Untuk hari ini, Kiara memutuskan naik kereta api untuk pulang kerumah. Dengan headset yang terpasang ditelinga, mendengarkan lagu-lagu yang sudah ia tambahkan ke playlist kesayangannya. Ia tak sungkan untuk mengkomat-kamit tak bersuara tanda sedang bernyanyi, atau jari seperti sedang memetik gitar, dan kaki yang dihentakkan sesuai dengan irama.
Kiara memang selalu seperti itu. Mungkin tanpa musik, kedok terpuruk Kiara akan terbongkar. Sembari melamun Kiara menatap lekat tangannya, tangan yang dulu selalu dirawat bersih oleh seorang lelaki yang sangat ia sayangi, hingga saat ini.
Duh, Kiara semakin dibuat senyum sendiri.
Entah hari ini ia menyebutnya hari keberuntungan atau hari sial karena Tuhan sedang memberinya ujian untuk bertemu dengan orang yang sangat spesial untuknya, hinggat saat ini. Tangan gemetar, hati yang tak ingin lengah, keberanian yang tiba-tiba mengatup menguggah kembali kisah lama yang ia usahakan kubur dalam-dalam.
“Hai, Ki, baru pulang?”
Deg
Suara itu, suara yang selalu Kiara rindukan setiap harinya. Suara berat yang selalu menenangkan hati gundahnya, suara yang selalu mengeluarkan kata-kata untuk mengalah atas setiap tuntutan Kiara. Dengan suara seadanya, Kiara menjawab “Iya, Bar. Bara ngapain diluar rumah?”
“Lagi nungguin temen, Ki. Mau kerja kelompok” Jawab Bara.
“Oh mau kerja kelom-“
“Bar!” Obrolan mereka terputus saat salah satu teman wanita Bara datang. Kiara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal saat melihat kedekatan antara Bara dan teman wanitanya. Canggung, Kiara menjadi canggung.
“Y-yaudah deh, Bar. Kiara duluan ya” Ujar Kiara.
Setelah mengambil langkah yang cukup jauh, rasa ingin tau Kiara mengenai keduanya tiba-tiba muncul begitu saja dan memutuskan untuk memutar badan bertujuan untuk melihat Bara dan temannya. Kiara hanya berani melihat dari jarak yang cukup jauh, tidak ingin Bara mengetahui keberadaannya.
Kini Kiara menyesal karena melakukan itu saat ia melihat bahwa Bara sangat bahagia dengan temannya sama seperti Bara bahagia bersama Kiara. Kiara yang kecewa langsung memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya untuk pulang kerumah.
Kiara memang seorang pengecut, ia enggan mengatakan hal yang sangat ia ingin katakan ke Bara. Kiara terlalu takut mendengar jawaban Bara yang ia sendiri pun tidak mengetahuinya.
Bara. Bara Samudera. Anak lelaki ke-2 dari 3 bersaudara. Lelaki yang sangat lembut hatinya. Ia sedikit bicara, orang yang tegas, dan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya akan menenangkan jutaan pasang telinga yang mendengarnya.Bara juga lelaki yang sangat baik. Ia tak sungkan memenuhi perintah sang bunda. Biar bunda senang, kata Bara.Bara memiliki 3 sahabat karib yang selalu menemaninya sedari sekolah dasar. Artha Susanto, Ezra Ramadhan, dan satu lagi Nevan Nagendra. Menurut mereka, Bara adalah titik penyelesai masalah yang dimana jika mereka bertengkar, Bara akan datang dan mengucapkan “Maaf, ya, gue gak mau kehilangan kalian”Setelah itu mereka akan tertawa dan tentu saja bermain bersama, lagi.Lapangan tempat mereka biasa bermain kini ditutup awan, lumayan, biar adem, katanya. Cuitan burung hanya menjadi saksi bisu apa yang 3 pemuda ini bicarakan, kecuali Bara. Bara hanya diam sedari tadi, entah apa yang ada dipikirannya kini. Ia si
