Home / Romansa / Arimbi / Arimbi 2 - Aku bukan Arimbi

Share

Arimbi 2 - Aku bukan Arimbi

Author: Indkhrsya
last update Last Updated: 2021-05-22 21:47:30

Hanna baru saja bangun dari tidurnya yang tidak nyaman. Serangan terus mengganggu alam bawah sadar Hanna, seperti petunjuk bahwa hidupnya di rumah ini tidak akan aman. Keringat mengucur deras dari dahi ke pipinya dengan napas tidak beraturan. Mimpi itu bagaikan nyata. Ya Allah! Hanna menangkup dadanya yang masih belum stabil. Keinginannya untuk melarikan diri semakin besar saat membayangkan Sultan berubah menjadi monster mengerikan seperti di dalam mimpi. Kejam dan bringas.

"Selamat malam, Nona Arimbi." Secara tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang wanita bertubuh gempal dengan senyuman terpaksa.

Wanita itu masuk tanpa memedulikan Hanna yang bersidekap ketakutan. Dengan tajam kedua mata Marlina berputar seakan mencari sesuatu, dan tertawa saat menemukan barang yang dicari. Ransel milik Hanna. Tangannya yang tegap merengut ransel tersebut, lantas melemparnya ke luar pintu.

"Bu, kenapa kamu membuangnya? Itu pakaianku yang aku bawa dari desa."

"Kami akan membakarnya! Kenakan pakaian Nyonya Arimbi, kamu bisa memilihnya dengan bebas di lemari." Marlina menunjuk lemari yang terletak di sudut ruang. Masih tersenyum sinis.

"Ka-lau aku boleh tahu siapa Arimbi?" tanya Hanna terbata-bata. Ketakutan.

"Jangan konyol! Kamu bertanya siapa itu Arimbi? Itu dirimu Nona cantik."

Untuk ke sekian kali Hanna berjengit kaget setiap mendengar jawabannya yang kasar dan keras. Marlina sangat sinis, tampak tidak menyukai Hanna. Akan tetapi sebagai pekerja Marlina tak bisa membantah selain mematuhi segala perintah Sultan tuannya, yang sekarang telah memiliki dua Arimbi.

Bagaimanapun bagi Marlina, Nyonya Arimbi tidak pernah tergantikan. Di saat Sultan tidak mendampinginya, maka Marlina bebas bersikap dan berekspresi sinis di depan wanita asing yang berusaha mencuri tempat Arimbi.

"Apa Arimbi sudah bangun?" tanya sebuah suara, yang Hanna yakini milik Sultan. Lelaki yang memanipulasinya.

"Sudah Tuan, tapi Nona Arimbi keras kepala, dia tidak mau mengenakan pakaian yang ada di lemari." Marlina memberi jawaban sendiri, padahal Hanna belum menjawabnya.

"Kamu bisa keluar sekarang, dan bakar seluruh pakaiannya." Sultan menendang bokong Marlina keluar, lalu membanting pintu kamar.

Spontan jantung Hanna berdetak kencang, rasanya seperti hendak keluar. Tatapan Sultan menghunjam keberaniannya yang hanya tinggal seujung kuku. Tubuhnya semakin meringkuk dengan getaran halus, bahkan ingin teriak saja pun tidak mampu Hanna lakukan. Setiap gerakan Sultan bagai ancaman teror yang siap menerkam. Saat Sultan berhasil naik ke ranjangnya Hanna mulai terisak, tak kuasa menahan rasa takutnya yang kian menjadi.

"Bisakah kamu tidak menangis?!" bentak Sultan sambil mencekoti tulang pipi Hanna, matanya berapi-api.

"A-ku ..." ucapan Hanna tercekat.

"Kubilang jangan menangis!" Sultan semakin menekannya, bahkan tubuh Hanna sampai terentak-entak di kepala ranjang yang terbuat dari besi.

"Saakiit, aku mohon lepasin." Hanna merintih, barulah Sultan melepasnya.

Napas Sultan memburu, menatap nyalang ke arah Hanna yang tampak mengembalikan kesadarannya. Akibat keanarkisan Sultan yang memboikot tubuhnya membuat pandangan Hanna berputar. Wanita rapuh itu membuang muka saat Sultan menghirup aroma lehernya, berusaha untuk tidak menangis atau ajal akan menjemput.

