PoV. Putri
Malam ini tidurku terganggu karena suara ketukan di pintu rumahku yang sudah lapuk. Aku berusaha berjalan kearah pintu dengan mata setengah terpejam dan sesekali kaki ku harus teratuk barang-barang rongsok.
"Siapa si malam-malam begini, ganggu orang" ujarku ngedumel.
Saat aku membuka pintu rumahku aku dikejutkan oleh kedatangan beberapa orang berpakaian hitam yang langsung mendorongku masuk lalu membekap mulut dan hidungku sampai aku tidak mengingat apapun selain gelap.
***
Rasa nyaman aku rasakan tidak sepeti biasanya. Hari ini kasur ku terasa lebih lembut dan empuk seperti dirumah ku dulu. Rumah ayah.
Menyadari sebuah kejanggalan dengan paksaan aku membuka mataku, menegakan badanku dengan cepat. Aku benar-benar ada di rumahku? Bagai mana bisa.
"Apa ini mimpi? Tapi aku ngerasain dingin nya ac, apa aku ada di dunia lain?"
Dengan terburu-buru aku turun dari tempat tidur yang sangat aku kenal itu.
"Gak mungkin, kalo kemarin aku mimpi berarti ayah sama ibu masih ada"
Aku berlari keluar kamar untuk memastikan sesuatu jika ini bukan mimpi.
"Ayah!" Panggilku dengan keras.
"Ibu.."
Aku berlari menuruni tangga menuju kamar ayah dan ibu. Namun saat aku menginjakan kakiku di anak tangga terakhir seseorang memanggilku.
"Putri"
Aku menatap bingung keadaan di hadapanku saat ini. Bagaimana mungkin.
"Om Salman, Tante Iren" bahkan di meja makan itu ada Rubbi yang sedang menatapku bingung.
"Putri, akhirnya kamu pulang nak. Om sangat khawatir om pikir kamu hilang setelah om tinggal ke luar kota waktu itu"
Aku hanya diam menatap om Salman yang sedang berbicara, bahkan aku tidak tahu dia bicara apa. Aku masih bingung.
"Om. ayah mana?" Tanyaku yang membuat om Salman terdiam.
Cukup. Diamnya om Salman sudah menjawab semua pertanyaan ku. Ini bukan mimpi ayah dan ibu benar-benar sudah pergi untuk selamanya.
"Kamu baik-baik saja Put?" Rubbi bertanya dengan takut.
Satu yang kalian perlu tahu, aku dengan Rubbi sudah tidak akur sejak lama. Sejak dia terus membuatku di hukum karena kesalahan yang tidak pernah aku lakukan.
Terakhir saat dia menuduhku yang membuat kedua orang tua ku meninggal dunia di depan semua orang saat pemakaman. Habis sudah kesabaran ku.
"Aku selalu baik-baik saja, kenapa aku ada di rumah ini? Bukan nya rumah ini sudah si sita?" Tanyaku sarkas.
Om Salman memandangku dengan sungkan tapi berbeda dengan kedua nenek sihir di hadapanku ini, yang menatapku sinis.
"Beruntung karena kami rumah dan perusahaan ayahmu tidak jadi di sita, setahun ini anak ku Rubbi yang sudah mengelola perusahaan ini hingga kembali jaya" jelas tante Iren dengan bangga penuh sindiran untuk ku.
Mendengar itu aku terdiam, bagai mana bisa dalam waktu setahun kerugian yang sangat besar bisa di tutupi sampai normal begini.
Wajah-wajah malaikat tante Iren sekejap pudar digantikan oleh wajah iblis jahat."Oke kalau begitu aku harus pulang om, aku pamit"
"Tunggu Putri, om bawa kamu kesini sebenarnya ada yang ingin om sampaikan tentang perusahaan ayah mu ini"
"Apa yang harus di bicara kan om, bukan nya sudah ada Rubbi yang menangani semuanya?"
"Bukan masalah itu, tapi hal lain"
Masalah apa lagi sebenarnya, ayolah aku ini sudah nyaman hidup tanpa harta apapun.
"Tinggal lah di sini sementara, nanti malam om akan jelaskan sambil makan malam"
Aku hanya bisa menghembuskan napas kasar, kenapa harus nanti malam sekarang kan juga bisa.
"Baiklah"
Pada akhirnya aku menuruti permintaan om Salman demi menghormati beliau sebagai kakak dari ayahku.
Aku melihat tante Iren yang menatapku sinis, berbeda dengan Rubbi yang terlihat ramah, keramahan yang sejak dulu ia perlihatkan sebagai topeng. Rubbi terlihat sangat cantik sekarang berbeda denganku yang sangat kumal dan lusuh.
"Kamu bisa istirahat di kamar lama mu Put, sudah di siapkan dari kemarin" ujar Rubbi menemaniku menuju kamar ku.
"Kamu baik sekali Rubbi, tapi akan lebih baik jika kamu baik pada orang lain saja. Orang yang belum mengenalmu" ujarku dengan tajam yang membuatnya terdiam menatapku tidak percaya.
Dia pikir aku masih Putri yang sama? Jelas tidak karena aku sudah muak dengan manusia bertopeng seperti dia ini.
Aku meninggalkan Rubbi dengan keterkejutan nya, masa bodo lah saat ini aku harus mencari tahu kebenaran dari semua ini.
Ayolah ada apa sebenarnya.. ini terlihat sangat janggal.
***
"Serius kamu mau kaya gini?" Tanya Rubbi yang sudah cantik dengan gaun malam nya yang berwarna pink dusty.
Dia menilai penampilanku dari atas sampai bawah.
"Memangnya kenapa? Kok kaya kaget gitu liat nya, aku biasanya juga gini kok"
"Ya ampun Putri! Ini kita mau makan di restoran mahal kenapa kamu malah gini sih? Tante kan udah siapin gaun di kamar kamu, kenapa gak di pakai?" Tante Iren menghampiriku dengan terkejut, sekarang wajahnya sudah sangat mirip dengan penyihir jahat yang siap mengutuk ku.
"Tapi aku gak bisa pakai begituan, tan"
"Pokoknya tante gak mau tau, sekarang kamu ganti . Jangan lama om kamu udah nunggu di mobil"
"Tapi ta.."
"Se-ka-rang"
Dengan kesal aku naik keatas, lalu langsung masuk kamar dan ganti baju dengan gaun malam berwarna hijau pudar yang sudah tante Iren siapkan untukku, dengan sebisaku memoles make up tipis di wajahku.
Lima belas menit perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah restoran yang memang terlihat mewah. Di sana ternyata sudah ada yang menunggu kelihatannya teman om Salman sepasang suami istri dan anak mereka.
Tunggu. Orang itu sepertinya aku pernah melihatnya tapi di mana ya?. Astaga! Itu_orang itu yang kemarin menjadi target operasi ku, aduh bagai mana ini.
Aku harus apa kalau sudah seperti ini apa aku kabur saja, saat ini aku hanya bisa menyembunyikan wajah ku di balik rambut ku yang tergerai.
"Hai Rubbi." Sapa nya pada Rubbi dengan senyum menawan sambil mengulurkan tangannya.
"Hai, Mas Azka" balas Rubbi dengan senyuman yang sangat cerah, lebih cerah dari mentari pagi. Ayolah capat duduk dan selesaikan ini semua.. aku sudah siap di tangkap polisi.
Om Salman dan Tante Iren serta orang tua Mas Azka sudah mengambil tempat duduk. Karena dia sudah lebih tua dari ku jadi aku akan panggil dia Mas Azka.
Mereka membicarakan entah apa setelahnya, yang jelas posisi kami bertiga masih berdiri saat ini dan aku sangat tersudut karena sejak tadi Mas Azka terus memperhatikan ku.
