[Gue jemput sekarang]
Tulisku di layar ponsel, lalu mengirimkannya ke Sky. Seperti janji kami kemarin, kami akan berangkat kursus bersama.
Dua puluh menit kemudian, aku tiba di depan Toko Teratai. Tampak Sky yang tengah duduk di depan Toko menungguku. Dia cantik dengan kaos berwarna lavender, rambutnya kali ini tidak di gerai begitu saja. Dia menata rambutnya dengan model ponytail. Dia melambai, lalu menghampiriku.
Setengah perjalanan, kami hanya saling diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Aku juga bingung, harus membuka percakapan yang bagaimana. Lagipula kami pakai helm kan? Dia juga memberi jarak yang agak jauh, jadi aku tak yakin. Jika aku mengajaknya mengobrol, dia akan mendengar suaraku.
Aku sengaja mengambil rute yang agak jauh, agar aku bisa sedikit mengulur waktu, untuk bisa lebih lama lagi dengannya. Aku merasakan sesuatu, Sky menggeser duduknya, lebih maju.
“Koq lewat sini?” Dia tiba-tiba mendekatkan mulutnya ke telingaku.
“Hah? I-iya! Lewat jalan yang biasa jalannya kurang bagus.” Kataku, beralasan.
“Hmmm ...,” Hanya itu tanggapannya.
Ini pertemuan kedua kami, tapi aku merasa sudah sangat dekat dengannya.
Beberapa menit kemudian, kami tiba di studio. Dia menyerahkan helmnya padaku. Lalu langsung berjalan meninggalkanku yang masih memarkirkan motor. Aku akhirnya menyusulnya.
“Kak Fahmi!” Dia berteriak. Dia menyapa seseorang yang tengah asik membersihkan gitar elektrik. Aku tak kenal seseorang itu.
“Hei Sky!” Balas lelaki itu.
Lelaki dengan rambut agak gondrong, dengan postur yang tidak terlalu tinggi, bahkan tinggi Sky dan dia hampir sama saja. Mereka saling berpelukan. Sangat akrab.
“Ah kangen! Lama banget pulang kampungnya!” Ucap Sky sembari melepas pelukannya.
“Sama! Kangen juga! Lu ada kursus? Tuh kak Andri udah di dalam studio.”
“Iya kak. Eh, kak kenalin. Ini Langit, kursus juga bareng gue.” Sky meraih tanganku. Hingga aku terpaksa selangkah maju ke depan.
“Oh! Anak kursus juga? Gue pikir pacar baru lu!” Ucap laki-laki bernama Fahmi ini sambil menyodorkan tangannya. “Gue Fahmi! Operator disini.” Katanya.
“Langit kak.” Balasku.
“Kak Fahmi ini vokalis juga. Nama band-nya Empty.” Ucap Sky, sambil merangkul Fahmi. Aku hanya mengangguk.
Aku sadar satu hal saat ini. Ternyata Sky memang seperti itu pada semua orang. Ya, dia ramah pada siapapun, akrab tanpa pandang bulu. Dia selalu memancarkan aura positifnya pada siapapun. Mungkin hanya aku saja yang merasa berlebihan. Terlalu terbawa perasaan.
“Kaze apa kabar?” Tanya Fahmi. Seketika hawa di sekitarku terasa gelap.
“Kaze? Baik kak.” Jawab Sky enteng.
“Sky, gue masuk duluan yah?” Kataku. Ntah kenapa, aku sedikit anti dengan nama itu saat ini.
“Oh? Oke! Ntar gue nyusul.”
Aku melangkah pelan ke arah studio. Tanpa menoleh lagi ke arah mereka.
*****“Ya, sekarang coba Sky?” Kak Andri memerintahkan Sky untuk memainkan note yang tertulis di papan dengan bass-nya.
Dia memainkan note itu dengan lancar. Tanpa beban, dia terlihat keren dengan bass itu. Aku penasaran, bagaimana penampilannya di atas panggung.
“Sore! Maaf kak telat!” Seseorang tiba-tiba masuk ke studio.
