Jari-jarinya terasa dingin. Sikapnya terlalu penyayang dan ia tidak dapat menahan ambiguitas itu.Ia mendorong tangannya perlahan dengan sopan dan tertawa kecil. “Um… Kamu nggak ke kantor? Kamu nggak perlu khawatir denganku, silahkan pergi dan lakukan pekerjaanmu.”Setelah tangannya didorong dan ia melihat sedikit rasa panik di matanya, wajah pria itu menegang. Pesan yang terlihat dari sikapnya kepada Simon bahwa ia masih menolaknya…Simon telah hidup selama 30 tahun. Untuk pertama kalinya, ia memiliki ide untuk menaklukannya. Ia ingin hidup di hatinya dan ingin wanita ini menjadi miliknya, tubuh dan pikirannya.Tapi, ia juga mengerti bahwa beberapa hal tidak dapat diburu-buru. Atau, ia hanya akan menakutinya. Akan lebih baik untuk melakukannya pelan-pelan.Ekspresi pria itu tidak berubah banyak, jadi Sharon tidak dapat membaca apa yang dipikirkannya. Namun, tatapannya terlihat lebih mengintimidasi dari sebelumnya.Setelah beberapa saat, ia berdiri. Terlihat seperti Simon akan ke
Sharon terkagum memikirkan itu. Lalu, telepon pada samping meja berbunyi, menariknya kembali ke realita.Ia melihat telepon itu. Itu adalah telepon pribadi Simon. Ia meninggalkannya untuk Sharon dan memintanya untuk menelepon putranya.Ketika ia melihat bahwa penelepon itu adalah Franky, ia sedikit merengut. Ini adalah telepon Simon, jadi tidak seharusnya ia menjawab. Namun, Franky seperti memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan dan ia terus menelepon.Sharon ragu. Ia harus menjawabnya dan menyampaikan bahwa Simon pergi ke kantor.Segera setelah Sharon mengangkat telepon itu, suara Franky yang bersemangat terdengar. “Presiden Zachary, apa kamu baik-baik saja?”Tidak heran kalau ia terdengar gelisah. Simon jarang sekali membiarkan teleponnya berbunyi terlalu lama.Sharon membersihkan tenggorokannya. “Hm, Franky, ini saya.”Franky terkejut ketika mendengar suara wanita. Mengapa ada seorang wanita mengangkat telepon Presiden Zachary?Setelah ia tersadar bahwa wanita itu ad
Sally berdiri di depan jendela bergaya Paris di kamarnya. Ia sedang berbicara dengan seseorang ketika suaranya meninggi. “Apa yang kamu bilang? Ia tidak mati?”Ada suara berat pria di ujung lain telepon. “Kami sudah melakukannya, namun ia tidak mati dan diselamatkan. Kami juga tidak dapat berbuat apa-apa. Kapan Anda akan bayar kami sesuai janji?”Sally mencengkeram teleponnya dengan erat, tangannya bergetar karena marah. Ia bahkan mengucap sumpah serapah. “Ia tidak mati lalu apa yang kamu lakukan untukku? Masih berani kamu minta uang?”“Kami sudah culik dia sesuai arahan Anda dan memotong pergelangan tangannya. Siapa yang mengira seseorang menyelamatkan ia sangat cepat? Selain itu, saya sudah korbankan dua orang saya. Itu dua nyawa, jadi Anda tidak bisa memberikan kurang dari yang sudah dijanjikan!” Pria itu juga sangat keras.“Urusannya apa sama saya kalau ada dari kalian yang mati? Kalian bahkan tidak bisa eksekusi ini dengan baik, mereka layak mendapatkan ini meskipun mereka mat
Sharon menghormatinya, namun ia tidak tahu cara menyenangkan orang lain.Sebastian, mungkin hal itu karena mereka berpisah cukup lama, jadi putranya cukup manja. Setelah makan, ia memintanya untuk merakit pesawat dengannya.Sharon sedikit kewalahan. Ia berbaring di sofa di kamar dan tidak ingin bergerak. "Ibu lelah, jadi Ibu hanya akan melihatmu bermain ya."Sebastian menutup bibirnya. “Kalau Ayah ada disini, Ayah akan merakitnya bersamaku.” Mata anak itu berbinar. “Ibu, bisakah Ibu menelepon Ayah untuk tanya kapan dia akan pulang?”Setelah melihat mata memohon dari putranya, Sharon tentu saja tidak tahan untuk menolaknya. Tampaknya ketika jauh dari rumah, Simon dan putranya memiliki ikatan yang cukup baik.Simon kemudian membelikannya telepon baru dan mengajukan kartu SIM baru juga. teleponnya yang hilang tidak dapat diambil lagi."Baik, Ibu telepon ya." Sudah sangat larut dan Simon masih belum kembali. Ia sangat khawatir tentangnya.Dalam daftar telepon baru Sharon, ia cuma pu
