"Barang barang kemarin sud-"
"Buang." sontak Nathan,memotong ucapan pria tua tadi.
Satu malam mereka habiskan di resort yang telah disewa oleh Barsha. Laki laki itu bersikeras meminta penjelasan, namun Zen hanya bisa menghindar dan berlindung dibalik nenek Thea.
Kemarin saat sore hari,
(Di area kolam)
Mereka berenam tengah bersantai bersama,saling berjajar mengisi setiap kursi tidur dengan segelas limun yang menemani.
"Ayah. Aku harap tidak ada lagi rencana seperti kemarin!"
"Jika terjadi sesuatu diluar dugaan. Akan sangat berbahaya," tegas Nathan,melirik ke arah pria yang tengah tidur di sampingnya.
"Hm.." sahut Zen singkat.
Tadi malam,
(Di ruang keluarga)
"Ayah, ada yang ingin aku bicarakan." seru Nathan,berjalan menghampiri pria ya
Hening menyelimuti ruang kerja yang begitu luas,buku tertata rapi serta puluhan furniture yang telah terpajang tanpa sebutir debu. Terlihat seorang pria tengah duduk khidmat menumpas tugas. Berkat 5 hari kemarin,ada banyak tumpukan dokumen yang harus Nathan periksa.Bahkan masih banyak laporan yang belum ia setujui, Tap.. Tap.. Tap.. Terdengar langkah kaki dari luar. Selang beberapa detik pintu terbuka, mengundang sorot mata Nathan. Menatap dua orang yang baru saja masuk, Laki laki itu menatap tajam,tak mengerti dengan alasan apa, Ale datang ke ruangannya. "Selamat pagi Pak," sapa Thea,sekilas menunduk. "Hm.." sahut Nathan,kembali menatap pria di samping Thea. Mereka berdua saling bertukar pandangan,seketika Ale menyadari dimana posisinya sekarang. "Ehem, selamat pagi Pak."  
Hari mulai siang,waktu sudah hampir mendekati jam istirahat. Terlihat banyak karyawan yang mulai berlalu lalang dan bersiap menuju kantin. Disisi lain,Thea yang baru saja selesai menggarap setengah tugas,segera beranjak untuk menghadap atasan. Tap.. Tap.. Tap.. Dengan berat hati,gadis itu melangkah masuk ke dalam ruangan yang terlihat asing baginya. Baru saja pintu terbuka,tercium aroma lavender memenuhi ruangan. Seorang wanita berambut gelombang yang terurai panjang,tengah duduk di kursi kerjanya. "Masuk.." suruh Mia datar. "Ngapain sih, tiba tiba manggil?" benak Thea,segera berdiri tepat di depan wanita tadi. "Nona Thea, apa saja yang sudah anda lakukan untuk berada di posisi ini? Maksudku, menjadi asisten pribadi pimpinan." Wanita itu bertanya dengan raut dingin,semakin m
"Kamu lihat kan? gimana perhatiannya paman sama Rena? Kalo kalian semakin dekat. Pasti paman bakal gitu juga," Setiap pulang kerja,gadis itu lebih sering menghabiskan waktu bersama temannya. Tapi entah kenapa,hari ini emosi Thea terasa jauh lebih sulit untuk dikendalikan. Ucapan beberapa hari lalu,kembali melekat di benak Thea dan membuatnya kesal. Langkah kaki berjalan masuk ke dalam rumah. Berbekal tas yang tergantung di lengan tangan,gadis itu tak sengaja mengalihkan pandangan menuju meja makan. Terlihat seorang laki laki yang baru saja selesai menghabiskan hidangan. Perlahan menoleh dengan sorot dingin, "Ini sudah larut. Kau dari mana saja?" celetuknya datar. Entah kenapa,gadis itu masih merasa kesal dengan ucapan Manda yang terngiang di benaknya. "Bukan urusanmu." ketus Thea,tanpa ragu menatap malas sembari membuang muka. Tingkah laku yang sangat membuat Na
Dengan usaha keras,gadis itu berhasil membujuk Nathan. Mereka berdua saling berpegangan tangan,mulai melangkah menuju meja. Thea memimpin jalan,sembari memastikan tidak ada benda yang mereka tabrak. "Kamu lama banget sih, nyari hpnya! Masa dari tadi ga ketemu?" celetuk Nathan,mengeratkan genggaman. "Mm, mulai ngocehnya! udah bagus aku mau nolongin." benak Thea menggertakkan gigi. "Thea! Kamu kok diem aja!" "Sabar Bapak, ini saya berusaha biar ga nabrak meja sama kursi. Kalo mau cepet, Bapak diem disini! Biar saya cari sendiri." tawar Thea,merendahkan suara. "Ga usah. Kita cari berdua, biar aman. Nanti kamu malah nyasar!" sanggah Nathan,datar. Gadis itu menghela nafas,berusaha menahan rasa kesal. Berjalan kembali mencari benda yang bisa ia gunakan sebagai pencahayaan. Duar!
