Jaden sedikit tertegun mendengar suara Vasya terdengar lebih tua dari biasanya, gadis itu serak. Sungguh Jaden melihat tangan Vasya terkepal sambil melihat ke arahnya."Iya aku minta maaf"Vasya melengos, ia tak percaya dengan permintaan maaf yang telah kadaluarsa itu."Aku hanya ingin memberikan surprise""Yang lain kan bisa?"Vasya benar benar merasakan hatinya terkoyak, entah kenapa matanya juga sudah tak bisa menahan air matanya sendiri. Memori lama mulai terngiang kembali membuatnya benci melihat Jaden."Kak Jaden pernah dengar kan pas aku bilang Kak Vasya kerap pulang dengan seragam penuh tepung""Lo itu kerap terjadi?""Tapi bukan acara surprise lebih mirip di bully""Kapan? Pas SMP?"Andri menjelaskan kembali jika kakaknya kerap gonta ganti seragam karena seragamnya banyak titik titik hitamnya akibat terlalu sering basah karena hal lain."SMA???""Yakin Drii?"Andri mengangguk lagi, ia mengatakan bahwa kakaknya cukup tertutup dahulu bahkan ketika ibunya memintanya bicara Vasya
Vasya tak mempunyai keberanian untuk menatap mata Jaden, ia takut, ia juga malu dan rasanya tak pantas saja menatap Jaden seintens ini. "Siapa yang melakukannya?" Dengan tenang Jaden menanyakan hal ini, ia berharap Vasya bisa sangat terbuka tapi Vasya masih bungkam sambil mengelap air matanya. "Wanita gila mana yang berkata bahwa aku menyukainya?" hiks hiks hiks.. "Sya, tolong jujur" Vasya menatap mata Jaden dengan takut takut. Ia mengatakan hal yang tak terduga. "Tapi janji jangan mengungkitnya kembali, mereka sekarang sudah cukup menderita"Jaden hanya bisa mengangguk, ia tak bisa mengatakan iya, rasanya sayang sekali jika acara pembalasan tak bisa di tuntaskan. Gigi harus diganti gigi, entah kenapa perkataan guru ngajinya di Melbroune serasa hilang begitu saja, ia murka. "Tunggu, mereka?" Berarti Vasya dikeroyok banyak orang begitu. Vasya mengangguk. Ia kemudian mengspill siapa saja yang telah membully nya, lengkap dengan karteristik biar Jaden tak salah paham. Yang pertam
Siapa yang tak tahu siapa itu Mita bahkan Andripun langsung paham Mita yang mana, tapi sayangnya internetnya tiba tiba down seolah memang memihak si gadis iblis itu. "Apa lagi yang ia tanyakan?" "Cuma itu saja, ia tak banyak tanya lagi karena nampaknya ia sibuk."Jaden masih menanti jawaban, ia berharap Kalan bisa mengingat kembali apa yang benar benar terjadi."Cuma itu saja."Jaden memejamkan matanya, ia tak tahu jika Mita sampai hati untuk mengulik kehidupan Vasya setelah perbuatannya yang tak bermoral terhadap gadis itu. Otaknya kemana, mau apa gadis gila itu tanya tanya tentang Vasya. "Kamu lihat dia kan Sya, benar Mita yang itu kan?" Mata Vasya membulat sambil memerhatikan perkataan Kalan barusan. Dan akhirnya setelah sekian lama terdiam ia mengangguk lemah sambil menyembunyikan tubuhnya yang gemetaran tak karuan. Viola yang masih berada di dekatnya langsung menggenggam tangannya."Tenang, tenang gadis jalang itu tak akan bisa menyakiti lagi Sya, biar nanti aku tendang!" El