“Kami sedang di hotel. Jika Anda ada masalah yang mendesak, saya akan memintanya telepon Anda balik saat ia keluar. ” Nada bicara Rebecca bukanlah nada yang seharusnya digunakan oleh seorang sekretaris.Ekspresi Sharon sedikit berubah, tapi ia berkata, “Nggak perlu. Bukan sesuatu yang mendesak kok. Kamu nggak harus memberitahunya. Itu saja." Sharon buru-buru menutup telepon, tidak ingin mendengar suara Rebecca Lawrence mengucapkan sepatah kata lagi.Mereka berada di sebuah hotel? Simon masih mandi?Apakah ia lembur di tempat seperti itu?Sharon tidak bisa mengendalikan pikirannya sendiri.Mengapa saat ia memikirkan hal-hal ini, dadanya membuatnya tampak sulit untuk bernafas? Juga, ada apa dengan perasaan tidak enak itu?Mengapa ia begitu peduli tentang apakah ia berada di kamar hotel dengan Rebecca?Jika ia benar-benar menghabiskan waktu bersama Rebecca di tempat seperti itu, itu adalah hal yang baik untuk Sharon. Dalam perjanjian yang mereka tandatangani, siapa yang menggugat
Rebecca terus menatapnya sampai ia berbicara baru kemudian tersadar. "Ya ..." Matanya berbinar. Ia baru saja berbohong, jadi ia hanya bisa melanjutkan sekarang.Alis Simon berkerut. "Keluar." Kata-katanya dingin.Melihat ekspresi dingin pria itu, hati Rebecca sakit. Rasa sakit dan marah yang kuat menggenang di hatinya. Sesuatu menghampirinya, dan ia tiba-tiba menerjang untuk memeluk pria itu. “Simon, bisa ga sih kamu nggak bersikap dingin sama aku? Kita udah saling kenal sejak kecil. Kamu nggak begini sama aku dulu. ”Tatapan Simon membeku dan menjadi lebih dingin. Wajahnya bahkan sedikit tidak sabar, tetapi ia tidak segera mendorongnya.Rebecca menempelkan wajahnya ke dadanya. Mendengarkan detak jantungnya yang kuat, setiap saraf di tubuhnya terpengaruh."Aku nggak percaya bahwa kamu nggak merasakan apa-apa untukku ..." Ia memeluknya erat-erat, berjinjit, dan dengan berani mengulurkan tangan untuk menciumnya!Namun, sebelum bibirnya bisa mendekat, pria itu tiba-tiba bergerak. Ta
Sharon sudah hampir melupakan hal ini. Ketika sedang pemulihan di rumah sakit, Simon selalu datang ke rumah untuk menyiapkan ati untuk ia makan. Katanya itu untuk mengisi kembali darahnya.Ia tidak pernah suka makan bagian dalam hewan, jadi setelah Simon memaksanya memakannya selama dua hingga tiga hari, mendengar kata 'ati' saja sudah buat Sharon ketakutan.Ketika kembali ke rumah Zachary, ia memikirkan Simon yang sudah keluar banyak darah untuknya dan dengan sengaja ia meminta koki di dapur untuk membuatkan daging babi dan bawang untuknya. Ia ingin Simon makan ati ayam juga.Namun ... Ketika Rebecca Lawrence menjawab teleponnya tadi, ia berpikir bahwa kepeduliannya terhadap Simon berlebihan.Karena itu, ia lebih baik makan ati dan bawang sendiri. Karena sudah keluar banyak darah, jadi ia hanya akan menganggap ini sebagai cara untuk mengisi kembali darahnya dengan cepat.“Ok, aku akan pergi sekarang.” Sharon menutup pintu kamar tidur dan turun ke dapur.Dapur besar itu cerah dan
Ia mau bilang bahwa ia tadi tidak sedang memegang teleponnya, tetapi seolah-olah telah dirasuki secara tiba-tiba, Ia mengatakan apa yang tidak ingin ia katakan, “Bukannya kamu buka kamar hotel sama Rebecca? Kok punya waktu untuk telepon aku”Sharon ingin menggigit lidahnya kali ini. Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia terus mengatakan hal-hal tanpa terkendali?!Tatapan pria yang menatapnya berubah lebih main-main, dan matanya bersinar. "Siapa bilang buka kamar dengan Rebecca?"Karena kata-kata itu sudah diucapkan, tidak ada banyak hal yang membuat kesal. Ia mendengus tidak sabar. "Masa gak bener, Rebecca kok yang kasihtau sendiri."Pria itu mengulurkan kedua tangannya dan menopangnya di meja marmer di kedua sisinya, menjebaknya di ruang antara lengannya.Napas Sharon membeku. Ia tidak bisa melarikan diri. Ia hanya bisa menghadapinya saat tatapan pria itu terkunci padanya dan kata-kata ringannya jatuh. "Kamu percaya sama dia?"Sharon menurunkan pandangannya. "Emang penting kalau
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli