Selena perlahan-lahan terbiasa dengan hari-hari kehilangan ingatannya, walaupun hatinya sering kosong, kadang-kadang dia juga akan terdiam tanpa alasan di suatu tempat.Namun Harvey sangat mencintainya. Lalu kenyataannya, cinta bisa melelehkan segalanya.Selena menghitung hari-hari yang tersisa sebelum dia berangkat ke luar negeri dengan Harvey. Kabarnya, dia sering melakukan perjalanan keliling dunia selama liburan sebelumnya dan telah mengunjungi banyak tempat, sayangnya sekarang dia tidak ingat apa pun.Selena tampaknya sangat mengidamkan kehidupan di luar negeri, hatinya sepertinya tidak ingin tinggal di kota ini.Sebelum berangkat, Selena mengusulkan untuk pergi mengunjungi keluarganya, karena dia tidak tahu kapan dia akan kembali.Salju menutupi sebagian besar Kota Arama, cuacanya sangat dingin dan jalannya sangat licin, Selena mengenakan jaket bulu tebal yang membungkusnya dengan rapat.Jalan di pegunungan sulit dilalui, Harvey meraih tangannya.Dibandingkan dengan beberapa hari
Pria yang biasanya sangat sabar ketika menghadapinya itu agak sedikit berbeda, dia terlihat tidak betah dan terus mendesaknya, "Itu makam orang lain, nggak ada yang menarik. Ayo kita pergi."Selena berpikir bahwa sebenarnya tidak baik untuk berkata seperti itu. Namun, entah mengapa, dia tidak bisa melepaskan pandangannya dari makam itu."Wah, keren banget! Kalau bukan karena nama belakangnya Ferdiansyah, aku kayaknya bakal ngira dia itu saudaranya keluarga Irwin."Selena mengucapkan nama itu berulang kali, "Kok, namanya agak familiar, ya? Memangnya aku pernah kenal sama dia?"Makam ini diperbaiki kembali dengan nama Kezia Ferdiansyah untuk menegaskan kembali bahwa Lanny tidak mati. Semua informasi telah diubah menjadi atas nama Kezia. Harvey tidak menyangka jika Selena sangat bersikeras untuk mengingat-ingat nama itu.Harvey menjawab dengan tenang, "Nggak, kamu nggak kenal."Selena melirik nisan itu beberapa kali sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya, "Mungkin pikiranku doang kali,
Selena tidak tahu apa rencana Harvey, dia hanya bisa pasrah dan membiarkan para profesional merias wajahnya dengan berbagai macam produk kosmetik.Sesekali, dia mendengar komentar yang memuji, "Wah, kulitmu halus banget, pasti sering dimanjaim sama Tuan Harvey, ya.""Dan wajahmu, nggak ada cacatnya, lho! Padahal aku udah dandanin banyak artis, tapi susah banget nemuin wajah yang se-sempurna ini."Selena sedikit bingung dengan pujian tersebut, dia pun bertanya dengan tidak berdaya, "Maaf, ini aku kenapa didandanin kayak gini, ya? Memangnya ada acara apa?"Para penata rias agak terkejut. "Lho, kamu nggak dikasih tahu? Oke deh, kita berhenti nanya-nanya, biar kejutan dari Tuan Harvey nggak ketahuan."Chandra sudah memperingatkan mereka agar tidak banyak bicara, dan karena para penata rias tidak tahu kata-kata apa saja yang boleh diucapkan dan yang tidak, jadi mereka hanya diam dan lanjut merias Selena.Tiba-tiba, terdengar suara yang menusuk telinga dari luar pintu, "Aku sengaja terbang k
Selena tidak melihat ada ekspresi apapun di matanya, dia teringat dengan sikap wanita yang sombong tadi. Selena menyimpulkan Wina pasti juga orang yang tidak baik.Harvey tampaknya takut dia berpikir terlalu banyak, dia yang sebelumnya jarang menjelaskan situasi kepada Selena, kini membungkuk dan meletakkan tangan Selena di telapak tangannya.Dia berdiri setengah jongkok di tanah, tubuh tingginya sekarang lebih pendek dari Selena yang sedang duduk.Namun, Harvey sama sekali tidak peduli, dia mengangkat dagu, dengan serius dan sungguh-sungguh, "Seli, saat aku masih kecil, aku pernah tinggal di rumah bibi untuk sementara waktu, Wina dan keluarga Sissy adalah teman dekatku, beberapa kali kami berkumpul bersama-sama bermain selama pesta, hanya itu saja."Selena melihat ekspresi seriusnya dan merasa sedikit malu, "Aku nggak pernah mempertanyakanmu."Harvey langsung menggenggam tangannya, "Aku nggak ingin kamu merasa kurang nyaman sedikit pun karena orang lain. kalau ada, tolong beritahu aku
Selena hanya kehilangan ingatannya, tidak membuatnya menjadi bodoh. Jelas lorong-lorong ini sudah diperiksa supaya tidak ada seorang pun yang masuk. Bagaimana bisa tiba-tiba muncul wartawan.Bagaimana mungkin seorang wanita yang berdandan rapih dengan gaun seperti itu, bisa jatuh dengan sembarangan saat mengenakan sepatu hak tinggi?Jelas-jelas dia sengaja melakukannya.Rencana ini tampaknya sederhana tapi sangat efektif.Selena masih belum mengerti, Harvey hanyalah seorang pekerja biasa yang memiliki status lebih tinggi dan keluarga cukup baik. Untuk apa wanita itu berpura pura jatuh di hadapannya?Bagaimana reaksi Harvey saat menghadapi wanita yang berusaha jatuh ke pelukannya?Ternyata Selena tidak merasa cemburu seperti yang dia bayangkan. Bahkan dia bereaksi cukup tenang sambil menunggu reaksi Harvey.Melihat seorang wanita cantik jatuh, siapapun pasti akan menolongnya termasuk Selena sendiri.Harvey yang sedang menelepon dibawah cahaya lampu, menunjukkan sosok tingga nan semampai
Tangan yang diletakkan di depan Wina memiliki warna kulit yang sangat putih, tetapi telapak tangannya tidak terlalu bagus, terlihat jelas tanda-tanda penuaan.Orang sering mengatakan bahwa tangan adalah wajah kedua seorang wanitaDari tangan, kita bisa melihat sejauh mana Harvey peduli terhadapnya, tangan yang penuh dengan kapalan tersebut pasti sering melakukan pekerjaan kasar.Wina mengulurkan tangannya. Karena terbiasa dimanja sejak kecil dan menjalani perawatan tubuh rutin setiap minggunya, tangannya terlihat sangat cantik.Sendi-sendi tangannya simetris, jari-jarinya ramping, telapak tangannya putih dan lembut, bahkan kukunya pun terlihat rapi tanpa cacat sedikitpun.Hiasan di atas kuku-kukunya terlihat berkilauan, seperti perhiasan mewah yang dipajang di etalase toko.Ketika tangan mereka berdua dibandingkan, rasa superioritas yang kuat muncul di dalam hatinya.Dia yakin bahwa dirinya telah memenangkan permainan ini."Terima kasih." Dia tidak menolak kebaikan Selena. Saat ini, ke
Suasananya seketika menjadi agak canggung. Wina menarik napas dalam-dalam dan mengambil inisiatif untuk berbicara, "Padahal, kamu dulu bilang mau menikahiku, siapa sangka kamu ternyata malah menikah sama orang lain? Oh iya, kapan kalian menikah? Kenapa aku nggak dikasihtahu?"Kalimat ini sangat mematikan, Selena menoleh ke Harvey untuk meminta penjelasan.Seperti diselimuti oleh lapisan es, tatapan Harvey berubah menjadi dingin saat menatap Wina. "Aku sama kamu itu nggak ada hubungan apa-apa, jadi buat apa aku kasih tahu kamu? Terus, soal omonganku yang katanya aku bakal nikah sama kamu, itu cuma karena kita main rumah-rumahan waktu kecil, 'kan? Kamu yang maksa aku dan kalau aku nolak, kamu bakal ngadu ke orang tuamu, 'kan?"Dua kalimat tersebut berhasil merendahkan martabat Wina. Dia sama sekali tidak menyangka, setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu, Harvey sudah berubah menjadi sosok yang sangat tidak berperasaan.Mengingat Sissy yang mengatakan bahwa Harvey juga menyukainya, p
Setelah selesai berbicara, Harvey menggandeng tangan Selena dan pergi dengan angkuh, meninggalkan Wina yang masih berusaha meredam emosinya.Pria ini lebih keras kepala dibandingkan dengan saat mereka masih kecil, seperti batu besar yang keras dan bau, sulit untuk diajak berbicara.Melihat mereka berdua berjalan pergi sambil bergandengan tangan, Wina hampir saja mematahkan giginya karena menahan emosi.Senyum dingin terangkat di sudut bibirnya, seperti ular yang bersembunyi di tempat gelap, matanya bersinar dengan cahaya hijau samar, mengeluarkan racun yang mematikan.Selena memiringkan tubuhnya untuk menatap Harvey. Menyadari tatapan wanita yang ada di sebelahnya itu, Harvey langsung menundukkan pandangannya. "Kenapa? Kalau kamu masih penasaran, tanya aja langsung, jangan mikir yang nggak-nggak."Selena mengangkat alisnya, "Memangnya waktu itu kamu beneran niat pengen bunuh keluarganya?""Iya."Harvey berkata tanpa ragu, "Ibuku punya penyakit mental, jadi ibuku nggak begitu perhatian