Sejenak Sultan mengangkat kepalanya. Dia menatap Hanna yang terpejam, lalu berbisik rendah. "Hmm, tubuhmu sudah harum, tapi aku tidak suka."

Lelaki itu bangkit seraya menarik Hanna turun dari ranjang. Tanpa berkata apapun Sultan menyeretnya menuju kamar mandi yang berada di ujung ruangan. Dia mendorong Hanna ke dalam, lalu menguncinya bersama dirinya. Mandi bersama mungkin bukan ide yang buruk, tapi Hanna takut jika Sultan melakukan hal yang tidak wajar selama mereka mandi.

"Buka bajumu. Aku akan memandikanmu, dan menyabuni tubuhmu pakai sabun yang biasa Arimbi gunakan," kata Sultan.

"Aku tidak mau." Hanna membantah.

"Buka atau aku akan merobeknya?" Sultan merapatkan giginya. Marah.

***

Sambil menangis Hanna mematut dirinya di depan cermin. Sultan memaksanya agar tampil cantik pada acara makan malam yang dia adakan. Hanna tidak berpikir untuk memoles wajahnya, baginya dapat bersikap tenang itu sudah keajaiban luar biasa. Orang-orang sudah berkumpul, dari kamarnya Hanna bisa melihat halaman rumah yang penuh oleh kendaraan roda empat. Entah siapa yang Sultan undang? Yang jelas Hanna tidak tahu menahu tujuan Sultan menikahinya.

"Nona Arimbi, bisakah sedikit lebih cepat? Tuan Sultan menunggumu."

"Iya, sebentar lagi," jawab Hanna.

Mungkin, jika Sultan mengenalkan dirinya di hadapan khalayak ramai akan menjadi suatu hal yang mengagumkan. Akan tetapi bagaimana jika Sultan mengenalkannya sebagai Arimbi? Hanna tak habis pikir kenapa nama wanita itu terus mengikutinya seperti bayangan yang tak kasat mata.

"Nona, apa kamu baik-baik saja?" tanya wanita muda yang bernama Ratih. Dia menyampirkan kerudung putih di kepala Hanna hingga menutupi sebagian wajahnya.

"Mungkin aku hanya sedikit gugup." Hanna menjawab, dan menerima uluran tangan dari Ratih.

Seperti dalam sebuah drama seluruh pasang mata mengarah pada Hanna begitu wanita itu menunjukkan diri. Orang-orang menatapnya penasaran, tidak sedikit dari mereka berbisik. Di saat Ratih pergi barulah Sultan datang menjemputnya, menggandeng lengan Hanna dengan sangat mesra. Tak ada seorang pun yang melewatkannya. Kehadiran Hanna di tengah acara bagaikan suatu hal yang berharga.

"Selamat datang dan menikmati hidangan yang ada. Malam ini aku beritahukan kepada rekan sejawat bahwa istriku Arimbi telah kembali." Sultan mengambil tangan Hanna, lalu mengecupnya cukup lama.

Saat tepukan tangan memenuhi lantai pertama Sultan pun menggiring Hanna untuk naik ke atas, meninggalkan riuhnya para tamu, dan masuk ke ruangan lain yang sudah dihias. Terdapat hidangan menggiurkan di atas meja, dengan kepulan asap yang masih terlihat mengitari semangkuk sop iga. Hanna juga memerhatikan sekeliling sambil berdecak kagum, menikmati keindahan perlak perlik lampu di sepanjang jalan mereka. Untuk sejenak Hanna bagaikan terhipnotis oleh pemandangan dan perlakuan manis Sultan terhadapnya.

"Arimbi, apa kamu menyukainya?" Deg! Seketika rasa bahagia itu menguap ke udara. Langkahnya Hanna terhenti.

Kini, Hanna pun sadar. Jika semua ini bukan untuk dirinya, tetapi Arimbi. Tubuhnya menjadi kaku dan berat untuk mengikuti kemana langkah Sultan. Pasalnya lelaki gagah itu terus menggandeng bahkan menyeret Hanna saat menyadari dirinya sudah enggan.

"Sop iga makanan kesukaan Arimbi. Kamu harus memakannya." Sultan berkata setelah mendudukkan Hanna.

"Aku bukan Arimbi!" bantahnya keras.

Braak! Dengan mata berapi-api Sultan memukul meja di depannya. Emosi lelaki itu memang tidak terkontrol. Dia bisa menjadi lembut dan keras dalam waktu yang sama. Melihat Sultan sudah kesetanan nyali Hanna menciut kembali, wajahnya pun pucat sepucat-pucatnya dengan tubuh yang mulai bergetar ketakutan. Akan tetapi setan telah menguasai Sultan hingga lelaki itu gelap mata dan menghancurkan seluruh makanan yang terhidang di meja makan. Kemudian menyiksa istrinya Hanna sampai merasa puas.

Related chapters

  • Arimbi   Arimbi 3 - Kecurigaan Hanna

    "Nona ..." panggil sebuah suara, halus.Dengan berat Hanna mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk. Rambutnya yang acak-acakkan, serta wajah penuh lebam membuat Ratih merasa kasihan. Perawat itu tidak pernah mengerti dengan tingkah laku dan perasaan Sultan. Dia bisa lembut kepada Arimbi yang pertama, tetapi menyiksa Arimbi kedua begitu tega."Makanlah," pinta Ratih mendekati Hanna, lalu menaruh makanannya di lantai. Tepat di hadapannya Hanna.Menggeleng lemah Hanna mendorong piring di depannya hingga agak jauh, dan berkata. "Aku hanya ingin pulang."Mengingat kondisinya Hanna kembali menangis, terlebih merasakan rasa sakit yang hampir menyiksa seluruh tubuh. Sultan tidak hanya memboikot dirinya, tetapi juga melukai perasaan. Setelah puas menghajar tubuh Hanna, dia mengikat kakinya di kaki ranjang, seperti seekor binatang. Sungguh keji."Nona Arimbi ..." Ratih mensejajarkan diri dengan Hanna, menatapnya pilu."Tolong aku." Hanna merintih.

    Last Updated : 2021-05-22
  • Arimbi   Arimbi 4 - Kata cinta Sultan

    Dalam sujud terakhir Hanna berdoa, cukup lama dan panjang. Air matanya merembes kemana-mana saat Hanna mengadu pada sang Khaliq. Setelah salam wanita itu pun bersimpuh lagi di hadapan-Nya dengan pandangan ke atas. Hanna menceritakan berulang kali kegundahan hatinya berikut rasa tertekan yang semakin menggunung."Ya Rabb, sesungguhnya Engkau maha mendengar lagi maha mengetahui. Hamba sedang berada dalam kesulitan yang nyata, yang menyiksa jiwa raga dan batin. Kehidupan yang hamba impikan tak sesuai dengan kenyataan." Hanna menangis sesegukan, terasa sulit membicarakan semua yang di dada.Mengambil napas sejenak, Hanna pun menyeka air matanya yang terjangkau. "Ya Rabb, suamiku telah ingkar, dan dia tidak seperti yang aku bayangkan. Aku lelah, sikap dan sifatnya membuatku tertekan. Segala bentuk penyiksaannya melukai dan meremukkan tubuhku."Sekali lagi Hanna mengatur napasnya yang tidak beraturan, dengan air mata yang semakin deras mengiringi doa. "Tolong hambamu ini

    Last Updated : 2021-05-22
  • Arimbi   Arimbi 5 - Siapa Arimbi?

    Membelai lembut rambut putih yang disisirnya Hanna tersenyum lebar. Di saat Hanna menyentuhnya Ningsih juga ikut menyunggingkan senyum bahagia. Keduanya tampak begitu bersahabat dalam waktu yang singkat. Meski tahu kehadirannya bukanlah sebagai Hanna melainkan Arimbi, tapi dia bersyukur telah membuat sang bunda bahagia."Minumnya, Bun." Hanna membantu Ningsih bersandar, lalu menempelkan sedotan pada mulutnya yang kering."Kamu sudah makan, Nak?" tanyanya."Sebentar lagi, Bun, Hanna memang sengaja mendahulukan Bunda dulu. Nanti Hanna pasti makan kok, Sultan tadi sudah ngajak dinner bersama.""Hanna? Sultan?"Sontak Hanna terdiam, bingung ingin menjawab apa, sementara Bunda telah menaruh rasa curiga. Hanna lupa atas perannya, dan lupa bertanya pada Sultan yang biasa dipanggil dengan sebutan apa? Di saat Hanna tengah kesulitan, Sultan datang bak Ksatria penyelamat, dia langsung mengetahui apa yang telah terjadi pada istrinya."Hmm, maksudnya kucing y

    Last Updated : 2021-05-22
  • Arimbi   Arimbi 6 - Bertemu Arimbi sebenarnya

    Hari ini Ratih membawa Hanna menemui Arimbi yang sebenarnya, tadi pagi Sultan memerintahkannya sebelum berangkat kerja. Selama kedua wanita itu dipertemukan tidak ada hal yang rumit, Hanna cukup pandai menyesuaikan diri sehingga Arimbi mudah menerimanya sekalipun mereka baru pertama kali bertemu. Berkali-kali Ratih menatap Hanna yang barangkali ingin bertanya sesuatu.Tidak sedikitpun Hanna putus asa, meski sulit mengambil perhatian Arimbi, dia terus saja mengajaknya berbicara seperti teman mengobrol yang asyik. Ratih yang melihat kesungguhan Hanna sampai geleng-geleng kepala. Sultan tidak salah memilih Hanna untuk dijadikan Arimbi kedua, dia wanita yang sangat baik.Wajahnya begitu sejuk dan bersahaja."Halo, Mba, perkenalkan aku Hanna." Ini sudah yang kesekian kali Hanna memperkenalkan diri, tapi Arimbi masih belum merespons.Pandangan Arimbi masih tertuju pada langit mendung. Objek langit memang menjadi pem

    Last Updated : 2021-05-24
  • Arimbi   Arimbi 7 - Hanna cemburu

    Sultan masih tertidur pulas, sementara Hanna bangun lebih cepat seperti biasanya. Melaksanakan salat subuh hingga membaca selembar Al-Qur'an. Semalam mereka sudah tidur berdua, dan Sultan terus memanggilnya Arimbi. Ada perasaan sedih yang menikam hati beserta pikiran Hanna, tapi dia terlalu lelah untuk menyuarakan isi hatinya. Sultan tetap memaksakan kehendaknya tanpa memikirkan perasaan Hanna."Mas bangunlah," lirih Hanna sambil mengguncang sedikit pundak Sultan.Semalam juga Sultan memintanya untuk memanggil dirinya dengan sebutan Mas Sultan, karena Arimbi biasa memanggil seperti itu. Hanna tidak menolak, dia selalu menurut apa yang Sultan perintahkan."Mas, bangun, sebentar lagi matahari terbit." Hanna tidak putus asa, meski berulang kali Sultan mengusirnya."Pergilah, aku masih mengantuk.""Sholat subuh dulu, Mas," pinta Hanna.Sontak Sultan mengernyit, dengan sebelah mata t

    Last Updated : 2021-05-24
  • Arimbi   Arimbi 8 - Keloyalan Sultan

    "Assalammu'alaikum, iya Paman ini Hanna." Suara wanita itu mengecil saat menyebut namanya. Sultan ada di belakang, jadi Hanna begitu hati-hati berbicara."Alhamdulillah, Hanna baik-baik saja. Paman ... Hanna sangat merindukan Paman. Eum, ya, Mas Sultan juga sungguh baik pada Hanna, dia selalu membuat Hanna tersenyum bahagia." Hanna tertawa pelan, sesekali melirik Sultan yang mencoba tidak peduli."Paman, kapan kita bisa bertemu?" tanyanya sedih, berharap Sultan mendengarnya dan merencenakan pertemuan mereka."Secepatnya ya, Paman? In sya Allah." Wajah Hanna pun berbinar saat sang paman juga menginginkan hal sama.Lima menit sudah berlalu, dan Hanna masih asyik berbicara pada orang di ujung telepon. Sultan mengamatinya dengan bosan. Sepuluh menit ternyata waktu yang cukup lama, sehingga dia pikir tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Tanpa berkata lelaki itu merampas teleponnya, dan mengakhirkan dengan salam.

    Last Updated : 2021-05-24
  • Arimbi   Arimbi 9 - Teman karib Sultan

    Dengan penuh semangat Hanna membongkar isi lemari milik Arimbi. Senyuman terus terukir di bibirnya membayangkan kencan pertama mereka di luar. Beberapa saat lalu Marlina memberi kabar bahwa Sultan ingin Hanna segera bersiap-siap, dan mengenakan pakaian yang paling bagus. Sebenarnya seluruh pakaian Arimbi bagus semua, tapi tidak ada yang cocok di hati Hanna. Hingga akhirnya Hanna memegang sebuah gaun berenda yang menurutnya jauh lebih panjang daripada sebelumnya."Hmm, semoga saja Mas Sultan menyukainya," kata Hanna setelah berhasil mencobanya. Meski terlihat agak kuno dan kusam, tetapi cukup menutup tubuhnya sampai bawah."Arimbi, aku pulang!" teriak Sultan dari luar, sambil menenteng bingkisan."Ah, iya. Sebentar, Mas." Dengan cepat Hanna merapikan dan menyimpan kembali pakaian Arimbi ke lemari.Setelah itu dia berlari membuka pintu."Kenapa lama sekali?" tanyanya curiga.Di de