"Ayo semua duduk dulu, sambil menunggu semua pesanan Om akan memperkenal kan seseorang."
Sambil menunggu makanan selesai ditata di meja Om Salman mulai memperkenal kan ku pada keluarga Mas Azka.
"Kenalkan ini Putri, anak dari adik kandung saya Alm. Radip, setelah sempat hilang sekarang kami menemukannya lagi"
Aku hilang ? Aku di tinggal saat masih sakit, ayolah aku masih ingat kok.
"Putri, kamu kenapa kok wajahnya di tutup rambut gitu si" ujar ibu Mas Azka.
Aduh bagai mana ini, aku sudah tidak ada pilihan lain.
Awwww!
Aku menegakan badanku menahan sakit di kaki ku yang baru saja di injak oleh Tante Iren.
"Kamu! Kamu ngapain disini?" Tanya Mas Azka padaku yang sudah terlanjur ketahuan.
"Loh kalian sudah kenal?"
"Belum" jawab ku dan Mas Azka berbarengan. Untunglah dia bilang belum.
"Belum, hanya pernah bertemu di jalan" jelas Mas Azka sambil menatap ku tajam.
Syukur lah..
Setelah makan malam dimulai, aku sempat melirik ke arah Mas Azka yang curi-curi pandang pada Rubbi. Sementara aku masih fokus menyicipi semua makanan yang ada di atas meja. Aku memang sengaja seperti ini jarang-jarang kan makan makanan enak seperti ini. Masa bodo dengan berat badan.
"Ya udah Pah, kamu ajah yang kasih tahu semua" bisik Tante Iren yang masih bisa ku dengar. Sontak aku menghentikan kegiatan makan ku lalu menoleh kearah mereka. Tante Iren kelihatan begitu bersemangat.
Kasih tahu apaan si, bikin penasaran deh nih si nenek.
"Iya pak, silahkan Pak Salman yang beritahu anak-anak" balas ayahnya Mas Azka. Terlihat ibu Mas Azka malah senyum-senyum seperti anak ABG baru kenal dilan.
"Oke anak-anak mohon perhatiannya, jadi begini kami sudah sepakat.." ucap Om Salman menggantung. Aku benar-benar di buat penasaran dengan kelanjutan berita penting ini. "Kami akan menjodohkan Azka dengan Putri" lanjut Om Salman dengan begitu tenang.
Sontak aku tersedak makanan yang sedang ku kunyah. Melihat ku batuk-batuk bukannya memberi minum pada ku sekarang Om Salman, Tante Iren dan kedua orang tua Mas Azka malah senyum-senyum menggelikan begitu.
Halo..! Aku hampir mati serangan jantung disini.. menyebalkan sekali.
"Ini minum dulu, yang anggun dong untuk malam ini aja" Rubbi memberikan gelas berisi air putih padaku. Astaga.. ternyata ini rencana dibalik penculikan ku? Sekarang apa yang harus aku lakukan sudah kejepit keadaan begini. Aku harus menolaknya ujar dalam hatiku.
Namun belum keluar kata-kata ku suara pesan masuk di handphone ku membuat semua mata terfokus ke arahku.
"Maaf" ujar ku demi sopan santun.
Aku lekas membuka satu pesan yang baru saja masuk.
081xxx
Jangam menolak atau kamu akan menyesal besok perumahan kumuh itu akan habis terbakar
Sontak aku mengedarkan tatapan ku kepenjuru ruangan di restoran itu sampai tatapan ku bertemu dengan tatapan tajam Tante Iren. Sudah aku duga semua tidak akan pernah mudah jika sudah berhubungan dengan Tante Iren.
