Olga menjadi ciut begitu melihat Harvey. Sebelumnya nyalinya memang tampak begitu besar saat minum-minum di meja tadi, tetapi itu dikarenakan tadi dia sedang mabuk dan ada Selena di sampingnya.Dia telah melihat dengan matanya sendiri seberapa Harvey menyayangi Selena, seberapa Harvey memanjakan Selena, dan seberapa kejamnya Harvey terhadap orang lain.Olga masih ingat bahwa dua tahun lalu, dirinya pernah mengajak Selena ke sebuah bar. Harvey pun secara langsung datang untuk menjemput Selena. Ketika Selena tidak memperhatikan, Harvey pun menatap Olga dengan sorot mata yang dingin, lalu hanya berpesan empat kata, "Tidak ada kali keduanya."Pada saat Harvey pergi, tubuh Olga pun sudah bermandikan keringat dingin. Selama beberapa hari berturut-turut, sepasang mata Harvey selalu menghantui mimpi buruknya."Crak!"Harvey menutup tutup korek api, lalu dengan santai melihat ke arah Olga. Kesan intimidasi yang dahsyat itu kembali melanda jiwa Olga.Olga menelan ludah, lalu berkata dengan suara
Setelah itu, barulah Harvey percaya bahwa Olga tidak berani membohongi dirinya."Dia jatuh sakit beberapa waktu lalu?""Ya, saat itu, aku sedang bertengkar dengan pacar bajinganku itu, jadi aku mengabaikannya. Untungnya ada Kak Lewis yang memasak untuknya setiap hari."Olga ingin mengatakan yang sebenarnya kepada Harvey. Namun, Olga merasa bahwa Selena sendiri mungkin tidak bisa menjelaskan seperti apa kondisi hubungannya dengan Harvey saat ini. Olga juga tidak tahu, jika dia mengungkapkan hal yang sebenarnya, akan seperti apa pengaruhnya bagi hubungan mereka berdua. Oleh karena itu, Olga pun hanya bisa mengikuti keputusan Selena.Saat terpikir wajah pucat Selena pada waktu itu, Harvey pun mengajukan satu pertanyaan lagi, "Penyakit apa yang dia derita?"Jantung Olga berdegup kencang, wajahnya tidak berani berekspresi sedikit pun di hadapan sorot mata tajam Harvey. "Flu," jawabnya singkat."Hanya flu?""Memangnya apa? Kondisi kesehatan Selena selama ini selalu baik.""Benar juga." Harve
Selena melihat ke arah pintu yang sepertinya tidak akan pernah dibuka. Cahaya di matanya pun pelan-pelan memudar.Tidak peduli berapa kali pun dia mengalami hal seperti ini, hasilnya selalu sama saja.Waktu itu anaknya, apakah kali ini adalah gilirannya?Dia masih ingat, setengah jam setelah dirinya selesai dioperasi, Harvey baru datang menengoknya dari kamar di mana Agatha dirawat. Saat menghadapi kenyataan bahwa dia harus kehilangan anaknya, hatinya pun sudah benar-benar putus asa. Dengan rasa kecewa, dia pun bertanya, "Mengapa yang kamu selamatkan adalah dia?""Karena kamu bisa berenang," jawab Harvey.Saat mendengar jawaban ini, air mata yang tertahan sejak tadi pun perlahan-lahan mengalir.Saat itu, dia sedang hamil enam bulan, dan kakinya terikat oleh jaring ikan di bawah air. Dia hanyalah seorang wanita hamil, bukan dewa.Kali ini pun Harvey berpikir bahwa tubuh Selena masih dalam kondisi yang sama seperti dulu. Memang benar, tubuh Selena yang basah kuyup karena air dingin ini p
Jelas-jelas itu adalah sesosok tubuh yang paling dikenalnya dulu. Namun, sekarang dia melihat bekas luka di perut kecil Selena.Sebenarnya Harvey tahu, Selena alergi terhadap obat bius. Pada saat operasi, dokter pun melakukan sayatan secara langsung terhadap tubuh Selena. Harvey mendengar jeritan memilukan di luar ruang operasi. Harvey tahu betul berapa banyak lapisan luka dan jahitan yang menutupi luka tersebut.Selain luka di perut, ada juga luka baru di bagian dalam lengan kirinya. Harvey tiba-tiba teringat pada hari di mana Agatha datang membuat onar. Hari itu Selena sempat pergi ke rumah sakit.Harvey mengira bahwa Selena paling-paling hanya mengalami luka tergores di kulit. Namun, tidak disangka, ternyata itu adalah bekas luka yang begitu panjang.Selena sangat takut dengan rasa sakit. Bagaimana dia bisa menahan diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun? Selena seakan-akan mampu melewati momen penuh penderitaan itu dengan begitu tenang.Harvey pun mengerucutkan bibirnya. Saat memik