Lagi-lagi aku tak mengenalnya. Ku lirik Sky, dia terkikik.
“Sandy, dia sejadwal juga sama kita, tapi hari ini doank.” Kata Sky kemudian. Aku mengangguk.
“Duduk San, duduk!” Ucap kak Andri mempersilahkan cowok yang juga berpostur tidak tinggi itu. Dia sempat menyapa Sky sebelum duduk di sampingku.
Lagi-lagi, Sky juga terlihat akrab dengannya. Setelah ini, ada berapa orang lagi? Aku mulai bingung. Terlalu banyak laki-laki yang ada di sekitar dia.
“Ya! Kita mulai dari awal lagi, bareng-bareng yah?” Kak Andri memulai pelajaran lagi.
Aku, Sky dan Sandy, memainkan note yang kak Andri perintahkan. Sandy dan Sky lancar memainkannya, hanya aku yang pemula disini.
*****“Lu ngga bawa motor ya Sky?” Tanya Sandy ketika kami bertiga tengah membereskan bass yang kami pakai.“Iya, gue bareng Langit tadi.” Jawab Sky.
“Oh? Gue pikir di antar sama Kaze.”
Semua orang disini kenal Kaze? Apa Kaze tipe orang yang sama seperti Sky? Gampang akrab pada siapa saja?
“Ngga, Kaze lagi sibuk kursus.” Jawab Sky santai dengan wajah polosnya. Sementara hatiku tak karuan rasanya.
“Jadi ntar balik sama gue? Apa Langit?” Tanya Sandy enteng.
Apa-apaan? Sky datang kesini denganku. Kenapa harus pulang dengannya?
“Sky balik sama gue, kan berangkatnya sama gue.” Kataku menahan kesal.
“Iya, gue balik sama Langit aja. Tapi kalau mau bareng, ya ayo aja. Kan se-arah.”
“Se-arah?” Tanyaku.
“Iya, rumahnya Sandy Deket sama Toko.” Jelas Sky.
“Oh, kalian tetanggaan?” Ada perasaan sedikit lega di dalam sini. Ternyata mereka akrab karena memang bertetangga.
Aku menangkap ekspresi yang tidak mengenakkan dari Sandy. Seolah dia mengenyekku. Tapi aku tak peduli.
“Emang mau langsung balik? Nongkrong dulu ah!” Ucap Sandy, dia melirikku lagi.
“Yuk, boleh!” Seru Sky.
“Gue ngikut aja.” Jawabku datar. Sembari meninggalkan ruangan itu. Sky menyusulku di belakang.
Tiba-tiba di depan ruang mixing.
“Hey Lang! Kebenaran, baru mau nelpon elu!” Rey tiba-tiba berhambur ke arahku. Sejak kapan dia disini?
“Rey?” Kataku, agak canggung. “Nelpon gue, ada apa?”
“Kita latihan hari ini. Gimana? Lu udah ada kemajuan kan?” Dia sangat bersemangat.
“Kemajuan?” Tanyaku heran.
“Iya! Kemajuan main bass?”
“Oh! Ya, ya!” Aku mengangguk mengerti. “Latihan? Sekarang banget?” Aku melirik ke arah Sky. Dia sedang mengobrol dengan Sandy.
“Iya! Bisa kan?”
Aku tak mungkin menolak Rey. Dia tampak sedang bersemangat sekali sekarang.
“Iya, bisa.” Aku memberinya kode untuk menunggu sejenak. Lalu beralih menghampiri Sky.
“Sky, gue di ajak latihan. Lu mau nunggu?” Tanyaku ragu.
“Oh, mau latihan? Kayanya gue ngga bisa nunggu deh. Kaze minta gue ke rumahnya.” Dia berkata demikian dengan ekspresi yang begitu manis. Tapi nama yang di sebut begitu terasa masam untukku.
“Oh gitu, jadi lu balik sama Sandy?”
Jujur, aku kecewa saat ini. Ingin rasanya aku menahannya, berharap dia mau menungguku di ruang mixing, menemani aku latihan untuk pertama kalinya.
