Jeslyn terlihat sangat senang saat melihat Raffael datang. Dia sudah menunggu cukup lama untuk bisa bertemu pria itu. Tidak sia-sia ia bersabar di sini. Pria itu akhirnya menampakkan diri."Raffael!" Jeslyn menyapa. Dia duduk bersama teman-teman mereka. Walau sebenarnya ia tak begitu menyukai berteman dengan mereka. Namun karena Jeslyn tahu Raffael akan menemui mereka setiap ia berada di kampus, Jeslyn memutuskan untuk bersama mereka.Dugaannya tidak salah. Raffael benar-benar datang."Darimana saja?" tanya Freya. "Kukira kau akan datang lebih awal daripada kami."Karena ia sempat bertukar pesan dengan Raffael sebelum mereka berangkat, dan Freya tahu jika Raffael berangkat lebih dulu darinya. Tapi mengapa justru dia yang tiba lebih awal? Apa yang dilakukan pria itu?"Aku harus menjemput seseorang lebih dulu," jawab Raffael seadanya. Dia duduk di samping Rui yang sedang sibuk bermain game. Dia memilih tempat yang jauh dari Jeslyn. Tapi perempuan itu tidak menyerah. Dia memilih pindah k
"Siapa?" Raffael menaikkan sebelah alisnya."Aku tidak tahu." Orang itu mengedikkan bahunya. "Kau temui saja. Dia menunggu di dekat gerbang. Saat kau menemuinya, mungkin kau akan tahu."Orang itu pergi tanpa penjelasan lebih jauh.Raffael menghela napas. Dia bangkit, dan berpamitan pada teman-temannya. "Aku akan menemuinya lebih dulu. Kalian ke kelaslah lebih dulu."Pria itu pergi.Jeslyn yang masih merasa emosi, memutuskan untuk mengikuti Raffael. Tapi Freya segera mencegahnya."Kau mau kemana?""Kemana lagi? Tentu saja melihat orang itu. Aku yakin jika orang itu adalah orang yang dimaksud Raffael tadi." Jika Jeslyn melihatnya, dia bisa tahu siapa perempuan yang menumpang di mobil Raffael pagi tadi."Kau bahkan tidak tahu apakah itu orang yang sama atau tidak."Jeslyn terlalu impulsif. Disaat dia sendiri belum bisa memastikan, dia lebih memilih untuk langsung melakukan tindakan tanpa berpikir."Lebih baik kau diam. Kau juga tidak akan bisa bertindak sesuka hati. Raffael tidak akan me
Syaqila baru mendudukkan diri di kantin. Lalu, ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba duduk tepat di depannya. Dirinya tertegun saat menyadari siapa itu."Apa yang kau lakukan di sini?"Suaranya lirih, nyaris tak terdengar. Untungnya, lawan bicaranya itu memiliki pendengaran yang tajam."Makan," balasnya, seraya mengedikkan bahu dengan acuh. Dia sudah memesan makanan. Sekarang dia mulai menikmati makanannya tanpa peduli ekspresi keberatan Syaqila.Syaqila berdesis kesal, dirinya diabaikan. orang itu jelas tidak mau tahu apa yang ingin ia katakan. Pandangannya menyapu sekitar, saat itu dia menyadari jika hampir semua orang menatap padanya. Lebih tepatnya, pada mereka berdua. Perasaan Syaqila semakin tidak nyaman karenanya."Raffael."Pria itu mendongak, menatapnya. Dia menghabiskan makanan di mulutnya terlebih dulu sebelum menyahut, "Ada apa?""Haruskah sekarang?" Syaqila bertanya dengan gelisah. Dia tahu dan dia sadar jika saat ini dia dan Raffael adalah sepasang kekasih. Tapi, b
"Bukankah itu Syaqila?" Rui yang sejak tadi memperhatikan dengan heran mengalihkan pandangan pada dua temannya. "Kukira mereka tidak begitu dekat.""Aku sudah mendengar jika Raffael mengenal Syaqila sejak awal. Tapi melihat mereka bersama tetap terasa mengejutkan," tanggap Ando.Freya sendiri merasa demikian. Pemandangan yang mereka lihat saat ini termasuk langka. Mereka yang biasanya menemukan Raffael bersama mereka, kini hanya bisa memperhatikan pria itu dari jauh. Lebih mengejutkan lagi karena Raffael bahkan bisa bersama dengan perempuan yang cukup populer di kampus."Mereka terlihat akrab." Freya berkomentar. Dia bingung, tapi perasaannya tidak senang. Karena Raffael merupakan teman dekatnya, namun karena masalah yang terjadi terakhir kali hubungan mereka jadi renggang. Pria itu tidak menghampiri mereka dan memilih orang lain."Apa dia menjauhi kita?" tanya Ando bingung. Dia heran mengapa Raffael memilih duduk bersama Syaqila dibanding dengan mereka? Bukankah biasanya Raffael hany
Jeslyn mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak senang dengan apa yang dilihatnya saat ini. Niat hati ingin segera pulang, menghabiskan uang dengan berbelanja di pusat perbelanjaan, Jeslyn seketika kehilangan minatnya saat ia menemukan pemandangan tak menyenangkan di depan mata.Sial! Sejak kapan Raffael dan Syaqila sedekat ini?Dia sudah tahu dan sudah menduganya. Tapi melihat mereka bersama tetap mengejutkan, membuat dirinya tak senang. Jeslyn segera berjalan menghampiri mereka dan mendorong tubuh mereka supaya berpisah. Jarak yang terlalu dekat itu menyakiti matanya."Jeslyn?" Raffael sedikit terkejut dengan kedatangan perempuan itu yang tiba-tiba. Juga tindakannya yang tidak bisa ditebak. Jeslyn sepertinya cemburu dengan kedekatannya bersama Syaqila."Kau ini apa-apaan?!" protes Syaqila. Dia sebal karena hampir jatuh setelah Jeslyn mendorongnya tanpa perasaan. Untung saja dia sempat berpegangan pada salah satu kendaraan yang terparkir. Jika tidak, dia pasti sudah tersungkur dengan m
"Tidak sopan." Syaqila mencibir.Tapi Raffael yang mendengarnya sama sekali tak peduli. Dia memilih menjalankan mobilnya dengan acuh. Mereka sudah berencana untuk pergi ke rumah nenek sebelumnya. Raffael akan menepati janjinya."Apa kau ingin membeli sesuatu?" tanya Raffael."Benar." Syaqila baru menyadari satu hal. "Aku harus membawa sesuatu. Jika aku datang dengan tangan kosong, itu akan tidak sopan."Syaqila berbeda dengan Raffael yang sudah menganggap kakek dan neneknya seperti rumah. Syaqila harus lebih menjaga sikapnya ketika bertemu mereka, menunjukkan sikap yang penuh sopan santun. Meski perbedaan antara mereka cukup jelas, Syaqila tidak keberatan dengan posisinya sendiri."Raffael, apa yang disukai nenek?" Syaqila mungkin harus memastikan lebih dulu. Dia tak ingin membuat kesan buruk di awal pertemuan mereka. Neneknya mungkin akan menunjukkan wajah masam jika Syaqila membawakan makanan yang tidak sesuai dengan seleranya."Belilah apa saja." Raffael tak ingin repot memikirkann
Romeo menepuk pundak Raffael pelan. Pria tua itu mengedikkan ujung dagunya ke satu arah."Kenapa kau mengajaknya kemari?""Memang tidak boleh?" balas Raffael ketus. "Kakek sendiri yang memaksa aku untuk bersama dengannya. Apa aku salah jika membawanya?""Tidak. Hanya saja terlalu tiba-tiba hingga aku terkejut." Romeo duduk di samping cucu laki-lakinya itu. Dari tempatnya saat ini, dia bisa memperhatikan bagaimana Emily dan Syaqila menghabiskan waktu bersama di dapur. Dua perempuan itu sibuk membuat kue. Membuang waktu untuk hal yang merepotkan menurut Romeo sendiri."Jangan berpikir aku hanya berpura-pura," sengit Raffael. "Meski aku terpaksa, aku sungguh menerimanya mulai sekarang. Tapi aku tetap tidak menyukainya.""Raffael." Romeo menepuk pundaknya, menghela napas berat. "Aku sebenarnya tidak memaksa. Tapi, cobalah untuk menerimanya walau sebentar. Kalian bisa saling menyesuaikan. Jika memang tidak menemukan kecocokan, aku menyerah, dan aku akan mengijinkan kalian untuk berpisah."