Selena selalu penuh semangat di mata Harvey. Ketika mendengar Chandra mengatakan bahwa nyawanya terancam, Harvey pun merasa agak bingung.Chandra dengan cepat berjalan ke sisinya, lalu mengklik gambar hasil tes darah di ponselnya. Selain sel darah merah dan putih, ada pula berbagai data mengenai limpa dan sel lainnya yang sedikit di bawah normal.Harvey pun teringat suara memilukan Selena ketika dirinya pergi. Apa sebenarnya yang telah dilakukannya?Harvey bagaikan orang yang kehilangan jiwa, reaksinya agak lamban. "Dia demam,” ujarnya."Gawat, situasi ini harus segera ditangani secara medis.""Siapkan mobil!"Harvey teringat, saat sebelumnya dirinya beberapa kali bertemu Selena, Selena selalu membungkus diri dengan jaket bulu yang tebal, benar-benar bertolak belakang dari Selena yang hanya memakai jaket berbahan wol pada tahun-tahun sebelumnya.Jadi ... dia sama sekali bukan berpura-pura.Dia benar-benar sakit.Tangan Harvey segera membungkus tubuh Selena berlapis-lapis, seolah sangat
Harvey melepaskan kerah Hansen, lalu mundur beberapa langkah. Pikirannya terngiang-ngiang dengan perkataan Selena."Harvey, aku bersalah.""Kesalahan terbesarku adalah bertemu denganmu."Selena sangat membenci dirinya, sehingga sampai menyerah untuk bertahan hidup.Setelah melihat ekspresi ketakutan di wajah Harvey, Hansen pun akhirnya baru berbicara setelah entah terdiam berapa lama, "Aku sudah membaca laporan tes darahnya, mengapa lebih rendah daripada orang pada umumnya?""Secara umum, situasi ini sangat mungkin terjadi karena ... " Hansen menghentikan perkataannya.Kemoterapi kanker akan menyebabkan penurunan secara ekstrem. Meskipun Harvey tidak mengaturkan pemeriksaan fisik kepada Selena dalam dua tahun terakhir, tetapi sejak dulu Selena tidak terlihat seperti orang yang akan terkena kanker.Apalagi usianya masih sangat muda, penderita kanker biasanya berusia paruh baya, mayoritas lansia.Suasana hati Harvey saat ini sangat buruk. Sebelum adanya pemeriksaan, Hansen tidak berani m
Pada saat ini, mimpinya berubah, di sisinya bukan lagi air laut, melainkan sebuah taman bunga matahari yang indah. Di sana ada seorang anak kecil berlari sambil tertawa."Ayo, kejar aku, Bu.""Anakku ... anakku."Selena akhirnya berhasil mengejar anak itu dan menggendongnya ke dalam pelukannya. "Akhirnya Ibu menemukanmu, Sayang. Maafkan Ibu. Ibu pasti akan melindungimu kali ini."Dia membalikkan badan anak itu, lalu yang terlihat olehnya ternyata adalah wajah mungil Harvest yang tembam.Saat masih tenggelam dalam keterkejutannya, langit mulai turun hujan. Dia pun melarikan diri dengan tergesa-gesa sambil membawa anak itu dalam pelukannya. Air hujan membasahi sekujur tubuhnya.Selena terbangun dari mimpinya. Begitu membuka matanya, dia melihat wajah mungil yang tembam dengan bibir merah muda. Air liur pun mengalir ke bawah dari bibir itu hingga segera akan mengenai wajah Selena.Harvey dengan sigap mengulurkan tangan untuk menangkap air liur Harvest. Sepasang mata yang saling bertemu i
Saat Harvey mengulurkan tangan untuk menyentuh dahinya, Selena pun tanpa sadar menghindari tangan Harvey. "Tuan Harvey, tolong jaga sikapmu.""Aku hanya ingin melihat apakah kamu masih demam," jelas Harvey.Selena tersenyum mengejek sambil berkata, "Tuan Harvey, tidakkah kamu merasa dirimu sangat konyol? Kamu adalah orang yang mengikatku di kamar mandi, lalu menyiramiku dengan air dingin. Kamu bukan anak berusia tiga tahun yang tidak tahu konsekuensi dari perbuatan itu. Kalaukamu memang sudah menduga aku akan masuk angin dan demam, lalu untuk apa kamu berpura-pura perhatian seperti ini?""Aku tidak tahu kalau kondisimu akan seburuk ini. Aku bahkan lebih tidak tahu lagi bahwa ternyata nyawamu terancam bahaya jika kamu demam."Senyuman di bibir Selena pun semakin terlihat. "Memangnya ada yang berubah setelah kamu mengetahuinya? Kita sudah bercerai, tapi Tuan Harvey masih selalu berpura-pura masih sayang. Itu benar-benar menjijikkan."Meskipun Selena tidak tahu mengapa Harvest ada di sini