    Last Updated : 2021-05-24
  • Arimbi   Arimbi 10 - Kelembutan Hanna

    "Tidak bisa!" bentak Sultan untuk ke sekian kalinya.Hanna berjengit. Untung saja bunda sudah tidur setelah meminum obat.Dengan hati-hati Hanna menyelimuti bunda, lantas berlari ke luar menuju suara Sultan. Tidak biasanya lelaki itu memarahi Ratih, apalagi kehadirannya sangat berarti bagi Arimbi. Namun, sepertinya masalah satu ini amat berat."Tuan, saya mohon. Ibu saya sedang sakit parah, dan dia membutuhkan kehadiran saya. Sungguh! Jika bukan Ibu saya yang sakit, tentu saya lebih memilih tinggal merawat Nyonya." Ratih menangis sesegukan, bahkan kedua tangannya memeluk kaki sang Tuan."Harus berapa kali aku katakan? Tidak bisa! Kamu akan tetap di sini.""Tuan, saya mohon ...""Mas, tidak semestinya kamu berbuat dzolim pada Ratih." Hanna mencoba menyadarkan Sultan.Melihat keberanian Hanna darah Sultan semakin melonjak naik. Kedua mata merahnya menatap Hanna, me

    Last Updated : 2021-05-24

Latest chapter

  • Arimbi   Arimbi 41 - Sultan frustrasi

    Hanna bangun lebih cepat dari biasanya, dengan hati yang getir wanita itu bermunajat kepada Sang Khaliq, berdoa dan menyampaikan betapa sedih hatinya saat Sultan mengungkit masa lalu yang tidak akan pernah berubah. Lelaki itu menyesal, bahkan masih meratapi kepergian Arimbi.Ketika Hanna pikir suaminya itu telah berubah menjadi lebih baik, ternyata masih sama saja, Sultan tidak tahu bagaimana caranya menghargai sosok Hanna."Ya Allah, jika aku salah dan kau ingin menghukumku, maka aku mohon ringankanlah sedikit hukumanmu ini, rasanya aku tidak sanggup jika terus ditekan, bahkan selalu dibanding-bandingkan dengan Mbak Arimbi.""Akan tetapi, jika ini memang ujian yang kau berikan padaku, maka aku juga memohon tabahkanlah hatiku untuk menerima ketentuan-Mu dan kuatkanlah aku.""Aamiin ya Rabb."Bangkit dari duduknya, Hanna pun melakukan sujud sahwi, sebelum beranjak dari tempat sholat dilanjutkan dengan membuka mukenahnya. Hati yang sempat berkabung, kini menjadi sedikit lebih tenang. Un

  • Arimbi   Arimbi 40 - Dipatahkan oleh kenyataan

    Setelah melewati fase sulit yang cukup menjemukkan akhirnya Hanna bisa bernapas dengan lega, wanita itu menatap ke luar jendela yang masih terkunci rapi, dia merasa sangat bahagia. Air mata Hanna menetes, jika dirinya tidak setangguh ini, kemungkinan terbesar dia sudah meninggalkan Sultan dan mencari kebahagiaan sendiri.Tetapi, di sinilah Hanna sekarang, di kamar yang sama dengan perasaan berbeda."Nyonya Hanna," panggil Marlina dari arah luar, wanita itu semakin menghormati sosoknya, bahkan kasih sayangnya juga sangatlah luar biasa terhadap Hanna. "Ada telepon untukmu, Nyonya."Paman Hasan?"Iya, sebentar, Bu!" Hanna menyahut dari dalam, dengan cepat dia menyeka air mata yang berlinangan di pipinya.Merapikan sedikit rambutnya dengan wajah berbinar Hanna membuka pintu kamar, lalu tersenyum kepada Marlina yang tengah tersenyum lebar juga. Hubungan mereka seperti bukan pembantu dan majikan, tetapi bagaikan ibu dan anak yang saling memberikan cinta."Siapa yang menelepon, Bu?" tanya Ha

