Siang ini mentari sepertinya sedang berada dititik gembiranya, bagaimana tidak jika siang ini terasa sangat panas sekali. Di pinggir lapangan ada seorang wanita yang sedang menunggu jemputannya datang, ya, dia Kiara. Untuk siswi SMP seperti Kiara seharusnya sudah bisa pulang kerumah sendiri, tetapi sang ayah tidak mengizinkan anak satu-satunya pulang sendirian.
Di ujung lorong tampak Bara membawa 2 gelas es yang sungguh sangat menggoda siang ini, dihampirilah Kiara. “Nih, buat lo. Kasian tuh tenggorokan kering” Kiara sontak kaget saat gelas berkeringat dingin itu menyentuh kulitnya. “Thanks, Bar” jawab Kiara.
Semenjak hari itu, Bara lebih sering mengirim pesan ke Kiara walaupun modusnya menanyakan tugas. Bara juga menjadi anak yang perhatian pada Kiara, seperti menunggu jemputan Kiara datang dan menanyakan apa yang sedang Kiara lakukan setelah sampai rumah. Jika ditanya mengapa melakukan itu, Bara akan menjawab “Ya, lo kan cewek, Ki. Temen gue pula. Masa gue biarin sendirian, gak gentle namanya”
Kiara sempat dibuat kaget dengan perlakuan-perlakuan yang Bara berikan padanya, tetapi, toh, lama-kelamaan ia suka juga jika terus diperhatikan seperti itu. Maklum remaja.
Perhatian Bara tidak hanya bermodal ketikan saja, tetapi ia akan memberikan apapun untuk sang wanita. Saat Kiara sedang sakit contohnya, Bara rela bolos jam pelajaran saat mengetahui bahwasanya Kiara berada di UKS. Ia keluar membeli makanan, minuman, dan obat tentu saja.
“Heh ngapain lo disini?” Sontak kaget Kiara “Masuk sana, ntar dihukum, lho” lanjutnya. Bara hanya memberi kantong plastik yang ia genggam lalu berkata “Dimakan bubur dan obatnya, gue tunggu sini, kalo udah kelar, baru gue balik ke kelas”
Sudah 5 bulan. Semenjak kejadian memberikan minuman ke Kiara hingga sekarang perhatian-perhatian yang Bara berikan tetap saja sama. Kiara suka itu. Tentu saja Kiara suka itu. Sifat Bara yang hangat, misterius, dingin dan peduli disaat yang bersamaan menimbulkan perasaan aneh dialam diri Kiara. Membuat Kiara tersenyum sudah menjadi pekerjaan tetap yang kini Bara kerjakan.Malam ini bulan tak tampak, tetapi para bintang seperti mengambil alih cahaya-cahaya bulan yang direnggut semesta. Jalanan becek sehabis hujan sore hari yang masih menggenang menjadi saksi bisu pemuda yang kini menginjaknya, Bara. Ia memberi pesan ke Kiara agar menemuinya didepan gerbang rumah sang wanita. Aneh, pikir Kiara.“Aduh gimana, ya, Ki?”“Hah? Gimana apanya?”Bara menatap mata Kiara dalam-dalam, mencari sumber semangat agar suaranya tak lagi bergetar “Emmm.. Pacaran, yuk?”Tentu saja Kiara kaget, apa-apaan lelaki ini, mengajaknya pacara
2 manusia yang sedang dimabuk cinta memang sangat mudah terdeteksi, terbukti dengan senyum merkah dikeduanya. Seakan semua hanyalah debu yang tidak bernyawa, mari kita biarkan Kiara bahagia dengan segala caranya.Rumput sore hari mulai bergoyang, angin terus bertiup sembarang arah, matahari sudah bersiap ingin menenggelamkan dirinya dari kerasnya dunia hari ini. Tetapi anak adam dan hawa ini masih sibuk dengan dunia mereka sendiri, Bara yang terus menceritakan kisah pangeran di istana, dan Kiara yang terus menyimak sembari menatap wajah lelaki yang kini menjadi kesukaannya.“Kok gak dilanjutin ceritanya?” Kepala Kiara masih betah berada dipaha sang lelaki. “Cepet, Bar, lanjutin” rengeknya.Bara hanya terkekeh melihat tingkah laku wanita yang ia sayangi saat ini, ia sangat menyayangi Kiara, sangat. Mata elangnya masih sibuk menatap mata indah Kiara “Tadulu, Ki. Dari tadi Kiara ngeliatin muka Bara mulu..” Bara memberikan senyum
Kini sudah masuk tahun ke-3 hubungan Bara dan Kiara. Selama ini semuanya baik-baik saja, Bara yang selalu mengalah, Bara yang selalu menjadi air dari setiap api di antara mereka berdua. Sedangkan Kiara masih sama seperti dulu, sederhana dan tidak neko-neko, dan itu yang membuat Bara jatuh cinta teramat dalam dari sang wanita.Satu tahun lalu mereka harus berpisah dikarenakan Kiara tidak masuk SMA Negeri. Jangan salahkan Kiara, ia hanya menurut apa perkataan kedua orang tuanya.Kini, mereka sama-sama sibuk, sama-sama lupa memberi kabar satu sama lain. Kadang Kiara ingin membicarakan masalah ini dengan Bara, tetapi seperti kata Kiara, Bara selalu sibuk. Kiara tidak suka diperlakukan seperti ini mengingat ia selalu dimanja sang kekasih. Hingga satu hari dimana Kiara sudah muak dengan segalanya, muak dengan sibuknya Bara.“Bar, Bara emang sesibuk ini, ya? Maksudnya yaa, sibuk banget emang?” matanya enggan melihat lelaki disampingnya.Bara memberhe
Terkadang lucu memang, mereka yang setuju bersama, mereka juga yang berpisah, mereka yang meminta berpisah, tetapi sama-sama belum bisa melupakan. Kadang semesta bingung dengan 2 anak manusia ini, apa maunya?Terlihat kini Bara yang semakin gelisah dengan ingatan-ingatannya bersama Kiara, tak terasa bibirnya tertarik keatas, ia bahagia walaupun hanya dengan mengingat kenangannya. Kita abaikan saja, biarkan Bara mencari bahagianya.Di sisi lain juga ada Kiara yang sibuk membolak-balikkan majalah yang ia baca, entah apa yang tenggelam dipikirannya, tetapi tentu saja semua gara-gara Bara. Semenjak pertemuannya dengan Bara, ingatan Kiara kini semakin menjadi-jadi tentang Bara, ya, Kiara merindukan sosok itu, sosok Bara, lagi.Teman-teman kedua anak manusia ini sebenarnya geram melihat tingkah laku keduanya yang sama-sama menepis perasaan rindunya. Seperti ini contohnya.“Senyum terus, Ki, lupain aja kalo gue sama Alya ada disini” Bagus, Kanza, lan
Kini dilubuk hati Bara yang sangat dalam ingin sekali merengkuh kembali Kiara, pujaan hatinya hingga kini. Mengingat betapa marahnya Kiara saat itu selalu saja memberikan celah negatif disetiap niat Bara untuk memperbaiki semuanya, memperbaiki hubungannya dengan Kiara.“Dicoba dulu atuh, Bar” Artha membuka suaranya.Bara kini hanya bisa bungkam, mengangkat bahunya acuh, padahal omongannya Artha ada benarnya. Toh, ia tidak akan tau respon Kiara jika tidak mencobanya.“Kelemahan nomor satu Bara adalah.. Kiara” Sambung Nevan.“Asli, ya, Tha. Susah anjing” Kini Bara angkat bicara. “Ya, nanti kalo misalkan dia masih marah sama gue, terus nolak gue, gimana?”Artha, Ezra, dan Nevan kini hanya menghela napas, bego banget Bara, pikir mereka.“Di. Co. Ba. Bara. Kalo lo gak coba, gimana lo tau apa jawaban Kiara. Emang lo mau penasaran seumur hidup?”Deg. Perkataannya Ezra ada benarnya j