Vasya mulai bercerita bahwa ia pertama kali dijebak di ruang olahraga, saat ia mengambil bola geng Mita langsung membuntutinya lalu menguncinya dari luar. Dan itu terjadi hingga pulang sekolah. "Aku sudah meminta tolong tapi tak ada yang lewat waktu itu" "Kamu dikunci seharian?" Vasya akhirnya menggeleng, ia diselamatkan satpam sekolah kala itu. Andri yang mendengar langsung melirik tajam ke arah Jaden, ia sungguh kecewa dengan pangeran yang katanya selalu ada tapi nyatanya ia bahkan tak tahu kalau kakaknya sedang menderita sendirian. "Mereka makin parah setelah itu, yang tadinya aku tak tahu yang mengunciku siapa jadi tau lambat laun saat mereka mulai frontal melakukan kekerasan fisik" "Apa lagi yang mereka lakukan?" Elika yang jelas kepo langsung pasang badan serta telinga, menurutnya ia perlu mendengar pengalaman menakjubkan begini, menurutnya Vasya perlu berbicara dengan lantang hingga ia tak malu lagi dan malah menjadikannya sebagai motivasi. "Sering memukul kepala,
Sundal itu sedang berbicara apa sebenarnya, kenapa membagongkan sekali. Sudah plin plan dan sekarang malah bilang bahwa memang yang terbaik hanya Armin, Helo kamu kemana saja selama ini. Kenapa sampai tak sadar padahal sudah serumit ini. "Jaden orang yang baik" Ini apalagi, bukannya dulu Amanda gencar membuat Vasya lupa akan Jaden, gadis itu kerap mengatur kencannya dengan Armin agar Vasya bisa melupakan Jaden yang kabur begitu saja ke luar negeri. "Dia pasti akan selalu ada" Entah kenapa Vasya malas meladeni Amanda, ia sangat tidak semangat untuk sekedar mencaci maki karena iapun sudah kehabisan tenaga akibat termehek mehek tadi. "Langsung ke pointnya!" Mendengar suara Vasya yang kasar, Amanda terdiam. Gadis itu mengira bahwa Vasya memang benar benar membencinya. Vasya tak benci Amanda 100% justru yang harusnya benci Amanda itu si Armin yang sekarang malah kembali bucin, pake di lindungi segala. Eh ya Vasya sampai lupa kalau Amanda melarikan diri karena kasus, harusnya ia bisa
"Agar impactnya ngena! Biar semua orang tahu aku bukan orang lemah seperti dulu"Jaden hanya terdiam sambil mendorong kursi roda Vasya makin menjauh ke arah samping bangunan."Sya..""Hmmmm""Dari siapa tahu akun Siska?"Pertanyaan yang bagus tapi sungguh Vasya tak mau menjawabnya."Tahu sendiri""Benarkah?"Vasya mengangguk supaya terlihat betulan tapi bukan Jaden namanya kalau bisa segampang itu di kibulin."Kamu bukan tipe orang yang menyukai sosial media, bahkan facebookmu saja jarang sekali kamu buka"Iya lagi!Kok dia bisa tahu.Vasya melirik Jaden sebentar, lelaki yang gantengnya mirip dewa yunani itu amat sangat membuatnya berdebar sekarang. Ia masih ingat seperti apa Vasya, lelaki itu mengenal Vasya."Aku tak sengaja melihat postingannya Siska"Masih hening.Nampaknya Jaden sedang berpikir keras tapi Vasya juga tak mau begitu menginterupsi apa yang sedang Jaden pikirkan."Syaa...""Hmmm""Sudah pernal tinggal di luar negeri?"Vasya menggeleng, bahkan liburan yang 1 atau 2 har
Mana ada kecelakaan yang membuatnya di keroyok bodyguard kecuali ia yang membuat kecelakaan itu terjadi. Benar kemarin malam tentu saja ia tak bisa keluar dari rumah Siska dengan keadaan sehat walafiat. Bahkan banyak lebam di wajahnya tapi ia menutupinya dengan concelear."Kecelakaan apa?"Jaden menggeleng, ia bilang bahwa Vasya tak perlu khawatir. "Lebam begini takkan membunuhku Sya" Vasya mendengarnya hanya bisa memerhatikan mimik wajah Jaden berulang kali, ia tahu bahwa Jaden menyembunyikan sesuatu yang serius. Yang Vasya takutkan adalah Siska. Ia takut Jaden masih saja kena batunya."Kamu berkelahi?"Dengan tenang Jaden menggeleng, ia berusaha membuat Vasya percaya padahal Vasya orang yang susah di percaya. Gadis itu memiliki insting yang bagus jadi percuma saja mengoceh untuk menutupi semuanya."Itu bukan ulah Siska kan?" Vasya sedikit ngeri dengan Siska yang bilang dengan sadis jika ia akan melakukan apapun demi mendapatkan Jaden. "Bukan"Vasya masih ragu dengan omongan Jade
