kamu nggak begini sama aku dulu. ”Tatapan Simon membeku dan menjadi lebih dingin. Wajahnya bahkan sedikit tidak sabar, tetapi ia tidak segera mendorongnya.Rebecca menempelkan wajahnya ke dadanya. Mendengarkan detak jantungnya yang kuat, setiap saraf di tubuhnya terpengaruh."Aku nggak percaya bahwa kamu nggak merasakan apa-apa untukku ..." Ia memeluknya erat-erat, berjinjit, dan dengan berani mengulurkan tangan untuk menciumnya!Namun, sebelum bibirnya bisa mendekat, pria itu tiba-tiba bergerak. Ta
Sharon sudah hampir melupakan hal ini. Ketika sedang pemulihan di rumah sakit, Simon selalu datang ke rumah untuk menyiapkan ati untuk ia makan. Katanya itu untuk mengisi kembali darahnya.Ia tidak pernah suka makan bagian dalam hewan, jadi setelah Simon memaksanya memakannya selama dua hingga tiga hari, mendengar kata 'ati' saja sudah buat Sharon ketakutan.Ketika kembali ke rumah Zachary, ia memikirkan Simon yang sudah keluar banyak darah untuknya dan dengan sengaja ia meminta koki di dapur untuk membuatkan daging babi dan bawang untuknya. Ia ingin Simon makan ati ayam juga.Namun ... Ketika Rebecca Lawrence menjawab teleponnya tadi, ia berpikir bahwa kepeduliannya terhadap Simon berlebihan.Karena itu, ia lebih baik makan ati dan bawang sendiri. Karena sudah keluar banyak darah, jadi ia hanya akan menganggap ini sebagai cara untuk mengisi kembali darahnya dengan cepat.“Ok, aku akan pergi sekarang.” Sharon menutup pintu kamar tidur dan turun ke dapur.Dapur besar itu cerah dan
Ia mau bilang bahwa ia tadi tidak sedang memegang teleponnya, tetapi seolah-olah telah dirasuki secara tiba-tiba, Ia mengatakan apa yang tidak ingin ia katakan, “Bukannya kamu buka kamar hotel sama Rebecca? Kok punya waktu untuk telepon aku”Sharon ingin menggigit lidahnya kali ini. Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia terus mengatakan hal-hal tanpa terkendali?!Tatapan pria yang menatapnya berubah lebih main-main, dan matanya bersinar. "Siapa bilang buka kamar dengan Rebecca?"Karena kata-kata itu sudah diucapkan, tidak ada banyak hal yang membuat kesal. Ia mendengus tidak sabar. "Masa gak bener, Rebecca kok yang kasihtau sendiri."Pria itu mengulurkan kedua tangannya dan menopangnya di meja marmer di kedua sisinya, menjebaknya di ruang antara lengannya.Napas Sharon membeku. Ia tidak bisa melarikan diri. Ia hanya bisa menghadapinya saat tatapan pria itu terkunci padanya dan kata-kata ringannya jatuh. "Kamu percaya sama dia?"Sharon menurunkan pandangannya. "Emang penting kalau
"Aku nggak tahu, aku ..." Sebelum Sharon selesai berbicara, ia dihentikan dengan keras olehnya!Ciuman pria itu sangat agresif. Nafasnya keluar dari mulutnya dan mencekik udara di sekitar mereka. Ia telah mencium bau alkohol dari sekujur tubuh suaminya sejak awal. Mungkinkah ia mabuk?Sekarang, selain alkohol, ia bahkan mencium aroma parfum yang hanya akan dipakai wanita.Ia tadi di kamar hotel dengan Rebecca, dan ia bermain dengannya seperti ini sekarang!Bagaimana mungkin ia tidak menyadari bahwa ia adalah bajingan sebelumnya?!Sharon tidak bisa mendorongnya menjauh. Kemarahan memenuhi hatinya, dan tanpa ragu-ragu atau peduli untuk bersikap sopan, ia menggigit dengan kasar."Duh!" Pria itu tiba-tiba melepaskannya setelah mengeluarkan erangan sedih. Ia tiba-tiba bisa melihat rasa darah di mulutnya. Ia benar-benar menggigitnya!Sharon menggunakan ruang kosong saat ia terganggu untuk mendorongnya menjauh dengan paksa dan akhirnya lolos dari belenggunya. Ia bergegas ke pintu dapur
Mendengar ini, Sharon bingung. Pengagum? Bagaimana ia punya pengagum?Ia melihat sekeliling tetapi tidak melihat ada orang yang mencurigakan. Ia mengambil gelas itu dengan ragu. "Terima kasih."Ketika pelayan pergi, Sharon masih belum menemukan yang disebut pengagum ini.Keributan datang dari pintu masuk ballroom. Semua orang yang hadir menoleh untuk melihat.Sharon juga melihat ke arah yang dilihat semua orang hanya untuk melihat Penelope membantu Douglas masuk ke ruang dansa.Sosok terkemuka telah tiba. Tidak heran mengapa perhatian semua orang telah tertangkap.Terlihat bahwa Douglas masih sangat disegani dan ditakuti. Karena ini adalah perayaan ulang tahun perusahaan dan ia adalah ketua, tentu saja, ia harus hadir.Namun, ketika Sharon melihat Rebecca di sisi lain juga memegang Douglas, hatinya tenggelam.Apalagi saat melihat Douglas membawa Rebecca di depan Simon. Ia merasa jantungnya diremas dengan keras.Dalam situasi seperti ini, Douglas membawa Rebecca ke sisi Simon.
Ia mengambil gelas lagi, tetapi saat hendak meminumnya, tiba-tiba sebuah tangan terulur untuk menghentikannya."Kamu nanti mabuk kalau minum kayak ini." Suara menggoda terdengar di telinganya, dan ia melihat Howard yang masa bodoh saat ia menoleh.Ia mengerutkan alisnya. Ia dalam suasana hati yang tidak baik sekarang, dan orang terakhir yang ingin ia temui adalah Howard. Ia menepis tangannya dengan tidak sabar. "Aku nggak nanya kamu!" Setelah mengatakan ini, ia menenggak segelas anggur itu.Howard mencibir mengejek. "Apa? Kamu nggak tahan melihat wanita yang berbeda berdiri di sisi paman saya?” Cemooh muncul di matanya. “Kamu harusnya mengharapkan situasi kayak gini berabad-abad yang lalu. Kan udah kubilang, cepat atau lambat kau akan menceraikannya!”Kata-kata ini menusuk langsung ke hatinya. Bukannya Howard belum pernah menceritakan hal-hal ini sebelumnya, tetapi sebelum ini, ia tidak pernah memikirkannya. Namun, sekarang, keangkuhan Howard menyalakan api di dadanya. Dia tidak me