"Putri, Om rasa ini yang terbaik untuk kamu. Percaya sama Om ya" ucap Om Salman dengan senyum hangatnya. Seketika bahuku turun menandakan ketidak berdayaan, sudah tidak ada pilihan lain. Kenapa harus aku si, kenapa bukan Rubbi saja? Firasatku mengatakan kalau Mas Azka itu tertariknya sama Rubbi, bukan denganku. Tapi tunggu, kenapa rasanya ada sesuatu di dadaku saat aku mengatakan hal barusan. Tidak nyaman.
POV. AzkaAwalnya aku sangat heran kenapa tiba-tiba Ayah mengajak makan malam bersama keluarga Om Salman, bukan membahas bisnis seperti sebelumnya melainkan menjodohkan ku. Memang, perusahaan kami dan perusahaan milik Om Salman sudah setahun ini bekerja sama. Sepulang dari kantor aku langsung mengarahkan mobilku menuju restoran yang Ayah janjikan. Sesampainya aku disana, aku tidak melihat satupun anggota keluarga Om Salman disana. Sekitar 10 menit menunggu barulah Om Salman dan keluarganya datang. Ku pandangi Rubbi yang tampil cantik dan anggun seperti biasa nya. Ketika dia tersenyum terlihat sangat cantik.Namun pandangan ku beralih ke arah seorang gadis yang wajahnya tertutupi rambut, seperti hantu saja.***"Begini kami sudah sepakat," Om Salman membuka pembicaraan seusai makan malam. Mungkin sekarang saatnya Om Salman mengumumkan perjodoh
PoV. PutriAku menatap lurus cermin di depanku. Disana tampak seorang gadis berdiri di balut gaun elegan berwarna Putih satin berlengan panjang. Wajah di poles make up yang terlihat natural namun sangat memancarkan keanggunan. Rambutnya pun di ikat ke atas dengan sedikit hiasan yang membuat leher jenjangnya terlihat. Dia begitu cantik. Apa itu aku?."Putri, ayo turun kok malah melamun!" Suara Tante Iren membuyarkan lamunanku."Iya Tante," jawabku. Malam ini adalah malam pertunanganku dengan Mas Azka. Aku sangat bimbang, sebab aku tahu kalau Mas Azka menyukai Rubbi bukan aku. Aku mendengar dengan jelas ucapan Mas Azka pada Rubbi beberapa hari yang lalu di kantor, tapi aku memilih untuk berpura-pura tidak tahu.Bukannya aku takut pertunangan gagal. Lebih parah dari itu, aku takut Tante Iren membakar perkampungan tempat ku tinggal dan membuat
PoV. AzkaPosisiku kali ini di kelilingi oleh para tamu undangan. Ya malam ini pertunangan ku dengan Putri. Semenjak kejadian beberapa hari lalu aku belum pernah bertemu dengan Rubbi lagi. Kami hanya bertukar nomor saja, tapi itupun tidak ada komunikasi yang terjalin di antara kami. Jujur, Aku masih menginginkan Rubbi. Untung saja percakapan ku dengan Rubbi waktu itu tidak terdengar oleh Putri maupun Rama. Saat aku bertanya, mereka kompak mengatakan tidak mendengar apa pun.Kutatap Rubbi diujung sana, tampil cantik seperti biasanya. Pandangan kami bertemu, lalu melempar senyum satu sama lain. Kemarin aku menghadiri sebuah seminar dan Rubbi lah moderator nya. dia sangat cantik di acara itu."Kamu lihatin siapa, hm? Rubbi?" Tanya ibuku yang berdiri di sampingku dan berhasil memutuskan pusat perhatianku. "Dengar Azka, kamu itu calon suami Putri, jangan berpikiran untuk mendekati Rubbi. I
PoV. AuthorPutri benar-benar kesal dengan ulah Azka. Selain Azka yang sudah membuatnya malu di parkiran karena ketidak sengajaan nya, ditambah lagi dengan Pak Budi yang mengantarkan berita duka untuk dompetku bulan ini. Azka sudah memotong gaji ku di bulan pertama. Baginya tidak masalah seberapa besar gajinya, toh dia masih bisa beroperasi di dekat-dekat sini. Hanya saja ia tidak suka dengan sikap arogan calon suaminya itu, "nyebelin!" Umpat Putri setelah keluar dari ruangan Pak Budi dan kembali kemejanya."Put.." panggil seseorang yang menempati kubikel di sebelahku. "Habis di apain kamu di ruangan Pak Budi kamu kelihatan seram sekali, kenapa?" Tanya gadis itu sembari memperbaiki letak kacamata besarnya. Dia itu Mitha gadis yang berpenampilan kuno datang dari kampung dan berkerja di bagian marketing sama sepertiku. Dia satu satunya yang bisa dianggap teman di kantor ini oleh Putri.