Kini kelas tampak kosong, para siswa dan siswi sibuk akan makanan yang akan mereka santap siang ini. Tetapi tidak dengan 3 wanita yang duduk melingkar ini, mereka sibuk berkelana dengan pikiran masing – masing. “Gue ketemu Bara…” Kiara angkat bicara tanpa seinci pun pandangannya bergerak, “2 hari yang lalu, eh.. iya 2 hari yang lalu. Di depan rumahnya Bara, lagi nunggu seseorang” lanjutnya.Ekspresi Kiara kini tak menentu. Ia rindu tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Rasa kecewa Kiara terpampang nyata saat mengatakannya. Kiara mengedarkan pandangannya ke atas berusaha agar siluit bening dimatanya tidak membasahi pipinya.Kanza dan Alya kini melemparkan tatapan masing-masing, setelah mendengar kalimat yang diucapkan sahabat mereka. Kiara hanya tersenyum ketir setelah itu, mengingat bagaimana rindunya kembali menjajah ruang kosong lagi dan lagi.“Sebenernya lo bisa, Ki, lo bisa move on dari Bara. Tapi lo nya yang gak
Siang ini mentari sepertinya sedang berada dititik gembiranya, bagaimana tidak jika siang ini terasa sangat panas sekali. Di pinggir lapangan ada seorang wanita yang sedang menunggu jemputannya datang, ya, dia Kiara. Untuk siswi SMP seperti Kiara seharusnya sudah bisa pulang kerumah sendiri, tetapi sang ayah tidak mengizinkan anak satu-satunya pulang sendirian.Di ujung lorong tampak Bara membawa 2 gelas es yang sungguh sangat menggoda siang ini, dihampirilah Kiara. “Nih, buat lo. Kasian tuh tenggorokan kering” Kiara sontak kaget saat gelas berkeringat dingin itu menyentuh kulitnya. “Thanks, Bar” jawab Kiara.Semenjak hari itu, Bara lebih sering mengirim pesan ke Kiara walaupun modusnya menanyakan tugas. Bara juga menjadi anak yang perhatian pada Kiara, seperti menunggu jemputan Kiara datang dan menanyakan apa yang sedang Kiara lakukan setelah sampai rumah. Jika ditanya mengapa melakukan itu, Bara akan menjawab “Ya, lo kan cewek, Ki. Temen
Sudah 5 bulan. Semenjak kejadian memberikan minuman ke Kiara hingga sekarang perhatian-perhatian yang Bara berikan tetap saja sama. Kiara suka itu. Tentu saja Kiara suka itu. Sifat Bara yang hangat, misterius, dingin dan peduli disaat yang bersamaan menimbulkan perasaan aneh dialam diri Kiara. Membuat Kiara tersenyum sudah menjadi pekerjaan tetap yang kini Bara kerjakan.Malam ini bulan tak tampak, tetapi para bintang seperti mengambil alih cahaya-cahaya bulan yang direnggut semesta. Jalanan becek sehabis hujan sore hari yang masih menggenang menjadi saksi bisu pemuda yang kini menginjaknya, Bara. Ia memberi pesan ke Kiara agar menemuinya didepan gerbang rumah sang wanita. Aneh, pikir Kiara.“Aduh gimana, ya, Ki?”“Hah? Gimana apanya?”Bara menatap mata Kiara dalam-dalam, mencari sumber semangat agar suaranya tak lagi bergetar “Emmm.. Pacaran, yuk?”Tentu saja Kiara kaget, apa-apaan lelaki ini, mengajaknya pacara
2 manusia yang sedang dimabuk cinta memang sangat mudah terdeteksi, terbukti dengan senyum merkah dikeduanya. Seakan semua hanyalah debu yang tidak bernyawa, mari kita biarkan Kiara bahagia dengan segala caranya.Rumput sore hari mulai bergoyang, angin terus bertiup sembarang arah, matahari sudah bersiap ingin menenggelamkan dirinya dari kerasnya dunia hari ini. Tetapi anak adam dan hawa ini masih sibuk dengan dunia mereka sendiri, Bara yang terus menceritakan kisah pangeran di istana, dan Kiara yang terus menyimak sembari menatap wajah lelaki yang kini menjadi kesukaannya.“Kok gak dilanjutin ceritanya?” Kepala Kiara masih betah berada dipaha sang lelaki. “Cepet, Bar, lanjutin” rengeknya.Bara hanya terkekeh melihat tingkah laku wanita yang ia sayangi saat ini, ia sangat menyayangi Kiara, sangat. Mata elangnya masih sibuk menatap mata indah Kiara “Tadulu, Ki. Dari tadi Kiara ngeliatin muka Bara mulu..” Bara memberikan senyum
Kini sudah masuk tahun ke-3 hubungan Bara dan Kiara. Selama ini semuanya baik-baik saja, Bara yang selalu mengalah, Bara yang selalu menjadi air dari setiap api di antara mereka berdua. Sedangkan Kiara masih sama seperti dulu, sederhana dan tidak neko-neko, dan itu yang membuat Bara jatuh cinta teramat dalam dari sang wanita.Satu tahun lalu mereka harus berpisah dikarenakan Kiara tidak masuk SMA Negeri. Jangan salahkan Kiara, ia hanya menurut apa perkataan kedua orang tuanya.Kini, mereka sama-sama sibuk, sama-sama lupa memberi kabar satu sama lain. Kadang Kiara ingin membicarakan masalah ini dengan Bara, tetapi seperti kata Kiara, Bara selalu sibuk. Kiara tidak suka diperlakukan seperti ini mengingat ia selalu dimanja sang kekasih. Hingga satu hari dimana Kiara sudah muak dengan segalanya, muak dengan sibuknya Bara.“Bar, Bara emang sesibuk ini, ya? Maksudnya yaa, sibuk banget emang?” matanya enggan melihat lelaki disampingnya.Bara memberhe
Terkadang lucu memang, mereka yang setuju bersama, mereka juga yang berpisah, mereka yang meminta berpisah, tetapi sama-sama belum bisa melupakan. Kadang semesta bingung dengan 2 anak manusia ini, apa maunya?Terlihat kini Bara yang semakin gelisah dengan ingatan-ingatannya bersama Kiara, tak terasa bibirnya tertarik keatas, ia bahagia walaupun hanya dengan mengingat kenangannya. Kita abaikan saja, biarkan Bara mencari bahagianya.Di sisi lain juga ada Kiara yang sibuk membolak-balikkan majalah yang ia baca, entah apa yang tenggelam dipikirannya, tetapi tentu saja semua gara-gara Bara. Semenjak pertemuannya dengan Bara, ingatan Kiara kini semakin menjadi-jadi tentang Bara, ya, Kiara merindukan sosok itu, sosok Bara, lagi.Teman-teman kedua anak manusia ini sebenarnya geram melihat tingkah laku keduanya yang sama-sama menepis perasaan rindunya. Seperti ini contohnya.“Senyum terus, Ki, lupain aja kalo gue sama Alya ada disini” Bagus, Kanza, lan
Kini dilubuk hati Bara yang sangat dalam ingin sekali merengkuh kembali Kiara, pujaan hatinya hingga kini. Mengingat betapa marahnya Kiara saat itu selalu saja memberikan celah negatif disetiap niat Bara untuk memperbaiki semuanya, memperbaiki hubungannya dengan Kiara.“Dicoba dulu atuh, Bar” Artha membuka suaranya.Bara kini hanya bisa bungkam, mengangkat bahunya acuh, padahal omongannya Artha ada benarnya. Toh, ia tidak akan tau respon Kiara jika tidak mencobanya.“Kelemahan nomor satu Bara adalah.. Kiara” Sambung Nevan.“Asli, ya, Tha. Susah anjing” Kini Bara angkat bicara. “Ya, nanti kalo misalkan dia masih marah sama gue, terus nolak gue, gimana?”Artha, Ezra, dan Nevan kini hanya menghela napas, bego banget Bara, pikir mereka.“Di. Co. Ba. Bara. Kalo lo gak coba, gimana lo tau apa jawaban Kiara. Emang lo mau penasaran seumur hidup?”Deg. Perkataannya Ezra ada benarnya j