Share

Ruangan Kepala Sekolah

Penulis: Bibiefenimmm
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 00:22:35
"Val. Jangan ganggu Alina lagi. Lo ngerti maksud gue, kan?"

Semua orang tahu siapa yang ngomong, bahkan tanpa harus nengok. Valerian langsung menyeringai, dan berhenti mengganggu Alina.

Arion ngeliatin Alina sebentar, terus kembali fokus ke ujian, meski wajahnya masih menunjukkan ketegangan yang nggak hilang begitu aja.

Lalu gak lama, Pak Rangga mengumumkan kalau sudah waktunya ngumpulin kertas ujian. Luther, sebagai ketua kelas, langsung berdiri dan mulai berjalan ke depan untuk ngumpulin kertas dari murid-murid. Setelah tugasnya selesai, dia bilang ke Pak Rangga kalau dia perlu ke kantor sebentar.

Setelah beberapa menit, Luther masuk kembali ke kelas sambil ngos-ngosan. Matanya tampak panik, dan dia langsung mendekati Arion yang duduk tenang di bangku belakang.

"Arion, lo harus dengerin gue!" Luther ngomong sambil berusaha ngatur napasnya yang masih berat.

Arion yang tadinya asyik dengan buku di mejanya, langsung menoleh ke Luther. "Kenapa lo panik banget?"

Luther hamp
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Insiden Lapangan

    Arion menyuruh Luther untuk pergi lebih dulu. "Pagi Daniel." Sebenarnya waktu Luther bilang Daniel tiba-tiba nongol, Alina langsung mikir, pasti ada hubungannya sama insiden di pertandingan minggu lalu. Dia kan pelatih kepala dan serius soal reputasi tim. Mungkin dia mau ngomong sama kepala sekolah atau ngurus laporan resmi soal tabrakan itu. Ada kejadian yang nggak diinginkan sebelumnya. Alina inget jelas momen itu. Arion lagi ngejar bola ke arah gawang lawan. Gerakannya cepat, kayak biasa. Tapi di detik berikutnya, pemain bertahan lawan datang dari samping, tabrakan nggak terhindarkan. Suara benturannya kedengeran jelas, sampai bikin Alina kaget. Pemain lawan jatuh duluan, kepala membentur tanah, sementara Arion cuma terhuyung sebelum balik berdiri. Daniel langsung ngelambaiin tangannya ke wasit, nyuruh Alina maju ke lapangan. Tapi pas dia jalan ke arah pemain yang jatuh, wasit malah fokus ke Arion. Mereka debat soal tabrakan itu—apakah pelanggaran atau nggak. Pemain lawan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Proyek Kimia: Pemanas Tangan

    Alina melangkah masuk ke kelas dengan santai, tapi perhatiannya langsung tersedot ke keributan di pojok ruangan. Di sana, Arion lagi nangkring sambil menoyor kepala Valerian. “Gara-gara lo,” terdengar suara santai Arion. Valerian malah terkekeh santai sambil menangkis tangan Arion. “Ya ampun, bro. Gue enggak sengaja, sumpah! Lagian, lo juga yang salah duduk di situ.” “Apa urusannya salah gue? Lo tuh yang ceroboh!” Alina yang baru aja masuk cuma nangkep kata-kata itu sekilas, tapi jelas ada sesuatu yang aneh. Alina nggak tahan buat nggak penasaran, jadi dia mendekat. Saat Alina jalan ke arah mereka, mata Arion langsung ngelirik. Tatapannya tajam, kayak lagi ngelihat sesuatu yang nggak bisa dia baca. Sementara Valerian, ya ampun, dasar cowok playboy kelas, dia malah sempet-sempetnya mengedipkan mata ke arah Alina. “Eh, Alina! Lo pas banget dateng. Sini, duduk deket gue aja. Arion lagi bad mood, kayaknya butuh cewek buat nenangin.” Alina lihat Arion yang memperhatikanny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Celana Basah

