Share

Keping 51b

Penulis: Puspitalagi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-11 10:14:31

"Mas, ngomong dong." Bisikku panik, ketika seorang tamu seperti ingin menghampiri kami. Padahal aku dan Biru sudah nyempil di pojokan.

"Apa? Kenapa?"

"Lha, maksudku kenapa mereka begitu penasaran tentang aku?"

"Kau kan cantik."

"Bukan itu, sepertinya mereka heran aku bisa bersamamu."

"Ya, karena aku ganteng."

"Duh, jangan berlagak dong, Mas.

Biru mengusap lenganku, jemarinya bergerak mengelus punggungku. Aku jadi merinding. Aku tahu, dia ingin membuatku memecah konsentrasi saat ini. Tapi, aku kan mengerti. Aku reporter kan? Seringkali disemprot narasumber atau diajak berlari-lari dalam putaran narasi mbulet.

"Mas, jangan bikin aku kurang fokus dong. Kenapa? Kenapa orang-orang sepertinya memandangku seperti pengantin kuntilanak?"

"Mereka mungkin heran, kalau aku sudah move on Jani."

"Kan bagus? Memangnya mantanmu itu selalu hidup di sekelilingmu?"

"Aku sudah lama tidak ke Jakarta, maksudku tidak ke lingkungan keluarga besarku. Sangat lama."

"Apa mereka mengasihanimu karena
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 52a

    Aku, Biru, dan Mama Eva, memasuki ruang makan hall yang terletak di sayap kiri hotel. Ketika kami baru melangkahkan kaki, tiba-tiba semua pandangan orang yang berada di sekitar meja makan terpaku pada kami. Aku menelan ludah, canggung. Mungkin aku sedikit gugup. Tapi, aku harus menguatkan diri. Ini keluarga Biru, keluarga mantannya, juga keluarga iparnya. Duh, sinetron banget nggak sih hidup ini.Aku meringis, dan melempar senyum seolah tidak terjadi apa-apa. Aku duduk di sebelah Biru, dan kulihat semua mata memandangiku, memandangi Biru begitu secara bergantian. Beberapa detik yang menyiksa. "Nah, sekarang semua sudah lengkap," Mama Eva berkata, memecah keheningan. Tiba-tiba saja terlintas di benakku, bukankah ini pernikahan Samu dan Melissa? Kenapa aku yang hanya serpihan kerupuk ini tiba-tiba terasa penting dan menyedot perhatian? Kamu cantik, Jani. Rasanya aku ingin menendang kalimat itu ke ujung dunia sana. Aku sama sekali tidak percaya. Aku jurnalis, instingku cukup tajam.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 52b

    Dunia sungguh aneh. Aku hanya nyengir, dan menyenggol sepatu Biru. "Dia lucu dan senyumnya sangat manis," jawab Biru tanpa tedeng aling-aling. Aku merasa semua orang di meja memandangku. Lalu mereka memandangi Biru, yang tersenyum begitu yakin. Seolah itu adalah jawaban dari sebuah pertanyaan paling horor sedunia. Seperti biasanya, aku merasa pipiku menghangat seperti duduk di dekat api unggun super romantis di atas gunung. Gunung Bromo, satu-satunya 'gunung' yang pernah kudaki. Ya. Memang sih, bukan kudaki. Tapi, mirip-mirip pendakian lah. Walau aku harus sempoyongan di tangga kesekian saat hendak mencapai bibir kawah. Aku sungguh payah memang. Namun, aku yang ingin sekali tahu apakah itu benar atau hanya sekadar kelakar Biru saja, tiba-tiba bertanya, "Itu benar kan?" tanyaku padanya perlahan. Mataku membulat penuh rasa ingin tahu, tiba-tiba aku merasa berendam di sebuah tempat yang dingin dan lembut. Baiklah, kalau dia berbohong. Aku pasti bisa melihat perubahan itu padanya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 53a

    Aku menatap sekelilingku yang masih begitu berkilau, gemerlap oleh cahaya putih cemerlang yang dipadu dengan pendar-pendar kilau lampu-lampu kristal di langit-langit bergaya Mediterania.Sementara itu, para pramusaji datang kembali mengambil piring-piring setelah hidangan utama disajikan. Kulihat dua keluarga besar ini mulai tampak bersiap untuk memberikan pidato perwakilan. Sebagaimana lazimnya di resepsi pesta pernikahan.Aku menyandarkan kepalaku pada dada Biru, rasanya aku amat tolol, namun aku tidak bisa menahan godaan tersebut, manakala mata Melani beberapa kali mengkonfrontasi pandanganku. Aku ingin sekali dia tahu, kalau Biru sudah move on. Aku tidak ada masalah dengannya, jika dia tidak mengobarkan peperangan dingin di atas meja makan ini.Aku mendesah ringan, beginilah salah satu risiko jika kau menikah dengan duda/janda. Kau tidak bisa begitu saja melepas dan mengupas masa lalu pasanganmu. Karena itu sudah menjadi bagian hidupnya. Sama seperti masa laluku, yang masih terasa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 53b