“Iya, Sandy yang nganter gue ke rumah Kaze. Lu latihan yang keren ya! Semangat!” Dengan wajah innocent itu dia menyemangati aku yang sedang tak karuan ini.
“O-oke.” Jawabku datar.
“Gue jalan sekarang yah?” Katanya setelah menepuk pundakku pelan.
Dia telah pergi, pergi dengan orang lain. Pergi menemui pacarnya. Aku sendirian sekarang. Sungguh aku penasaran, apa yang akan di lakukannya di rumah Kaze. Lagi-lagi aku over thinking. Aku tak bisa membayangkan mereka berdua bermesraan. Otakku serasa ingin meledak sekarang.
“Rey! Sekarang banget latihannya?” Aku berusaha memastikan lagi. Berharap Rey menunda latihan hari ini.
Tapi dia malah mengangguk kencang. Oke, musnah sudah harapanku.
Aku tak bisa berhenti memikirkan Sky di luar sana, bertemu dengan kekasihnya. Membayangkan mereka berdua bersenda gurau saja, kepala ini rasanya ingin meledak. Raga ini disini, memeluk bass dan membetotnya dengan sekuat tenaga, tapi perasaan ini terus terbang entah kemana-mana. Terlintas di benakku, senyum Sky saat sedang berbicara, lalu pikiran ini berselancar hingga ke arah jurang kotor yang tak semestinya. Mereka melakukan hal di luar kendali. Hingga pada akhirnya, aku mulai tak berkonsentrasi dengan permainan bass ini.
Sesuai intruksi dari Kepala Sekolah, seluruh siswa berkumpul di Lapangan upacara. Walau sebenarnya pasti ada beberapa siswa yang tak taat pada instruksi, tetap tak bergerak diari tempat persembunyiannya di Kantin sekolah. Aku yang biasanya selalu memilih untuk berdiri di barisan paling belakang, hari ini memutuskan untuk berdiri di deretan paling depan. Alasannya karena, sepele sebenarnya, karena Kaze ku lihat berdiri di deretan paling depan tepat di seberang sana. Berdiri tegak, terkesan menantangku
Seperti pagi-pagi lainnya, aku terbangun tepat pada pukul 5 pagi. Membuka jendela kamar, lalu segera melakukan semua kewajibanku.Namaku Langit, Langit Bumantara. Yang berarti angin di langit yang luas. Aku tak mengerti, mengapa orang tuaku memberi aku nama itu. Tapi yang jelas aku suka dengan nama itu.Aku di lahirkan di tengah-tengah keluarga yang cukup berada. Mempunyai seorang kakak dan adik perempuan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya. Jadi secara tidak langsung aku adalah anak yang paling di harapkan menjadi penerus keluarga ini.Kakakku hanya berbeda umur setahun denganku. Bernama Hana Rasina dan adikku yang berjarak lumayan jauh dariku dan kak Hana. Jarak kami berdua sekitar 7 tahun. Dia bernama Raline Sahila. Aku dan adikku tak cukup dekat. Karena jarak umur tadi.Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah, aku bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama keluargaku di lantai bawah.Papaku yang bekerja sebagai pemilik perusahaan kecil
“Gue Langit, Langit Bumantara.” Kataku.“Wah! Aku langit, kamu langit. Kebetulan banget yah?” Serunya.“Eh, Iya!” Ucapku canggung. Tapi dia malah tiba-tiba langsung duduk di sampingku.Aku menatapnya canggung. Lalu saat dia balas menatap, aku langsung tertunduk lesu.“Disini ngga pake formulir pendaftaran segala. Langsung ketemu sama gurunya yang keren. Udah deh, langsung belajar. Soal pembayaran, ngga ribet. Cuma seikhlasnya kita aja. Ngga di patokin.” Dia terus berceloteh dengan santai.Aku masih berusaha santai juga. Sesekali meliriknya, yang berbicara sambil melihat ke arahku.“Tapi lu bisa main gitar kan?” Tanyanya lagi.“Bisa,” Jawabku singkat.“Punya band?”“Belum, ini baru di ajakin. Makanya mau belajar dulu.” Aku mulai nyaman dengan gadis bawel ini.“Lu sekolah dimana?”“Hah? Oh, SMA Persada 5. Kamu?” Aku mulai bisa balas menatapnya.“Wah! Sekolah paling favorit, gue langsung minder. Gue di SMA Mutiara.