    “Kayanya seru ngobrol sama Bu Sylvia,” kata Valerian, sambil senyum nakal. “Tapi saya lebih suka ngabisin waktu sama kelompok kimia saya... apalagi lihatin pasangan di depan kita beraksi biar tahu apa itu pemanas tangan.” Dia dan Luther langsung ketawa barengan. Alina langsung ngerasa panas banget di pipi. Ini sih udah bener-bener malu, apalagi Valerian dan Luther kayak nggak berhenti ketawa, sementara Arion tetep santai aja. Alina menunduk, berusaha nyembunyiin mukanya yang udah merah, dan tiba-tiba Alina menemukan tatapan tajam Clarissa di belakangnya. Dia nengok pelan, dan… jelas banget dia cemburu, matanya nyaris meledak. 'Mampus aja gue.' "Jadi apa sebenarnya penghangat tangan itu, Bu?" "Kimia termal, Arion," jawab Bu Sylvia datar sambil tetap fokus ke buku catatan. "Kita pakai buat menghangatkan tangan." Arion malah menyeringai, senyumnya lebar dan sombong banget. Dia sedikit menoleh ke Alina, ekspresinya udah ketebak bakal ngomong sesuatu yang ngeselin. "Tapi gue ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Geng Drama Anak Orkay

    Bu Sylvia dan Dr. Gustav berdiri di satu sisi kantor kepala sekolah dengan tatapan tajam seperti mau melubangi kepala murid-muridnya. Di sisi lain, ada Valerian, juga Arion yang berdiri disamping mantan pacarnya yang sok kecentilan. “Ada sedikit kecelakaan waktu makan siang tadi,” kata Arion, menunjuk ke celana jinsnya. “Ada minyak tumpah kena celana saya. Jadi daripada saya bolos, saya minta Valerian buat bantuin beli celana baru. Saya nggak suka bikin guru nunggu lama.” Arion melirik Valerian. “Semua ini gara-gara Valerian, Pak... Minyak itu kan minyak yang lo tumpahin ke meja gue?” Valerian yang berdiri di sebelahnya, nyengir sambil nyikut pelan Arion. “Minyaknya sih enggak, Bro. Tapi kalau celana lo basah, gue yakin itu gara-gara ada Alina di samping lo. Iya nggak, Lin?” Alina menatap Valerian tajam, wajahnya memerah campur marah. “Lo ngomong apa sih? Ngaco banget!” Sementara itu, Arion menghela napas panjang, lalu berkata dingin, “Val, gue nggak perlu lo buat tambah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Banjir di Tengah Party

    Malam itu Alina berangkat kerja seperti biasa naik Go-Jek. Arion ngajak Clarissa makan malam bareng keluarganya dan kepala sekolah. 'Lagi-lagi dia janji bakal nemenin gue, tapi akhirnya malah sama cewek lain.' Walaupun Alina udah bilang sama diri sendiri kalau mereka cuma temenan, dia nggak bisa berhenti mikirin itu. Hujan nggak berhenti turun selama dua jam terakhir. Pas sampai kafe, suasananya jauh lebih ramai dari biasanya. Orang-orang saling desak-desakan, bikin kulit Alina merinding setiap kali ada yang nabrak. Alina tarik napas dalam-dalam, nyoba tetap fokus. Dia singkirin pikiran soal Arion dan jalan ke meja baru yang ada di pojok ruangan. Ada Darren dan Glen duduk di sana. Alina angkat alis sambil ngeluarin buku catatan dan pena. “Ngapain lo berdua di sini? Besok kan lo pada tanding. Arion bilang kalian harus tidur lebih awal.” Glen cengengesan. “Percaya nggak percaya, meskipun Arion itu kapten kita, dia bukan bos kita kali.” Alina ketawa kecil. “Tapi gue yak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Untungnya, Alina Nggak Sendiri..

    Dengan tangan gemetaran, Alina keluarin ponsel dari kantong belakang. Awalnya, dia kepikiran buat telepon Arion. Tapi, Alina stop. Dia udah terlalu sering ganggu Arion kalau ada masalah, dan dia nggak kasih kabar sama sekali malam ini. Dia pasti lagi sama Clarissa. Alina nggak mau kelihatan lebih butuh di depan dia. Alina akhirnya buka kontak Darren. Dia dan Glen kan baru aja nongkrong di kafe, jadi kemungkinan besar mereka masih melek. Teleponnya langsung diangkat di dering pertama. “Alina? Lo nggak apa-apa?” tanya Darren, suaranya serius. Begitu denger suaranya, Alina langsung nggak tahan lagi. Dia terisak, terus bilang, “Kamar gue bocor dan kebanjiran.” Darren sempat diem sebentar, terus nanya, “Maksud lo kebanjiran? Gue denger ada suara musik, temen-temen lo lagi pada party, kan?” “Ada air setinggi mata kaki lebih di kamar gue. Gue nggak tau mesti gimana. Loly sama Vera lagi minum, dan gue nggak mau ganggu mereka. Tapi gue nggak bisa tinggal di sini,” jawab Alina, suaran

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Gak Ada Yang Mudah, Semuanya Kacau

    Emosinya terlalu berat buat ditahan. Alina nggak bisa nahan itu, tangisannya pecah lagi di kursi Jeep Darren.. Ketika mereka sampai di depan asramanya, Darren langsung turun dan bawa barang-barang Alina. Hujan udah reda, tapi udara masih dingin menusuk. Darren memapah Alina masuk ke dalam gedung. Di dalam, ada sofa kulit hitam, meja-meja kayu, sama beberapa cowok yang lagi main PS di pojok. Suasana sepi. Darren nggak berhenti, langsung masuk ke lift. Begitu sampai di lantai lima, Darren bawa Alina ke sebuah pintu dan langsung kebuka. Di dalam, Alina lihat sofa kulit, futon hitam di pojok, dan dapur kecil dengan kulkas mini. Tempatnya lebih bagus dari kontrakannya, meskipun nggak semewah rumah Arion. Glen, teman sekamar Darren, udah ngaturin bantal sama selimut di sofa. Dia tersenyum sedih pas lihat Alina. “Lo bisa mandi dulu. Gue udah taruh handuk sama baju ganti di kamar mandi,” katanya. “Gue pikir lo bakal butuh.” Alina ragu, tapi Glen lanjutin, “Kalau lo mau, lo bisa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Sahabat Tapi Sah?

    Pintu ruang ganti kebuka, tapi Alina nggak langsung noleh. Biasanya, Darren selalu jadi orang terakhir yang keluar. Alina ngerasa ada sosok tinggi berdiri yang melewatinya, dan pas Alina mendongak, mata yang biasa dia kagumi sedang balas ngelihatin dia. Tapi kali ini beda, bintik-bintik emas di matanya nggak keliatan. Tandanya, dia lagi kesel. Alina lihatin ekspresinya—rahangnya kenceng, nggak nyantai sama sekali. "Arion?" bisik Alina. "Lo kenapa?" Arion diem berdiri di sana sambil ngerutin keningnya. Padahal, dia baru aja menang pertandingan. Alina bahkan sempet lihat cowok itu keluar lapangan bareng bokapnya, mukanya waktu itu keliatan seneng banget. "Jangan pura-pura nggak tahu." Kulit di sekitar matanya ikut tegang. "Lo tidur sama Glen, kan?" Alina langsung tersentak, yang jelas bikin semuanya makin salah. Darahnya naik ke kepala, tapi Alina tahan supaya nggak meledak. "Lo serius nanya kayak gitu ke gue? Setelah lo pergi semalaman sama Clarissa?" Mukanya langsu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Alina Adalah Pilihan yang Tak Direstui

