Sesuai intruksi dari Kepala Sekolah, seluruh siswa berkumpul di Lapangan upacara. Walau sebenarnya pasti ada beberapa siswa yang tak taat pada instruksi, tetap tak bergerak diari tempat persembunyiannya di Kantin sekolah.
Aku yang biasanya selalu memilih untuk berdiri di barisan paling belakang, hari ini memutuskan untuk berdiri di deretan paling depan. Alasannya karena, sepele sebenarnya, karena Kaze ku lihat berdiri di deretan paling depan tepat di seberang sana.
Berdiri tegak, terkesan menantangku
Seperti pagi-pagi lainnya, aku terbangun tepat pada pukul 5 pagi. Membuka jendela kamar, lalu segera melakukan semua kewajibanku.Namaku Langit, Langit Bumantara. Yang berarti angin di langit yang luas. Aku tak mengerti, mengapa orang tuaku memberi aku nama itu. Tapi yang jelas aku suka dengan nama itu.Aku di lahirkan di tengah-tengah keluarga yang cukup berada. Mempunyai seorang kakak dan adik perempuan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya. Jadi secara tidak langsung aku adalah anak yang paling di harapkan menjadi penerus keluarga ini.Kakakku hanya berbeda umur setahun denganku. Bernama Hana Rasina dan adikku yang berjarak lumayan jauh dariku dan kak Hana. Jarak kami berdua sekitar 7 tahun. Dia bernama Raline Sahila. Aku dan adikku tak cukup dekat. Karena jarak umur tadi.Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah, aku bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama keluargaku di lantai bawah.Papaku yang bekerja sebagai pemilik perusahaan kecil
“Gue Langit, Langit Bumantara.” Kataku.“Wah! Aku langit, kamu langit. Kebetulan banget yah?” Serunya.“Eh, Iya!” Ucapku canggung. Tapi dia malah tiba-tiba langsung duduk di sampingku.Aku menatapnya canggung. Lalu saat dia balas menatap, aku langsung tertunduk lesu.“Disini ngga pake formulir pendaftaran segala. Langsung ketemu sama gurunya yang keren. Udah deh, langsung belajar. Soal pembayaran, ngga ribet. Cuma seikhlasnya kita aja. Ngga di patokin.” Dia terus berceloteh dengan santai.Aku masih berusaha santai juga. Sesekali meliriknya, yang berbicara sambil melihat ke arahku.“Tapi lu bisa main gitar kan?” Tanyanya lagi.“Bisa,” Jawabku singkat.“Punya band?”“Belum, ini baru di ajakin. Makanya mau belajar dulu.” Aku mulai nyaman dengan gadis bawel ini.“Lu sekolah dimana?”“Hah? Oh, SMA Persada 5. Kamu?” Aku mulai bisa balas menatapnya.“Wah! Sekolah paling favorit, gue langsung minder. Gue di SMA Mutiara.
“Sky Evelyn …,” gumamku sambil menulis nama itu di kolom pencarian salah satu sosial media. Sayang, dia mengunci akun miliknya. Jadi aku tak bisa mendapatakan banyak informasi dari sana. Aku coba membuka sosial media yang lain, berharap bisa menemukannya disana. Nihil, tak ada yang bisa ku temukan.
Dia teman sekelas kakakku. Cowok dengan postur proposional, berkulit putih bersih, dengan rambut tebal. Seperti namanya, sepertinya dia memang keturunan Jepang. Seperti Mamaku, yang keturunan Jepang juga.Kaze Haruto, dia berdiri di dekatku saat ini. Ku pandangi dia, dia tengah sibuk menatap poster yang terpajang di Mading itu. Tersenyum, jelas terlihat ada rasa bangga di tatapannya itu. Melihat pacarnya terpampang di poster dengan foto close up. Ya, Sky terlihat sempurna di poster itu.Dia, dia pacar Sky, cewek yang membuat jantungku berdegup tak menentu sejak kemarin. Pantas, dia terlihat sangat pantas berdiri di samping Sky. Tapi aku juga merasa sangat pantas berdiri di samping Sky juga. Mulai detik ini, aku memutuskan untuk bersaing dengan Kaze Haruto. Tanpa ku sadari, aku terus menatapnya saat ini. Ada perasaan membara di dalam dada. Yang tak bisa aku tepis sama sekali.“Hei? Lu adiknya Hana kan?” Pertanyaan itu membuat aku sedikit tersentak. Ka
[Gue jemput sekarang]Tulisku di layar ponsel, lalu mengirimkannya ke Sky. Seperti janji kami kemarin, kami akan berangkat kursus bersama.Dua puluh menit kemudian, aku tiba di depan Toko Teratai. Tampak Sky yang tengah duduk di depan Toko menungguku. Dia cantik dengan kaos berwarna lavender, rambutnya kali ini tidak di gerai begitu saja. Dia menata rambutnya dengan model ponytail. Dia melambai, lalu menghampiriku.Setengah perjalanan, kami hanya saling diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Aku juga bingung, harus membuka percakapan yang bagaimana. Lagipula kami pakai helm kan? Dia juga memberi jarak yang agak jauh, jadi aku tak yakin. Jika aku mengajaknya mengobrol, dia akan mendengar suaraku.Aku sengaja mengambil rute yang agak jauh, agar aku bisa sedikit mengulur waktu, untuk bisa lebih lama lagi dengannya. Aku merasakan sesuatu, Sky menggeser duduknya, lebih maju.“Koq lewat sini?” Dia tiba-ti
Aku tak bisa berhenti memikirkan Sky di luar sana, bertemu dengan kekasihnya. Membayangkan mereka berdua bersenda gurau saja, kepala ini rasanya ingin meledak. Raga ini disini, memeluk bass dan membetotnya dengan sekuat tenaga, tapi perasaan ini terus terbang entah kemana-mana. Terlintas di benakku, senyum Sky saat sedang berbicara, lalu pikiran ini berselancar hingga ke arah jurang kotor yang tak semestinya. Mereka melakukan hal di luar kendali. Hingga pada akhirnya, aku mulai tak berkonsentrasi dengan permainan bass ini.
Sesuai intruksi dari Kepala Sekolah, seluruh siswa berkumpul di Lapangan upacara. Walau sebenarnya pasti ada beberapa siswa yang tak taat pada instruksi, tetap tak bergerak diari tempat persembunyiannya di Kantin sekolah. Aku yang biasanya selalu memilih untuk berdiri di barisan paling belakang, hari ini memutuskan untuk berdiri di deretan paling depan. Alasannya karena, sepele sebenarnya, karena Kaze ku lihat berdiri di deretan paling depan tepat di seberang sana. Berdiri tegak, terkesan menantangku
Aku tak bisa berhenti memikirkan Sky di luar sana, bertemu dengan kekasihnya. Membayangkan mereka berdua bersenda gurau saja, kepala ini rasanya ingin meledak. Raga ini disini, memeluk bass dan membetotnya dengan sekuat tenaga, tapi perasaan ini terus terbang entah kemana-mana. Terlintas di benakku, senyum Sky saat sedang berbicara, lalu pikiran ini berselancar hingga ke arah jurang kotor yang tak semestinya. Mereka melakukan hal di luar kendali. Hingga pada akhirnya, aku mulai tak berkonsentrasi dengan permainan bass ini.
[Gue jemput sekarang]Tulisku di layar ponsel, lalu mengirimkannya ke Sky. Seperti janji kami kemarin, kami akan berangkat kursus bersama.Dua puluh menit kemudian, aku tiba di depan Toko Teratai. Tampak Sky yang tengah duduk di depan Toko menungguku. Dia cantik dengan kaos berwarna lavender, rambutnya kali ini tidak di gerai begitu saja. Dia menata rambutnya dengan model ponytail. Dia melambai, lalu menghampiriku.Setengah perjalanan, kami hanya saling diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Aku juga bingung, harus membuka percakapan yang bagaimana. Lagipula kami pakai helm kan? Dia juga memberi jarak yang agak jauh, jadi aku tak yakin. Jika aku mengajaknya mengobrol, dia akan mendengar suaraku.Aku sengaja mengambil rute yang agak jauh, agar aku bisa sedikit mengulur waktu, untuk bisa lebih lama lagi dengannya. Aku merasakan sesuatu, Sky menggeser duduknya, lebih maju.“Koq lewat sini?” Dia tiba-ti
Dia teman sekelas kakakku. Cowok dengan postur proposional, berkulit putih bersih, dengan rambut tebal. Seperti namanya, sepertinya dia memang keturunan Jepang. Seperti Mamaku, yang keturunan Jepang juga.Kaze Haruto, dia berdiri di dekatku saat ini. Ku pandangi dia, dia tengah sibuk menatap poster yang terpajang di Mading itu. Tersenyum, jelas terlihat ada rasa bangga di tatapannya itu. Melihat pacarnya terpampang di poster dengan foto close up. Ya, Sky terlihat sempurna di poster itu.Dia, dia pacar Sky, cewek yang membuat jantungku berdegup tak menentu sejak kemarin. Pantas, dia terlihat sangat pantas berdiri di samping Sky. Tapi aku juga merasa sangat pantas berdiri di samping Sky juga. Mulai detik ini, aku memutuskan untuk bersaing dengan Kaze Haruto. Tanpa ku sadari, aku terus menatapnya saat ini. Ada perasaan membara di dalam dada. Yang tak bisa aku tepis sama sekali.“Hei? Lu adiknya Hana kan?” Pertanyaan itu membuat aku sedikit tersentak. Ka
“Sky Evelyn …,” gumamku sambil menulis nama itu di kolom pencarian salah satu sosial media. Sayang, dia mengunci akun miliknya. Jadi aku tak bisa mendapatakan banyak informasi dari sana. Aku coba membuka sosial media yang lain, berharap bisa menemukannya disana. Nihil, tak ada yang bisa ku temukan.
“Gue Langit, Langit Bumantara.” Kataku.“Wah! Aku langit, kamu langit. Kebetulan banget yah?” Serunya.“Eh, Iya!” Ucapku canggung. Tapi dia malah tiba-tiba langsung duduk di sampingku.Aku menatapnya canggung. Lalu saat dia balas menatap, aku langsung tertunduk lesu.“Disini ngga pake formulir pendaftaran segala. Langsung ketemu sama gurunya yang keren. Udah deh, langsung belajar. Soal pembayaran, ngga ribet. Cuma seikhlasnya kita aja. Ngga di patokin.” Dia terus berceloteh dengan santai.Aku masih berusaha santai juga. Sesekali meliriknya, yang berbicara sambil melihat ke arahku.“Tapi lu bisa main gitar kan?” Tanyanya lagi.“Bisa,” Jawabku singkat.“Punya band?”“Belum, ini baru di ajakin. Makanya mau belajar dulu.” Aku mulai nyaman dengan gadis bawel ini.“Lu sekolah dimana?”“Hah? Oh, SMA Persada 5. Kamu?” Aku mulai bisa balas menatapnya.“Wah! Sekolah paling favorit, gue langsung minder. Gue di SMA Mutiara.
Seperti pagi-pagi lainnya, aku terbangun tepat pada pukul 5 pagi. Membuka jendela kamar, lalu segera melakukan semua kewajibanku.Namaku Langit, Langit Bumantara. Yang berarti angin di langit yang luas. Aku tak mengerti, mengapa orang tuaku memberi aku nama itu. Tapi yang jelas aku suka dengan nama itu.Aku di lahirkan di tengah-tengah keluarga yang cukup berada. Mempunyai seorang kakak dan adik perempuan. Aku adalah anak lelaki satu-satunya. Jadi secara tidak langsung aku adalah anak yang paling di harapkan menjadi penerus keluarga ini.Kakakku hanya berbeda umur setahun denganku. Bernama Hana Rasina dan adikku yang berjarak lumayan jauh dariku dan kak Hana. Jarak kami berdua sekitar 7 tahun. Dia bernama Raline Sahila. Aku dan adikku tak cukup dekat. Karena jarak umur tadi.Setelah mandi dan mengenakan seragam sekolah, aku bergegas turun ke bawah untuk sarapan bersama keluargaku di lantai bawah.Papaku yang bekerja sebagai pemilik perusahaan kecil