    "Saat Samu masuk fakultas kedokteran, menjadi yang terbaik selama ia di sana. Saya merasa Samu telah bekerja begitu keras. Ketika ia kemudian, lulus dan mengabdi, saya masih melihat Samu total di dunia kemanusiaan. Samu seperti penjelmaan saya di masa muda dulu. Saya bersyukur, dia berhasil melanjutkan dinasti kedokteran di keluarga kami," hadirin kini bertepuk tangan.Aku menatap Biru, dengan iba. Rasa-rasanya hatiku seperti diremas-remas. Aku baru tahu, jika Papa tidak begitu menyukai pilihan Biru.Aku itik buruk rupa, yang harus disingkirkan dari keluarga sempurna Jani.Ah, aku baru mengetahui maksud Biru saat itu. Sesungguhnya aku bingung, keluarga Biru adalah keluarga yang sempurna. Terhormat, kaya, berpengaruh, dan hanya diisi oleh-oleh orang-orang sukses serta good looking. Tapi, kurasa itu hanya cangkang luarnya saja.Rasanya aku merindukan Bapak di kampungku yang sederhana, yang tidak pernah merasa keberatan atas pilihan-pilihan pribadi anaknya, tentu saja dalam hal-hal yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 54a

    "Pah, ini kan hanya kudapan saja, nggak perlu diributin begitu dong, Pah." Mama menatap penuh harap pada suaminya yang sedang dengan begitu tajam memandangiku.Aku meletakkan garpu di pinggir piring kue mungil yang akan kumakan. Sementara Biru, tampaknya sedikit acuh dan ia malah melahap kue mungil yang mungkin memiliki ribuan kalori di dalamnya.Itu seperti memberi isyarat kalau omongan papanya tadi tidak perlu didengar, lagi pula siapa yang menyajikan racun setinggi langit di sini? Bukankah mereka ini tuan rumah?"Saya reporter Pa. Saya juga dulu announcer di sebuah radio swasta terkenal di provinsi. Tapi, saya tak perlu mengucapkan itu ke semua orang," jawabku dengan cara semanis mungkin, "terima kasih sarannya, tapi rasanya Melissa dan Samu akan bahagia kalau saya menghabiskan sajian kecil ini."Yah, resmi sekali cara bicaraku seperti sedang mewawancarai seseorang. Maafkan aku yang seperti ini.Mama memandangiku, dengan senyumnya yang tersembunyi. Wajahnya tampak geli, sedangkan B

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 54b

    Melani berdiri sempoyongan, dan ia menekankan tangan di sisi badukan toilet yang tampak bersih, kering, dan wangi tentu saja. Kini kami berdiri bersisian. Sama-sama menghadap cermin.Aku membuka tasku, mencari kotak kecil kosmetik. Aku memulas lipstick, dan sedikit merapikan riasan."Akhirnya, kita bisa berdua saja Anjani," ia berkata namun masih terdengar gumaman tidak nyaman.Aku memandanginya dengan rasa iba, aku juga perempuan omong-omong. Aku tahu, mungkin melihat mantan move on, itu terasa mengganggu."Ya, dan kau banyak minum, Melani," sahutku."Aku minum karena ingin lupa, kau tahu Anjani. Melihatmu dan Biru, membuatku sakit hati," ia berkata datar. Sembari menatap wajahnya di cermin besar."Kamu juga bisa move on, Mel.""Aku—aku tidak akan bisa seperti Biru. Dia brengsek, dan sudah menghancurkanku."Aku menangkap rasa cemburu dalam kalimatnya, aku berusaha menyingkirkan emosiku, "Aku tidak mau mencampuri urusanmu. Kamu dan Biru sudah selesai."Ia tertawa keras, mendengarku bi