    BRAKK! Pintu kamar terbuka dengan kasar. Arion tetap bersikap santai, sementara Alina tersentak kaget. Jantungnya berdebar kencang, dan ia refleks beringsut menjauh, tapi pegangan Arion di pinggangnya terlalu erat. "Apa-apaan ini, Arion? Kenapa ada dia di kamarmu?" suara Pak Remi terdengar tajam, sorot matanya penuh tekanan. Arion melirik sekilas ke arah ayahnya sebelum menunjuk ke layar TV yang masih menampilkan adegan bersambung. "Aku cuma nonton sama dia. Itu aja. Kalau nggak keberatan, kita mau lanjut," jawabnya santai. Pak Remi semakin kesal, rahangnya mengeras. "Kamu mau bikin masalah apalagi? Clarissa nangis tadi, dia sampai telepon Eric sambil sesenggukan!" Arion menghela napas panjang, lalu meraih remote untuk mematikan TV. "Aku nggak pernah nyuruh dia ngurusin hidupku yah, jadi aku nggak ngerti kenapa ayah malah nyalahin aku." Alina menahan napas. Cara Arion menanggapi ayahnya begitu cuek, seolah ini bukan masalah besar. Padahal, Pak Remi jelas-jelas tida

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Arion & Alina: Cinta dalam Sembunyi

    Alina menegang. Dia bisa merasakan suasana di ruangan ini berubah drastis—udara jadi lebih berat, dan tatapan Arion menggelap, penuh amarah. "Mulut lo itu," Arion mendekat selangkah, bahunya menegang. "Mau gue bikin diem?" Pria itu hanya menyeringai kecil, ekspresinya sama sekali nggak terpengaruh oleh nada tajam yang keluar dari mulut Arion. "Santai aja kali. Lagian Alina juga kayaknya seneng gue disini... By the way, kok lo balik sama Alina?" "Tch," Arion mendecakkan lidahnya, melepaskan genggaman tangannya dari Alina. "Suka-suka gue mau bawa dia kemana aja." Daniel menyipitkan mata, senyumnya tipis tapi penuh arti. "Kenapa lo bawa dia ke sini?" Dia melipat tangan di dada, menatap Arion dengan penuh minat. "Bukannya dia tinggal bareng Clarissa di villa Direktur Eric?" Alina menahan napas, berharap bisa menghilang saat itu juga. Arion melipat tangan di dada, wajahnya tanpa ekspresi. "Emangnya nggak boleh?" Daniel terkekeh, mengangkat bahu santai. "Boleh-boleh aj

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pertama Kali Masuk ke Vila Mertua

    Saat Arion menarik dirinya dari Alina, dia hanya melemparkan pandangan tajam ke Clarissa. "Ini cuma awal, Clar. Jangan ganggu hidup kami lagi." Alina, masih terengah-engah, menatap Arion—antara cemas dan bingung, belum sepenuhnya siap untuk apa yang baru saja terjadi. Tapi satu hal yang jelas, dia tahu ini bukanlah akhir dari cerita mereka. Clarissa tertawa sinis, matanya berkilat penuh amarah. "Gila. Ini semua nggak beneran kan?" "Gue nggak peduli apa yang lo pikirin." Arion menghela napas sambil menutup ritsleting koper Alina dengan gerakan cepat, lalu menarik koper itu dan menggulirkannya ke arah pintu. Clarissa masih berdiri di sana, menghalangi jalan. "Apa yang lo pikir lo lakuin?!" "Dia datang ke sini sama gue," lanjut Clarissa, nadanya penuh klaim kepemilikan. Arion menyeringai sinis. "Oh, iya? Kedengerannya lebih kayak lo bawa dia ke sini buat jadi samsak tinju lo." Dia melipat tangan di dada, menatap Clarissa dengan penuh penghinaan. "Dia bakal lebih aman d

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pernikahan Rahasia yang Harus Clarissa Percaya

    “Jangan bandingin Alina sama nyokap gue.” Arion mendengus, ekspresinya penuh rasa muak. “Lo nggak tahu apa-apa tentang dia, jadi stop ngomong asal.” Alina meletakkan tangannya di punggung Arion, berusaha menenangkannya. Tapi tubuh Arion justru makin tegang, jelas dia sedang berusaha menahan amarahnya. Clarissa melipat tangan dan memutar matanya. “Ya ampun, lo bisa yakin dari mana? Gara-gara dia pura-pura kena serangan panik di pesawat? Jangan bego, deh. Itu cuma otak bawah lo yang ngomong. Atau lebih tepatnya, kelamin lo.” Ruangan langsung terasa lebih sunyi. Napas Arion terdengar berat, dan Alina merasa seperti ada sesuatu yang akan meledak kapan saja. "Lo tahu nggak sih kalau Alina tiap hari jalan kaki ke sekolah?" "Terus kenapa?" Clarissa menatap malas sambil menghentakkan kakinya. "Lo juga tahu nggak kalau dia pulang kerja malem-malem, sendirian, pas keadaan udah nggak aman?" Clarissa mengangkat bahu santai. "Tapi nyatanya dia baik-baik aja, kan?" "Terus k

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Pengakuan Arion

    Loly ketawa di ujung telepon. “Gue ngerti lo pengen banget sampai dia... you know, keluar di dalem. Tapi please, jangan lakuin itu—” “Apa sih? Nggak bakal lah,” Alina memotong cepat sebelum menutup telepon. Dia mendengus. Hamil di saat hidupnya masih berantakan? Itu hal terakhir yang Alina butuhkan. Dan dia juga nggak bakal pernah ngelakuin itu sama Arion. Rasa penasaran menggelitik dirinya saat dia berjalan cepat ke pintu belakang. Begitu dibuka, seorang cowok berdiri di ambang pintu, posturnya memenuhi kusen pintu. Celana jins dan kemeja polo warna sage yang dia pakai begitu pas di badannya. Mata cokelatnya berkilat jahil. “Hei. Lo pasti kangen sama gue.” Alina mendengus, melipat tangan di dada. “Gue kira lo tukang service mesin cuci.” Arion terkekeh pendek sebelum menariknya dalam ciuman. Alina nggak ragu buat membalas. Tangannya mencengkeram kerah bajunya, menariknya lebih dekat. Lidah mereka beradu, napas saling berburu. Arion menggeram rendah, memeluknya erat

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Loly : Jaga Arion Sebelum Kehilangan

    Dengan langkah cepat, Alina keluar dari toko dan berdiri di luar. Udara segar sedikit membantunya bernapas lebih lega. Rasa sepi tiba-tiba menyerangnya. Dia rela ngelakuin apa aja buat bisa menelepon orang tuanya. Untuk sekadar denger suara mereka lagi. Tapi sayangnya itu cuma angan-angan. Nggak ada yang bakal nyariin dia lagi. *** Beberapa jam kemudian, Alina menemukan sedikit penghiburan di kamar sementaranya... kalau bisa dibilang begitu. Kamar itu gede banget, dua kali lipat ukuran ruang tamu rumah yang pernah dia tinggali sama orang tuanya dulu. Dia rebahan di atas tempat tidur king-size dengan headboard berbulu warna krem, matanya menatap kosong ke dinding putih pucat. Bahkan seprai di kasur itu putih dan krem, seakan-akan orang yang mendekorasi ruangan ini benci warna-warna cerah. Tapi jendelanya rapi, bagian atasnya melengkung, dan langsung menghadap halaman belakang. Sebuah TV besar tergantung di dinding, dan tanpa banyak berpikir, dia menyalakannya. Ponselnya b

