Home / Urban / Audacity / 120. Melawan Monster

Share

120. Melawan Monster

Author: WarmIceBoy
last update Last Updated: 2021-10-27 22:50:27

[POV Adrian]

-----

Mengganggu sekali. Aku tahu ini peternakannya, tapi fantasiku baru saja nyaris tersalur, fantasi liar dalam barn. 

Pintu, jendela, semua terbuka lebar. Angin dan cahaya matahari masuk memberi nuansa hangat dan sejuk alami dalam rumah.

Tuan Zul berdiri menghampiri kami. Dalam setelan jas hitam, seperti biasa dia nampak elit. Entah ada apa hingga terlukis kekhawatiran di raut wajahnya. "Adrian, kamu baik-baik saja?"

"Ada apa Tuan?"

Tuan Zul menarikku duduk. Dia mengamati sejenak Fany, seperti hendak menyuruhnya pergi tapi tertahan. 

"Tak apa Tuan, Fany tunanganku."

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Audacity   121. Dia Meminta

    [POV Adrian]-----Aku mencari solusi terbaik, tapi sekeras apapun otakku bekerja, belum ketemu. Tidak, aku tidak bisa menyerah, masa depan kami menjadi taruhan.Tuan Zul di sebelahku, mengecilkan volume TV. Sepertinya dia penasaran tentang masalah. "Apa dia baik-baik saja?""Fany tertidur di kamar.""Jangan biarkan dia kelaparan. Nanti bawakan makanan ke kamar, suapi gadismu. Ketika hati wanita kacau pasti nafsu makan hilang. Aku pengalaman menghadapi gadis seperti itu." Suara Tuan Zul kecil dan serius. "Istriku dulu dijodohkan orang tuanya dengan pria lain, sementara diriku belum jadi seperti sekarang."Sepertinya dia serius. "Bagaimana caramu menjadikan beliau istri?"

    Last Updated : 2021-10-29
  • Audacity   122. Resolusi

    [POV Fany]-----Suara ketukan lembut pintu memaksaku berkedip. Badanku terasa enteng seperti kapas, susah bangun.Suara Tuan Zul nyaring dari arah depan kamar. "Sarapan siap, kalian mau tidur sampai kapan?"Dia seperti ayahku dulu, ketika membangkunkan untuk sekolah.Adrian terlentang di kasur, menguap, mengucek mata lemas. Sepertinya kelelahan.Aroma sisa permainan cinta terendus di pipinya yang kukecup penuh sayang. "Selamat pagi sayang.""Pagi Nona Bened." Tangan kanan kekar penuh tatto merayap menjadi bantal aman bagiku. "Bagaimana perm

    Last Updated : 2021-10-31
  • Audacity   123. Kejutan Nyata

    [POV Fany]-----Di depan rumah Tuan Zul, Tiga mobil Ranger menghampiri kami. Aku kenal para lelaki yang keluar dari mobil hitam itu, mereka teman-teman Clint, juga ada Minerva dan keluarga Dohl.Dari samping pelukan Adrian memberi rasa aman nan hangat. Ini akan menjadi perjalanan kami, melawan dunia."Jangan takut, atau kamu ingin berhenti?" Pertanyaan konyol keluar dari seorang yang selalu gasak-gusuk."Bicara apa kamu? Aku tidak akan mundur. Tidak satu langkah pun."Lesung di pipinya keluar, lalu dia mengecup lembut keningku. "Aku harap kamu siap.""Siap untuk rencana awal, Nak?" Tuan Dohl menghampiri kami, memakai kasula. Bor

    Last Updated : 2021-11-02
  • Audacity   124. Cobaan Besar

    [POV Fany]-----Mystery bukan favoritku, sekarang Adrian memilih bermain hal itu. Atau mungkin dia sama sepertiku, tidak tahu akan dibawa ke mana.Walau demikian aku merasa aman karena dia di sebelahku, menggenggam erat tanganku. Mau kemana pun selama ada Adrian, aku rela."Kalian begitu manis, tidak melepas gandengan sedetik pun," ucap Minerva, entah sejak kapan dia memandang kami. Bibirnya melekuk manis. "Kamu beruntung memiliki Adrian, Nona Bened.""Jadi menurutmu aku di bawah Adrian?" keluh Clint. "Kamu tidak beruntung mendapatkanku, sayang?""Bukan begitu, tapi--" Mereka berdebat masalah kecil. Menurutku mereka juga lucu dan manis. Clint pencemburu dan Minerva seperti menikmat

    Last Updated : 2021-11-02
  • Audacity   125. Tikus dan Elang

    [POV Adrian]-----"Adrian, apa yang kamu lakukan?"Fany panik berusaha menarikku kembali duduk ketika diriku berusaha merangkak melalui atas kursi untuk membuka pintu belakang.Aku tak tahu betapa menderitanya Fany, aku bukan dia, tapi tahu bagaimana membuatnya nyaman nanti.Aku merayap ke belakang membuka pintu, melempar apapun yang bisa kuambil.Ban serep yang kulempar menggelinding berhasil membuat dua mobil polisi melambat, tapi tidak dengan dua mobil lain.Kenapa kalian tidak menyerah, pergi ke club dan makan donat seperti biasa?"Kumohon jangan nekat. Aku takut kehi

    Last Updated : 2021-11-02
  • Audacity   126. Saudara Alex

    [POV Adrian]-----"Kamu serius?" Pertanyaanku membuatnya mengangguk. "Tidak mungkin. Bagaimana--""Tuan Bovington ayah Alex terkenal sebagai casanova, entah berapa banyak wanita pernah dia tiduri. Salah satunya Ibuku. Karena si tua bangka tidak mengakuiku, aku memilih nama Westwood, keluarga ibuku sebagai nama belakang."Dari raut wajah dan suara yang naik turun aku rasa dia jujur. Jika seperti itu bukankah dia saudara Alex? "Kenapa membantu kami?""Melihat wajah tua bangka itu sekarat adalah kenikmatan tersendiri bagiku. Selain itu aku tidak suka Alex."Dia mengamati wajahku lekat seperti menerawang kejujuran yang terlukis di mata. "Jadi Bened, bagaimana kisahmu. Aku kaget kamu bukan hanya kena

    Last Updated : 2021-11-02
  • Audacity   127. Perasaan Buruk

    [POV Adrian]-----"Apa kamu bodoh, dia Sheriff, kita penjahat," ucap Minerva mewakili pikiranku tentang aksi heroik Clint, dia menarik lengan tunangannya supaya tidak keluar mobil."Rileks, dia Paman Sheriff yang baik dan sedang butuh bantuan, kenapa harus kejam padanya?" Sudah kuduga Clint kenal Sheriff itu, tapi tetap saja sekarang kita berada di dua kubu berbeda.Dia berdiri di sebelah mobil memandang kami bergantian dengan wajah ramah. "Lagi pula paman memundurkan mobil tadi malam demi membantu kita. Apa kita harus membalas kebaikan dengan kejahatan?" Menutup rapat pintu kemudi."Perasaanku tidak enak," gumam Fany sembari mengamati Clint di luar sana mendekati mobil Sherif yang kapnya terbuka.

    Last Updated : 2021-11-03
  • Audacity   128. Kembali Ke Sarang

    [POV Fany] ----- Mereka berkumpul di ruang tamu rumah, memandang bengis seperti kucing ketika perutnya digaruk, kecuali Ayah. Beliau langsung merangkul hangat diriku ketika baru melangkah masuk. "Ya Tuhan, syukurlah kamu tidak apa-apa." "Kami menemukannya di Texas bersama bajingan bernama Bened." Aku berbalik memandang komisaris sembari membentak, "Namanya Adrian Bened, bukan bajingan, tapi suamiku." "Jaga sopan snatunmu, gadis muda!" Sentak Ibu, menarikku mundur hingga mau tak mau terpaksa melihat wajahnya yang seperti kotoran sapi terinjak ayam. Sok perhatian iblis tua memegang keningku, seperti khawatir padahal semua palsu