"Vino mustahil di cari" "Dia pasti masih ada di sekitar sini, tak mungkin curut macam Vino ada di luar negeri" "Kalaupun ia disini pasti keluarga Amanda sudah membereskannya" Benarkah nyatanya ia dibiarkan sebelumnya meraja lela dan membawa kabur putri mereka. "Sudahlah" "Setidaknya aku ingin melihat Armin menangis kembali!" Hening. "Yakin?" Vasya menoleh ke arah Jaden, ia benar benar serius mengatakannya. Pokoknya intinya ia hanya ingin membalaskan dendam dengan rapi. Tak perlu skenario lain, mereka bertiga sudah dari dulu saling menusuk jadi bukan hal baru jika Vino di datangkan kembali untuk memancing ikan betinanya. Dan boomm, Armin bisa saja langsung bunuh diri jika itu terjadi kembali. Lelaki itu pasti akan sangat hancur hatinya. "Yakin?" "Bisa temukan Vino?"Jaden menggeleng pelan, ia sebenarnya bisa tapi melihat Vasya di selimuti dendam begini membuatnya bergindik ngeri. Baru kali ini ia dengar Vasya ingin balas dendam padahal dengan pembullyan yang ia alami bertahu
"Brukk!!!"Tubuh wanita paruh baya itu terpental jauh karena ditabrak kontainer yang sedang mengantarkan makanan ringan. Mamanya Vasya langsung tak sadarkan diri karena saking syok juga sakit tak karuan. Baju warna peach yang ia pakai bersimbah darah apalagi bagian kepalanya yang nampaknya menghantam pinggiran jalan. Semua oranh berusaha mendekat dengan kepo dan ada yang lain menelpon ambulance segera*Di kamarnya yang nyaman Andri masih tertidur pulas, di sore itu ia sama sekali tak ingin melakukan apa apa bahkan ponselnya sudah berjauhan darinya sejak 2 jam yang lalu. Tentu saat pihak rumah sakit menelponnya ia tak kunjung merespon karena Andri pikir itu telepon iseng. Tapi untung rasa lapar membangunkannya dan membuatnya menatap layar ponselnya dengan seksama.Disitu ia langsung panik tentu saja, Vasya tak ada di dekatnya dan sekarang ibunya malah masuk rumah sakit. Dengan dandanan ala kadarnya ia langsung pergi ke rumah sakit tanpa angan angan apa apa, yang ia tahu mungkin penyak
Dan mamanyapun langsung bangun dari mimpinya, ia melihat sekeliling kamarnya dengan mata lesu, Mimpi barusan membuatnya berkeringat dengan jantung yang masih berpacu liar sampai sekarang. Vasya kamu dimana? Seketika telponnya berbunyi dan mamanya merasa seperti dejavu, dia melihat layar ponselnya untuk memastikan bahwa itu nomor yang tidak dikenal. Tapi ternyata bukan, nomor itu milik ibu Romiah. "Halo?" Dan intinya adahal ibu Romiah hendak mengembalikan uang, ia meminta ketemuan dengan mamanya Vasya nanti jam 1 di suatu taman. Dengan sumringah tentu mamanya Vasya menyetujuinya, siapa yang tak setuju uangnya mau kembali tentu saja ia sangat antusias. Mamanya bahkan lupa dengan mimpi barusan, ia tetap menyangkal bunga tidur tersebut dan mengatakan kepada Andri supaya ia mau mencari kakak perempuannya karena mamanya hendak bertemu dengan seseorang. "Sama siapa?" "Ibu Romiah" "Ngapain?" "Katanya ia mau membayar hutang" Andri mengangguk angguk tapi ia tak sepenuhnya set
