Share

Wyara

Penulis: Kebo Rawis
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-17 13:43:15

ARYA Lembana tak langsung membawa Triguna ke hadapan Rakryan Rangga. Sang senopati masih harus menunggu hasil pencarian tiga kelompok prajurit yang ia tugaskan melacak keberadaan Kridapala dan Wipaksa.

Sementara menunggu, dipindahkannya Triguna dari balai pengobatan ke satu kamar di kediamannya. Setengah lusin prajurit diperintahkan untuk menjaga kamar tersebut. Triguna tak diizinkan keluar meski hanya sebentar, untuk urusan apa pun.

Dengan kata lain, Triguna ditahan dalam kamar tersebut dengan penjagaan ketat. Prajurit tersebut memaki panjang-pendek di dalam hati.

"Semua ini gara-gara Tumanggala keparat!" maki Triguna begitu kamar tempatnya ditahan dikunci rapat.

Amarah di hati Triguna terhadap Tumanggala semakin menjadi-jadi. Namun prajurit itu tak mampu berbuat apa-apa untuk menuntaskan kekesalannya. Untuk sementara ia hanya bisa pasrah.

Di tempat lain, Arya Lembana juga tengah memikirkan Tumanggala. Pada pikir sang senopati, prajurit terse

Kebo Rawis

Sedikit mengenai Mpu Sedah, pujangga masyhur ini dipercaya berasal dari Lamongan. Ada satu situs yang dikenal sebagai Situs Sedah di satu dusun bernama Dusun Sedah (di Desa Pule, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan), yang diyakini adalah kampung asal sang empu.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Arya Tumanggala   Menyembunyikan Masalah

    DUGAAN Senopati Arya Lembana sungguh tepat. Begitu berhasil melarikan diri dari ruang tahanan bawah tanah istana, Tumanggala memilih pulang ke kediamannya di Surawana. Pagi belum lagi datang ketika Tumanggala sampai di rumah berdinding anyaman bambu tersebut. Suasana masih gelap gulita. Keadaan di dalam rumah pun terlihat sunyi dan hening. Anak-isterinya tentulah masih terlelap dalam buaian alam impian. Perlahan Tumanggala dekati jendela di mana kamar isterinya terletak. Diketuknya daun jendela dengan ketukan yang tidak terlalu keras, tapi sudah cukup jelas terdengar. "Siapa di luar?" terdengar suara perempuan dari dalam, setengah bergumam, setelah Tumanggala mengetuk beberapa saat. Wajah Tumanggala berubah cerah. Itu suara isterinya. Perempuan tersebut sudah terbangun. "Ini aku, Tumanggala," sahutnya setengah berbisik. "Oh, Kakang!" Terdengar perempuan tadi berseru. "Tunggu, aku bukakan pintu ...." "Jangan pintu depan," tukas

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17
  • Arya Tumanggala   Panggilan ke Kotaraja

    DIDORONG oleh rasa rindu terhadap anaknya, Tumanggala berpindah tempat. Ia masuk ke dalam kamar, lalu duduk di tepi pembaringan. Dipandanginya wajah laki-laki kecil yang tengah terlelap di atas kasur.Beberapa saat kemudian anak kecil itu menggeliat. Begitu sepasang mata mungilnya terbuka, wajah si anak seketika berubah cerah. Kedua matanya seketika berubah bulat membola."Ayah?" serunya dengan nada tak percaya.Tumanggala balas seruan tersebut dengan satu senyum lebar. Anak lelaki itulangsung bangkit dari tidurnya, dan berjingkrak-jingkrak kegirangan di atas kasur. Lalu ia melompat ke pelukan sang ayah."Ayah, aku ingin mandi di sungai," rengek anak kecil tersebut begitu berada di pangkuan Tumanggala."Sekarang?" tanya Tumanggala dengan kedua alis terangkat. Hari masih terlalu pagi. Air sungai tentulah masih sangat dingin.Anak kecil itu mengangguk dengan wajah semringah. Tanpa menghiraukan keheranan ayahnya, ia melompat turun d

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • Arya Tumanggala   Komplotan Misterius

    TANPA sepengetahun semua orang, sepasang mata mengamat-amati semua yang terjadi di rumah Tumanggala. Pemiliknya dua orang berbadan tegap berisi, menandakan jika mereka adalah orang-orang terlatih.Orang pertama memiliki rambut panjang sebahu. Sedangkan yang satu lagi rambutnya ikal awut-awutan. Keduanya tampak saling pandang begitu rombongan prajurit yang dipimpin Wyara membawa Tumanggala.Ciri-ciri kedua orang ini sama persis dengan para pengintai rumah Tumanggala beberapa waktu sebelumnya. (Untuk mengingat kedua orang ini, silakan baca lagi bab 26 yang berjudul Pengintai di Surawana.)"Bagaimana ini? Kita keduluan oleh para prajurit sialan itu," ujar orang yang berambut ikal awut-awutan pada temannya. Wajahnya menunjukkan raut kesal.Yang diajak bicara juga menunjukkan raut muka tidak senang. Sama seperti si rambut ikal, lelaki itu pun merasa kesal karena Tumanggala keburu dibawa oleh para prajurit Panjalu. Mereka terlambat tiba di tempat tersebut, sehi

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • Arya Tumanggala   Serangan Maut

    SETIBA di sebuah tikungan, rombongan prajurit Panjalu yang tengah membawa Tumanggala memperlambat laju kuda masing-masing. Di hadapan mereka tiba-tiba saja ada dua orang berkuda sangat pelan sekali. Mau tak mau para prajurit tersebut harus memperlambat diri.Tumanggala sontak palingkan wajahnya pada Wyara. Dua sahabat itu saling pandang. Sorot mata mereka sama-sama menyiratkan rasa heran.Dua orang di depan mereka bertubuh tegap berisi. Jelas bukan orang sembarangan yang memiliki perawakan seperti itu. Laju kuda mereka terlalu pelan, keduanya juga berada di tengah-tengah jalan, seolah sengaja hendak mengadang."Siapa dua orang di depan itu?" tanya Wyara dengan suara berdesis."Waspadalah, Wyara. Aku yakin mereka membawa maksud tidak baik," sahut Tumanggala.Wyara mendengus kesal."Kalau memang mereka bermaksud buruk, itu artinya mereka minta digebuk!" geram Wyara. Gerahamnya terdengar bergemeletuk keras.Usai berkata begitu Wyara lant

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • Arya Tumanggala   Menghajar Pembokong

    PARA prajurit Panjalu yang lain segera cabut pedang masing-masing dan bersiaga penuh. Pandangan mata mereka mengawasi semak belukar dan pepohonan dari arah mana anak-anak panah tadi berasal.Di depan, Wyara juga cabut pedang dari dalam warangka di pinggangnya. Pandangan prajurit tersebut sontak mengarah pada dua orang asing tadi. Kedua matanya menunjukkan tatapan tajam berkilat-kilat, mengisyaratkan amarah yang siap membuncah."Kisanak berdua, rupanya kecurigaan kami terhadap kalian tidak salah! Kemunculan kalian membawa maksud jahat!" desis Wyara dengan suara bergetar. Sementara pedangnya terhunus ke depan.Dua orang asing tadi kembali saling pandang, lalu sama tertawa mengekeh. Tanpa berkata sepatah kata pun, salah seorang dari mereka lagi-lagi keluarkan suitan nyaring."Setan alas!" maki Wyara dengan geram, tahu untuk apa suitan itu diperdengarkan. Lalu pada para prajuritnya ia berseru, "Waspadalah, mereka menyerang lagi!"Serangan anak panah be

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • Arya Tumanggala   Lawan Sepadan

    USAI menghabisi kedua lawan, Tumanggala bergegas keluar dari balik semak belukar. Kembali ke jalan di mana Wyara dan para prajurit Panjalu lainnya berada. Sekembalinya di sana, pertarungan masih berlangsung.Jika sebelumnya terdapat dua pertarungan, kini hanya tinggal satu saja. Wyara dan rekan-rekannya yang tersisa tiga orang, bergabung menghadapi gerombolan pengadang yang tinggal dua orang."Sial dangkalan! Kenapa jadi begini?" rutuk Tumanggala begitu melihat mayat-mayat prajurit Panjalu bergeletakan di tanah, dengan darah bersimbah.Tanpa berpikir panjang lagi Tumanggala langsung masuk ke dalam gelanggang pertempuran. Pedang di tangannya langsung disabetkan ke arah gerombolan pengadang yang tinggal dua orang.Para pengadang yang masih hidup adalah dua lelaki berbadan tegap berisi, si rambut panjang sebahu dan si rambut ikal awut-awutan. Keduanya sama mendelik saat melihat kemunculan Tumanggala.Sring! Sring!Pedang di tangan Tumanggala ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Arya Tumanggala   Janji Wyara

    TENTU saja kenekatan lelaki rambut panjang itu membuat para prajurit Panjalu kaget. Seruan tertahan terdengar dari mulut beberapa orang, bersamaan dengan ambruknya tubuh si lelaki ke tanah. Tumanggala sendiri kertakkan rahang. Ia sungguh tak menyangka jika lawannya lebih memilih menghabisi diri sendiri seperti itu. Untuk melampiaskan kekesalan, kepalan tangannya ditinjukan ke telapak sendiri. "Sial! Kita tidak berhasil menangkap satu pun dari mereka," seru satu suara. Lalu terdengar langkah kaki mendekat. Tanpa melihat orang yang berseru pun Tumanggala tahu siapa pemilik suara tersebut. Tak lain adalah Wyara. Rupanya prajurit satu itu juga kehilangan lawan yang tadi dihadapi. Wyara hentikan langkah di sisi Tumanggala. Wajahnya mengernyit ngeri ketika melihat tubuh lelaki rambut panjang yang bersimbah darah. Golok besar menancap dalam di dada lelaki itu. "Bagaimana dengan lawanmu tadi?" tanya Tumanggala pada Wyara. Terdengar Wyara hembu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Arya Tumanggala   Kaki Gunung

    SANG surya sudah setinggi galah ketika Kridapala dan Wipaksa tiba di kaki Gunung Pawinihan. Sebuah gunung suci yang di beberapa titik pada lerengnya terdapat bangunan-bangunan pemujaan.Akan tetapi bukan salah satu dari bangunan-bangunan pemujaan itu yang menjadi tujuan Kridapala dan Wipaksa. Mereka naik lebih tinggi lagi, menembus lebatnya hutan belantara.Semakin tinggi kedua kesatria Panjalu itu mendaki, jalanan yang dilalui semakin curam. Udara pun bertambah tipis. Membuat napas mereka agak terengah-engah. Begitu pula kuda-kuda tunggangan keduanya yang mulai kesulitan bernapas."Mau ke mana sebenarnya Ki Bekel? Mengapa sampai masuk sejauh ini ke kaki gunung?" batin Wipaksa yang sejak tadi memendam tanya.Tak sedikit pun Kridapala memberi petunjuk ke mana mereka akan pergi. Pun siapa yang hendak mereka temui. Wipaksa mau tak mau mengekor saja dalam kebingungan.Selepas melewati satu kelokan tajam, wujud jalanan berubah menjadi berbatu-batu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21

Bab terbaru

  • Arya Tumanggala   Arya Tumanggala

    BEGITULAH kehidupan di dunia. Tak selamanya kegelapan nan muram menyungkupi. Selama bumi masih berputar, maka akan ada saatnya matahari muncul memancarkan sinar. Memberi terang pada seluruh makhluk. Malam yang gelap pun berganti menjadi siang nan benderang. Selubung hitam menghilang bersama menguapnya embun di dedaunan. Tumanggala sedang berada pada titik itu. Di mana kegetiran yang memayungi kehidupannya perlahan-lahan sirna. Dari keadaan terpuruk hampir mati, prajurit Panjalu tersebut memperoleh kejayaan yang tak disangka-sangka. "Lagi-lagi kau menanamkan jasa besar bagi kerajaan, Tumanggala. Gusti Prabu merasa sangat senang sekali persekongkolan jahat Agreswara terbongkar. Semua berkat dirimu," kata Rakryan Tumenggung pada Tumanggala sore itu. Yang diajak bicara tentu saja senang dipuji begitu. Namun ia pendam dalam-dalam kebanggaan itu. Kepalanya tetap ditundukkan dengan takzim. "Saya hanya menjalankan dharma bakti sebagai seorang prajurit Panjalu, Gusti Tumenggung. Sebagai se

  • Arya Tumanggala   Kotaraja Geger

    KOTARAJA tiba-tiba saja berubah sibuk pagi itu. Pengakuan Ganaseta membuat Arya Lembana bergerak cepat. Senopati tersebut langsung menghadap Rakryan Rangga dan Rakryan Tumenggung sekaligus.Di hadapan panglima tertinggi Kerajaan Panjalu itu, kembali Ganaseta mengulangi keterangannya. Bahwa perampokan demi perampokan yang terjadi di seantero kerajaan selama ini didalangi oleh seorang berpangkat tinggi.Pejabat itulah yang mengatur tempat-tempat mana saja yang harus dikacau dengan perampokan. Dimulai dari desa-desa yang jauh. Lalu semakin lama semakin mendekat ke Kotaraja.Tujuan akhir dari rencana itu adalah menggoyang kewibawaan Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya, raja Panjalu yang tengah bertahta.Sayang, baru sampai Katang Katang dan Lusem rencana itu agaknya harus berakhir. Bermaksud membalaskan dendam pribadinya, Tumanggala secara tak sengaja justru berhadapan dengan kelompok itu dan membongkar niat jahat mereka."Berarti benar dugaan kita. Ru