Romeo dan Emily seolah sengaja memberikan waktu bagi Raffael dan Syaqila untuk berbincang-bincang. Tapi apakah itu berguna? Sedangkan sejak tadi Raffael bersikap acuh tak acuh. Pria itu lebih senang menatap handphone-nya daripada bicara dengan Syaqila. Menurutnya, perempuan itu tidak asik diajak bicara.Syaqila yang merasa jenuh menghela napas kasar. Dia merasa kesal, tapi tak ada yang bisa dia lakukan. Sikap Raffael memang seperti ini.Syaqila menginginkan kehadiran neneknya yang entah pergi kemana bersama kakeknya. Syaqila lebih senang jika orang tua itu ada di sini. Daripada menghabiskan waktu dengan Raffael yang sama sekali tak menganggap kehadirannya.Syaqila melirik jam di tangannya. Ini sudah lima belas menit, dan neneknya sampai sekarang tidak kembali."Ada apa denganmu?" tanya Raffael. Merasakan kegelisahan perempuan di sisinya itu membuat dirinya terganggu."Aku hanya bingung, kemana nenek? Kenapa dia tidak kunjung kembali?" balas Syaqila, mengutarakan keresahannya."Tidak p
"Kau tahu? Katanya anak itu masuk rumah sakit lagi.""Maksudmu anak aneh itu?" tanya Romeo, menatap istrinya."Namanya Raffael," Emily meluruskan. Meski tingkah Raffael memang sedikit aneh, rasanya tak pantas jika mereka menyebutnya seperti itu. "Jangan panggil dia begitu. Bagaimana pun, dia masih cucu kita.""Sekarang, apa lagi?" Romeo sudah mendengar sebelumnya tentang apa yang terjadi. Dia cukup prihatin dengan kehidupan cucu laki-lakinya itu. Dia sangat tertutup. Dan tingkahnya juga sedikit aneh. Romeo sempat mendengar jika putranya memanggil psikiater untuk bocah tersebut. Sepertinya memang dia memiliki gangguan dalam psikisnya."Entahlah." Emily menghela napas. "Kudengar dari Utari, dia menemukan Raffael tak sadarkan diri saat ia hendak mengantarkan makan malam untuknya.""Sepertinya dia terlalu banyak mengonsumsi obat." Romeo mendengus, tampak tak senang. "Bukankah Fabian sudah mengawasinya? Mengapa anak itu masih sempat-sempatnya memiliki obat itu?""Dia tidak akan mudah berhe
"Aku menyerah."Syaqila sudah berusaha untuk bertahan. Tapi waktu yang dia lalui tidak menghasilkan apapun selain rasa sakit dan kecewa. Dia semakin menyadari, jika Raffael tak bisa memberikan apapun.Perempuan itu mengangkat wajahnya, menatap kakek dan neneknya dengan raut wajah bersalah."Maaf jika mengecewakan kalian. Tapi, aku sudah tak bisa lagi meneruskan ini."Emily menghela napas. Meski sedikit kecewa, dia berusaha mengerti posisi Syaqila. Menghadapi sikap Raffael memang menguras banyak kesabaran. Cucu laki-lakinya itu memiliki banyak sifat yang menyebalkan. Sangat wajar rasanya jika pada akhirnya Syaqila memilih untuk menyerah daripada terus berjuang hanya untuk semakin melukai hatinya."Kami tidak marah." Emily berusaha menghiburnya. Dia tak akan menyalahkan Syaqila. Mereka sendiri yang membebaskannya untuk mengambil keputusan. Saat Syaqila datang menemui mereka untuk mengakhiri ini semua, mau tidak mau mereka harus menerimanya."Apa dia sudah sangat keterlaluan?" Romeo hany
Syaqila menghela napas malas. Rencana yang sudah ia susun rapi tak bisa ia jalankan. Sore tadi neneknya menghubunginya. Ia disuruh untuk datang ke sebuah restoran. Kakek dan neneknya memaksanya untuk menghabiskan waktu makan malam bersama Raffael. Ini bisa disebut kencan secara paksa. Syaqila sama sekali tak merasa senang menyambut saat ini.Disaat ibunya dengan heboh memilihkan pakaian yang tepat untuknya, Syaqila tak merasa bersemangat sedikit pun.Tadinya dia ingin pergi bersama Diandra, pergi ke pusat perbelanjaan untuk menghabiskan uang. Tapi, rencana itu harus batal karena perintah dari kakeknya. Syaqila tak bisa menolak. Dia yakin Raffael pun akan setuju dengan terpaksa.Syaqila memiliki waktu dua jam sebelum acara dimulai. Dia sudah menimbulkan kehebohan di rumah hanya untuk persiapan. Dan tentunya yang bersemangat menyiapkan semuanya bukanlah dirinya, melainkan ibunya."Pakai yang ini saja." Utari memberikan sebuah gaun berwarna navy pada putrinya itu. Dia rasa, gaun itu adal
Melihat Rui berhasil dan kembali akrab dengan Raffael, Freya merasa iri. Dia memang biasa-biasa saja pada awalnya, karena ia sendiri masih tak yakin apakah Rui akan berhasil atau tidak. Tapi, setelah melihat akhir ini, Freya pun merenggut. Dia merasa tidak terima."Apa aku juga harus minta maaf?" Freya meminta pendapat Ando. Jawaban yang diberikan pria itu mungkin bisa membantunya. Karena sebelumnya, Rui pun meminta pendapat mereka sebelum memutuskan untuk menemui Raffael.Ando mengedikkan bahu. "Itu terserah kau, Freya."Ando tahu, dibanding Rui, Freya masih menyimpan perasaan kesal pada Raffael. Karena melihat bagaimana pria itu memperlakukan seorang perempuan dengan buruk, membuat Freya ikut tersinggung karenanya.Sebagai sesama perempuan, Freya hanya berusaha menyadarkan Raffael untuk lebih bisa menghargai mereka."Rasanya tidak rela." Freya menghela napas kasar. Berat rasanya ketika dia dipaksa mengakui dirinya bersalah, padahal menurutnya ia sudah melakukan sesuatu yang benar. N
"Hei."Jeslyn berdecak, merasa risih dengan tindakan Rui yang sengaja menusuk lengannya dengan pulpen."Bagaimana kau bisa masih baik-baik saja dengan Raffael?" Rui merasa ini tidak adil. Dia sudah membela Jeslyn saat itu, tapi yang terkena dampaknya justru hanya mereka. Perempuan itu sendiri tampak tidak terpengaruh. Dia masih bisa mendekati Raffael. Hubungannya dengan Raffael tidak ada yang berubah. Kontras sekali perbedaan antara mereka."Memang kenapa?" balas Jeslyn, sewot. "Apa kau berharap dia menjauhiku juga?""Ini terasa tidak adil." Rui merenggut kesal. "Kenapa dia marah pada kami, sedangkan padamu tidak?""Hei! Kau berkata seolah ingin aku juga dimusuhi olehnya!" protes Jeslyn. Dia tidak akan mau jika sampai Raffael benar-benar melakukannya."Memang benar. Bukankah Raffael tidak sepantasnya memperlakukan kita seperti ini?" Freya ikut menanggapi. Dia menatap teman-temannya dan kembali bicara, "Jika dia bisa tetap bersikap biasa pada Jeslyn, seharusnya dia tak perlu memusuhi k
"Bagaimana?" Diandra bertanya antusias. "Apakah ada perkembangan tentang hubunganmu dengannya?"Dia selalu bersemangat untuk menanyakan hal ini. Tapi tidak dengan Syaqila. Dia justru enggan membahasnya. Ia sudah bosan mendengar orang lain bertanya tentang hal serupa. Akhir-akhir ini, orang-orang di sekitarnya seakan penasaran tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Raffael. Kadang, Syaqila merasa terganggu dengan semua ini."Aku tidak tahu," jawab Syaqila acuh. Dia memilih fokus mencatat, tak mau repot-repot menoleh pada sahabatnya. "Bisa tidak usah bicarakan tentangnya? Aku bosan."Tidak dimana pun, Syaqila seakan terus mendengar seseorang bertanya tentang pria itu. Telinganya sudah bosan."Tapi aku penasaran," rengek Diandra. Mana bisa dia diam saja memendam banyak pertanyaan di kepalanya? Sedangkan saat ini jawaban dari semua rasa penasarannya sudah ada di depan mata. Diandra hanya perlu mengulik sedikit supaya Syaqila mau sedikit berbagi cerita padanya. "Ayolah! Kau mana tega