Awalnya dikira dia akan membeli guk guk atau kucing yang lucu lucu tak tahunya sampai sana malah ia kembali lagi, tak jadi ia melihat lihat kesana setelah penjaganya keluar, ternyata mas mas yang dulu kerap bertukar sapa dengannya sudah mengundurkan diri. Sayang sekali. Padahal seingat Vasya mas mas tersebut bekerja hampir 10 tahunan tapi kenapa resign segala. Vasya pindah haluan lagi, ia kini berjalan di samping trotoar sambil mengecek ponselnya. Kira kira ia mau ngapain apakah benar harus ke jogja atau ada opsi yang lain. Ponsel Vasya berbunyi dan itu adalah ibunya. Vasya melengos lalu mengantongi ponselnya, paling juga ibunya mau nitip sesuatu. Ogah ma, jangan nitap nitip! Selanjutnya Vasya berjalan kembali, ia kemudian terduduk di halte bis, tak lama bis arah luar kota mendekat dan tanpa sadar ia juga merasa takut, ia hanya ikut naik saja tanpa tujuan dan rencana yang memadai. Gadis konyol itu sekarang terduduk di kursi belakang sambil menghidupkan earphonenya. * Har
Vasya angkat tangan percuma memarahi ibunya, mending dia pergi, masa bodoh ibunya mau ngomong apa pokoknya ia masa bodoh. Mau dikatakan marah ya jelas marah tapi ia mau marah ke siapa. Entahlah Vasya badmood sekali pagi ini, dihari libur itu ia sudah membuat rencana dan berhubung ibunya kebangetan jadi ia hendak pergi sejak pagi. Lebih baik begitu timbang ia menelan ibunya bulat bulat. "Mau kemana?" "Pergi!" Sudah begitu saja dan Vasya benar benar bablas tanpa kata yang berarti. Andri yang tahu kakaknya sedang marah hanya melirik ibunya sebentar dan sang ibu tiada rasa penyesalan sama sekali. "Mama keterlaluan!" Ibunya rada kaget melihat ekspresi Andri yang menyeramkan dan kemudian Jaden duduk di meja makan. ia menanyakan Vasya yang tak kelihatan batang hidungnya. "Kakak sudah pergi" "Kemana kan ini hari libur?" Andri mengiyakan bahwa ini hari libur tapi bukan untuk Vasya. Ada aja yang mau ia lakukan di akhir pekan ini. "Entahlah kelihatannya dia ngemall hari ini"
Halo apa kabar?Ini nyasar atau bagaimana?Kok tumben amat atau salah kirim?Pesan yang sama sekali tak ingin dia baca tapi malah kebuka karena tangannya yang tak sengaja, yang selalu ia pikirkan namanya kini sudah berubah hendaknya ia segera sadar. Vasyapun langsung menghapus nomornya, baiknya memang begini.Ini yang namanya merelakan.Sudah diputuskan bahwa ia tak ikut campur lagi urusan mantan sahabatnya lagi. Semoga saja mereka bahagia, urusan Vasya hanya berusaha bangkit lagi dan hidup kembali seperti biasa.Dan akhirnya Vasyapun mencoba menutup matanya walaupun batinnya bergejolak tak karuan. Rasanya ia ingin menelpon kembali Armin. Hmmm lagi lagi ia berubah bodoh lagi perasaan beberapa menit yang lalu ia pintar dalam menghadapi pesan nyasar tersebut.Hingga yang terbaik sekarang adalah minum pill disebut solusi baginya agar ia bisa tidur tentu saja.*Siang tadi ia mimpi buruk dan malam ini ia tidak bermimpi sama sekali hanya saja ia mengorok dengan lantang di sela sela tidurny
Rasanya Jaden sedang memaksa Vasya dengan apa yang terjadi pada ibunya, seolah ia tahu segalanya."Jangan konyol!"Nada bicara Vasya langsung membuat Jaden meremang, ia langsung tahu kalau Vasya sedang badmood sekarang ini."Kenapa selalu membahas penyakit ibuku?"Jaden menggeleng, ia hanya khilaf saja dan kampretnya itu berulang kali, orang gila mana yang percaya begitu saja."Tenang Sya semua bisa di pertanggung jawabkan!"Halah setan!Vasya langsung hendak memiting kepala Jaden yang sedang enak enak menyetir, lelaki itu langsung panik sementara Vasya gemas setengah mati."Sya tenang sya tenang!"Tapi Vasya tak bisa tenang, ia malas kalau harus tenang menghadapi Jaden yang pendusta berat."Maafkan aku please!"Ngimpi ya kamu?*Sialnya Vasya karena saat Jaden mengantarkan dirinya pulang delalah di rumah beliau sedang berkunjung dan Andri kebetulan sedang pergi sebentar. Alhasil melihat Jaden begitu iapu menawari Jaden untuk masuk rumah dulu."Ngapain sih ma!"Vasya ini sangat buruk
