Syaqila terkejut ketika mendapati orang tuanya pulang, ia langsung disambut pelukan ibunya yang tiba-tiba. Syaqila memang berharap akan segera berbaikan dengan ibunya. Tapi ia tak menyangka ibunya akan sadar secepat ini. Ini terlalu tiba-tiba dan mengejutkan. Hingga Syaqila tak bisa untuk tidak merasa curiga. Rasanya seperti ada sesuatu yang salah."Syaqila." Utari memeluk putrinya erat, dan meneteskan air mata di matanya. "Maafkan mama, sayang. Maafkan mama."Mendengar suara tangis ibunya, Syaqila tak bisa memendam amarah lebih lama. Seketika hatinya menghangat mendengar perkataan maaf dari ibunya."Seharusnya aku percaya padamu. Bodohnya aku malah tidak mau mendengar penjelasanmu. Kau pantas membenci mama, Syaqila."Utari sadar ia sudah sabgat menyakiti putrinya itu. Karena itu ia tak akan meminta terlalu banyak. Dengan mengucapkan kata maaf pun Utari sudah merasa cukup. Memaafkan atau tidak itu adalah hak Syaqila sepenuhnya. Utari tidak akan memaksa Syaqila untuk melupakan kejadian
"Raffael."Raffael mengabaikan Jeslyn sejak tadi. Setelah kesalahan yang ia lakukan, Jeslyn sama sekali tak menunjukkan rasa bersalahnya. Bahkan, meski dia sudah mendapat hukuman atas tindakannya.Bukan berarti Raffael marah pada Jeslyn atau peduli pada Syaqila. Raffael hanya merasa jika tindakan Jeslyn kali ini cukup merugikannya. Karena itu ia merasa kesal."Raffael, jangan mengabaikanku terus seperti ini," rajuk Jeslyn, cemberut. "Memang apa salahku? Apakah ada dari sikapku yang membuatmu kesal? Aku sama sekali tidak mengerti kenapa kamu berubah akhir-akhir ini."Ia sudah merasa cukup senang karena ia menjadi gadis beruntung yang bisa berhasil dekat dengan Raffael. Banyak orang yang merasa iri padanya. Karena itu Jeslyn bangga pada dirinya sendiri.Tapi, sikap Raffael kali ini bukan hanya membuatnya kesal tapi juga malu. Diam-diam banyak orang yang menertawakan Jeslyn karena Raffael mulai mengabaikannya. Jeslyn rasanya ingin mengutuk mereka yang tertawa di atas ketidaksenangannya.
"Kau selalu tampak menyedihkan."Syaqila tak bicara meski ucapan Raffael cukup membuatnya tertohok. Dia menyadari jika dirinya memang semenyedihkan itu. Dia tak pernah berharap jika dirinya akan selalu ditemukan dalam keadaan seperti ini oleh pria yang membencinya."Terlalu banyak orang yang membencimu. Sudah ku katakan padamu sebelumnya, berhati-hatilah," cecar Raffael, mengomeli perempuan di depannya. "Kau bertindak sangat ceroboh hari ini. Untuk apa membuat dirimu sendiri dalam bahaya hanya karena orang lain?""Aku ... mana mungkin diam saja saat melihat orang lain dalam kesulitan?" cicit Syaqila, membela diri."Ingat dirimu sewaktu kau dirundung oleh banyak orang. Apakah orang-orang di sekitarmu bergerak untuk menolongmu?" balas Raffael yang membuat Syaqila seketika terbungkam. "Tidak semua orang memiliki pemikiran bodoh sepertimu. Setidaknya mereka memikirkan tentang diri mereka sebelum memutuskan untuk menolong orang lain."Apa yang Raffael ucapkan benar. Namun Syaqila memiliki
Raffael mendengar jika Syaqila tengah sakit saat ini. Ia jadi berpikir, mungkin Syaqila terkejut karena kejadian yang menimpanya hari kemarin. Hal itu sangat wajar, semua perempuan akan merasakan hal yang sama.Tapi, di sini Raffael benar-benar merutuki sifat Syaqila yang tidak bisa tegar walau sedikit. Karena berkatnya, Raffael-lah yang diminta orang tuanya untuk menjaga bayi besar itu di rumah."Jangan memasang wajah seperti itu."Gadis yang bersembunyi di balik selimut itu menunjukkan setengah wajahnya, menyerukan protesan atas ekspresi Raffael yang tidak mengenakan.Raffael rasanya ingin membalas dengan kata-kata sarkas yang biasa ia ucapkan. Tapi, kali ini dia menahannya. Pria itu hanya menghembuskan napas dengan kasar."Sebegitu bencinyakah kau padaku?" tanya Syaqila. Perempuan itu mulai menunjukkan wajahnya, dan duduk di ranjangnya. Menunjukkan wajah cemberut. "Padahal aku sedang sakit sekarang.""Diamlah," ketus Raffael. Saat mendengar Syaqila bicara, dia justru semakin kesal.