Raffael baru keluar dari lift. Dia menemukan Jeslyn yang tengah duduk menunggunya. Dalam hati Raffael merasa heran, bagaimana perempuan itu tahu tempat dia bekerja?"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Raffael, berjalan menghampirinya."Menemuimu." Jeslyn tersenyum. Perempuan itu mendekat padanya dan berbisik, "Aku baru menemukan satu hal yang menarik. Kuyakin kamu pasti terkejut."Raffael melengos, mendorong Jeslyn dengan perlahan. Dia tetap menjaga sikapnya supaya tidak menyakiti perempuan itu. Terlebih, saat ini mereka berada di kantor tempat ia bekerja."Apa yang kamu inginkan?""Kau harus mendengar dulu apa yang akan aku katakan." Jeslyn memegang lengan pakaian pria itu. Dia sedikit memaksa.Raffael sebenarnya enggan. Tapi dia merasa jika Jeslyn saat ini tidak berpura-pura. Dia mungkin benar-benar memiliki hal yang harus didengar olehnya. Entah itu kabar baik atau buruk, Raffael harus memastikannya."Baiklah." Raffael memilih untuk mengalah saat ini. "Ikut aku."Dia membawa Jesl
"Bagaimana harimu?"Utari menyambut antusias saat melihat putrinya kembali dari kampus. Dia menarik Syaqila, mengajaknya untuk duduk di ruang tamu.Sebelumnya dia sudah mendengar jika putrinya itu menerima permintaannya untuk menjalin hubungan dengan Raffael. Awalnya Utari merasa keberatan. Tapi, setelah dipikirkan kembali, tidak ada salahnya membiarkan putrinya untuk menjadi salah satu cucu menantu Romeo. Syaqila tidak akan kesusahan. Dengan harta yang diwarisi Raffael nanti, dia bisa hidup dengan harta bergelimang.Memikirkan semua itu membuat Utari semakin bersemangat untuk menyuruh putrinya melakukan banyak cara supaya Raffael semakin mudah tertarik padanya."Hariku berjalan seperti biasa." Syaqila menjawab dengan memandang ibunya heran. Tidak biasanya ibunya itu bertanya. "Ada apa, Ma?""Apa kau bertemu Raffael hari tadi?"Utari hanya ingin memastikan sejauh mana hubungan mereka berkembang. Semakin cepat akan semakin baik terdengar. Karena dengan itu, Romeo akan puas dengan usaha
Romeo dan Emily seolah sengaja memberikan waktu bagi Raffael dan Syaqila untuk berbincang-bincang. Tapi apakah itu berguna? Sedangkan sejak tadi Raffael bersikap acuh tak acuh. Pria itu lebih senang menatap handphone-nya daripada bicara dengan Syaqila. Menurutnya, perempuan itu tidak asik diajak bicara.Syaqila yang merasa jenuh menghela napas kasar. Dia merasa kesal, tapi tak ada yang bisa dia lakukan. Sikap Raffael memang seperti ini.Syaqila menginginkan kehadiran neneknya yang entah pergi kemana bersama kakeknya. Syaqila lebih senang jika orang tua itu ada di sini. Daripada menghabiskan waktu dengan Raffael yang sama sekali tak menganggap kehadirannya.Syaqila melirik jam di tangannya. Ini sudah lima belas menit, dan neneknya sampai sekarang tidak kembali."Ada apa denganmu?" tanya Raffael. Merasakan kegelisahan perempuan di sisinya itu membuat dirinya terganggu."Aku hanya bingung, kemana nenek? Kenapa dia tidak kunjung kembali?" balas Syaqila, mengutarakan keresahannya."Tidak p