    Last Updated : 2021-11-03

Latest chapter

  • Audacity   -Epilog-

    [Pov Adrian]-----"Terima kasih Tuhan!" Paman berpelukan dengan Bibi seperti menang undian bernilai Milyar dollar. Sesuatu yang menyentuh hati, tapi juga membuatku merasa tak enak.Alfred melangkah pergi dari ruang, membiarkan pintu terbuka tanpa berucap satu kata pun. Mungkin dia kecewa?Berdiri merapikan jas, aku sengaja tidak berkata apa pun, enggan merusak kebahagiaan Fany dan keluarganya. Mereka jarang seperti ini. Melangkah keluar, Santino dan yang kain mengikutiku."Keputusanmu sudah tepat, tapi bagaimana dengan Alfred, apa dia menerima semua ini?" selidik Santino."Itu yang ingin aku ketahui."&nb

  • Audacity   157. Akhir Dari Keputusan

    [POV Fany] ----- Aku memeluknya dalam harap. Ya, dia harapanku satu-satunya. "Aku mohon Adrian, kabulkan permintaanku yang ini. Aku berjanji akan melayanimu selamanya." Memandang wajahnya yang datar, aku yakin dia mulai goyah. "Tolong, jangan hukum orang tuaku." Melepas hari-jariku di punggungnya, wajah Adrian lekat memandangku. Jakunnya naik lalu turun dengan berat. Dia pasti mengerti apa yang aku inginkan, karena dia Adrian. "Maaf,Fany. Aku tidak bisa." "Apa? Kenapa? Aku tahu mereka salah, tapi mereka baik, semua hanya kesalahpahaman--" "Maaf. Mike Bened ayahku, juga ayah Alfred. Akan adil jika aku menghukum mereka."

  • Audacity   156. Asa

    [POV Fany]-----Para bened pergi, merubah situasi menjadi sunyi seperti Texas di malam hari. Ayah dan Ibu berusaha saling menguatkan.Anak mana yang tega melihat orang tua menderita? Bahkan ketika diriku melihat Ibu terhisak seperti seorang anak kehilangan orang tua, hatiku perih. Apa aku harus ke sana? Apa aku berhak bersama mereka?Suara santino di sebelahku terdengar mengiba. Mungkin melihat situasi ini mengguncang jiwanya? "Aku mendengar banyak cerita tentangmu dari Bibi Nicole.""Apa maksudmu?"Aku perhatikan dia memandang redup ke orang tuaku. Dia pria misterius, tapi entah mengapa aku merasa dia tahu banyak hal, melebihi apa yang aku tahu.

  • Audacity   155. Di Rumah Tuhan

    [POV Adrian]-----Masih dalam mantra kesunyian, tiada satu pun suara dalam ruang kecuali hisak tangis Fany di lengan Alfred. Hisak yang membuat mataku basah dan tangan bergetar ingin menghampirinya untuk berkata, 'jangan menangis'.Ini pasti berat untuk Fany, mengetahui realita panas yang menyiksa dalam kurun waktu nyaris bersamaan. Bagaimana lagi, realita adalah obat dari segalanya."Aku tidak sanggup lagi."Melepas Fany, Alfred beranjak bangkit dari duduknya, membuka pintu hendak pergi dari ruang yang hampa.Fany menarik tangannya. "Al, mau ke mana?"Melepas genggaman, Alfred pergi dari ruang bersama isi hatinya yang pasti tersiksa, t

  • Audacity   154. Hukum

    [POV Adrian]-----Hening dalam ruang menambah ketegangan yang ada. Semua menanti apa yang selanjutnya aku inginkan. Bahkan Mancini si biang gaduh berdiri di tepi meja, memandang lurus ke wajah Tuan Reine yang tertunduk.Bibi meremas tangan Paman, memandang suaminya dengan netra basah. Terdengar suara tangis yang tertahan ketika berbisik. "Yang sabar." Suara pilu yang memancing rasa ingin tahuku untuk menggali kebenaran."Paman, Bibi, mau minum sesuatu?"Mereka berdua diam tanpa memandangku, seperti diriku yang enggan mengontak mata Fany. Mereka membuatku tidak enak hati. Walau jalang tua itu murni iblis, tapi Paman baik. Entah berapa kali dia membelikan mainan kala natal tiba.

  • Audacity   153. Perubahan Adrian

    [POV Fany]-----Setelah membentak, Alfred bergumam sambil mengusap wajah. Senyumnya berat padaku. Netra yang berkaca-kaca, apa artinya? "Maaf, aku terlalu terbawa suasana."Mengangguk, aku menjawab, "Tidak apa-apa. Sebenarnya ada apa? Siapa mereka, dan kenapa Adrian seperti itu?""Aku ceritakan sambil jalan, ayo, ikut ke ruang sebelah."Sebelum kami melangkah, orang tua Alex menghampiri. Tua renta, memelas dengan wajahnya. "Nak, sebenarnya ada apa? Siapa orang-orang tidak sopan tadi?"Kasihan. Apa pun masalah yang terjadi, ayah Alex orang baik. Bagaimana jika dia jantungan. Aku memberi senyum sambil menenangkan. "Paman tenang saja, ini hanya--"

  • Audacity   152. Basilika

    [POV Fany]-----Pintu kayu besar berukiran bunga terbuka. Suara musik organ mengiringi langkah kami di karpet merah panjang bertabur bunga menuju altar. Kiri dan kanan tamu undangan berdiri memberi senyum untuk kami. Ini dia, ini sesuatu yang penting bagi kehidupan kami.Pernikahan adalah kegiatan sakral dan disinilah aku. Memakai gaun putih nampak pundak, bagian bawah menyentuh karpet merah basilika, berdiri bersama orang yang dalam mimpi pun tidak terbayang akan menjadi suamiku. Ya Tuhan, semoga yang aku lakukan ini benar.Sesampainya di depan altar, aku menilik ke belakang, Ayah dan Ibu berpakaian setelan jas hitam duduk bersebelahan pada kursi panjang baris terdepan, menangis. Bahagia? Mungkin, bisa saja sedih. Setelah mendengar rekaman Ayah, aku yakin kemungkinan mereka sedih lebih besar dari bahagia

  • Audacity   151. Darah Kotor

    [POV Adrian]-----Dingin masuk melalui jendela mobil yang terbuka. Di luar sana langit batuk-batuk. Semoga tidak hujan, tidak sebelum urusanku selesai. Sepertinya ini akan menjadi hari panjang.Tidak terbayang, bahkan dalam mimpi sekalipun untuk duduk di sebelah pria yang mungkin mengirim penembak membunuh ayah.Kami berdua dalam mobil SUV. Di luar para Carlone dan Broxn mengelilingi mobil. Bisa saja aku nekat membunuhnya, tapi apa kata dunia? Aku tidak takut mati, bagaimana dengan Alfred? Bagaimana dengan Fany dan Alex? Siapa yang menjaga Ibu?Dingin kaleng bir menerpa kulit jari tangan, membuyarkan lamunan yang membuatku fokus pada ujung sepatu.Ramah Pak Tua tersenyum. "Ja

  • Audacity   150. Don bertemu Don

    [POV Adrian]-----Kakiku membeku dalam mobil, enggan melangkah keluar. Bukan karena padatnya penjagaan di pintu gerbang mansion megah, tapi karena rasa bimbang ketika akan membuka kotak pandora."Lihat di sana." Mancini menunjuk jajaran mobil SUV hitam. "Plat nomor BL. Bronx datang ke pesta."Menoleh ke sebelah, kudapati dia tersenyum tanpa dosa. Mungkin mendekati wajahku yang bingung. "Bronx?"Dari kursi depan, Santino menjawab, "Mereka dulu berkuasa di California, tapi Carlone dan Mancini mengusir mereka. Mereka yang mengirim penembak untuk Ayahmu.""Apalagi yang kita tunggu?" Jarang Alfred gagal mengontrol emosi seperti sekarang. Berusaha mendorong Mancini keluar dari pintu Limosin, dia didorong du

DMCA.com Protection Status