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 55a

    Saat kecil, karena aku hidup di kampung sederhana dan masih begitu jauh dari dunia modern yang hiruk pikuk—aku sering bermain di alam. Di pekarangan atau padang rumput hijau. Mencari-cari bunga-bunga kecil, dan memilinnya sehingga membentuk bando. Aku mencoba sekali mengingat. Bunga apakah itu? Karena aku tidak ingat namanya apa. Bentuknya kecil, mungil, seperti rumput, dan berdahan panjang. Bisa dijalin seperti anyaman. (Setelah besar kemudian, aku mulai mengerti kalau namanya gletang). Mas Seno membuatkanku bando bunga, di sore hari. Aku dan teman-teman berlarian di padang rumput yang luas. Wajahku penuh dengan bedak berwarna putih, selaiknya anak-anak kecil lainnya. Begitu penuhnya, hingga aku masih melihat taburan-taburan bedak itu melayang-layang di antara helaian napasku. Lalu aku bersin berkali-kali. "Kamu flu ya?" itu suara Biru, dekat sekali denganku. Ia melongok menatapku dengan wajah riang, ada senyum di wajahnya. Ia tampak begitu ganteng seperti tokoh kartun di film an

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 55b

    Rasa-rasanya semuanya terasa semakin jelas. Bagaimana Biru enggan datang ke pernikahan ini. Bagaimana Samu membujuknya. Raungan Melani dan bentuk 'teror' kecilnya. Kemudian, sikap orang tuanya. Bukankah seorang ibu akan selalu membela anaknya, walaupun ia melakukan hal yang salah? Berbeda dengan seorang ayah yang bisa saja mengoreksinya, atau mengingatkan dengan keras. Apa itu yang terjadi pada Biru?Tapi, aku menyukai Mama Eva. Aku suka kehangatannya. Sungguh. Rasa-rasanya pandanganku mengabur, dan tiba-tiba mengembun. Semakin lama, pesta ini semakin ramai. Aku seperti terhimpit di antara banyak orang. Aku memandangi semua orang asing yang lalu lalang di sini. Pantas saja, semua orang memandang iba pada Biru, seolah-olah mengatakan, 'Jangan sedih, Bung.' Lalu, Biru menjawab, 'Aku baik-baik saja, lihat! Aku punya istri kok sekarang.'Aku seperti berdiri di atas ombak. Terayun ke sana ke mari. Jadi, itu yang dirasakan Biru? Itu ketika kau hadir di pernikahan mantan terindahmu. Ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11

Bab terbaru

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84b

    Anjani RahmaSangat menawan dengan jas putih sempurna. Dengan bunga kecil di saku atas jasnya. Rambutnya tampak berkilau ditimpa sinar lampu, aku mengingat rambut itu. Mirip rambut aktor Jepang. Dulu, saat aku kecil, aku merasa ia penjelmaan tokoh manga.Ketika aku sudah mendekat padanya. Aku mengenali wangi parfum kesukaannya. Ketika pandangan kami bertemu, beberapa detik waktu membeku. Seolah ada yang lepas begitu saja dari dalam diriku. Seperti gumpalan kertas yang menggelinding. Ada kelegaan dan rasa nyaman.Tentu saja, kami akan selalu bersama-sama, iya kan?Kami akan baik-baik saja.Aku tersenyum, ia pun demikian. Lalu, ia membimbingku.Aku menyerahkan buket bungaku pada Lupita. Jemari Biru meremas tanganku lembut. Aku menatapnya, seperti sedang kecanduan sesuatu.Jani, ingat ini di hall masih banyak orang."Mas.""Sst, jangan ngobrol dulu, Jani. Ini masih jalan.""Eh, iya.""Kamu cantik."Aku tersipu-sipu, dan seketika itu semua orang di dalam hall terasa lenyap.Baiklah, aku h

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 84a

    Anjani RahmaTentu saja aku terperangah. Itu aku. Iya, itu aku.Perempuan dalam balutan kebaya dengan ekor dua meter itu, aku. Nyaris saja aku lupa bagaimana wajahku. Ya, bagaimana sih. Ini seperti tampilan artis begitu. Tampaknya terlalu cantik dan glamour. Namun, begitulah aku sekarang.Sebentar lagi, aku akan turun di hall utama Plaza Athena. Ada ribuan pasang mata yang akan mengamati gerak gerikku. Tentu saja mungkin ada yang penasaran karyawan seperti apa yang bisa memikat bos CEO-nya. Apakah kejadian itu ada di alam nyata, tidak sekadar dalam cerita-cerita fiksi ala platform?Setidaknya, tadi sudah hampir satu jam aku berada di suite mempelai perempuan. Menyiapkan diri untuk tampil sebaik mungkin di malam bersejarah ini.Aku menelan ludah canggung.Rasa-rasanya mustahil rencanaku berhasil, tapi sejauh ini kurasa cukup lancar. Aku masih belum membayangkan bagaimana reaksi Biru, karena kata Ibu tidak boleh bertemu dulu dengan mempelai laki—biar nggak sial. Padahal, kata Ibu juga i