  • Arya Tumanggala   Tumanggala Menghadap

    SENOPATI Arya Lembana bergegas keluar kamar begitu diberi tahu ada telik sandi datang menghadap. Langkah kakinya diayunkan cepat-cepat menuju pendopo. Tamunya sudah menunggu di sana. Hari masih sangat pagi. Permukaan dedaunan masih berhias embun yang bening laksana kristal. Di langit, mendung kelabu nan tebal menghalangi sinar matahari. Membuat keadaan remang-remang. Telik sandi di pendopo langsung haturkan sembah hormat begitu melihat kedatangan Arya Lembana. Orangnya masih muda, berusia kisaran pertengahan dua puluhan. Badannya kukuh, tegap berisi selayaknya prajurit Panjalu lain. "Ada kabar apa?" tanya Arya Lembana setelah menerima haturan sembah. "Saya membawa kabar dari Lusem, Gusti Senopati," jawab telik sandi tersebut. "Hmm, Lusem?" Arya Lembana amat-amati telik sandi di hadapannya. Barulah sang senopati ingat kalau orang itu memang yang ditugaskan di kawasan barat Kotaraja. "Benar, Gusti," sahut si telik sandi. "Semalam terjadi

  • Arya Tumanggala   Tawaran Ganaseta

    UCAPAN anak buah Ranajaya itu membuat Tumanggala kernyitkan kening. Raut keheranan tampak jelas pada wajah prajurit Panjalu itu. Apa lagi ini? Batinnya bertanya-tanya. Tumanggala tinggalkan Ranajaya begitu saja. Ia sama sekali tak khawatir buruannya itu kabur, sebab sudah tak mampu bergerak lagi. Sang prajurit lebih tertarik pada keterangan lelaki tadi. "Jelaskan apa maksud ucapanmu!" ujar Tumanggala begitu tiba di sebelah si lelaki. Belum sempat lelaki tadi menjawab, Ranajaya sudah menghardik anak buahnya itu. "Keparat kau, Ganaseta! Apa yang akan kau katakan?" Hal ini membuat Tumanggala semakin tertarik. Dari berdiri, kini sang prajurit jongkok di sebelah lelaki yang dipanggil Ganaseta oleh Ranajaya tadi. Dalam jarak sedekat itu Tumanggala dapat melihat lebih jelas wajah orang. Seketika parasnya berubah. Wajah itu tidak asing dalam ingatannya. Rasa-rasanya pernah bertemu, tapi entah di mana. "Tunggu! Aku rasa kita pernah bert

  • Arya Tumanggala   Menghajar Ranajaya

    PERTARUNGAN satu lawan satu pun pecah. Ranajaya yang sebenarnya sudah kecut nyali berlaku nekat. Ia tak hendak menyerah begitu saja. Meski semakin lama semakin terdesak, sebisa mungkin ia ladeni serangan Tumanggala.Bisa ditebak, pertarungan itu berjalan berat sebelah. Hanya dalam tempo dua setengah jurus berselang, terlihat bagaimana Tumanggala sangat menguasai keadaan. Pukulan dan tendangannya berkali-kali mendarat di tubuh Ranajaya.Buk! Buk! Buk!Dalam satu kesempatan, Tumanggala mengirim tiga pukulan beruntun menggunakan tangan kiri. Sasaran tinju itu adalah dada Ranajaya yang sama sekali tak dapat mengelak.Tubuh lelaki bercambang bauk lebat itu tersuruk ke belakang. Terkena telaknya pukulan beruntun Tumanggala. Belum puas, sang prajurit sudah menambahkan serangan lagi. Kali ini dengan tiga tendangan berturut-turut.Des! Des! Des!"Aaaaaa!"Lagi-lagi Ranajaya tak kuasa berkelit. Hantaman tiga tendangan beruntun tersebut membuat