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Musuh dalam Selimut

    "Iya, Pak. Ini kamar pasiennya," jawab suara perempuan, mungkin perawat yang berjaga. "Kami sudah usir wartawan, dan kami bakal pastikan nggak ada orang luar yang masuk sembarangan." "Bagus," kata suara laki-laki itu. "Anak ini udah cukup menderita. Dia nggak perlu media sok tahu ganggu hidupnya. Yang terpenting adalah dia bisa sembuh dan melanjutkan hidup. Itulah alasan saya ada di sini." Dia berhenti sebentar. "Ini, ambil kartu nama saya. Semua biaya rumah sakit yang nggak ditanggung asuransi, saya yang bayar." "Baik, Pak!" "Oh iya, satu lagi." Suaranya jadi lebih rendah, tapi tetep tegas. "Nggak ada yang boleh ngomong sama dia tanpa seizin saya. Ngerti?" Alina duduk tegak di tempat tidurnya, jantungnya mulai deg-degan. Itu suara yang dia kenal. Suara yang biasa dia dengar di TV atau berita politik. Orang itu… Eric Clapton Wijaya. Direktur Horizon International Academy. Kenapa dia ada di sini? Dia nggak perlu nunggu lama buat dapat jawaban. Pintu kamar

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Flashback: Setelah Kecelakaan yang Merenggut Nyawa Ibu Alina

    Alina menelan ludah. Tawanya hampir pecah cuma karena mendengar angka itu. "Bajunya bagus, tapi makasih." "Lo gak seru," Tasha mendengus lalu kembali membolak-balik pakaian. Sementara itu, Clarissa dan Tasha terus memilih baju satu per satu, menyerahkannya pada pramuniaga untuk ditaruh di ruang ganti. Setelah sekitar empat puluh lima menit, Tasha akhirnya berkata, "Gue mau coba beberapa baju." "Gue nyusul," sahut Clarissa tanpa mengalihkan pandangan dari rak pakaian. "Jangan mutusin apa pun sebelum gue lihat itu di badan lo." Saat Tasha bergegas pergi, Clarissa melangkah cepat ke arah Alina, membawa gaun ungu yang tadi sempat ia tunjukkan. Alina tahu ada sesuatu yang direncanakan Clarissa. Kepalanya berteriak ingin kabur, tapi nggak ada tempat untuk lari. "Inget ya," desis Clarissa. "Apa?" Clarissa menusukkan jarinya ke dada Alina, senyumnya menghilang. "Lo tuh nggak cocok ada di sini." Alina cuma terkekeh sinis. "Lo yang ngajak gue ke sini, inget? Atau lo udah

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dijebak di Sarang Sosialita

    Arion baru aja buka mulut, "Tasha, udah tiga bulan sejak terakhir kali gue ketemu lo—" Tapi sebelum dia bisa lanjut, Tasha buru-buru menjatuhkan ponselnya ke meja. "Ayah! Please deh! Aku kan juga mau shopping!" Arion cuma diam, cahaya emas di matanya meredup. Awalnya, dia emang mau ngobrol sama adik tirinya, tapi jelas-jelas belanja lebih menarik buat Tasha daripada kakaknya sendiri. Pak Remi Mahendra melirik putrinya, alisnya berkerut. "Tapi Arion baru sampai, kan?" "Biarin aja, Yah. Lebih baik Tasha ikut jalan-jalan dengan Clarissa daripada dia sibuk main hp terus," kata Nyonya Mahendra sambil mengusap lengan suaminya. Pak Remi menghela napas pelan. Dengan ekspresi datar Arion mengibaskan tangannya. "Udahlah, biarin aja dia. Aku juga butuh istirahat." Suasana makin canggung. Arion berharap bisa punya waktu bareng keluarganya, tapi yang dia dapet malah ini. Tasha bahkan lebih milih jalan sama Clarissa daripada ngobrol sama kakaknya sendiri. Akhirnya, Pak Remi nge

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status