Tok. Tok. Tok. "Nyonya! Nyonya!" pekik suara wanita di balik pembatas kayu. Di atas tempat tidur yang empuk nan juga hangat,terbaring seorang gadis yang tengah tertidur. Perlahan suara ketukan pintu yang semakin menggema,membuat mimpinya terganggu. Alisnya mengerut dan membuka mata, "Eurhg." gerutu Thea,segera beranjak duduk. "Nyonya!" "Masuk!" pinta Thea,mengeraskan suara. Pembatas besar itu terbuka,seorang wanita tua baru saja melangkah masuk dengan raut cemas yang terpampang nyata di wajahnya. "Nyonya. Tuan!" "Ada apa?" ujar Thea,dengan muka bantal. "Tuan." "Iya. Dia kenapa?" tambahnya, mengangkat alis. "Tadi. Tidak! Baru saja, saya masuk ke kamarnya." "Tapi Tuan tidak bangun juga. Saat
Glek.. Glek.. Glek.. Diteguknya habis segelas air tadi. Setelah perjuangan panjang,gadis itu berhasil membuat Nathan memakan semangkuk makanan yang ia siapkan. Menatap lekat,seorang gadis yang masih duduk di tepi ranjang. Perlahan melirik tangan yang perlahan Thea sodorkan dan menyentuh keningnya. "Belum turun juga, suhunya masih sama." "Sudah. Pergilah!" sontak Nathan,datar. "Ng.." geleng Thea,dengan pasti. "Saya bakal nunggu disini. Sampe demamnya turun!" "Terserah. Tapi jangan ganggu tidurku!" tegas Nathan,membaringkan tubuhnya kembali. Gadis itu menatap lega,punggung lebar yang membelakanginya. Kini yang perlu dilakukan hanyalah menunggu sampai Peny datang dan membawa obat, 3 jam kemudian. Kedua alisnya berc
BRAK!Laptop, telepon duduk, beberapa pajangan serta setumpuk berkas yang ada di atas meja, didepak bersih oleh kedua tangan wanita itu.Raut kesal yang terpampang nyata, dia mengeratkan gigi sambil mengepalkan tangan dengan kuat."Baru minggu lalu, aku menegaskan untuk tidak bertingkah." serunya dengan nada geram.".........""Mereka selalu mengambil cuti di hari yang sama!""Eurhg, sial!""Kenapa? Kenapa kau memilih gadis tak terpelajar itu?""Aku harus memberi pelajaran y
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA DAN MEMILIH BACAAN ______________________________________ "Dasar pembuat onar," gumamnya lalu berbalik pergi membiarkan mereka melangkah mengikuti arahan. Klap, pembatas terbuka dengan sigap menempati kursi kerja miliknya. Ketiga karyawan saling berjejer menghadap laki laki yang tengah duduk santai. Meski begitu hanya Thea yang berani menegakkan kepala tanpa rasa cemas, entah mengapa kejadian kemarin mengusir rasa takutnya saat berhadapan dengan sosok angkuh itu. "Ceritakan apa yang terjadi?" menatap datar gadis yang ada di tengah barisan. "Bapak tadi saya-" "Mia. Kau paling lama bekerja disini, pasti tau kalau saya tidak suka ada orang yang menyela atau menolak perintah." timpal Nathan, memotong ucapan wanita tadi. "Saya sedang bertanya pada orang lain." "Baik Pak, saya mengerti." angguknya dengan kepala tertunduk. "......" Dengan isyarat mata, dia m
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas