Home / Thriller / Antara Cinta dan Misi Sang Assassin / Part 2 : Sensasi Menggelitik

Share

Part 2 : Sensasi Menggelitik

Author: ETI KUSMAWATI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kau akan segera mati, jadi tidak ada gunanya bertanya" tutur pria yang ada dibelakangnya.

"Dasar pengecut, jadi kau tidak bergerak sendiri." cecar Sam, dia sadar nyawanya terancam dan mengarahkan pandangannya ke arah Zora.

Sesaat sebelum benda tajam itu menembus kulitnya lebih dalam, tiba-tiba orang yang memegang senjata itu terhenti karena melihat Zora memberikan isyarat untuk berhenti.

Melihat kesempatan itu Sam dengan cepat memberontak, ia memegang tangan dari orang yang mengancamnya lalu merebut senjata yang ia pegang. Setelah ia berhasil merebut senjatanya ia menyundulkan kepalanya kebelakang.

"Aarrggghhh" teriaknya, sesaat kemudian hidung pria itu bercucuran darah. Benturan yang dia dapatkan dari sundulan kepala Sam cukup parah.

Zora yang melihat itu hanya diam tanpa mengambil tindakan apapun, Zora berpikir bahwa sekalipun agen informasi berada ditingkat rendah mereka tetap memiliki kemampuan untuk melindungi nyawa mereka.

Walaupun sebenarnya Sam bukanlah agen tingkat rendah seperti yang Zora pikirkan, dia mampu menempatkan dirinya menjadi ketua cabang informasi di bagian barat, itu artinya agen informasi tersebut memiliki keterampilan yang tidak bisa diremehkan.

Tetapi semua itu hanya omong kosong bagi Zora, selain orang yang setara atau setingkat di atasnya dimata Zora orang seperti Sam tetaplah agen tingkat rendah.

"Hehe, aku sudah tau kau membawa seekor tikus." ledek Sam.

Sam merasa sudah berhasil selamat karena dia sudah merebut senjata mereka, kini ia sudah bisa bertahan dan melindungi dirinya.

"Aku tanya sekali lagi, dimana kamu menyebunyikan informasinya?" lagi-lagi suara datar tanpa emosi keluar dari mulut Zora.

“A-aku tidak tau. DASAR ANJING!” seperti orang yang sudah kehilangan akal Sam menyerang dan berlari kearah zora dengan memegang posisi gagang pisau terbalik dan mata pisau diarahkan kesamping.

Tanpa bergerak sedikitpun, Zora berniat menerima serangan itu tanpa menghindar. Dengan cepat Sam mendekat lalu mengarahkan mata pisau dan akan menusuk Zora, arah pisau tepat berada diposisi dada.

Ketika Zora berniat menahan pisau dengan kedua tangannya, Sam memperlambat gerakannya dan melepaskan pisau dari tangan kanan lalu mengoper ketangan kiri, merubah arah tusukannya dari dada ke bagian keperut.

Dengan gerakan tipu daya yang berubah arah dia bisa menipu pertahanan dari Zora, tapi sayang Zora sudah cukup berpengalaman menghadapi serangan tipu daya semacam itu. Dengan cepat Zora menahan dengan cara mengapit pisau yang hampir menggapainya lalu memutar ke arah yang berlawanan.

Sam tidak memiliki waktu yang cukup untuk menghindari arah pisau yang tiba-tiba beruba, dan kini mengarah padanya, seakan dia akan menusuk dirinya sendiri. Gerakan Zora terlalu cepat.

"Kheukkhhh, s-sial." erang Sam.

Perlahan Zora menambah tekanan pada tusukannya dan pisau masuk semakin dalam, ia mundur selangkah dan melihat pria itu tak berdaya. Sam memuntahkan darah sambil menekan perutnya yang tertusuk, dia tidak bisa menarik pisau itu untuk meringankan rasa sakitnya.

"A-ampuni aku." ucap sam memohon, ia sudah tergeletak dilantai.

"Kamu tau Sam? aku sangat senang menyaksikan darah mengalir, darah yang merambat keluar akibat luka dan perlahan memadat. Itu membuatku merasakan sensasi menggelitik disekujur tubuhku, kerena menyukai hal seperti itu, apakah menurutmu aku aneh Sam?" tanya Zora menatap luka yang diderita Sam tanpa mengedipkan mata.

'Apa wanita ini sudah gila? dari awal dia datang dengan niat untuk membunuhku. Tapi kenapa?' batin Sam.

"K-kenapa kau membunuhku?" tanya Sam yang tidak mau mati penasaran.

"Hmm, sebagai hadia karena tidak mati dengan cepat aku akan memberi taukannya padamu."

"Itu karena kamu menjual informasi tentang diriku, sebenarnya aku datang untuk bertanya kenapa kamu menjualnya. Tapi aku terlalu naif, aku sudah tau tapi aku selalu menyangkalnya." ungkap Zora.

"Akibat dari perbuatannmu beberapa kelinci Nyonya Clara mengejarku, aku tidak marah hanya sedikit kesal karena tidak bisa tidur nyenyak." lanjut Zora.

'Pemandangannya kurang indah' gumam Zora.

Zora mendekati Sam dan mencabut pisaunya, lalu berjalan kearah kaki Sam dan mengangkat salah satu kakinya. Zora menyayat pergelangan kaki kiri Sam, darah mulai mengalir perlahan.

"Ini pemandangan yang lumayan sempurna" ucap Zora dengan santai.

"D-dasar wanita gila" ucap Sam terbata-bata, sudah tak sanggup menahan sakit dan merasa pusing akibat kehilangan banyak darah.

Beberapa saat setelah menyaksikan penderitaan dari kematian Sam yang perlahan kehabisan darah, Zora mengalihkan pandangannya kepada orang yang datang bersamanya. 

"Apa yang harus kulakukan padamu?" tanya Zora.

"Ap-apa maksud nona?" tanya pria itu gugup, ia tidak bisa berkata-kata dan membeku ditempatnya karena menyaksikan Zora yang menikmati kematian seseorang layaknya hiburan.

"Kau bahkan tidak bisa menangani satu orang sepertinya? aku tidak memiliki alasan untuk membawamu lagi." tutur Zora.

"Ampuni saya nona, lain kali saya akan melakukan yang terbaik!" kata pria itu memohon, dengan cepat ia membungkuk sadar akan kesalahannya.

"Lain kali?" ucap Zora mengulangi.

"Sa-ya mohon nona, tolong beri saya keesempatan. Sa-ya janji akan melakukan yang terbaik." ucak pria itu gugup dan berusaha meyakinkan.

"Hahhh, seperti yang kau dengar tadi aku sangat senang melihat darah mengalir." ujar Zora.

"Dan kau tau, kita ini pembunuh bukan pengusaha. Kenapa kau berusaha meyakinkanku dengan omong kosong itu?" lanjut Zora.

"Kalau kau memang menyesal karena tidak berguna, maka tembak kepalamu sendiri dengan begitu aku akan memafkanmu." tawar Zora sambil mengeluarkan pistol di holster pinggangnya yang ditutupi sweater oversize yang ia kenakan.

"Ayo lakukan" pinta Zora menyodorkan pistol miliknya.

"A-ampuni saya nona, saya tidak mau mati." ucap pria itu putus asa.

"Hahh" Zora menghela nafas dengan kesal.

Cklikk..

Zora menarik pelatuk, tanpa pikir panjang ia langsung menembak. Pistol yang sudah dilengkapi dengan suppressor awalnya di arahkan tepat dibagian kepala, tetapi pada detik-detik terakhir di belokan kearah leher.

Demi melihat hiburannya tidak mungkin dia membiarkan orang mati dengan cepat karena kepalanya tertembak, lebih baik Zora menyaksikan bagaimana mereka perlahan-lahan meregang nyawanya.

'Haahhh, senjata api memang tidak cocok untukku' gumam Zora.

Kedua tangannya bergetar karena tak mampu menahan tekanan dari pistol yang ia gunakan beberapa waktu lalu.

Dua orang tergeletak sedang meregang nyawa disekitar Zora, darah yang perlahan mengalir membanjiri lantai. Zora mengabaikan itu, dia lalu mengacak-acak seisi meja yang ada di depannya, dia mencari sesuatu yang menjadi alasannya datang ketempat lusuh itu, tetapi ia tak kunjung menenemukannya.

Setelah beberapa saat, Zora mulai lelah dan berhenti mencari. Dia berniat membakar tempat itu, lalu kembali kemobilnya untuk mengambil bahan bakar.

"Jangan maafkan aku." ucap Zora melipat kedua tanganya layaknya orang yang berdoa. Itu merupakan kebiasaan yang dilakukan Zora setiap kali dia membunuh seseorang.

Sebelum ia membakar tempat, dia melepaskan sarung tangan yang ia kenakan dan meninggalkan pistol itu bersama disamping kedua mayat. Zora berjalan keluar lalu menyalakan pematik api dan melemparnya.

Perlahan api mulai merambat masuk, beberapa saat Zora melangkahkan kaki terdengar bunyi ledakan, wajah Zora yang datar tanpa penyesalan karena telah menghilangkan dua nyawa dalam waktu singkat bukanlah sesuatu yang baru.

Related chapters

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 3 : Kehidupan Normal

    Di tengah kendaraan yang berlalu lalang, suara bisik mesin dari segala arah. Zora melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sesekali dia memperhatikan dan melirik matanya sendiri. Penampilannya sudah berubah, dia memakai sweater oversize berwarna abu dengan kacamata bulat serta rambut diikat kuncir kuda yang cukup tinggi, dilengakapi dengan poni yang menutupi alisnya. Itu adalah penampilannya dalam kehidupan normal jika profesinya sebagai pembunuh bayaran dikesampingkan. Zora masih dalam perjalanan akan kembali ke apartemen miliknya yang terletak di pinggir kota yang jauh dari pemukiman, daerah itu sudah tidak berpenghuni karena 2 tahun lalu pernah di landa banjir. Hanya ada beberapa pengemis dan tunawisma yang menjadi penghuninya. Sesampainya Zora di halaman apartemen, dia memarkirkan mobilnya di depan gedung apartemen 3 lantai yang sudah usang kerena tidak memiliki basement, apartemennya terletak di lantai atas bangunan tua itu. Karena apartemen itu juga tidak memiliki lift, Z

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 4 : Identitas Baru

    Setelah Zora memeriksa dan melihat semua isi dari paper bag, ada 2 kotak makanan favorit Zora yaitu kue macaron yang berasal dari Prancis dan 1 gelas dark choco drink. Lalu Zora dengan cepat menyantap kue favoritnya, hingga satu kotak yang berisi 6 kue bulat dengan varian rasa yang berbeda itu habis. Sedangkan 1 kotak yang tersisa ia simpan di kulkas karena tidak mampu menghabiskannya sekaligus. Waktu mengisi perut sudah habis, kini dia beralih kepekerjaanya. Dia memeriksa gelas minumannya, di bagian bawah gelas itu ada flashdisk yang sengaja ditempelkan. Flashdisk berukuran kecil yang berisi terkait misi yang akan diberikan padanya. Tanpa pikir panjang Zora langsung menyalakan leptop miliknya dan memeriksa isi dari flashdisk itu, disana ada beberapa foto dan informasi pribadi dari target kali ini. Ada juga foto orang-orang yang menjadi keluarga dan orang terdekat target. 'Jadi ini misi pembunuhan?' batik Zora. "Ini cukup merepotkan karena membutuhkan waktu." gumam Zora. Di dalam

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 5 : Keluarga Bintara

    "Huufftt akhirnya selesai." lirih Satya sembari meregengkan tubuhnya yang lelah karena dari pagi dia sudah duduk memeriksa dokumen yang berkaitan dengan pekerjaannya. Tok tok tok. Terdengar ketukan pintu, Satya sedang bersandar dikursinya sambil memejamkan mata tidak bereaksi. Beberapa saat kemudia Andika masuk dan dia melihat Satya sedang tidur dikursinya. 'Tuan muda pasti sangat kelelahan' batin Andika. "Tuan muda, mohon untuk bersiap-siap. Sudah waktunya kita berangkat." ucap Andika membangunkan Satya dengan sedikit menggoyangkan tubuhnya. "Tuan, saya sudah menyediakan setelan jas yang akan tuan muda kenakan. Ayo cepat bangun." ucap Andika dengan nada suara yang sedikit meninggi. Andika tidak bisa membiarkan Satya beristirahat, karena malam ini ada jadwal penting yaitu makan malam dengan ayah Satya dan seluruh keluarga akan menghadiri acara malam itu. "Aku sangat malas bertemu dengan kedua kakakku." keluh Satya. "Walaupu begitu anda harus tetap hadir tuan, kalau tidak tuan

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 6 : Makan Malam

    Satu persatu anggota keluarga memasuki kediaman, tuan dan nyonya rumah belum menunjukan diri. Kedua orang tersebut masih sibuk dengan urusan masing-masing, tuan besar sibuk dengan pekerjaan dan nyonya besar sibuk dengan kegiatan sosialita. "Halo tuan, para tuan muda sudah datang. Mereka sedang menunggu kehadiran tuan besar." ucap Jeev setelah menghubungi majikannya untuk mengabari bahwa ketiga putranya sudah hadir. "Baiklah, sebentar lagi aku sampai." setelah mengatakan hal itu William yang ada dibalik telepon itu langsung mengakhiri telepon. "Baik tuan." balas Jeev. Seusai menelpon Jeev berjalan keruang tamu untuk menjamu para tuan muda yang sudah berkumpul. William Arga Bintara adalah ayah dari Satya sekaligus orang yang memimpin perusahaan Bintara Grup, sebetar lagi dia akan memasuki masa pensiun dan sedang mempersiapkan untuk menyerahkan posisinya pada salah satu putranya yang di anggap mampu olehnya. William orang yang sangat dingin, tidak pandai menunjukan perasaannya bahka

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 7 : Interview kerja

    Pagi hari yang cerah menyambut matahari dan seolah mengusir gelapnya malam, Zora bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan untuk interview. Dia memakai baju formal yang sesuai dengan kriteria seorang karyawan kantoran. Zora menghadap cermin memperhatikan pantulan dirinya dari atas sampai bawah, dia berpikir masih ada yang kurang dari penampilannya lalu meraih laci di sampingnya dan mangambil sebuah kacamata dan memakainya. "Sempurna" gumam Zora. Setelah selesai dengan urusan penampilan, Zora berangkat keperusahaan dengan mengendarai mobil pribadinya. Butuh waktu satu setengah jam untuk sampai ke perusahaan jadi Zora berangkat lebih awal karena jam intervewnya pukul sembilan. Sesampainya didepan gedung Zora memperhatikan area sekitarnya dengan saksama lalu melangkahkan kakinya dengan tenang memasuki gedung itu dan berjalan menuju resepsionis. Zora dia antar keruangan tunggu karyawan. Ada banyak orang yang melamar di perusahaan di berbagai macam posisi, tetapi berbeda dengan posis

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 8 : Diremehkan

    Klikkk... Ada 3 orang memasuki ruang tunggu, diantara nya ada Satya yang akan mewawancarai para pelamar, Zora memperhatikan orang-orang yang memasuki ruangan. Mata Zora langsung tertuju kepada satu orang yaitu Satya, dia terlihat mencolok dan sangat mudah menarik perhatian dengan penampilannya. Wibawanya sebagai seorang direktur dapat terlihat dari bagaimana cara ia berjalan, dengan dagu terangkat dan terlihat sangat arogan. Zora mengamatinya dari atas sampai bawah dan berfikir misinya kali ini tidak akan mudah untuk dilakukan, walaupun selama ini tidak ada misi yang dapat dianggap mudah. Ketiganya menduduki kursi masing-masing, didepan mereka sudah tersedia data-data terkait para pelamar, mata Zora tetap hanya fokus pada Satya seorang. Satya yang merasa ada yang memperhatikannya langsung mengangkatnya. Mata keduanya bertemu, dengan cepat Zora memberikan senyuman ramah. "Kamu maju kedepan.!" pinta Satya menunjuk ke arah Zora. "Saya?" tanya Zora menunjuk dirinya sendiri. Tanpa

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 9 : Mimpi Buruk

    Satya kembali sibuk dengan urusan kantor, dan ada Andika yang membantunya dengan setia keluar masuk ruangan setiap kali Satya memanggil. Lagi-lagi pikiranya terbayang-bayang tentang Zora yang ia lihat tadi pagi. Alasan Satya memanggil Zora untuk interview karena dia sedikit penasaran tentang dirinya. Untuk pertama kalinya dia tahu ada seorang wanita yang mau bekerja dan melamar sebagai pengawal.Setelah melihat CV yang dikirim Zora, terlintas dipikiran Satya bahwa wanita ini sangat unik dan memiliki bakat. Menurut pengalaman dan pemahaman Satya tentang wanita tidak pernah terbayangkan akan ada wanita yang bekerja sebagai tukang pukul. Wanita hanya peduli tentang penampilan dan fokus untuk mempercantik diri. Bagaimana seorang wanita bisa mendapatkan begitu banyak sertivikat beladiri, berbagai macam dugaan yang Satya pikirkan tentang Zora salah satunya adalah kemungkinan CV itu dipalsukan.Akhirnya Satya memutuskan untuk memanggilnya untuk interview kerja dan memastikan apakah dugaa

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 10 : Keributan Konyol

    "Tuan, bajunya sudah siap." ucap pelayan yang baru memasuki kamar Satya setelah mengetuk pintu, dan Satya hanya menangguk. Pelayan itu dengan tenang meninggalkan kamar Satya, Satya dengan rambut basah dan masih memakai kimono melihat kearah cermin dan menatap lekat bayangan dirinya. "Apa karena aku tampan?" gumam Satya dengan satu alisnya yang terangkat. "Tidak masuk akal, dia pasti hanya kagum." bantahnya lagi lalu memakai vitamin pada rambutnya. Satya masih memikirkan tentang Zora yang selalu memperhatikannya kemarin, dia tidak bodoh hingga tidak menyadari ada orang yang memperhatikan dirinya. Hanya saja dia tidak mengerti dan tidak dapat menebak apa arti dari tatapan Zora, wajahnya yang kaku benar-benar mengganggu pikiran Satya. Entah kenapa wanita itu sangat mengganggu dan membuat Satya tidak bisa fokus. Tidak mau membuang waktu dengan memikirkan wanita itu lagi, Satya dengan cepat memakai baju yang sudah disiapkan pelayannya dan bersiap untu berangkat kekantor. Dan seperti

Latest chapter

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 23 : Penyerangan

    Kaca mobil hampir pecah akibat pukulan, memperlihatkan retakan-retakan halus yang siap meledak menjadi serpihan-serpihan tajam. Zora memutar sorot matanya dengan tajam, masih belum menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata untuk melawan.Rasa penyesalan menghampiri hati Zora, penyesalan terbesar yang menggerogoti dirinya. Ia ceroboh, menjadi terlena dalam kehidupan yang tampak normal dan cerah hanya dalam waktu 1 bulan. Seharusnya ia tidak pernah melupakan bayangan kehidupan gelapnya yang penuh darah.Nafas berat masih bergema di sebelahnya, mengisyaratkan bahwa Satya belum sepenuhnya kehilangan kesadarannya. Namun, kedipan matanya semakin lambat dan terasa berat, rasa sakit di dahinya seakan menusuk dan menjalar diseluruh bagian kepalanya.Darah yang keluar dari luka di dahinya terus mengalir tak terbendung, menyusul saat Zora merobek lengan kemeja putih polos yang ia pakai untuk menutupi luka tersebut. Setelah memberikan pertolongan pertama, ia kembali fokus mencari objek yang b

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 22 : Penyerangan

    Saat keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, terlihat dari kejauhan seorang yang berlari dengan tergesa-gesa menghampiri Satya.Dengan nafas tersengal-sengal dia memperlambat langkahnya saat mendekati Satya. Wajahnya memerah dipenuhi keringat karena kehabisa nafas, ditambah rasa lelah yang membuat nafasnya tidak beraturan."I-ini pak, s-saya berlari kesini secepat mungkin." ucap Dani sekertaris Satya dengan suara yang terbata-bata, terdengar seperti orang yang kesulitan bernapas. Dia menarik nafas dalam-dalam untuk mengurangi rasa lelahnya yang berlebihan. "Kerja bagus." puji Satya merasa puas dengan usaha sekertarisnya itu. Dia memang mengancam akan memotong gajinya, jika ia tidak tepat waktu mengantarkan kunci mobil dan ponsel genggam milik Satya."K-kalah begitu apa saya boleh kembali kekantor? Pekerjaan saya sudah menumpuk." mohon Dani dengan wajah memelasnya. "Baiklah, jangan hubungi aku jika tidak ada urusan yang penting." pesan Satya, melambaikan tangannya untuk menyuruh

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 21 : Darah Satya Mendidih

    Seakan tidak terjadi apa-apa, Zora memasuki lift. Masih memegang tangan Johan, dia menekan tombol lantai 1. Mengabaikan Satya yang menatapnya dengan tajam, membuat jantung Zora berdetak tidak karuan. Entah mengapa dia merasa seperti telah tertangkap basah telah mencuri sesuatu. "Lepaskan tanganku." bisik Johan, Ia merasa tak enak karena di belakangnya ada Satya yang tidak mungkin wajahnya tak dikenali oleh Johan.Zora tak bergeming, dia tak menggubris bisikan pelan dari Johan yang berusaha membebaskan diri dari cengkraman tangannya yang semakin kuat."Padahal tanganmu sekecil ini, kenapa cengkramannya sangat kuat." kesal Johan. Dia menggeliat melepaskan tangannya dengan kasar.Zora yang tangannya di hempas begitu saja tersentak kaget, pikirannya yang fokus pada Satya tiba-tiba memudar.Dia melihat Johan yang menatapnya dengan bingung, lalu dia tersadar bahwa di lift itu juga ada Satya dan Andika yang masih melihatnya. Berbeda dengan dengan Satya yang matanya menyiratkan amarah, Andi

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 2 : di abaikan

    Bagaikan aliran air yang mengalir tanpa henti, waktu berlalu begitu cepat.Sudah satu bulan berlalu begitu saja, Zora bekerja dan beradaptasi dengan baik di kantor Satya. Walaupun ada beberapa orang tidak suka dan senang menjahilinya, namun dia memilih tetap diam mengabaikan dan tak membalas apa yang telah mereka lakukan terhadapnya. Begitu juga Satya selama satu bulan tidak datang mencari ataupun menanyakan kabarnya. Seolah tidak pernah saling mengenal, Satya hilang tak mencarinya seperti awal saat mereka bertemu, bahkan saat mereka berpapasan dikantor Satya langsung membuang muka dengan sombongnya. 'Sebenarnya aku mengharapkan dia lebih menyukaiku sedikit lebih lama.' batin Zora. Zora berpikir ketertarikan Satya padanya hanya bersifat sementara. Yah itu memang tidak mungkin bertahan lama, mereka bertemu belum lama ini dan Satya sekarang mungkin sudah merasa bosan pikir Zora. Selama satu bulan penuh Zora tidak pernah memikirkan rencana untuk misinya, dia hanya fokus mendengarkan

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 19 : Saling Mengejek

    'Apa aku harus ikut mengantri juga?' batin Satya sambil melirik jam tangannya, mengangkat kepalanya menatap antrian panjang yang membentang di depannya. Dengan alis berkerut, Satya memejamkan matanya dan memantapkan pikirannya yang enggan mengantri. Mau tidak mau dia harus ikut mengantri, tidak mungkin untuk menerobos antrian hanya karena dia seorang direktur. Itu akan menimbulkan masalah nantinya. Setelah mengantri selama waktu 20 menit akhirnya tiba giliran Satya dan Zora di belakangnya, Satya memperhatikan makanan yang berderetan di depannya, ditangannya sudah ada nampan berwarna perak dan bagian isi yang berbeda bentuk dengan kesan yang sederhana. 'Pantas tercium aroma yang enak, ternyata makanannya cukup enak.' batin Satya. Makanan yang berjejeran di depannya terlihat menggiurkan, Satya manatapnya satu persatu. Sayur-sayur masih terlihat segar, mulai dari ikan yang dibaluri bumbu yang melimpah sehingga aromanya tercium dari jarak jauh. ‘Ohh, yang ini terlihat enak.’ batin Sa

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 18 : Makan siang bersama

    Ashan berjalan cepat menghampiri Zora, dengan niat ingin memarahinya. Zora tidak melakukan kesalahan apapun, tapi dimata Ashan yang dari awal sudah membencinya pasti setiap tindakan kecil apapun akan dijadikan sebuah kesalahan. Ashan mengepalkan tangannya dengan keras, wajahnya merah padam menahan kesal. Zora dari awal sama sekali tidak menunjukan rasa hormat sedikitpun padanya sebagai atasan. Ashan berpikir bagaimanapun dia sebagai karyawan baru harus menyadari posisinya di perusahaan ini. "GEAA" bentak Ashan. Seketika rauangan yang berisik langsung hening, begitu suara itu mencapai ujung di setiap telinga karyawan yang ada. Suara itu seharusnya mampu membuat telinga orang yang mendengarnya merasa sakit, mungkin karyawan yang berada disana sudah terbiasa hingga tidak ada reaksi yang serius. Mereka hanya diam menyaksikan apa yang akan pemimpin mereka lakukan terhadap gadis itu. Termasuk Zora, dia tidak menanggapi suara lantang yang menyebut nama samarannya itu dengan kasar. Berunt

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 17 : Ingin Tertawa

    Tujuan Satya datang kesini untuk memberikannya obat salep, kemarin malam dia membeli obat itu untuk Zora. Merasa lebamnya tidak akan sembuh hanya dalam waktu semalam, lebih baik memberikannya dari pada dibiarkan seperti itu. Tadi pagi dia lupa memberikan obat itu, karena terburu-buru. Dia datang kesini tanpa sadar dan melupakan pekerjaannya yang menumpuk, jika Andika mengetahuinya dia pasti akan mengomeli Satya sepanjang waktu. Satya menghela nafas panjang, memijat pelipisnya sendiri. Ingin rasanya dia menertawakan dirinya sendiri, tindakannya akhir-akhir sejak dia bertemu gadis itu sangat di luar dugaan. Untuk apa dia mendatangi gadis itu, mengantarkan obat hanyalah alasan yang ia gunakan. Sesungguhnya dia hanya ingin bertemu dengan Zora. Satya yang sibuk dan asik dengan pikirannya sendiri mengabaikan keadaan sekitarnya, tanpa ia sadari Zora yang berada di sampingnya perlahan membuka mata. Zora terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang berat. Tubuhnya terasa lelah dan kaku,

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 16 : Cantik

    Zora akhirnya tiba dikantor. Orang-orang berlalu lalang kesana kemari dengan kesibukan mereka masing-masing. Semua orang yang dilewati Zora terlihat bersemangat dan begitu penuh dengan energi, Wajah mereka terlihat cerah walaupun di sambut dengan segudang pekerjaan. Sangat berbanding terbalik dengan Zora, kantong matanya yang sedikit menggelap akibat begadang sepanjang malam. Pagi ini dia benar-benar kerepotan, Zora pulang naik taksi tapi tidak memiliki uang cash untuk membayar biaya taksinya. Entah itu adalah hari sialnya atau tidak, ponsel genggamnya pun ikut mati seakan menjebaknya di tengah situasi itu. Beruntungnya sang supir taksi merupakan orang yang pengertian, dia dengan sabar mengantar Zora ke ATM terdekat. Akhirnya masalah itu terselesaikan dengan damai karena bantuan dari sang supir. Zora bergegas lari menaiki tangga gedung apartemen usang dan berkarat itu, langkah demi langkah dia lewati hingga sampai di depan pintu apartemennya. Zora terlihat buru-buru seakan dia di

  • Antara Cinta dan Misi Sang Assassin   Part 15 : Telanjang Dada

    Subuh tiba dengan keheningan yang mendalam, seolah dunia sedang beristirahat sejenak sebelum memulai keramaian hari baru. Langit masih gelap, dengan bintang-bintang yang berkelipan di kejauhan, namun ada semburat cahaya lembut di ufuk timur yang menandakan fajar akan segera tiba. Zora tak kunjung bisa menutup matanya hingga pagi menyingsing, tempat itu terasa asing baginya. Sangat sulit untuk tidur, dia memikirkan apa yang dia alami sejak pagi. Kemarin malam Zora sudah mengelilingi semua ruangan dan seisi apartemen ini, ternyata benar ada CCTV di beberapa titik yang mampu merekan semua bagian apartemen kecuali kamar yang ditempati Satya. Ada 2 kamar kosong yang terlihat rapi dan bersih walaupun itu tidak ditinggali, entah kenapa Satya tidak menyuruh Zora untuk menggunakan kamar itu. Setelah melihat semuanya Zora kembali kekamar, dan melewati ruang tamu. Dia meliha Satya yang terbaring dengan tenang di sofa menggunakan piyama, dan bertelanjang dada. Dia menutupi wajahnya dengan seb

DMCA.com Protection Status