Di mata Selena, tidak ada rasa tenang dan waras. Hanya tersisa kemarahan di sana.Sebenarnya, Gunung Api Guntur menjadi tempat apa, sih? Tempat itu disebut pulau kematian oleh para pebisnis sekaligus menjadi markas pelatihan Pasukan Khusus. Sangat kecil kemungkinan orang yang masuk ke sana akan tetap hidup.Bagaimana karakter orang-orang di sana?Mereka adalah orang-orang tanpa siapa pun bagai anak yatim piatu atau anak yang kehilangan segalanya akibat perang.Sebagian besar dari mereka dilatih sejak belia. Bukannya tak ada orang dewasa seperti Selena, tetapi mereka semua punya rekam jejak di bidang ini.Kalau Selena asal masuk tanpa persiapan, sama saja tengah cari mati. Tidak heran jika Harvey begitu menentangnya."Seli, jangan berpikir begitu. Rumah sakit umum untuk semua kalangan yang ingin kamu bangun, meski namanya diganti oleh Agatha, rumah sakit itu sudah mulai beroperasi. Rumah sakit itu diisi para dokter hebat dari dalam dan luar negeri. Aku juga membangun satu yayasan guna m
Langit mendung mulai menurunkan rintik gerimis.Embus angin membuat cahaya lilin berayun-ayun dan uang kertas bertebaran.Selena mengusap air hujan di wajahnya sembari bergumam, "Kak Lian, kamu pulang, ya?"Dua titik air hujan jatuh tepat di bawah mata Lian, tampak seperti orang yang tersenyum sembari menangis dalam foto karena tak bisa mengungkapkan kesedihannya.Selena menyentuh batu nisan. "Kak Lian, nggak usah khawatir, pasti akan kujaga keluargamu. Setelah ini, keluargamu adalah keluargaku juga. Pergi dengan tenang, ya. Di kehidupan yang berikutnya ... pasti kamu akan ketemu sama orang baik," tutur Selena.Setelah prosesi pemakaman, hujan deras membasuh seluruh desa.Selena tak langsung pulang, tetapi pergi ke rumah lama Lian.Mereka sekeluarga sudah lama pindah ke kota dan akan pulang setiap tahun kecuali pada Tahun Baru dan hari-hari besar lainnya.Rumahnya tampak terbengkalai, pohon apel dan anggur yang ada di halaman berdiri di tengah hujan.Selena yang berdiri di bawah pohon
Selena kebingungan ketika melihat nenek itu. Wajahnya dipenuhi kerutan dan matanya tampak kabur.Namun, ekspresi yang ditunjukkannya saat ini begitu bersemangat dan mulutnya terus melafalkan komat-kamit tanpa henti."Nenek, apa yang Anda maksud adalah saya?" tanya Selena."Ya! Benar!" Nenek yang bersemangat itu meraih tangan Selena. Punggung tangan Selena terasa sakit saat dielus berulang kali karena tangan nenek itu begitu kasar bagai kulit kayu kering.Selena terkejut bukan main karena nenek ini bicara dengan sopan padanya. Jelas-jelas usia beliau jauh lebih tua darinya dan mereka berdua tak saling kenal. Lantas, mengapa dia begitu bersemangat?"Nenek, Anda mungkin salah mengenali orang.""Mana mungkin saya salah mengenali seseorang? Nona, saya tidak menyangka masih bisa bertemu Anda. Perawakan Anda tetap sama seperti tahun itu, tidak ada perubahan sama sekali."Nenek itu kembali melihat Selena dengan saksama. "Tidak sama, kamu kelihatan lebih kurus dan wajahmu tampak agak pucat."Na
Bahkan, nenek itu hampir lupa dengan namanya sendiri, tetapi hal-hal seperti ini sudah melekat kuat dalam dirinya."Nek, anggap rumah ini sebagai rumah sendiri. Masuk dulu, yuk."Selena, yang juga baru pertama kali datang ke apartemen ini, memperhatikan sekitar dengan saksama.Harvey menunjuk ke arah kamar tamu yang berjarak tidak jauh dari sana. "Biarkan Benita membersihkannya, Nenek Alisa bisa tinggal untuk sementara waktu di sini. Tinggallah bersamanya, mungkin ingatannya bisa pulih lebih cepat.""Oke," jawab Selena menyetujui tawaran Harvey."Biarkan dia beradaptasi dulu, aku akan suruh orang untuk periksa kesehatannya.""Makasih, ya."Selena bersikap biasa-biasa saja terhadapnya, sama seperti cara dia bersikap kepada tetangga.Harvey hanya menghela napas. Dia tahu, memperbaiki hubungan di antara mereka memang butuh waktu yang lama."Seli, kamu harus istirahat dengan baik, tubuhmu masih belum pulih total. Mulai hari ini, aku akan suruh dokter mengobati tanganmu. Tenaga medis yang r
Harvey mengernyitkan dahi sebelum bertanya, "Kota mana?""Nenek nggak begitu ingat, katanya tahun itu terlantar dan nggak punya tujuan bersama pengungsi lainnya. Rumornya, kota tempat dia tinggal berdekatan dengan laut.""Lebih dari 60 tahun yang lalu saat perang berkecamuk, panglima perang dari berbagai daerah membagi wilayah dan jadi pemimpin. Banyaknya perampok dan pemberontak juga membuat sejarah pada waktu itu benar-benar kacau. Bahkan, banyak nama daerah yang berubah-ubah, cuma dengan petunjuk seperti itu mungkin sulit untuk menemukannya dengan tepat.""Nggak apa-apa, pelan-pelan saja carinya. Bisa bertemu dengan Nenek pun sudah membuatku senang dan Tuhan sudah memberi sedikit petunjuk, mungkin suatu hari nanti Nenek akan ingat lebih banyak hal.""Seli, kalau petunjuk ini benar, kamu juga harus mempersiapkan mental. Meski Nona Fanny yang jadi majikan Nenek sangat mirip denganmu, ada kemungkinan itu hanya kebetulan saja. Di dunia ini, kemiripan seseorang itu merupakan hal biasa, a
Harvey bersandar di sofa berbahan kulit asli. Kepalanya agak terangkat ke belakang, wajah tampannya tampak sangat kelelahan, dan kedua matanya terpejam.Selena yang melihatnya lekas duduk tenang di hadapan Harvey seraya mengambil buku pemrograman tanpa membangunkannya.Angin dingin yang menerpa dari luar membuat Harvey terbangun perlahan.Dilihat dari cuaca dingin di luar, mungkin akan hujan salju dalam beberapa hari mendatang.Lampu ruangan yang terang dan kegelapan malam terlihat sangat kontras.Di atas meja ada bunga segar yang baru dibawa pagi ini, dipangkas dengan indah, dan aroma harum semerbak ke seluruh ruangan.Apartemen ini memiliki suasana paling mirip dengan rumah.Namun, tak peduli seberapa nyaman penataannya, tetap takkan mengubah hubungan di antara mereka.Dulu, dunia luar yang dingin pada mereka. Kini, hubungan mereka yang justru tidak baik-baik saja.Dulu, ketika melihat Harvey sempat tertidur, Selena pasti akan menyelimutinya. Kini, tak ada acuh yang tersisa sama seka
Saat hari pertama turun hujan, Selena pergi ke luar.Selena kira, olahraga berlebih akan memperparah kondisinya, tetapi tampak aneh karena perutnya tak pernah sakit, bahkan sebelum dia hamil.Meski tak mengetahui perkembangan tumornya, kondisi Selena dipastikan telah stabil dan tidak ada penyebaran lebih lanjut.Ini adalah akhir pekan terbaik bagi Selena.Sudah hampir satu tahun Selena tidak sempat jalan-jalan dengan baik dan merasakan kehidupan.Saat dia berdiri di pusat perbelanjaan yang paling ramai, Selena melihat seorang wanita tengah berjalan tergesa-gesa. Wanita itu mengenakan setelan kerja, sepatu hak tinggi, dan mantel wol.Sosok itu tengah mengamati sekeliling di bawah papan reklame saat Selena mendengar suara yang tidak asing di telinganya, "Olga."Olga seketika berbalik untuk melihat. Kemudian, dia melihat Selena berdiri tidak jauh dengan mengenakan mantel wol hitam.Rambut Olga yang makin panjang diikat ke belakang. Dia juga memakai sepasang anting sederhana di telinganya.
Olga antusias saat meraih tangan Selena. "Buat tanda perpisahan? Memangnya kamu mau ke mana?""Jangan khawatir, aku hanya ingin cari tempat istirahat sebentar," balas Selena menenangkan.Olga mengamati Selena tampak begitu muram, seakan-akan tidak bersemangat sedikit pun. Kini, sikapnya begitu dingin. Dia pun merasa, Selena memang berniat melepas penat."Apa kamu mau pergi begitu lama?""Hm, sepertinya begitu.""Meninggalkan tempat yang membuat sedih memang pilihan yang paling baik," ujar Olga, mengiakan jawaban Selena.Biasanya, Olga adalah sosok yang ceria. Entah bagaimana sebabnya, Selena rasa, Olga tak mampu menghiburnya saat ini. Luka yang dia alami tidak bisa dipulihkan hanya dengan kata-kata.Selena hanya mampu melampiaskan kesedihan dan amarahnya pada selera makan. Karena itu, Olga memesan banyak hidangan mahal."Makanlah, ini kaviar kesukaanmu. Kakakmu ini sekarang sudah punya banyak uang, jadi nggak perlu sungkan."Selena mengulas senyum, kemudian berkata, "Pelankan suaramu.