Pov. Authorpesta pernikahan digelar di Ballroom salah satu hotel ternama yang berada di jantung ibukota dengan nuansa putih dan silver yang berkesan mewah dan suci. para undangan menatap takjup atas dekorasi ruangan yang terasa seperti di negeri dongeng. ya, para undangan tanpa karyawan Pratama Grup tentunya. Putri pun sudah di make up dengan sangat baik, terlihat sangat cantik dan anggun seperti bukan dirinya yang sering terlihat sehari-hari. tak sedikit yang memuji Putri saat memberikan selamat kepada kedua mempelai. sebenarnya Azka juga sependapat dengan para undangan, hanya saja ia tak mau mengakuinya. nanti dia besar kepala.kedua orang tua Azka terlihat sangat bahagia. senyum bahagia itu pun tidak pernah luput dari pehatian Putri. hanya Rubbi saja yang tidak terlihat keberadaannya. Rubbi beralasan tidak bisa hadir karena sibuk. ia tidak bisa membatalkan kontrak dengan salah satu agens
PoV. AuthorCahaya mataharim sela-sela tirai yang mengenai wajah Putri yang masih terlelap tidur. Putri yang merasa terganggu perlahan membuka kelopak matanya yang masih terasa berat. Ia memicingkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Putri menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul tujuh lewat. Apa?!! Putri hampir melompat dari sofa bad. Buru-buru ia masuk ke dalam kamar lalu menuju kamar mandi. Ternyata, Azka sudah berangkat lebih dahulu, meninggalkannya dan tak membangunkannya. Tega sekali!Usai membersihkan diri dan mengenakan seragam kantornya, Putri dengan cepat berlari keluar sambil menguncir rambutnya asal."Ya ampun, di mana si rasa kemanusiaannya ini orang" gerutu nya, saat melihat di pantry tidak ada satu pun jenis makanan. Putri menekuk wajah nya cemberut, "Azka! Nyebelin!!" Seru Putri dengan gemas. Kemu
PoV. Author"kamu tahu apa yang sudah kamu lakuin hari ini?!" Tuding Azka yang baru saja tiba di apartemen sepulang dari kantor. Pagi tadi Azka terkejut saat pintu kamarnya tidak bisa di buka, saat ia memanggil Putri berkali-kali namun tidak ada respon Azka sadar jika gadis itu kembali mengerjainya. Kali ini dia sudah kelewatan!"Gara-gara kamu aku jadi telat ngantor, Ayah marah besar karena aku telat padahal hari ini ada meeting pemegang saham! Untung ada Rama yang mengganti kan aku" jelas Azka dengan nada marah."Bagus dong ada Mas Rama," jawab Putri cuek."Kamu sadar dong Put, ini keterlaluan. Nggak lucu!" Azka menatap Putri serius."Kamu pikir dengan nyuruh Om aku narik semua fasilitas itu lucu?!" Sembur Putri yang emosinya terpancing."Itu beda, Put.." Azka terlihat geram pada gadis di depannya.