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83b

    Anjani Rahma "Sabar, Jani. Nanti giliranmu keluar, kita menunggu aba-aba dari sekretaris EO ya," Ibu seperti mengerti pikiranku.Semua ini terasa begitu glamour, memang ini bukan gayaku. Namun, ini adalah lifestyle relasi Biru dan budaya di kalangan mereka. Jadi, menurutku tidak mengapa. Hal yang masih kupikirkan adalah adanya pesan dari Mbak Wati, yang sedang menunggu Pak Menkes di halaman kantor Gubernur.Well, iya. Aku masih minta bantuan divisi Aneh Tapi Nyata, kan mereka juga sahabat sejati. Ada juga tim dari acara Talk Show Kesehatan yang sudah bersiap di rooftop yang disulap seperti studio tertutup yang sangat lux, agar kalau Pak Menkes datang. Saat acara berlangsung angin besar tidak mengganggu."Keluarga Biru sudah datang, Nduk," Ibu tersenyum begitu manis.Aku merasa kaget, "Siapa saja Bu?""Lho ya keluarga Biru, semua anggota keluarganya.""Papa juga?""Ya harus to. Kan ini putra kesayangan Dokter Mada."Kesayangan. Ya, semoga saja deh Bu. Aku sedikit nyengir, namun hatiku

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 83a

    Anjani RahmaBaik. Baiklah. Aku tidak boleh panik.Rencana ini akan berhasil, namun sebenarnya aku cemas juga."Jani, aku rasa rencana itu terlalu berani," bisik Lupita di telingaku.Aku sedang menggenggam gawai, dan jemariku berkeringat karena udara dingin dalam ruangan di tepi langit ini. Bukan, ini bukan apartemen atap langit. Melainkan, Plaza Athena, tempat resepsi pernikahan kami berlangsung malam ini.Beberapa hari kemarin, semua sudah dirancang dengan baik oleh EO dan juga beberapa kerabat yang datang dari seluruh nusantara. Tentu saja, Ibu dan Bapak, serta Mas Seno ikut membantu. Karena, Biru seorang diri di sini. Maksudku, kerabatnya sudah diundang, hanya saja sepertinya tidak ada budaya rewang ya. Sebab itu, Biru sangat mengandalkan EO. Tapi, kan selalu ada yang harus dibenahi ini dan itu."Jangan pesimis begitu dong, Pit." Kataku sedikit kesal, kalau aku sedang dirias mungkin MUA, mungkin dia akan terbelalak melihat ekspresiku ini. Karena bisa-bisa merusak riasan.Oh iya,

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82b

    Anjani Rahma Maka, karena aku tidak punya siapa-siapa yang bisa diganggu di jam begini. Aku menelpon Lupita."Jani, ampun dah, jam berapa ini?" katanya serak sembari menguap di telepon yang kugenggam."Dah, ah. Kamu kan masih jones, jadi sesekali bantu aku kan nggak apa-apa, Pit.""Jones sih jones, Jani. Tapi besok aku kerja. Belum ada yang ngasih aku nafkah kayak kamu begitu. Aku masih berbentuk dendeng yang harus terus berimprovisasi agar survive di sini," keluhnya."Lha sekarang, kok malah kamu yang curhat sih, Pit?"Dia terdiam, "Eh, iya juga sih ya." Lalu ia tertawa terbahak-bahak sampai telingaku sakit."Jangan ngikik kayak kuntilanak begitu dong, Pit. Bayiku nanti nggak bisa tidur.""Heleh, bayimu masih di perut."Aku bersimpuh di karpet tebal yang terletak di ruang tengah. "Gini, Pit. Sepertinya Papa Biru itu nggak bisa datang. Padahal, kan Biru ngarepin banget ortunya datang semua.""Oh, kok begitu sih?""Ya, kan aku pernah cerita.""Sekilas.""Iya, memang. Sekilas saja sih.