  • Arimbi   Arimbi 39 - Awal kebahagiaan

    Selepas kepergian Arimbi, waktu tidur Sultan jadi tidak menentu. Terkadang Sultan bisa tidur lebih cepat, atau tidak dapat tidur semalaman. Kehilangan Arimbi seakan-akan membawa pergi sebagian hidupnya, yang belum bisa Sultan terima. Setiap kali memejamkan mata senyum manis Arimbi muncul beserta gelak tawanya yang renyah, hal itu membuat Sultan kesulitan untuk mengendalikan hidupnya seorang diri.Kehadiran Hanna yang berwajah Arimbi ternyata sama sekali tidak membantunya melupakan sang pujaan hati. Sultan terus mengingat dan membayangkan Arimbi, bahkan dia merasa bersalah pada Hanna.“Maafkan aku,” rintih Sultan di dalam remang lampu tidur, menatap Hanna yang terlelap.“Aku sudah berdosa padamu, mungkin tidak termaafkan.” Membelai sisi wajah Hanna, wanita itu mengerang rendah saat merasa terganggu.Sultan menarik tangannya kembali, menatap dalam pada wajah Hanna yang polos. Itu wajah cintanya Arimbi. “Kalian sudah memiliki wajah yang sama, cantik dan menawan hati. Tapi ... Entah kenap

  • Arimbi   Arimbi 38 - Melaporkan Ratih

    Mengoleskan lipstik merah menyala, Ratih tersenyum lebar menunjukkan kebahagiaannya. Kematian Arimbi menghilangkan seluruh beban yang selama ini Ratih pikul. Dunia seakan kembali terang benderang, hidupnya yang suram telah sirna dan berganti menjadi orang paling berbahagia. Sayangnya Leo sedang kecewa berat padanya, kalau tidak Ratih ingin sekali mengajak lelaki itu merayakan kemenangannya semalaman penuh.“Oh, Leo, seandainya kamu tahu yang sebenarnya ...” Ratih terkekeh geli saat mengingat wajah marah Leo beberapa waktu lalu. “Tidak mungkin aku menyerahkan kebanggaanku dengan lelaki bodoh seperti Sultan.”Semua sudah Ratih atur sedemikian rupa, sehingga Sultan percaya atas apa yang dia lakukan. Padahal, malam itu tidak terjadi apapun, mereka hanya tidur seranjang dengan pakaian atas terbuka. Ratih mengambil beberapa pose yang panas, selebihnya dia menyerahkan dengan seseorang untuk melepas seluruh pakaiannya Sultan.“Kerja keras yang sangat baik.” Lagi, Ratih terbahak-bahak, sangat

  • Arimbi   Arimbi 37 - Arimbi meninggal dunia

    Tanpa mendengarkan perkataan Sultan dan Marlina, Arimbi mengemasi seluruh barang-barang miliknya. Ternyata patah hati tidak sebercanda itu, dengan cepat perasaan cintanya berubah menjadi benci. Arimbi sangat muak terhadap sikap Sultan, yang seolah-olah tidak bersalah. Padahal semua sudah terlihat jelas di mata Arimbi, jika suaminya itu begitu dekat dengan Ratih dan berhubungan serius.Sebagai suami yang sangat mencintai istrinya, Sultan melarangnya, bahkan lelaki itu sampai memeluk kedua kaki Arimbi agar menghentikan semua. Di bawah kaki Arimbi dengan tangguh Sultan menahan. Tidak hanya air mata yang jatuh, tetapi juga harga dirinya. Sultan melakukan itu semua semata untuk mengambil hati Arimbi, meski istrinya tidak mudah tersentuh."Arimbi, aku mohon padamu, Sayang. Toloong! Dengarkan penjelasanku dulu, semua tidak seperti yang kamu pikirkan," kata Sultan sambil menangis."Lepaskan, Mas. Aku sudah tidak percaya lagi denga