PoV. AuthorAzka yang baru saya membeli sate dipersimpangan menatap sebuah mobil yang baru saja pergi melewatinya, ia juga melihat Putri turun dari dalam mobil itu. Ia berusaha bersikap biasa saja saat melewati Putri yang menatapnya sinis.Mereka berjalan berdua memasuki gedung apartemen dengan Putri yang berjalan di belakang Azka. Sampa di dalam lift mereka masih tidak berbicara satu kata pun. Sampai di dalam apartemen Azka berbalik menatap Putri dengan alis terangkat sebelah. "Tadi siapa?" Tanya Azka."Ada deh, kamu nggak perlu tahu," jawab Putri, berlalu masuk kedalam kamar. "Aku cuma tanya ya, takut nanti Om kamu nanyain ke aku!" Seru Azka yang di acuhkan Putri.***Keesokan harinya, Azka bolak-balik melihat jam di dinding. Sudah pukul sepuluh malam tapi Putri belum juga pulang. Ia mencoba menghubungi. Nomor bunga dan terdengar suara dering ponsel dari arah sofa ruang TV. Azka pun melangkah ke s
PoV. AuthorAzka benar-benar kecewa dengan sikap Putri kali ini. Azka tahu jika dirinya pernah melakukan sebuah kesalahan yang fatal dan mungkin sulit untuk bisa di maafkan. Tapi kali ini Putri membuatnya takut dengan pemikiran-pemikiran yang sangat abu-abu."Bagai mana bisa aku selingkuh. Saat ini aku sudah kalah Put.. aku sungguh-sunggun jatuh cinta." Ujarnya Azka saat melihat anaknya yang ada di dalam ruang NOCU."Ka, kamu kenapa? Ada masalah sama Putri?" Tanya Mona."Aku juga nggak paham sama keadaan ini." Jawab Azka."Apa nggak bisa dibicarakan ini kan hari bahagia kalian, masa harus ada salah paham gini." "Aku akan bicara dengan nya saat dia sudah lebih tenang." Azka menjawab."Baiklah, kalau begitu aku pamit pulang ya, sekali lagi aku ucapkan selamat ya atas kelahiran putra kal
PoV. AuthorAzka menatap Putri. Dia terkejut dengan respon dari istrinya itu."Put, aku ada salah sama kamu? Tolong jangan gini, Put." Azka kembali mencoba mendekat pada Putri yang terlihat semakin kesakitan."Nggak!! Aku bilang nggak ya nggak!!" Seru Putri sambil mengatur napasnya."Salah aku apa, Put?""Kamu selingkuh!!" Azka terkejut bikan main mendengarnya."Kamu ngomong apa si Put? Aku nggak pernah seperti itu." Azka mendekat tak mengindahkan Putri yang mendorong dan memukuli dadanya yang Azka lakukan hanya memeluk istrinya."Awwhh sakit, Mas sakit perutku!" Putri meremas kerah baju Azka dengan keras saat rasa sakit sudah tidak bisa terbendung.Beberapa dokter, memasuki ruangan persalinan itu membuat Azka berubah pias. Ini merupakan hal pertama yang m
PoV. AuthorUsia kandungan Putri sudah melewati 9 bulan. Putri mengalami perubahan sikap, dia tidak lagi manja dan sensitif seperti sebelumnya. Putri bersikap sangat dewasa, seperti selayaknya ibu dan itu membuat Azka semakin mencintainya."Kali ini kamu masak apa untuk aku?" Tanya Azka yang baru saja memasuki dapur. Dilihatnya Putri tengah sibuk menyiapkan bekal makan siang Azka untuk dibawa ke kantor pagi ini seperti biasanya."Kentang balado sama kikil kecap, Mas" Putri menjawab sambil menutup Tupperware yang sudah berisi makanan. Kemudian diletakan nya diatas meja makan.Saat memasuki delapan bulan kehamilannya Putri selalu gigih belajar masak. perlahan akhirnya Putri pun bisa memasak."Kamu sarapan ya, aku ke kamar dulu ya," ucap Putri yang diangguki Azka. Putri pun kekamarnya untuk mandi pagi, satu lagi kebiasaan baru Putri yaitu mandi pagi dua kali sehar