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 82a

    Anjani RahmaAku terpaku menatap Biru yang terlelap di sampingku. Ini sudah agak larut sebenarnya, tadi pukul sembilan, Biru baru pulang. Sedikit terlambat tidak seperti hari biasanya memang. Konon, proyek pembukaan cabang baru JMTV begitu menyita perhatiannya. Ia tampak lelah. Tidak mudah untuk membuka dua cabang sekaligus, di Batam dan Jakarta.Ia pulang dengan wajah kusut, lalu begitu saja ia berbicara perlahan, "Jani, kalau nanti orang tuaku tidak bisa datang. Tidak apa-apa ya. Kan kemarin kita juga sudah bertemu mereka di pernikahan Samu."Lalu Biru meneguk segelas air di meja makannya. Aku hanya terdiam lama mendengarkan hal tersebut, bagaimana ya. Aku sebenarnya tidak kaget, tapi kalau mertuaku turut hadir rasa-rasanya akan istimewa. Bukankah dulu, di Kanigoro orang tua Biru juga tidak menampakkan diri?"Mas, apa Papa dan Mama tahu kalau aku juga sedang hamil?""Iya.""Mereka senang tidak sih mau punya cucu?""Mama sangat bahagia, tapi Mama tidak bisa ke sini.""Papa kenapa?""

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81b

    Anjani Rahma Tanpa kusadari sejak kehamilan ini, aku jadi sering melupakan hal-hal penting. Karena sepertinya aku terlampau fokus, bisa jadi karena euphoria sudah begitu lama menginginkan bayi, dan bayi itu dari benih Biru!Ups, jangan begitu. Namanya juga takdir, tapi ini juga cara Allah menunjukkan kalau aku memang sebaiknya berjodoh dengan Biru kan ya?"Piit, aku udahan ya," aku menutup gawai dan meletakkan punggungku yang pegal di atas sofa putih keabuan yang besar dan empuk. Pikiranku melayang pada orang tuaku dan Mas Seno.Oh, no! Kenapa aku belum menelpon mereka ya?Aku mengetik pesan instan karena sedikit malas menelpon. Aku tentu saja akan melepon Ibu karena aku harus yakin, kalau sudah memberitahu mereka. Mengundang juga keluarga dari Kanigoro.Kemudian kunyalakan televisi, dan kulihat iklan-iklan popok bayi berseliweran ke sana ke mari. Kembali aku mengingat Nawang dan bayinya. Persalinannya yang heboh, rahim kecil yang bisa terbuka lebar ketika kepala bayi keluar.Oh, ter

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 81a

    Anjani RahmaAku bergegas menaiki tangga menuju lift ke atas atap langit. Itu sebutan untuk penthouse kami, sebenarnya menyebut penthouse juga kurang menyenangkan bisa mengundang orang-orang jahat dan sok tahu. Jadi, kami—maksudku aku dan Biru memutuskan untuk menyebutnya rumah atap langit. Seperti nama kesayanganku, Biru. Duh, aku bucin nggak sih!Setelah seminggu kemarin aku membantu Nawang bersalin, lalu kembali pulih karena Biru merawatku—bayangkan suami yang membantumu pulih. Bagaimana bisa aku tidak jatuh hati padanya? Hanya saja, ya begitulah. Terkadang, aku agak kesulitan menebak apa yang diinginkan Biru. Apa rencananya. Apa juga yang dia inginkan.Bagiku, bahkan hingga aku menjadi istrinya—Biru masih tetap misterius dan penuh teka teki. Bukan—bukannya aku tidak memercayai Biru ya. Tapi, aku merasa ia agak kesulitan membuka diri. Apa karena trauma masa kecil, atau bagaimana. Tumbuh menjadi itik buruk rupa di rumahnya. Padahal, kan dia itu kan ganteng banget! Kalau dibandingin

  • Assalamualaikum, Ex-Husband!   Keping 80b

    Langit Biru"Harusnya Mama dan Papa datang.""Tapi, Mama bisa kan?""Insya Allah Mama bisa, Sayang.""Kalau Papa?"Terdengar hening sebentar di ujung sana.Aku sudah terbiasa dengan ini semua, jadi aku tidak merasa sedih ataupun sakit hati jika Papa tidak bersedia datang. Aku memang bukan anak emas Papa. Entahlah, mungkin karena secara genetik bakatku tidak mirip Papa dan Mama."Semoga Papa bisa datang ya Nak."Tentu saja, selalu perkataan itu. Seperti halnya pernikahan pertamaku dahulu, Papa telat datang—kalau-kalau ia tidak tahu itu adalah anak dari relasinya, seorang tokoh politik yang sekarang juga menjadi besannya."Baik, Ma. Tidak apa-apa."Aku menelan ludahku, dan merasa kesal setengah mati. Tapi, biarkan saja. Aku harus kembali bekerja, ada berderet meeting di hari ini, sampai sore mungkin hingga malam menjelang. Itu akan lebih baik ketimbang bayangan Papa dan semua hal tentangnya menghantuiku setelah percakapan pahit ini. OOO"Menurut Mas terapi apa si Argo?" tanya Anjani d

DMCA.com Protection Status