“Sky Evelyn …,” gumamku sambil menulis nama itu di kolom pencarian salah satu sosial media. Sayang, dia mengunci akun miliknya. Jadi aku tak bisa mendapatakan banyak informasi dari sana. Aku coba membuka sosial media yang lain, berharap bisa menemukannya disana. Nihil, tak ada yang bisa ku temukan.
Dia teman sekelas kakakku. Cowok dengan postur proposional, berkulit putih bersih, dengan rambut tebal. Seperti namanya, sepertinya dia memang keturunan Jepang. Seperti Mamaku, yang keturunan Jepang juga.Kaze Haruto, dia berdiri di dekatku saat ini. Ku pandangi dia, dia tengah sibuk menatap poster yang terpajang di Mading itu. Tersenyum, jelas terlihat ada rasa bangga di tatapannya itu. Melihat pacarnya terpampang di poster dengan foto close up. Ya, Sky terlihat sempurna di poster itu.Dia, dia pacar Sky, cewek yang membuat jantungku berdegup tak menentu sejak kemarin. Pantas, dia terlihat sangat pantas berdiri di samping Sky. Tapi aku juga merasa sangat pantas berdiri di samping Sky juga. Mulai detik ini, aku memutuskan untuk bersaing dengan Kaze Haruto. Tanpa ku sadari, aku terus menatapnya saat ini. Ada perasaan membara di dalam dada. Yang tak bisa aku tepis sama sekali.“Hei? Lu adiknya Hana kan?” Pertanyaan itu membuat aku sedikit tersentak. Ka
Sesuai intruksi dari Kepala Sekolah, seluruh siswa berkumpul di Lapangan upacara. Walau sebenarnya pasti ada beberapa siswa yang tak taat pada instruksi, tetap tak bergerak diari tempat persembunyiannya di Kantin sekolah. Aku yang biasanya selalu memilih untuk berdiri di barisan paling belakang, hari ini memutuskan untuk berdiri di deretan paling depan. Alasannya karena, sepele sebenarnya, karena Kaze ku lihat berdiri di deretan paling depan tepat di seberang sana. Berdiri tegak, terkesan menantangku
Aku tak bisa berhenti memikirkan Sky di luar sana, bertemu dengan kekasihnya. Membayangkan mereka berdua bersenda gurau saja, kepala ini rasanya ingin meledak. Raga ini disini, memeluk bass dan membetotnya dengan sekuat tenaga, tapi perasaan ini terus terbang entah kemana-mana. Terlintas di benakku, senyum Sky saat sedang berbicara, lalu pikiran ini berselancar hingga ke arah jurang kotor yang tak semestinya. Mereka melakukan hal di luar kendali. Hingga pada akhirnya, aku mulai tak berkonsentrasi dengan permainan bass ini.