  • Arya Tumanggala   Unggul Jauh

    DIKEROYOK empat lawan bersenjata seperti itu tentulah bukan perkara mudah. Karenanya pada awal-awal pertarunganTumanggala agak keteteran. Namun setelah berjalan beberapa jurus, mulai terlihat bahwa dua dari empat lawannya tersebut sudah tak bertenaga.Dengan cerdik sang prajurit lantas pusatkan serangannya pada dua orang tersebut. Dua lelaki yang punggungnya terluka parah, dan telah kehilangan begitu banyak darah.Sembari berkelit menghindari tusukan dan sambaran golok Ranajaya serta satu anak buahnya yang lain, Tumanggala berhasil mengirim tendangan keras ke dua lelaki yang menjadi sasaran utamanya."Hiaaaat!"Des! Des!Dua lelaki tersebut terpekik. Dada mereka serasa sesak bukan main saat kaki Tumanggala singgah. Tubuh keduanya terjajar mundur. Baru berhenti saat punggung mereka yang sudah terluka menghantam dinding salah satu rumah penduduk.Setelah itu kedua lelaki tersebut jatuh duduk, lalu terguling-guling berselimut lumpur nan k

  • Arya Tumanggala   Tambah Lawan

    TUMANGGALA sontak batalkan niat. Pedang yang sudah teracung di atas kepala perlahan-lahan diturunkan kembali. Kepalanya berputar, memandang ke arah Ranajaya yang sudah berada tak jauh darinya."Ah, Tumanggala. Sungguh tak kusangka seorang kesatria Panjalu bisa punya pikiran serendah ini," ujar Ranajaya bermaksud mengejek."Lelaki jahanam! Kau harus mati di tanganku sebagai balasan kematian anak dan isteriku!" balas Tumanggala menggeram. Tatapan matanya berkilat-kilat.Amarah sang prajurit semakin menggelegak. Sudah sejak tadi-tadi ia ingin menghabisi Ranajaya. Namun tiga anak buah lelaki biadab itu tiba-tiba datang menghalangi."Ah, ah, kau ini sungguh lucu, Tumanggala," sahut Ranajaya, masih dengan nada mengejek. "Aku sama sekali tidak membunuh anak dan isterimu. Bagaimana mungkin kau bilang aku harus mati sebagai balasan kematian mereka?"Tumanggala kertakkan rahang. Ia hendak menanggapi ucapan lawan, namun Ranajaya sudah mendahului."Anak

  • Arya Tumanggala   Dikeroyok Perampok

    TUMANGGALA dapat menduga apa yang tengah dilakukan lawan. Tentulah lelaki yang sudah terdesak itu memanggil bala bantuan.Benar saja. Tak lama berselang muncul dua lelaki yang juga bercambang bauk lebat dari arah berlainan. Setengah berlari keduanya menuju ke arena pertarungan sembari mengacungkan golok besar di tangan masing-masing.Tumanggala mendengus. Bibirnya mengukir seringai lebar."Bagus! Cepat ke sini kalian berdua, biar sekalian aku habisi!" geram Tumanggala begitu melihat dua lawan barunya tersebut."Jangan besar mulut! Kaulah yang akan mati di tangan kami!" bentak salah satu dari dua lelaki yang baru muncul.Tanpa memperpanjang kata lagi, dua lelaki yang baru muncul sudah menyerbu ke arah Tumanggala. Dua golok besar disabetkan ke depan. Satu mengarah ke ulu hati, satunya lagi mengarah ke batang leher!"Hiaaaat!"Wuuut! Wuuut!Sambaran golok menimbulkan suara menderu. Gaungnya yang terdengar jelas membuat bulu kuduk

  • Arya Tumanggala   Pertarungan Awal

    MENDENGAR bentakan tersebut Tumanggala terkaget-kaget. Cepat sang prajurit Panjalu balikkan badan untuk melihat siapa yang berada di belakangnya. Satu tindakan seketika yang terhitung ceroboh.Rasa kaget Tumanggala kemudian bertambah-tambah. Belum sempat matanya melihat orang yang berteriak tadi dengan jelas, satu serangan deras sudah menyambut. Sebilah golok besar menyambar ke arahnya.Wuutt!Suara menderu keras terdengar bersamaan dengan datangnya sambaran golok. Tumanggala yang tak siap dengan serangan itu mengambil cara termudah untuk mempertahankan diri.Dalam satu gerak cepat pedang di tangan sang prajurit diayunkan untuk menyambut datangnya serangan. Tak lupa tenaga dalam ia kerahkan.Sriiing!Angin yang dibelah laju pedang menimbulkan suara berdesing. Cahaya kobaran api dari rumah-rumah terbakar yang jatuh di badan pedang, membuat senjata andalan Tumanggala itu terlihat berkilat-kilat.Lalu sekejap kemudian ....Trang!

DMCA.com Protection Status