Bara benar menepati janjinya, pergi kerumah Kiara, meminta maaf, dan meminta Kiara kembali padanya. Tentu saja Kiara sudah memaafkan, toh, ini salahnya juga karena sudah gegabah mengucapkan kata perpisahan padahal hatinya enggan. Oke, Bara, mari kita bawa Kiara kembali kepelukanmu.Seperti kini, Bara selalu memberi pesan ke Kiara, memberikan perhatian atau sekedar kata-kata penyemangat. Kiara merasa déjà vu kini, ia suka, ia suka diperlakukan seperti ini, lagi, oleh Bara.“Lho, ngapain tiba-tiba disini?” Terkejut, tentu saja Kiara terkejut saat melihat Bara tiba-tiba berada didepan sekolahnya.Bara suka dengan wajah Kiara yang cemberut seperti ini, lucu, katanya. “Mau jemput tuan putri”Kiara sebenarnya sudah tersenyum mengingat tuan putri yang dimaksud Bara adalah dirinya, tetapi, tidak boleh Kiara, ingat harga diri. “Yaudah, sana. Mau jemput pacarmu kan? Gak boleh parkir disini tau” Ujar Kiara sembari me
Kiara bergegas keluar kamar dan menuju pagar setelah mendengar bel rumahnya berbunyi. Agak malas memang mengingat ini hari minggu dan Kiara sedang bergelut dengan selimutnya. Ia terkejut setelah melihat tubuh yang tak asing baginya, tubuh lelaki itu sedikit bergetar, ya, itu Arkha.“Lho, Kha. Lo kenapa? Kok gemeteran gini? Masuk yuk” Wajah Arkha sangat tidak baik-baik saja.“Gak, Ki, gapapa disini aja, Cuma sebentar kok” Suara getar Arkha langsung terdengar di telinga Kiara. Ia khawatir, tentu saja. Bagaimanapun Arkha adalah temannya. “Mama Papa cerai, Ki. Arkha kesini cuma mau pamitan sama Kiara. Arkha capek, Ki kalo tetep disini, dioper mulu. Jadi Arkha mau tinggal dirumah nenek aja di Surabaya.” Arkha melihat tatapan sendu milik Kiara. Ia berusaha menahan tangisnya didepan wanita itu.“Ki, maafin Arkha, ya, kalo waktu itu kesannya maksa banget biar Kiara suka sama Ark-“ Tubuh gemetar itu direngkuh oleh Kiara, ta
“Tuh kan, gue bilang apa sama kalian, hah? Anjing”Mereka semua bungkam, menjawab Bara saat sedang marah merupakan masalah besar. Setidaknya biarkan Bara berkelut dengan pikirannya sendiri.Disisi lain, Kiara yang merasa sangat bersalah hanya bisa mengirim pesan berpuluh-puluh maaf untuk Bara, dan tentu saja tidak ada balasan untuknya, telfonnya juga tak diangkat. Kiara takut Baranya menghilang lagi, dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.“Coba, Ki, lo kerumahnya, atau ketempat biasa dia nongkrong, jelasin semuanya, kalo lo diem doang gini gak akan kelar ini masalah”Benar, ucapan Kanza benar. Tetapi biarkan Kiara berpikir untuk saat ini.-Kini Bara sudah tenang, masalahnya seakan terbang begitu saja bersama kerikil yang ia lempar. Setelah ini, ia akan menemui Kiara, niatnya.“Lho, Ki. Ngapain disini? Kok tau Bara ada disini?” Kiara lagsung berlari, memeluk Bara, sambil menangis tentu saja.