[Gue jemput sekarang]Tulisku di layar ponsel, lalu mengirimkannya ke Sky. Seperti janji kami kemarin, kami akan berangkat kursus bersama.Dua puluh menit kemudian, aku tiba di depan Toko Teratai. Tampak Sky yang tengah duduk di depan Toko menungguku. Dia cantik dengan kaos berwarna lavender, rambutnya kali ini tidak di gerai begitu saja. Dia menata rambutnya dengan model ponytail. Dia melambai, lalu menghampiriku.Setengah perjalanan, kami hanya saling diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Aku juga bingung, harus membuka percakapan yang bagaimana. Lagipula kami pakai helm kan? Dia juga memberi jarak yang agak jauh, jadi aku tak yakin. Jika aku mengajaknya mengobrol, dia akan mendengar suaraku.Aku sengaja mengambil rute yang agak jauh, agar aku bisa sedikit mengulur waktu, untuk bisa lebih lama lagi dengannya. Aku merasakan sesuatu, Sky menggeser duduknya, lebih maju.“Koq lewat sini?” Dia tiba-ti
Dia teman sekelas kakakku. Cowok dengan postur proposional, berkulit putih bersih, dengan rambut tebal. Seperti namanya, sepertinya dia memang keturunan Jepang. Seperti Mamaku, yang keturunan Jepang juga.Kaze Haruto, dia berdiri di dekatku saat ini. Ku pandangi dia, dia tengah sibuk menatap poster yang terpajang di Mading itu. Tersenyum, jelas terlihat ada rasa bangga di tatapannya itu. Melihat pacarnya terpampang di poster dengan foto close up. Ya, Sky terlihat sempurna di poster itu.Dia, dia pacar Sky, cewek yang membuat jantungku berdegup tak menentu sejak kemarin. Pantas, dia terlihat sangat pantas berdiri di samping Sky. Tapi aku juga merasa sangat pantas berdiri di samping Sky juga. Mulai detik ini, aku memutuskan untuk bersaing dengan Kaze Haruto. Tanpa ku sadari, aku terus menatapnya saat ini. Ada perasaan membara di dalam dada. Yang tak bisa aku tepis sama sekali.“Hei? Lu adiknya Hana kan?” Pertanyaan itu membuat aku sedikit tersentak. Ka
“Sky Evelyn …,” gumamku sambil menulis nama itu di kolom pencarian salah satu sosial media. Sayang, dia mengunci akun miliknya. Jadi aku tak bisa mendapatakan banyak informasi dari sana. Aku coba membuka sosial media yang lain, berharap bisa menemukannya disana. Nihil, tak ada yang bisa ku temukan.
“Gue Langit, Langit Bumantara.” Kataku.“Wah! Aku langit, kamu langit. Kebetulan banget yah?” Serunya.“Eh, Iya!” Ucapku canggung. Tapi dia malah tiba-tiba langsung duduk di sampingku.Aku menatapnya canggung. Lalu saat dia balas menatap, aku langsung tertunduk lesu.“Disini ngga pake formulir pendaftaran segala. Langsung ketemu sama gurunya yang keren. Udah deh, langsung belajar. Soal pembayaran, ngga ribet. Cuma seikhlasnya kita aja. Ngga di patokin.” Dia terus berceloteh dengan santai.Aku masih berusaha santai juga. Sesekali meliriknya, yang berbicara sambil melihat ke arahku.“Tapi lu bisa main gitar kan?” Tanyanya lagi.“Bisa,” Jawabku singkat.“Punya band?”“Belum, ini baru di ajakin. Makanya mau belajar dulu.” Aku mulai nyaman dengan gadis bawel ini.“Lu sekolah dimana?”“Hah? Oh, SMA Persada 5. Kamu?” Aku mulai bisa balas menatapnya.“Wah! Sekolah paling favorit, gue langsung minder. Gue di SMA Mutiara.
Seperti pagi-pagi lainnya, aku terbangun tepat pada pukul 5 pagi. Membuka jendela kamar, lalu segera melakukan semua kewajibanku.Namaku Langit, Langit Bumantara. Yang berarti angin di langit yang luas. Aku tak mengerti, mengapa orang tuaku memberi aku nama itu. Tapi yang jelas aku suka dengan nama itu.Aku di lahirkan di tengah-tengah keluarga yang cukup berada. Mempunyai seorang kakak dan adik perempuan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya. Jadi secara tidak langsung aku adalah anak yang paling di harapkan menjadi penerus keluarga ini.Kakakku hanya berbeda umur setahun denganku. Bernama Hana Rasina dan adikku yang berjarak lumayan jauh dariku dan kak Hana. Jarak kami berdua sekitar 7 tahun. Dia bernama Raline Sahila. Aku dan adikku tak cukup dekat. Karena jarak umur tadi.Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah, aku bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama keluargaku di lantai bawah.Papaku yang bekerja sebagai pemilik perusahaan kecil