  • Arimbi   Arimbi 36 - Wajah Hanna menjadi Arimbi

    Sudah tiga hari Arimbi mengurung diri di kamar, enggan bertemu dengan Sultan sekalipun tinggal serumah. Perasaannya sungguh sakit mengetahui pengkhianatan suami yang begitu dicintainya selama ini. Ketika Arimbi tengah berjuang keras melawan rasa sakit Sultan malah berkelana mencari wanita lain. Di tengah isakannya Arimbi menutup kedua telinga saat mendengar permohonan Sultan di luar kamar. Cinta yang telah Arimbi tanam kini berbuah pahit dan pengkhianatan."Arimbi, aku mohon, buka pintunya, dan aku akan menjelaskan semua." Rintih Sultan di sela tangisan, suara lelaki itu terdengar begitu terluka.Setelah sekian lama Sultan menunggu Arimbi sembuh, kini yang dia terima sebuah penolakan. Istri tercintanya marah kepadanya, dan tidak memberi Sultan kesempatan berbicara. Arimbi sudah termakan omongan Ratih, dan Sultan tidak mengelak jika wanita itu sangat berbahaya. Keberadaannya bagaikan ancaman untuk kehidupan Sultan dan Arimbi, karena dia sel

  • Arimbi   Arimbi 35 - Sultan dalam masalah

    "Oh, hai ..." Ratih menyunggingkan senyuman terbaik yang dia punya.Arimbi membuang muka, semampunya mengatur napas yang sudah tidak stabil. Wanita itu akan semakin berani kalau melihat Arimbi ketakutan. Sejak awal mengenalnya Arimbi memang sudah merasakan ada yang tidak beres dengan tunangan Angga. Malangnya dia malah bermain-main dengan api."Mau apa kamu ke sini?" tanya Arimbi ketus, tanpa menoleh sedikitpun."Hmm, aku mencari Sultan suamimu, kita ada urusan yang sangat penting." Ratih datang mendekat, kini dirinya berdiri tepat di sebelah Arimbi."Katakan apa maumu, Wulan? Aku sudah meminta maaf padamu, tetapi kenapa kamu selalu mengusik kehidupanku?" Tidak tahan Arimbi berteriak, matanya memerah panas.Menaruh buah tangan yang dibelinya di atas meja, Ratih pun berdecak sebal. "Panggil aku Ratih, karena Wulan sudah mati."Ratih mengangkat kepalanya tinggi, merasa bangg

  • Arimbi   Arimbi 34 - Masa lalu Arimbi

    Mengenakan gaun terbaik miliknya, Arimbi tersenyum lebar di dalam cermin. Wajah cantiknya semakin bersinar setelah dipoles oleh perias andal. Malam ini Sultan mengajaknya kencan, sekaligus dinner dengan kedua sahabatnya Angga dan Leo. Sejak mengenal Sultan kehidupan Arimbi memang berubah drastis. Wanita itu semakin berani menonjolkan kelebihan yang ada pada dirinya, sehingga banyak lelaki tertarik dan ingin mempersunting. Angga menjadi salah satunya, sayangnya dia kalah cepat oleh Sultan."Astaga! Aku hampir tidak mengenali pacarku sendiri." Sultan bergurau, memeluk pinggang Arimbi, lalu mengecup keningnya mesra."Aku hanya ingin membahagiakanmu, Mas. Agar kamu tidak malu di saat menggandeng tanganku di hadapan banyak orang," jawab Arimbi. Wanita itu memang pandai memainkan kata."Hmm, yaa, ya. Hanya saja aku tidak suka mereka menatapmu dengan tatapan lapar, terutama sahabatku Angga." Nada suara Sultan terdengar k

  • Arimbi   Arimbi 33 - Perseteruan Leo dan Sultan

    Leo yang mengambil tindakan sendiri mengundang perdebatan di sepanjang lorong rumah sakit. Menurut Sultan dirinya yang lebih pantas melakukan hal tersebut, bukan Leo. Dengan ego masing-masing keduanya tetap pada pendirian. Leo sudah merasa tindakan yang diambil benar, sedangkan Sultan tidak ingin mengalah. Pihak rumah sakit sampai kebingungan mendengar perseteruan mereka, hingga Hasan dengan pak Kades datang meninjau."Aku suaminya, jadi aku yang berhak atas istriku Hanna." Tekan Sultan untuk ke sekian kalinya, Leo pun mendengus."Biarkan aku yang mengurusnya, urus saja Arimbi istri pertamamu.""Hanna juga istriku, aku yang akan mengurus semuanya, dan batalkan pengajuanmu itu." Sultan memaksa."Astaga! Sultan. Hanna sedang kritis dan membutuhkan penanganan yang cepat. Anggap saja pihak rumah sakit yang mengajukan pemindahan itu, kita berdua tinggal mengikutinya saja."Sesorang suster memij

DMCA.com Protection Status