"Ka-kamu serius?"Syaqila hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Dia sudah tidak banyak berharap, karena kebencian Raffael yang sulit disurutkan meski Syaqila sudah berkali-kali meminta maaf. Lantas, kenapa tiba-tiba pria itu menyetujui untuk berdamai dengannya?"Ya."Pria itu mengangguk tanpa keraguan sedikit pun. Dia terlihat lebih santai dari biasanya. Tatapannya pun tak sedingin sebelumnyaDari sana Syaqila menyadari jika Raffael tidak bercanda sama sekali."Tapi, apa alasanmu?" Syaqila tidak mungkin percaya begitu saja, di saat Raffael sudah terlalu sering menolak ajakannya mentah-mentah.Syaqila memang berharap. Tapi dia lebih pesimis, melihat bagaimana pria di depannya itu begitu membencinya sejak kemarin. Lantas, apa yang membuat pria itu tiba-tiba berubah pikiran?"Kurasa ... mungkin, karena kau terlalu membosankan." Raffael menjawab dengan ringan. Pria itu bersandar dan melipat kedua tangannya di dada. Dia merasa sudah cukup untuk bermain-main. Ia terlalu berekspekt
Jeslyn tanpa sengaja mendengar Raffael berbincang dengan seseorang di telepon. Entah dengan siapa ia bicara. Tapi dalam pembicaraan itu, Jeslyn mendengar Raffael meminta seseorang itu untuk menjaga Syaqil.Syaqil!Pikiran Jeslyn langsung tertuju pada satu orang. Siapa lagi jika bukan Syaqila? Hanya orang itu yang kemungkinan besar adalah 'Syaqil' yang dimaksud Raffael. Terlebih, Jeslyn pernah memergoki keduanya bersama beberapa kali.Kedua tangan Jeslyn mengerat. Dia tidak terima. Hubungan Raffael dengan Syaqila tampaknya menjadi semakin dekat saat ini. Padahal, seharusnya keduanya semakin menjauh, bukan malah sebaliknya.Mengapa semua menjadi seperti ini? Seolah dunia tidak berpihak padanya.Di tengah perasaan emosi yang bergemuruh di dada, Jeslyn memutuskan untuk membalas Syaqila dengan caranya sendiri. Dia tidak bisa hanya diam saja saat pujaan hatinya semakin dekat dengan perempuan lain. Terlebih itu adalah rivalnya.****"Ya. Kondisinya belum benar-benar membaik. Jadi, aku ingin
Malam ini orang tua mereka tidak berada di rumah. Fabian memiliki urusan pekerjaan dan membutuhkan istrinya sebagai pendamping. Karena itu, Raffael harus kembali terjebak bersama saudarinya.Waktu mendekati makan malam, Raffael pikir ia harus kembali maju sebagai pengasuh Syaqila, sebelum perempuan itu merengek meminta makan karena lapar. Tapi, tanpa diduga, Raffael justru menemukan perempuan itu berada di dapur, tengah menyiapkan makan malam dengan begitu piyawai. Dia seperti sudah terbiasa melakukannya. Untuk kali ini, Raffael bersyukur dia tidak direpotkan.Syaqila yang tenggelam dalam aktifitas memasak yang menyenangkan, tak menyadari jika kegiatannya sejak tadi diperhatikan oleh seseorang. Raffael di sana, berdiri di ambang pintu sembari memperhatikan kemana perempuan itu bergerak. Bagaimana dia mengolah setiap bahan masakan hingga menjadi matang. Raffael harus memastikan jika perempuan yang berada di ruangan itu memang benar-benar bisa memasak, dan tidak berniat untuk meracuniny
"Hei, Raffael!"Pria yang dipanggil itu menoleh, menatap Rui yang duduk di sisinya."Aku ingin tahu apa hubunganmu dengan Syaqila?" Ia benar-benar penasaran sejak dulu. Entah kenapa, dia merasa jika Raffael sudah mengenal Syaqila jauh sebelum mereka. "Apakah kalian memiliki hubungan khusus?"Raffael terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab, "Bisa dibilang begitu."Rui tercengang. Tak menyangka Raffael akan membenarkan dugaannya."K-kau ... serius?"Raffael mengangguk, tak peduli ekspresi Rui yang begitu berlebihan.Pertanyaan aneh. Jika ada yang bertanya apakah Raffael memiliki hubungan khusus dengan Syaqila, bukankah tak salah jika Raffael membenarkannya? Hubungan persaudaraan juga termasuk khusus, kan?****"Ada apa?""Cucu durhaka! Apa begitu caramu menyapa kakekmu, hm?"Raffael memutar bola matanya malas saat mendengar balasan kakeknya di telepon."Minggu ini, Kakek sudah menghubungiku sebanyak tiga kali." Raffael bukannya tak senang. Tapi dia merasa ini tak biasa. Dan bagaimana