"Jangan, beli sendiri"Karyawab pelit itu melindungi steaknya dengan sepenuh tenaga dan Jaden hanya bisa melongo saat melihat wanita ninja itu benar benar perhitungan dengannya."Murah lo pak, bqpak mending beli sendiri jangan malah minta jatah untuk perut kami yang kelaparan"Hmmm memang paling bisa membuat keadaan jadi menyudutkan begini. Dan akhirnya Jaden mendatangi kedai steaknya lalu memesannya secara manual sementara Vasya dari kejauhan sudah membuat ancang ancang untuk segera pergi ke kedai kebab di sebelah pintu masuk tadi.Rasanya ia sama sekali tak ingin melewatkan makanan khas turki tersebut apalagi kelihatannya adiknya bakal menyukai kebab yang ia beli kali ini.*"Vasyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!"Bos besar itu terpaksa untuk mengurung Vasya di sebuah warung telepon karena saking kesalnya ia di tinggal tinggal melulu. Pokoknya dengan di kurung begitu ia jadi anteng dan Jaden tidak susah mencarinya wkwkwk.Vasya menggedor gedor warung telepon itu dengan penuh arti, ia
Vasya melirik Jaden, ia tak bisa kalau tak kepo. Jadenpun memandangi Vasya dengan sendu seolah sedang mengenang sesuatu."Aku pernah seperti ini dengan seseorang!""Siapa? Ranita?"Hening.Keheningan ini membuat Vasya yakin bahwa wanita itu adalah Ranita dan mungkin waktu itu si Ranita itu sedang di perebutkan dengan Jaden juga Armin. "Bukan."Entah kenapa tapi mendengarnya membuat perasaan Vasya lega kan harusnya dia tidak terpengaruh."Kamu tak ingat?"Apa lagi? Ingat siapa?Oh sebentar, apakah mungkin mantan Jaden waktu SMA tapi yang mana, cewek yang mana kan dia banyak yang suka.Hening.Vasya memerhatikan Jaden seolah menelusuri masa lalunya tapi ia tak menemukan seseorang. Mana ia tahu kan masalah pacaran itu privasi Jaden, bukan urusannya. Perasaan Vasya saat mengingat kembali masa lalu kenapa amburadul begini."Aku tak ingat, mantanmu yang mana?"Jaden tersenyum samar, Vasya tambah pusing jika main tebak tebakan tak mutu begini."Memang mantanmu itu kenapa?""Dia sekarang men
Tapi berkat itu Vasya akhirnya siuman kembali. Akhirnya Vasya bisa melihat dunia nyata kembali sembari ia bersantai di dalam mobil. "Mimpi apa tadi?" Tangan Vasya sibuk mengusak ngasik rambutnya, kalau begini ia sungguh sangat takut, ia harus berpikir dua kali saat menyuruh Jaden dan lain sebagainya takutnya lelaki itu beneran berdarah satanis. Tapi apakah benar, apakah itu bukan karena bunga tidur. Jaden yang menoleh langsung terkejut melihat perempuan di sebelahnya sudah bangun dari tidurnya yang pulas. Vasya terlihat agak seram karena diam seribu bahasa. "Alhamdulillah ku kira kamu mati!" Kata Jaden dengan spontan. Ia dengan santai bilang bahwa wajah Vasya pucat sekali dan sepertinya Vasya sedang gelisah. "Aku mimpi aneh loh!" "Mimpi apa?" "Satanis gitu!" Jaden menepuk jidatnya, ia sungguh tak bisa mengerti kenapa Vasya mengatakan satanis saat ini karena memang tak ada hubungannya sama sekali, random. "Kamu keturunan German kan bukan brazil?" "Apa sih Sya?? Dar