PoV. AuthorPutri berjalan bersebelahan dengan Rama seraya memasuki ballroom hotel tepat diadakannya pameran produk baru perusahaan mereka diselenggarakan. Putri terus melihat kesekeliling nya memperhatikan keberhasilan berlangsung acara."Itu Azka," Rama menunjuk kearah tengah ballroom."Oh iya, yuk kesana!" Putri berseru berniat mendekati Azka namun ditahan oleh Rama."Tunggu dulu," ujar Rama menatap kearah Azka. "Itu bukannya Mona? Kamu lihat kan, Put?" Tanya Rama."Iya, memangnya kenapa, Mas?""Apa perlu aku buat Mona menjauh dari Azka, aku takut kamu cemburu dan sedih lagi." Putri menatap Rama dengan haru."Nggak perlu, aku bisa tanganin ini sediri Mas Rama tenang saja. Cukup jadi penonton." Putri tau perasaan Rama terhadapnya, dia juga tidak mun
PoV. AuthorLangit sudah berubah warna menjadi hitam. Sinar bulan terang menderang di temani bintang untuk menghalau hujan. Putri sudah bersiap dengan kue coklat buatannya, dia akan mengajak Azka untuk duduk sambil melihat bintang di atas balkon kamar mereka. Putri berjalan melihat Azka yang masih sibuk membuat beberapa makanan sesuai keinginan Putri."Kamu pasti lelah banget, Mas. Maaf ya aku juga merasa aneh nih selama hamil." Putri memeluk Azka dari belang. Kepalanya di sandarkan ke punggung Azka."Enggak kok, aku malah senang kamu selalu butuh aku." Azka mematikan kompor lalu berbalik untuk membalas pelukan Putri. "Aku sayang kamu, Put." Ucap Azka sebelum memberi sebuah kecupan di kening Putri.***Keduanya duduk di bangku rotan yang ada di balkon, Azka sengaja membawa selimut untuk mereka berdua karena ia tahu pasti angin di sana
PoV. Author"Aku nggak maksud begitu, Put." Ujar Azka."Tapi aku merasa kalau kamu sebenarnya nggak percaya sama aku, Mas." Jawab Putri.Saat ini keduanya sedang berada di meja makan, duduk berhadapan dengan penampilan Azka yang masih sama. Mengenakan bokser nya.Azka menghembuskan napasnya gusah, diwajahnya terlihat kegelisahan yang sangat nyata. Dengan perlahan Putri menggapai jari jemari Azka yang sedang menggenggam segelas air."Mas, aku janji nggak akan ada perselingkuhan di dalam rumah tangga kita lagi. Aku cinta kamu mas." Azka menatap Putri. Azka masih tidak menyangka jika hanya dengan melihat senyum gadis barbar yang dulu sangat dia benci, bisa membuatnya setenang ini."Jangan tinggalin aku ya, Put. Maaf kalau aku sering nyakitin kamu." Azka beranjak dari duduk nya lalu memeluk Istrinya dengan erat."Iya Mas
PoV. AuthorPutri masih diam saat mereka sudah sampai di lobi Apartemen. Azka dengan cepat keluar lalu membuka pintu penumpang di sebelah Putri.
PoV. AuthorKeesokan hari nya di kantor. Azka baru saja tiba pukul sepuluh, lebih siang dari biasanya dia datang tidak sendiri melainkan bersama Mona di sebelahnya.
PoV. AuthorJam tujuh malam, Azka pulang saat Putri sedang menyiapkan makanan. Entah apa yang di kerjakan Azka di kantor sampai larut malam begini yang jelas wajahnya sudah terlihat lusuh.